Eksistensialime Pandangan kaum Eksistensialis ateis seperti Heidegger dan Sartre mungkin

Naturalisme merupakan ideologi yang cukup populer di Eropa. Naturalisme beranggapan bahwa alam adalah realitas puncak; alam yang hidup tetapi tidak memiliki kesadaran juga dilihat sebagai hukum dasar di alam semesta. Manusia tidak dapat mengatasi alam, menguasainya, atau melampauinya. Walaupun kaum Naturalis mempertahankan manusia sebagai jenis makhluk yang paling maju di atas alam, mereka meletakkan manusia pada derajat yang lebih rendah terhadap alam dan kekuatan-kekuatan alamiah. Oleh karena itu, Ali Syari`ati berpendapat bahwa Naturalisme merupakan suatu upaya lain untuk mereduksi atau mengurangi kebebasan memilih manusia, kesadaran, dan daya ciptanya.

3. Eksistensialime Pandangan kaum Eksistensialis ateis seperti Heidegger dan Sartre mungkin

berbeda dengan pandangan Kierkegaard; namun demikian Eksistensialisme, sebagai suatu ideologi juga telah mengorbankan realitas manusia yang paling tinggi. Kadang-kadang pandangan Sartre terhadap esensi manusia cenderung ke arah metafisis, walaupun ia seorang Eksistensialis ateis. Sartre mendefinisikan manusia sebagai makhluk yang unik di atas alam, suatu makhluk yang hakekat dan susunan istimewanya meletakkannya sangat berlainan dengan seluruh makhluk lain. Sebagai seorang ateis, Sartre memandang manusia sebagai makhluk yang berbeda dari makhluk-makhluk lain dalam alam. Dalam pandangannya, manusia adalah satu-satunya makhluk di alam semesta yang eksistensinya mendahului esensinya. Hal ini berbeda dengan kaum Naturalis, karena menurut Sartre manusia sebagai makhluk unik di atas alam adalah disebabkan keyakinannya bahwa manusia harus dibuat untuk menentukan nasibnya di dunia dan karena itu mengisi kekosongan alam. Walaupun Sartre melihat manusia sebagai makhluk yang merdeka, bebas untuk memilih dan unik di atas alam, konsepsinya bahwa eksistensi manusia mendahului esensinya juga cenderung mengorbankan eksistensi manusia. 35 Meskipun manusia dalam tahap eksistensinya belum mempunyai esensi, ia memiliki kemauan, dan lewat inilah ia dapat membentuk eksistensi dan mengubahnya sedemikian rupa sehingga eksistensinya mampu meraih identitas yang nyata, yaitu esensi. Tuhan telah menganugrahi manusia dengan eksitensi, tetapi manusia bertanggung jawab untuk memanfaatkan kemampuan iradahnya untuk mencipta dan mengembangkan esensi dalam eksistensi dirinya. Hanya kemauan manusia saja yang bisa untuk mencetak realitas atau esensi dari eksistensinya. Hal yang paling ditakuti oleh Sartre adalah bila naturalisme maupun materialisme diterima sebagai norma dalam pendefinisian manusia pada saat ini, maka manusia pasti akan terbelenggu dalam kerangka-kerangka yang memfosil dan terbatas dan kehilangan kemauan bebasnya, padahal kemauan bebas yang menolong manusia menciptakan esensi riil dari eksistensi. Menurut Ali Syari`ati, walaupun manusia telah melampaui determinisme materi dan alam, eksistensialisme tetap membatasi evolusi manusia pada tahap penemuan esensi. Dengan demikian, Eksistensialisme mengabaikan potensialitas dan cita-cita manusia yang lebih tinggi. 4. Monisme 35 Misalnya sebuah kursi. Sebuah kursi belum ada sebelum di buat, misalnya anda bertanya kepada tukang kayu: “Apa yang anda mau buat?”. “Saya akan membuat sebuah kursi”, jawab si tukang kayu. Kemudian anda akan menanyakan bebarapa keterangan tentang kursi yang sedang di rancang. Ia mungkin akan menerangkan pada anda bahwa kursi mempunyai tempat duduk yang ditunjang oleh empat kaki, pegangan dan sandaran punggung, dan di buat dari kayu. Berbicara tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan kursi pada hakekatnya berarti berbicara tentang esensi kursi. Tetapi kursi itu belum mengambil eksistensi. Bagaimanapun si tukang kayu mungkin sibuk merancangnya dengan alat-alat dan membuat kursi itu setelah gambarnya esensi diberikan, tetapi kursi itu sendiri belum ada. Walaupun paham ini berpegang pada suatu tipe idealisme yang teistik, namun Monisme juga mengorbankan manusia. Unsur-unsur filsafat ini dapat dijumpai dalam filsafat India, dalam doktrin-doktrin sufi dan dalam agama Katolik. Kaum Monis memuja Kemauan Ilahi dengan mengesampingkan kemauan manusia, karena percaya bahwa hakekat, nasib, individualitas dan masa depan manusia semuanya telah ditentukan oleh Kemauan Tuhan, bahkan sebelum ia dilahirkan. Dengan demikian, manusia tidak dapat melakukan apa- apa, hanya menunggu apa yang telah ditakdirkan. Dengan begitu peniadaan kemauan manusia dalam pembentukan hidupnya akan meniadakan tanggung jawabnya. Padahal, menurut Ali Syari`ati, tanpa tanggung jawab, manusia tidak dapat menjadi manusia sejati. 36 Sedangkan ideologi yang cenderung meremehkan kebebasan memilih dan kesadaran diri itu adalah sebagai berikut:

1. Historisisme Dalam aliran ini, manusia hanyalah produk sejarah. Sejarahlah yang