1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan yang memiliki fungsi penghimpunan dana masyarakat. Dana yang telah terhimpun, kemudian
disalurkan kembali kepada masyarakat. Kegiatan bank mengumpulkan dana disebut dengan kegiatan funding. Sementara, kegiatan menyalurkan dana
kepada masyarakat oleh bank disebut kegiatan financing atau lending. Menurut Rahmadi Usman 2001:59 bank adalah lembaga keunagan yang
usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalulitas pembayaran dan predaran uang, sementara itu undang-undang perbankan
yang di ubah pada pasal 1 angka 2 mendefinisikan bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatakan taraf hidup orang banyak. Dalam
menjalankan dua aktifitas besar tersebut, bank syariah harus menjalankan prinsip-prinsip perbankan yang berlaku.
Terdapat beberapa prinsip yang digunakan bank syariah dalam menjalankan aktifitasnya yaitu dengan mengunakan prinsip Ju’alah, Wadi’ah
dan Mudharabah. Ju’alah adalah suatu upah yang dijanjikan sebagai imbalan atas suatu jasa kepada seseorang. Wadiah adalah penitipan dana sedangkan
Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana
2 untuk melakukan usaha tertentu, dengan keutungan antara keduabelah pihak
bardasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya Muhammad, 2005:22. Berdasarkan perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi
tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank Muamalat sebagai salah satu bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah
lainnya yang telah lebih dahulu menerapkan system ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada
tahun 1998, telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan system bunganya. Sementara perbankan
yang menerapkan system syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan. Hal tersebut terjadi karena sistem yang dianut atau digunakan bank berbeda,
untuk bank konvensional mengandalkan sistem bunga sebagai alat untuk mengatur stabilitas bank sementara bank syariah menganut sistem bagi hasil
profit and loss sharing, yang bermakna untung dan rugi ditanggung
bersama yaitu bank dan nasabahnya, oleh karena itu diperkirakan perbankan syariah mempunyai pengaruh terhadap lonjakan inflasi melalui sektor rill
yang akan memberikan dampak kepada pembiayaan karena setiap pembiyaan yang diberikan oleh bank syariah harus terdapat underlying transaction
dibelakangnya. Inflasi menjadi salah satu indikator makro ekonomi yang penting dalam
perekonomian indonesia. Inflasi sangat mempengaruhi aktifitas pelaku ekonomi baik itu disektor rill maupun disektor moneter. Inflasi adalah suatu
keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti
3 dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara. Khalwaty,
2001:5. Inflasi menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap seluruh sektor perekonomian, sehingga nilai rupiah mengalami penurunan terhadap
valuta asing yang diperkirakan mempengaruhi likuiditas dan profitabilitas bank syariah di Indonesia.
likuiditas adalah rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan memenuhi permohonan kredit
atau pembiayaan dengan cepat. Sedangkan Loan to Deposit Ratio LDR adalah perbandingan antara kredit yang diberikan dengan dana pihak ketiga
Giro, Tabungan, Deposito dan kewajiban jangka pendek lainnya. Hampir sama pengertian LDR dengan Financing to Deposit Ratio FDR diartikan
sebagai perbandingan antara total pembiayaan yang diberikan dengan dana yang behasil dihimpun oleh bank yang terdiri dari dana pihak ketiga DPK
ditambah dengan ekuitas Lisa Narulia Suryadi H.S, 2006 dalam penelitian Dedi Sutomo, 2009.
Rasio merupakan alat yang dinyatakan dalam aritmatika yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua atau lebih data keuangan Lisa
Narulia Suryadi H.S, 2006 dalam penelitian Dedi Sutomo, 2009. Dari rasio itulah yang akan dijadikan sumber informasi dan pedoman prosedur
kerja oleh pihak bank serta menjadi dasar pengambilan keputusan oleh pihak lain yang berkepentingan terhadap bank tersebut. Salah satu rasio yang
digunakan sebagai sumber informasi dan analisis adalah rasio likuiditas atau lebih spesifiknya Loan to Deposit Ratio LDR dan dalam bank syariah
4 sendiri rasio ini lebih sering dikenal dengan istilah Financing to Deposit
Ratio FDR, dimana jika dilihat secara rumus adalah total pembiayaan dibagi
Dana Pihak Ketiga DPK yang terdiri dari tabungan, deposito, dan giro. Sisi pendanaan perbankan syariah mengalami peningkatan cukup tinggi
yang berasal dari nasabah korporasi, dimana pada tahun 2009 DPK mengalami pertumbuhan sebesar 41,84 dibandingkan tahun 2008 dengan
pertumbuhan DPK 31,56,. Penyebab meningkatnya DPK salah satunya disebabkan oleh imbal hasil perbankan syariah relatif lebih menguntungkan
dibandingkan imbal hasil perbankan konvensional, selain itu kegiatan sosialisasi yang memperkenalkan produk perbankan syariah yang banyak
ragamnya mampu menarik perhatian para nasabah Kajian Stabilitas Bank Indonesia, 2009.
Namun demikian pertumbuhan jumlah pembiayaan sedikit mengalami penurunan yang disebabkan adanya kehati-hatian perbankan syariah dalam
penyaluran pembiayaan. Pertumbuhan penyaluran dana PYD pada tahun 2009 hanya sebesar 22,76, dibandingkan pertumbuhan PYD pada tahun
2008 sebesar 36,68. Kehati-hatian ini disebabkan perbankan syariah belum yakin sepenuhnya akan kinerja beberapa sektor ekonomi akibat krisis
ekonomi global pada akhir tahun 2008 Kajian Stabilitas Bank Indonesia, 2009.
Penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah selama tahun 2009 telah mencapai nilai Rp 46,9 triliun, bertumbuh 22,74 year on year yoy
mengalami perlambatan dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan
5 tahun 2008 sebesar 36,70. Walaupun demikian pertumbuhan penyaluran
pembiayaan bank syariah masih lebih baik dibandingkan penyaluran kredit oleh bank konvensional nasional yang hanya bertumbuh 9,96. Penurunan
penyaluran dana tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh masih lemahnya permintaan ekspor dan penurunan harga berbagai komoditas, belum pulihnya
daya beli masyarakat, biaya ekonomi tinggi yang berdampak pada adanya pembatasan ekspansi usaha dan pengurangan konsumsi. Kajian Stabilitas
Bank Indonesia, 2009. Deposito Islamic Bank IB pada tahun 2009 dengan proporsi akad
mudharabah sebesar 58,33 mengalami peningkatan dibandingkan tahun
2008 dengan proporsi 54,66. Sedangkan Tabungan Mudharabah pada tahun 2009 proporsinya 24,44 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008
dengan proporsi 33.84, sebagaimana digambarkan pada grafik berikut ini:
Gambar 1.1 Proporsi DPK Perbankan Syariah
Sumber: Bank Indonesia, 2008
6 Selanjutnya, likuditas bank biasanya disebut alat likuid atau simpanan
uang di Bank Indonesia, diantaranya Giro Wajib Minimum GWM, Sertifikat Bank Wadiah Bank Indonesia Syaraiah SWBI dan Pasar Uang
Antarbank Syariah PUAS. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa bank berfungsi sebagai
lembaga penghimpun dan penyalur bagi pengguna dana ini dalam aktifitasnya sangat besar sehingga dapat mengalami kekurangan atau kelebihan likuditas.
Kekurangan likuditas dapat terjadi ketika adanya perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana, sedangkan kelebihan likuditas
terjadi ketika dana yang terhimpun belum disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan.
Untuk mengatasi hal tersebut dan mengendalikan uang yang beredar, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan moneter dengan melakukan Operasi
Pasar Terbuka OPT berdasarkan prinsip syariah, dalam bentuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia SWBI. SWBI mulai diperlakukan pada ketentuan
BI Nomor 29PBI2000, sebagaimana tercantum dalam Fatwa DSN MUI Nomor. 36DSN-MUIX2002, tentang SWBI dapat dimanfaatkan oleh bank
syariah untuk mengatasi likuditasnya. Dengan kata lain, ketika bank syariah mengalami kesulitan dalam menyalurkan dananya dapat disalurkan pada
instrumen moneter yang diterbitkan oleh Bank Indonesia BI seperti SWBI dan PUAS Kajian Stabilitas Bank Indonesia, 2008.
Posisi SWBI yang ada di Bank Indonesia mengalami peningkatan, dari bulan November 2004 yaitu Rp 447.000 Juta,sampai dengan bulan Maret
7 2007 yaitu sebesar Rp 3.325.000 Juta, selanjutnya posisi SWBI bergerak
secara fluktuatif sampai bulan April 2007. Sedangkan tingkat volume transaksi PUAS mengalami peningkatan pada bulan November 2004 sebesar
Rp 50.000 Juta hingga bulan Maret 2006 yaitu sebesar Rp 84.525.000 Juta. Faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi posisi SWBI adalah
perbankan syariah membutuhkan alokasi dana ketika kelebihan likuiditas yang dialami, sementara pada saat yang sama terjadi beberapa penyebab yang
membuat perbankan syariah tidak menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan kepada sektor rill, diantarnaya faktor resiko yang akan dialami bank syariah.
Hal tersebut mengakibatkan bank syariah lebih tertarik untuk menempatkan dananya pada instrumen likuiditas, dimana diperkirakan tingkat keuntungan
yang diperoleh cukup menarik dan memiliki resiko yang lebih sedikit dibandingkan menyalurkan kelebihan dananya dalam bentuk pembiayaan
pada sektor rill. Pada bulan April 2008, bank syariah memiliki alternatif tambahan dalam
pengelolaan likuiditasnya. Bank Indonesia BI telah menerbitkan instumen moneter berbasis syariah yang disebut dengan Sertifikat Bank Indonesia
Syariah SBIS, instumen ini menggantikan SWBI. Sebagaimana Peraturan Bank Indonesia No. 1011PBI2008 tentang SBIS
. instrumen ini diterbitkan
oleh Bank Indonesia, pemerintah, maupun pihak swasta. Terbitnya SBIS memberikan sinyal positif terhadap posisi SWBI atau SBIS pada bulan April
2008 tercatat sebesar Rp 453Juta dan meningkat sampai bulan Januari 2010 yaitu sebesar Rp 3.373.000 Juta. Selanjutnya bergerak secara fluktuatif
8 samapai Oktober 2010. Jika dibandingkan dengan SWBI posisi SBIS
mengalami peningkatan yang signifikan karena sebelumnya posisi SWBI paling tinggi terjadi pada bulan Maret 2007 yaitu sebesar Rp 3.325.000 Juta
Bank Indonesia, 2008. SBIS merupakan instrumen yang dibutuhkan oleh bank syariah sebagai sarana investasi sehingga diperkirakan akan
mempengaruhi tingkat likuditas serta tingkat profitabilitas Bank Syariah .
Profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu bank. Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah Return on
Equity ROE untuk perusahaan pada umumnya dan Return on Asset ROA
pada industri perbankan. Keduanya dapat digunakan dalam mengukur besarnya kinerja keuangan pada industri perbankan. ROA memfokuskan
kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasi perusahaan, sedangkan ROE hanya mengukur return yang diperoleh dari
investasi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut Siamat, 2002 dalam penelitian Budi Ponco, 2008.
Dalam penelitian ini ROA digunakan sebagai ukuran kinerja perbankan dan mengukur efektifitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan
dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Dalam hal ini ROA merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset. Semakin
besar ROA menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat pengembalian return semakin besar. Apabila ROA meningkat, berarti
profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga dampak akhirnya adalah
peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham.
9 Berdasarkan latar belakang di atas peneliti mencoba mengetahui variabel
apa saja yang mempengaruhi likuiditas serta implikasinya kepada
profitabilitas perbankan syariah. Untuk itu penulis memilih judul “Analisis Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS dan Pasar Uang Antar
Bank Syariah PUAS terhadap Financing to Deposit Ratio FDR serta implikasinya kepada Return On Assets ROA Bank Syariah di
Indonesia.
B. Perumusan Masalah