Analisis inlfansi, Sertifikat Bank Indonesia syariah (SBSIS) dan pasar uang antra bank syariah (PUAS) tehadap financing deposit ratio (FDR) serta inplikasinya kepada return on assets (ROA) Bank Syariah di Indonesia

(1)

ANALISIS INFLASI, SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS) DAN PASAR UANG ANTARBANK SYARIAH (PUAS) TERHADAP

FINANCING TO DEPOSIT RATIO (FDR) SERTA IMPLIKASINYA KEPADA RETURN ON ASSETS (ROA) BANK SYARIAH DI INDONESIA

Oleh Husni Mubarak

106081002337

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

Hari ini Tanggal 8 Bulan Desember 2010 telah dilaksanakan Ujian Komprehensif atas nama Husni Mubarak NIM : 106081002337 dengan judul skripsi “ANALISIS INFLASI, SARTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS), DAN PASAR UANG ANTARBANK SYARIAH (PUAS) TERHADAP FINANCING TO DEPOSIT RATIO (FDR) SERTA IMPLIKASINYA KEPADA RETURN ON ASSETS (ROA) BANK SYARIAH DI INDONESIA”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama masa ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 8 Desember 2010 Tim Penguji Ujian Komprehensif

Ela Patriana, MM, AAAIJ Leis Suzanawati, SE, M.Si

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli


(3)

Hari ini Tanggal 16 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Sebelas telah dilaksanakan Ujian Skripsi atas nama Husni Mubarak NIM : 106081002337 dengan judul skripsi “Analisis Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Dan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) Terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Serta Implikasinya Kepada Return On Assets (ROA) Bank Syariah Di Indonesia”. Memperhatikan penampilan Mahasiswa tersebut selama masa ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 16 Maret 2011 Tim Penguji Ujian Skripsi

M. Arief Mufraini, LC, M.Si Penguji Ahli

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Titi Dewi Warninda, SE, M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Ketua

Suhendra, S. Ag, MM Sekretaris


(4)

ANALISIS INFLASI, SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS) DAN PASAR UANG ANTARBANK SYARIAH (PUAS) TERHADAP

FINANCING TO DEPOSIT RATIO (FDR) SERTA IMPLIKASINYA KEPADA RETURN ON ASSETS (ROA) BANK SYARIAH DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

HUSNI MUBARAK NIM : 106081002337

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Titi Dewi Warninda, SE, M.Si NIP 19690203 200112 1 003 NIP 19731221 200501 2 002

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(5)

SURAT PERNYATAAN

Nama Mahasiswa : Husni Mubarak NIM : 106081002337 Jurusan : Manajemen

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya/hasil penelitian orang lain. Apabila terbukti skripsi ini plagiat atau replikasi maka skripsi dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul di kemudian hari menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 8 Maret 2011


(6)

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the effect of inflation, Bank Indonesia Certificates Sharia (SBIS) and Interbank Money Market Sharia (PUAS) deposits of Financing to Deposit Ratio (FDR) and implications for the Return on Assets (ROA) in Bank Syariah Indonesia. This research used path analysis to model decomposition. Test results on substructure I shows that the variable inflation, Bank Indonesia Certificates Sharia (SBIS) significantly affects the financing, while deposits no significant effect on Financing to Deposit Ratio (FDR). Test results on substructure II shows that the variable inflation, Bank Indonesia Certificates Sharia (SBIS) and Financing to Deposit Ratio (FDR) significant effect on Return on Assets (ROA).

Keywords: Inflation, Bank Indonesia Certificates Sharia (SBIS) and Interbank Money Market Sharia (PUAS) Financing to Deposit (FDR), Return on Assets (ROA), path analysis.


(7)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) serta implikasinya kepada

Return on Assets (ROA) di Bank Syariah Indonesia. Penelitian ini menggunakan

metode analisis jalur dengan model dekomposisi. Hasil pengujian pada substruktur I menunjukkan bahwa variabel Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan, sedangkan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) tidak berpengaruh signifikan terhadap

Financing to Deposit Ratio (FDR). Hasil pengujian pada substruktur II

menunjukkan bahwa variabel Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

dan Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh signifikan terhadap Return on

Assets (ROA).

Kata Kunci : Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang Atarbank Syariah (PUAS), Financing to Deposit (FDR), Return


(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji hanya kepunyaan Allah. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah untuk Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam beserta keluarga, sahabatnya dan orang-orang yang mencintainya. kepadaNyalah aku mengucap syukur atas rahmat yang diberikan kepada setiap hamba, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) Terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Serta Implikasinya Kepada Return On Assets (ROA) Di Bank Syariah Indonesia”, Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sesunguhnya Allah tidak akan memberikan ujian yang tidak bisa diselesaikan oleh hambanya, dengan demikin walupun penulis menghadapi beberapa kendala namun masalah tersebut dapat diatasi sehingga skripsi ini dapat menyampaikan pesan kepada pembaca meski masih jauh dari kesempurnaan. Penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan berbagai pihak.

Disamping itu, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi in telah banyak menerima bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebeaar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya kepada :

1. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan moril maupun materil, terimaksi kepada bapakku H. Ahmad Zaini dan ibuku Hj. Alawiyah semoga rahmat tuhan selalu tercurah kepadanya.


(9)

2. Prof Dr. Abdul Hamid, MS, selauku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang memberikan arahan selama penulis menjalani menjalani program SI.

3. Bapak Prof. Dr. Ahamad Rodoni, MM Pudek I Bidang Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis, sekaligus Dosen Pembimbing I, terima kasih atas waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran.

4. Bapak Suhendera, MM, selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang selalu memberikan arahan dan nasihat, terima kasih atas nasihat dan saran-saran yang berharga kepada penulis.

5. Ibu Titi Dewi Warninda, SE, M.Si, selaku dosen pembimbing II, terima kasih atas bimbingan, motivasi dan arahan yang berharga kepada penulis sehingga menjadi pengalaman yang tak terlupakan di hati penulis.

6. Bapak Drs. Moh. Faisal Badroen, MBA selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas arahan selama masih kuliah semoga rahmat tuhan tercurah padanya.

7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah khususnya jurusan Manajemen yang telah memberikan Ilmu yamg sangat berharga bagi saya pribadi..

8. Staf tata usaha FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Mas hery Pak, Rahmat, Ibu Umi, yang telah membantu memberikan jalan keluar dan memudahkan mengurus admistrasi dan lain – lain yang berhubungan dengan urusan keuangan perkulian.

9. Kakak-kakak ku Sivliyanti,SE,i , Widiya, S. Pdi dan adik – adik ku Sayfah dan Ismiyah, yang turut memberikan dukungan dan doa tulus kepada penulis semoga segala sesuatunya bernilai ibadah

10.Kepada keluarga Dwi Wahyuni yang telah meberikan dorongan maupun doa atas segala hormat peneliti mengucapkan trimakasih.

11.Teman-teman FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2006 Manajemen A dan Perbankan A yang selalu ada dalam suka maupun duka serta memberikan motivasi selama masa perkuliahan. Khususnya Hery,


(10)

Amero, Wulan, Mia, Hana, Ahmad Tohari, Ahmad Rudiat, Reksa Ardiansah, Nannang Hadiwijaya, Subchan Yahya dan Nurianto.

12.Teman – teman FST UIN Syarif Hidayatulah Jakarta Angkatan 2006 TI khususnya Wahyu, Imam, Akmal, Mohammad Iqbal, Zikra Aulia, Cerydia Putra dan Dodi Susanto yang telah memberikan masukan yang sangat membantu penulis.

13.Teman – teman Pondok Annida Al-Islamy khususnya Abdul Aziz, Muhammad Zia Emil Ihsan, Ade Maulana Dliya, dan Iboy yang telah rela meluangkan waktunya untuk berbagi atas masalah yang dihadapi oleh penulis. 14.Pihak – pihak yang tidak disebut namanya namun membantu penulis dalam

hal menyelesaikan penelitian ini saya sebagi penulis mengucapkan banyak – banyak terima kasih.

Semoga segala amalan yang baik tersebut akan memperoleh balasan rahmat dan karunia dari Allah SWT, Amien. Penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang ada pada penulis sehingga tidak menutup kemungkinan bila skripsi ini masih banyak kekurangan.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat membuka jalanku untuk meraih cita-cita.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 15 Mart 2011


(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bank Syariah... 12

B. Manajemen Asset dan Likuditas Bank Syariah ... 17

C. Financing to Deposit Ratio (FDR) ... 22

D. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ... 34

E. Inflasi... 41

F. Return On Assets (ROA)... 45

G. Penelitian Sebelumnya ... 47

H. Kerangka Berfikir ... 51

I. Hipotesis ... 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 56


(12)

C. Metode Pengumpulan Data ... 57

D. Metode Analisis ... 58

E. Operasional Variabel Penelitian ... 68

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia ... 71

B. Penemuan dan Pembahasan ... 73

1. Analisis Deskriptif ... 73

2. Analisis Jalur Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) Terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) serta Implikasinya Pada Return on Assets (ROA) Di Bank Syariah Indonesia ... 87

3. Analisis Jalur Setelah Trimming ... 106

C. Interpretasi ... 117

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ... 121

B. Implikasi ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 124


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Proporsi DPK Perbankan Syariah 5

2.1 2.2 2.3

Skema Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah Kerangka Berpikir

Diagram Jalur

28 53 54 3.1 Hubungan Kausal X1, X2, X3, terhadap Y 59

3.2 Hubungan Kausal X1, X2, X3 dan Yterhadap Z 60

4.1 Grafik Inflasi 75

4.2 Grafik Sertifikat Bank Indonesia Syaraih (SBIS) 78 4.3 Grafik Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) 81 4.4 Grafik Financing to Deposit Ratio (FDR) 83

4.5 Grafik Return on Assets (ROA) 86

4.6 Diagram Jalur dengan Hasil Perhitungan 88

4.7 Diagram Jalur Substruktur I 91

4.8 Diagram Jalur Substruktur II 97

4.9 Hasil Perhitungan Diagram Jalur Setelah Trimming 107 4.10 Diagram Jalur Sub Struktur I Setelah Trimming 108 4.11 Diagram Jalur Sub Struktur II Setelah Trimming 110


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

2.1 2.2

Penghitungan Imbalan Berdarkan Jangka Waktu Perbedaan PUAS dengan PUAK atau PUAB

30 33 3.1 Standar Penilaian Kesesuaian (Fit) 67

4.1 Data Inflasi 74

4.2 Data Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) 77 4.3 Data Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) 81

4.4 Data Financing to Dposit (FDR) 83

4.5 Data Return on Assets (ROA) 86

4.6 Hasil Korelasi antara Inflasi, SBIS dan PUAS 88 4.7 Pengaruh antara Inflasi, SBIS dan PUAS terhadap

Financing to Deposit Ratio (FDR)

92

4.8 Pengaruh antara Inflasi, SBIS, PUAS dan Financing to

Deposit Ratio (FDR) Pada Return on Assets (ROA)

98

4.9 Pengujian Pengaruh antar Variabel Eksogen dengan Endogen

103

4.10 Hasil Uji Goodness of Fit Pengaruh Inflasi, SBIS dan PUAS terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) serta Implikasinya Pada Return on Assets (ROA)

104

4.11 Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Trimming 105 4.12 Hasil Perhitungan Pengaruh Antar Variabel Eksogen

dengan Endogen Setelah Trimming

106

4.13 Hasil Korelasi antara Inflasi, SBIS dan PUAS setelah

Trimming

108

4.14 Hasil Uji Pengaruh antara Inflasi, SBIS dan PUAS terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR)

109

4.15 Hasil Uji Pengaruh Inflasi, PUAS dan Financing to

Deposit Ratio (FDR) Pada Return on Assets (ROA)


(15)

4.16 Hasil Uji Goodness of Fit Setelah Trimming 114 4.17 Rangkuman Dekomposisi dari Koefisien Jalur, Pengaruh

Langsung dan Tidak Langsung dan Pengaruh Total tentang Inflasi (X1), SBIS (X2), PUAS (X3) dan FDR (Y) Pada

ROA (Z)


(16)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Husni Mubarak

Tempat/Tanggal lahir : Bekasi, 13 Desember 1987 Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : JL. Kaliabang Ceger Rt: 04 Rw: 04 No: 77 Bekasi Timur

Agama : Islam

Warga negara : Indonesia No. Telp : 085780279784

Alamat E-mail : Huzni_mj@yahoo.co.id

Pendidikan :

1) Tamatan MI Attaqua 08 Bekasi 2000

2) Tamatan MTs Annida Al-Islamy Bekasi 2003 3) Tamatan MA Annida Al-Islamy Bekasi 2006

4) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Manajemen Perbankan 2006 – 2011.


(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Bank sebagai salah satu lembaga keuangan yang memiliki fungsi penghimpunan dana masyarakat. Dana yang telah terhimpun, kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat. Kegiatan bank mengumpulkan dana disebut dengan kegiatan funding. Sementara, kegiatan menyalurkan dana kepada masyarakat oleh bank disebut kegiatan financing atau lending.

Menurut Rahmadi Usman (2001:59) bank adalah lembaga keunagan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalulitas pembayaran dan predaran uang, sementara itu undang-undang perbankan yang di ubah pada pasal 1 angka 2 mendefinisikan bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatakan taraf hidup orang banyak. Dalam menjalankan dua aktifitas besar tersebut, bank syariah harus menjalankan prinsip-prinsip perbankan yang berlaku.

Terdapat beberapa prinsip yang digunakan bank syariah dalam menjalankan aktifitasnya yaitu dengan mengunakan prinsip Ju’alah, Wadi’ah

dan Mudharabah. Ju’alah adalah suatu upah yang dijanjikan sebagai imbalan

atas suatu jasa kepada seseorang. Wadiah adalah penitipan dana sedangkan


(18)

2 untuk melakukan usaha tertentu, dengan keutungan antara keduabelah pihak bardasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya (Muhammad, 2005:22).

Berdasarkan perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank Muamalat sebagai salah satu bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya yang telah lebih dahulu menerapkan system ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998, telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan system bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan system syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan. Hal tersebut terjadi karena sistem yang dianut atau digunakan bank berbeda, untuk bank konvensional mengandalkan sistem bunga sebagai alat untuk mengatur stabilitas bank sementara bank syariah menganut sistem bagi hasil

(profit and loss sharing), yang bermakna untung dan rugi ditanggung

bersama yaitu bank dan nasabahnya, oleh karena itu diperkirakan perbankan syariah mempunyai pengaruh terhadap lonjakan inflasi melalui sektor rill yang akan memberikan dampak kepada pembiayaan karena setiap pembiyaan yang diberikan oleh bank syariah harus terdapat underlying transaction

dibelakangnya.

Inflasi menjadi salah satu indikator makro ekonomi yang penting dalam perekonomian indonesia. Inflasi sangat mempengaruhi aktifitas pelaku ekonomi baik itu disektor rill maupun disektor moneter. Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti


(19)

3 dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara. (Khalwaty, 2001:5). Inflasi menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap seluruh sektor perekonomian, sehingga nilai rupiah mengalami penurunan terhadap valuta asing yang diperkirakan mempengaruhi likuiditas dan profitabilitas bank syariah di Indonesia.

likuiditas adalah rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan memenuhi permohonan kredit atau pembiayaan dengan cepat. Sedangkan Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah perbandingan antara kredit yang diberikan dengan dana pihak ketiga (Giro, Tabungan, Deposito dan kewajiban jangka pendek lainnya). Hampir sama pengertian LDR dengan Financing to Deposit Ratio (FDR) diartikan sebagai perbandingan antara total pembiayaan yang diberikan dengan dana yang behasil dihimpun oleh bank yang terdiri dari dana pihak ketiga (DPK) ditambah dengan ekuitas(Lisa Narulia & Suryadi H.S, 2006 dalam penelitian Dedi Sutomo, 2009).

Rasio merupakan alat yang dinyatakan dalam aritmatika yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua atau lebih data keuangan (Lisa Narulia & Suryadi H.S, 2006 dalam penelitian Dedi Sutomo, 2009). Dari rasio itulah yang akan dijadikan sumber informasi dan pedoman prosedur kerja oleh pihak bank serta menjadi dasar pengambilan keputusan oleh pihak lain yang berkepentingan terhadap bank tersebut. Salah satu rasio yang digunakan sebagai sumber informasi dan analisis adalah rasio likuiditas atau lebih spesifiknya Loan to Deposit Ratio (LDR) dan dalam bank syariah


(20)

4 sendiri rasio ini lebih sering dikenal dengan istilah Financing to Deposit

Ratio (FDR), dimana jika dilihat secara rumus adalah total pembiayaan dibagi

Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terdiri dari tabungan, deposito, dan giro. Sisi pendanaan perbankan syariah mengalami peningkatan cukup tinggi yang berasal dari nasabah korporasi, dimana pada tahun 2009 DPK mengalami pertumbuhan sebesar 41,84% dibandingkan tahun 2008 dengan pertumbuhan DPK 31,56%,. Penyebab meningkatnya DPK salah satunya disebabkan oleh imbal hasil perbankan syariah relatif lebih menguntungkan dibandingkan imbal hasil perbankan konvensional, selain itu kegiatan sosialisasi yang memperkenalkan produk perbankan syariah yang banyak ragamnya mampu menarik perhatian para nasabah (Kajian Stabilitas Bank Indonesia, 2009).

Namun demikian pertumbuhan jumlah pembiayaan sedikit mengalami penurunan yang disebabkan adanya kehati-hatian perbankan syariah dalam penyaluran pembiayaan. Pertumbuhan penyaluran dana (PYD) pada tahun 2009 hanya sebesar 22,76%, dibandingkan pertumbuhan PYD pada tahun 2008 sebesar 36,68%. Kehati-hatian ini disebabkan perbankan syariah belum yakin sepenuhnya akan kinerja beberapa sektor ekonomi akibat krisis ekonomi global pada akhir tahun 2008 (Kajian Stabilitas Bank Indonesia, 2009).

Penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah selama tahun 2009 telah mencapai nilai Rp 46,9 triliun, bertumbuh 22,74% year on year (yoy) mengalami perlambatan dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan


(21)

5 tahun 2008 sebesar 36,70%. Walaupun demikian pertumbuhan penyaluran pembiayaan bank syariah masih lebih baik dibandingkan penyaluran kredit oleh bank konvensional nasional yang hanya bertumbuh 9,96%. Penurunan penyaluran dana tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh masih lemahnya permintaan ekspor dan penurunan harga berbagai komoditas, belum pulihnya daya beli masyarakat, biaya ekonomi tinggi yang berdampak pada adanya pembatasan ekspansi usaha dan pengurangan konsumsi. (Kajian Stabilitas Bank Indonesia, 2009).

Deposito Islamic Bank (IB) pada tahun 2009 dengan proporsi akad

mudharabah sebesar 58,33% mengalami peningkatan dibandingkan tahun

2008 dengan proporsi 54,66%. Sedangkan Tabungan Mudharabah pada tahun 2009 proporsinya 24,44% mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008 dengan proporsi 33.84%, sebagaimana digambarkan pada grafik berikut ini:

Gambar 1.1

Proporsi DPK Perbankan Syariah


(22)

6 Selanjutnya, likuditas bank biasanya disebut alat likuid atau simpanan uang di Bank Indonesia, diantaranya Giro Wajib Minimum (GWM), Sertifikat Bank Wadiah Bank Indonesia Syaraiah (SWBI) dan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS).

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa bank berfungsi sebagai lembaga penghimpun dan penyalur bagi pengguna dana ini dalam aktifitasnya sangat besar sehingga dapat mengalami kekurangan atau kelebihan likuditas. Kekurangan likuditas dapat terjadi ketika adanya perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana, sedangkan kelebihan likuditas terjadi ketika dana yang terhimpun belum disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

Untuk mengatasi hal tersebut dan mengendalikan uang yang beredar, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan moneter dengan melakukan Operasi Pasar Terbuka (OPT) berdasarkan prinsip syariah, dalam bentuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). SWBI mulai diperlakukan pada ketentuan BI Nomor 2/9/PBI/2000, sebagaimana tercantum dalam Fatwa DSN MUI Nomor. 36/DSN-MUI/X/2002, tentang SWBI dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk mengatasi likuditasnya. Dengan kata lain, ketika bank syariah mengalami kesulitan dalam menyalurkan dananya dapat disalurkan pada instrumen moneter yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) seperti SWBI dan PUAS (Kajian Stabilitas Bank Indonesia, 2008).

Posisi SWBI yang ada di Bank Indonesia mengalami peningkatan, dari bulan November 2004 yaitu Rp 447.000 Juta,sampai dengan bulan Maret


(23)

7 2007 yaitu sebesar Rp 3.325.000 Juta, selanjutnya posisi SWBI bergerak secara fluktuatif sampai bulan April 2007. Sedangkan tingkat volume transaksi PUAS mengalami peningkatan pada bulan November 2004 sebesar Rp 50.000 Juta hingga bulan Maret 2006 yaitu sebesar Rp 84.525.000 Juta.

Faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi posisi SWBI adalah perbankan syariah membutuhkan alokasi dana ketika kelebihan likuiditas yang dialami, sementara pada saat yang sama terjadi beberapa penyebab yang membuat perbankan syariah tidak menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan kepada sektor rill, diantarnaya faktor resiko yang akan dialami bank syariah. Hal tersebut mengakibatkan bank syariah lebih tertarik untuk menempatkan dananya pada instrumen likuiditas, dimana diperkirakan tingkat keuntungan yang diperoleh cukup menarik dan memiliki resiko yang lebih sedikit dibandingkan menyalurkan kelebihan dananya dalam bentuk pembiayaan pada sektor rill.

Pada bulan April 2008, bank syariah memiliki alternatif tambahan dalam pengelolaan likuiditasnya. Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan instumen moneter berbasis syariah yang disebut dengan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), instumen ini menggantikan SWBI. Sebagaimana Peraturan Bank Indonesia No. 10/11/PBI/2008 tentang SBIS. instrumen ini diterbitkan oleh Bank Indonesia, pemerintah, maupun pihak swasta. Terbitnya SBIS memberikan sinyal positif terhadap posisi SWBI atau SBIS pada bulan April 2008 tercatat sebesar Rp 453Juta dan meningkat sampai bulan Januari 2010 yaitu sebesar Rp 3.373.000 Juta. Selanjutnya bergerak secara fluktuatif


(24)

8 samapai Oktober 2010. Jika dibandingkan dengan SWBI posisi SBIS mengalami peningkatan yang signifikan karena sebelumnya posisi SWBI paling tinggi terjadi pada bulan Maret 2007 yaitu sebesar Rp 3.325.000 Juta (Bank Indonesia, 2008). SBIS merupakan instrumen yang dibutuhkan oleh bank syariah sebagai sarana investasi sehingga diperkirakan akan mempengaruhi tingkat likuditas serta tingkat profitabilitas Bank Syariah.

Profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu bank. Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah Return on

Equity (ROE) untuk perusahaan pada umumnya dan Return on Asset (ROA)

pada industri perbankan. Keduanya dapat digunakan dalam mengukur besarnya kinerja keuangan pada industri perbankan. ROA memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasi perusahaan, sedangkan ROE hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut (Siamat, 2002 dalam penelitian Budi Ponco, 2008).

Dalam penelitian ini ROA digunakan sebagai ukuran kinerja perbankan dan mengukur efektifitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Dalam hal ini ROA merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat pengembalian (return) semakin besar. Apabila ROA meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham.


(25)

9 Berdasarkan latar belakang di atas peneliti mencoba mengetahui variabel apa saja yang mempengaruhi likuiditas serta implikasinya kepada profitabilitas perbankan syariah. Untuk itu penulis memilih judul “(Analisis Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) serta implikasinya kepada Return On Assets (ROA) Bank Syariah di Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh variabel Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) terhadap Financing

to Deposit Ratio (FDR)?

2. Bagaimana variabel Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) berpengaruh terhadap Return On

Assets (ROA)?

3. Bagaimana pengaruh total secara langsung dan tidak langsung variabel Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang Antarbank syariah (PUAS) dan Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap Return


(26)

10 C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dan manfaat penelitian akan dipaparkan dibawah ini dengan maksud agar dapat sesuai dengan harapan penulis:

1. Tujuan Penelitian

a. Menganalisis pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) terhadap

Financing to Deposit Ratio (FDR).

b. Menganalisis pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dan Financing to

Deposit Ratio (FDR) terhadap Return On Assets (ROA).

c. Menganalisis pengaruh total hubungan langsung dan tidak langsung Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dan Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap Return On Assets (ROA).

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ganda, yakni manfaat akademis maupun praktis.

a. Dari segi teoritis pada perspektif akademis, penelitian ini akan bermanfaat untuk:

1) Mengetahui secara substantif faktor-faktor yang mempengaruhi

Financing to Deposit Ratio (FDR) Serta Implikasinya Kepada


(27)

11 2) Menambah informasi sumbangan pemikiran dan bahan kajian

penelitian.

b. Kepentingan praktis hasil penelitian ini, bisa dipandang bermanfaat untuk: 1) Bahan pertimbangan bagi manajemen bank syariah dalam mengambil

keputusan untuk mengelola bank agar mencapai tingkat likuiditas yang baik.

2) Memberikan informasi tambahan bagi investor dan masyarakat yang berkepentingan untuk menginvestasikan dananya di perbankan.


(28)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Bank Syariah

Bank syariah adalah bank yang beroprasi dengan tidak mengandalkan pada bunga, dalam lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Atau dengan kata lain Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam. (Muhammad, 2005:13)

Menurut Veithzal Rivai dkk (2007:733) Bank Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip islam, yaitu aturan perjanjian (akad) antara bank dengan pihak lain (nasabah) berdasarkan hukum islam.

a. Jenis – jenis Bank

Berdasarkan pasal 5 Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, terdapat dua jenis bank berdasarkan undang-undang, yaitu :

1) Bank Umum adalah Bank yang dalam penghimpunan dananya dari simpanan dalam bentuk giro dan deposito, sebagai sumber terbesar untuk menempatkan dan mengalokasikan dana yang


(29)

13 terhimpun dalam bertuk pembiayaan maupun penempatan dana pada Bank Indonesia (BI).

2) Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usahanya dengan mejalankan prinsip syariah atau prinsip konvensional yang memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran.

Sedangkan Unit Usaha Syariah (UUS), adalah bank yang secara konsep sama dengan bank syariah bedanya terletak pada pendiriannya UUS berada dibawah naungan bank konvensional. b. Falsafah Operasional Bank Syariah dan Kegitan Bank

Setiap lembaga keuangan syariah, mempunyai falsafah mencari keridhaan Allah SWT untuk memperoleh kebajikan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntunan agama, harus dihindari. 1) Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya :

(a) Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka secara pasti keberhasilan suatu usaha (QS. Luqman :34). (b) Menghindar penggunaan sistem prosentasi untuk

pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu. (QS. Ali Imran :130).


(30)

14 (c) Menghindari penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas. (HR. Muslim, Bab Riba No. 1551 s/d 1567). (d) Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka

tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela. (HR. Muslim, Bab Riba No. 1569 s/d 1572).

(e) Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan, dengan mengacu pada QS. Al Baqarah ayat 275 dan QS. An Nisa ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip ada barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi dan inflasi. (Muhammad, 2005:75)

c. Kegiatan Bank

Sebagai lembaga keuangan yang berorietasi bisnis, bank juga melakukan berbagai kegiatan. Kegiatan bank tersebut disesuaikan dengan jenisnya. Karena Bank Umum Syariah (BUS) lebih luas


(31)

15 dari Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), kegiatan Bank Umum diataranya :

1) Menghimpuan Dana (funding)

Merupakan kegiatan bank yang menghimpun dana dari masyarakat dan menawarkan beberapa produk untuk meyimpan dana nasabah, diataranya :

(a) Simpanan Giro (Demand Deposit)

Simpanan giro ini merupakan simpanan pada bank yang cara penarikannya mengunakan cek.

(b) Simpanan Tabungan (Seving Deposit)

Merupakan simpanan kepada bank yang cara penarikannya ditetapkan oleh bank yang bersangkutan, penariakan tersebut bisa mengunakan buku tabungan, kwitansi dan Ajungan Tunai Mandiri (ATM).

Simpana deposito (demand deposit) adalah simpanan masyarakat di bank yang penariaknnya dapat dilakukan setelah jatuh tempo, sebagai bukti deposan telah menyimpan dalam bentuk deposito, maka bank memberikan surat berbentuk serifikat (M. Nafarin, 2007:747). Menurut pasal 1 angka 7 undang-undang perbankan yang diubah, disebutkan deposito (deposito berjangka) adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan


(32)

16 perjanjian nasabah penyimpan dengan bank (Rahmadi Usman, 2001:228).

Sedangkan menurut undang-undang No. 10 tahun 1998 adalah penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian nasabah dengan bank yang bersangkutan. Berikut jenis-jenis deposito yang ada di indonesia, sebagai berikut :

i. Deposito Berjangka

Deposito Berjangaka merupakan deposito yang diterbitkan menurut jangka waktu tertentu. Janka waktu deposito biasanya bervariasi mulai 1 sampai 24 bulan. Deposito berjangka diterbitkan atas nama baik peseorangan maupun lembaga yang mendepositkan uangnya pada bank.

ii. Sertifikat Deposito

Sama halya seperti deposito berjangka yaitu merupakan deposito yang diterbitkan dalam jangka waktu 2, 3, 6 dan 12 bulan. Sertifikat deposito diterbitkan atas rujukan sertifikat. Artinya dalam sertifikat deposito tidak tertulis nama seseorang atau badan hukum tertentu. Selain itu sertifikat deposito dapat diperjual belikan pada pihak lain.


(33)

17 (c) Menyalurkan Deposito (Time Deposit)

Merupakan simpanan yang berjangka waktu panjang dan memiliki jangka waktu tertentu.

(d) Menyalurkan Dana (Lending)

Kegitan bank yang menjual dana yang telah dihimpun pada masyarakat atau memberikan pembiayaan pada masyarakat.

(e) Memberikan Jasa-jasa Bank Lain (Service)

Merupakan kegiatan penunjang dan menyalurkan dana. Jasa-jasa yang diberikan oleh bank atara lain adalah kiriman uang, (tranfer), Kliring, save deposit box, dll.

B. Manajemen Asset dan Likuditas Bank Syariah A. Manajemen Asset

Menurut Muhammad (2005:262) manajemen asset adalah upaya yang dilakukan oleh bank syariah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktivitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas

financing, dengan harapan bank bersangkutan mampu memenuhi

kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas.

Bagi bank konvensinal, selain modal, sumber dana lainnya cenderung bertujuan untuk “menahan” uang. hal ini sesuai dengan pendekatan yang dilakukan Kenynes yang mengemukakan bahwa orang yang membutuhkan


(34)

18 uang untuk tiga kegunaan: transaksi, cadangan (jaga-jaga) dan investasi (Muhamad Syafi’i Antonio, 2001:146).

Menurut Zainul Arifin (2003:144) sebagaimana bank konvensional, bank syariah pun merupakan lembaga itermediasi antara penabung dan investor. Perbedaan pokoknya terletak pada prinsip bagi hasil dan berbagi risiko yang melandasi sistem operasionalnya. Hal ini antara lain tercemin pada karakteristik berikut:

a. Berbeda dengan bank konvensional, bank Islam hanya menjamin pembayaran kembali nilai nominal simpanan giro dan tabungan

(wadi’ah), tetapi tidak menjamin pembayaran kembali nilai nominal

dari deposito (investment Deposit/mudharabah Deposit). Bank Islam juga tidak menjamin keuntungan atas deposito pada bank syariah tergantung kinerja bank, tidak sebagaimana bank konvensional yang menjamin pembayaran keuntungan atas deposito berdasarkan tingkat bunga tertentu dengan mengabaikan performance-nya.

b. Sistem oprasional bank syariah berdasarkan pada sistem equity dimana setiap modal adalah berisiko. Oleh karena itu hubungan kerjasama antar bank Islam dengan nasabahnya adalah berdasarkan prinsip bagi hasil dan berbagi risiko Proft and Loss Sharing (PLS).

c. Dalam melakukan kegiatan pembiayaan (financing) bank Islam menggunakan model pembiayaan syariah (Islamic models of


(35)

19 melakukan pooling dana-dana nasabah dan berkewajiban menyediakan manajemen investasi yang profesional.

Berdasrkan karakteristik tersebut, maka risiko yang dihadapi oleh bank syariah lebih terfokus pada risiko likuditas dan risiko kredit dan tidak akan pernah mengalami risiko fluktuasi tingkat bunga. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa manajemen asset/liabilitas itu akan bertemu di suatu kondisi yang singkron untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank syariah harus menempatkan dana yang telah dihimpun lalu menyalurkan ke instrumen-instrumen likuiditas.

B. Manajemen Likuditas

a. Pengertian Likuditas Bank

Menurut Robert Tampubolon (2004:165) likuditas bank merunjuk pada kemampuan sebuah bank untuk segera dan selalu dapat menghimpun dana atau menghasilkan uang pada biaya yang wajar. Menghimpun likuiditas merupakan salah satu aktivitas kunci bank, karena secara langsung maupun tidak langsung, bank harus mampu menyediakan likuiditas untuk melayani nasabahnya. Penghimpunan dana menimbulkan konsekuensi biaya yang akan bergantung kepada opsi pendanaan yang ada, kombinasi jatuh waktu antara aktiva dan pasiva (asset and liability). Opsi pembiayaan juga tergantung pada kondisi keuangan dan tingkat kesehatan bank yang bersangkutan.

Untuk itu, bank harus memiliki akses ke sumber dana yang memadai. Artinya bank harus dapat menyelesaikan masalah diatas


(36)

20 secara tepat waktu. Tindakan ini harus dapat menekan biaya likuidasi atau biaya penutupan usaha (bankruptcy cost) serendah atau sekecil mungkin, apabila hal tersebut harus terjadi. Semua hal tidak akan dapat dipenuhi oleh sebuah bank jika likuiditasnya sangat rendah.

Likuiditas pada umumnya adalah mengenai posisi uang kas suatu perusahaan dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban (membayar utang) yang jatuh tempo tepat pada waktunya. Apabila dikaitkan dengan lembaga bank, berarti kemampuan bank setiap waktu untuk membayar utang jangka pendeknya apabila tiba-tiba ditagih oleh nasabah atau pihak-pihak terkait. Jadi yang dimaksud likuiditas disini adalah kemudahan mengubah asset menjadi uang tunai dari masing-masing bank yang bersangkutan. Dalam pengelolaan dana, bank akan mengalami salah satu dari tiga hal di bawah ini:

1) posisi seimbang (squere), di mana persediaan dana sama dengan kebutuhan dana yang tersedia.

2) posisi lebih (long), di mana persediaan dana lebih dari kebutuhan dana yang tersedia.

3) posisi kurang (short), di mana persediaan dana kurang dari kebutuhan dana.

Dalam kegiatan operasional, bank dapat mengalami kelebihan atau kekurangan likuiditas. Apabila terjadi kelebihan, maka hal itu dianggap sebagai keuntungan bank. Sedangkan jika terjadi kekurangan likuiditas,


(37)

21 maka bank memerlukan sarana untuk menutupi kekurangan tersebut. (Wirdyaningsih dkk., 2005:140)

Menurut Zainul Arifin (2005:164) salah satu kendala operasional yang dihadapi oleh perbankan islam adalah kesulitan dalam mengelola likuiditasnya secara efisien. hal itu terlihat pada beberapa gejala, antara lain:

1) Tidak tersedianya kesempatan investasi segera atas dana-dana yang diterimanya. Dana-dana tersebut terakumulasi dan menganggur untuk beberapa hari sehingga mengurangi rata-rata pendapatan mereka.

2) kesulitan mencairkan dana investasi yang sedang berjalan, pada saat ada penarikan dana dalam situasi krisis.

Memenuhi kebutuhan likuiditas seringkali sama kompleksnya dengan mengestimasikan kebutuhan likuiditas itu sendiri, tetapi tidak ada cukup kebijakan dan prosudur untuk memenuhinya. Pada prinsipnya likuiditas adalah kemudahan mengubah asset menjadi uang tunai dengan sedikit atau tanpa berkurang nilainya.

Para banker Islam harus memperhatikan beberapa ketentuan syariah yang harus menjadi pedoman yang telah diatur oleh Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional (DSN) dalam peraturan dan fatwa yang berlaku, antara lain sebagai berikut:


(38)

22 1) Uang tidak boleh menghasilkan apa-apa. Uang hanya berkembang jika diinvestasikan dalam bidang ekonomi rill (tangible economics asset).

2) Keberhasilan kegiatan ekonomi diukur dengan Return On

Investment (ROI) return ini boleh diestimasikan tapi tidak boleh

ditentukan didepan.

3) Bagian saham dalam perusahaan, kegiatan mudharabah atau kemitraan musyarakah dapat dibeli atau dijual untuk kegiatan investasi dan bukan untuk tujuan spekulasi atau tujuan perdagangan paper.

4) Piranti keuangan Islami, seperti bagian saham dalam kemitraan atau perusahaan, dapat dinegosiasikan (dibeli atau dijual) karena ia mewakili bagian saham dalam jumlah asset dari bisnis nyata.

C. Financing to Deposit Ratio (FDR)

Pada perbankan syariah tidak mengenal kredit (loan) dalam penyaluran dana yang dihimpunnya. Oleh karena itu, aktifitas penyaluran dana yang dilakukan bank syariah lebih mengarah kepada pembiayaan (financing). Hutang merupakan sesuatu yang harus dihindari dalam perbankan syariah. Rumus perhitungan likuiditas ini dikonversi karena masih dalam terminologi yang sama yaitu fungsi intermediasi perbankan, terutama dalam aspek penyaluran dana yang telah dihimpunnya untuk mendapatkan gain profit.


(39)

23 Rumus LDR kedalam dunia syariah menjadi (FDR) Financing to Deposit

Ratio. Sehingga FDR dapat dirumuskan dengan :

FDR = Pembiayaan yang disalurkan Total Dana Pihak Ketiga

Salah satu kendala operasional bank syariah adalah kesulitan dalam mengendalikan likuiditasnya secara efisien, dimana gejalanya adalah tidak tersedianya kesempatan investasi yang sedang berjalan. Penting bagi banker Islam untuk memahami bahwa instrument likuiditas yang digunakan bank konvensional itu dibangun untuk mengatasi kesulitan yang mereka hadapi dalam sistem keuangan yang bersifat ribawi. Menjadi tantangan dan tanggung jawab bagi banker syariah untuk menempatkan dananya pada instrumen likuiditas yang sesuai dengan akidah islam.

FDR adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman (loan requests) nasabahnya. Rasio ini menggambarkan sejauh mana simpanan digunakan untuk pemberian pinjaman. Rasio ini juga dapat mengukur tingkat likuiditas. FDR disebut juga rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Penyaluran kredit merupakan kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini. Semakin besarnya penyaluran dana dalam bentuk kredit relatif bila dibandingkan dengan Deposit atau simpanan masyarakat pada suatu bank membawa konsekuensi semakin besarnya risiko yang ditanggung oleh bank


(40)

24 yang bersangkutan. FDR adalah perbandinagan antara pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang berhasil dikerahkan oleh bank. Rasio ini digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana dana yang bersumber dari dana pihak ketiga. Tinggi rendahnya rasio ini menunjukkan tingkat likuditas bank tersebut. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993, besarnya FDR ditetapkan oleh Bank Indonesia tidak boleh melebihi 110%. Yang berarti bank boleh memberikan kredit atau pembiayaan melebihi jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun asalkan tidak melebihi 110% (Muhammad, 2005:55).

Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendah kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar. Rasio yang tinggi menunjukkan bahwa suatu bank meminjamkan seluruh dananya

(loan-up) atau relatif tidak likuid (illiquid). Sebaliknya rasio yang rendah

menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk dipinjamkan. Oleh karena itu, rasio ini juga dapat untuk memberi isyarat apakah suatu pinjaman masih dapat mengalami ekspansi atau sebaliknya harus dibatasi. Dalam pengertian sehari-hari, bahwa akhir-akhir ini yang dilihat pada indikator FDR umumnya hanya berisi komponen yang sangat sederhana. Sebagai indikator pinjaman adalah jumlah atau posisi pinjaman yang diberikan, sebagaimana yang tercantum pada sisi aktiva. Sedangkan sebagai indikator pada simpanan adalah giro, deposito, tabungan yang masing-masing tercantum pada sisi pasiva neraca. Kedua komponen


(41)

25 tersebut dalam bentuk rupiah. Yang dalam bentuk valuta asing yang berada di bank-bank devisa belum diperhitungkan.

Sebagai tindak lanjut pengembangan perbankan syariah Bank Indonesia (BI) telah mengelurkan beberapa ketentuan yang berkaitan dengan perbankan syariah.

D. Giro Wajib Minimum (GWM)

Giro wajib minimum adalah simpanan minimum bank umum dalam giro pada Bank Indonesia (BI) yang besarnya ditetapkan oleh bank indonesia berdasarkan persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Giro minimum ini merupakan kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prisnsip kehati-hatian bank dan berperan pula sebagi insrumen moneter untuk mengendalikan uang beredar (Muhammad 2005:377)

E. Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)

Menurut Muhammad Syafi’i Antonio (2001:183) Pasar uang (money

market) adalah di mana diperdagangkan surat-surat berharga jangka pendek.

Pasar valuta asing (foregign exchange market) adalah pasar dimana diperdagangkan surat-surat berharga dalam satu mata uang dengan melibatkan mata uang lain. Sedangkan menurut Algaoud dan Lewis (2001:94) pasar uang adalah sarana yang menyediakan sumberdaya hasil tabungan bagi para investor.


(42)

26 Sedangkan, menurut Herman Darmawi (2006:98) pasar uang antar bank atau sering disebut interbank call money market merupakan salah satu sarana untuk memenuhi likuiditas bank-bank karena kalah kliring. Pasar uang antar bank pada dasarnya adalah kegiatan pinjam-meminjam dana antar satu bank dengan bank lainnya. Transaksinya bisa dilakukan secara langsung melalui telepon atau lembaga kliring.

a. Mekanisme Pasar Uang

Mekanisme pasar uang berbeda dengan pasar modal yang

tradingnya dilakukan melalui Bursa atau Stock Exchange. Sesuai

dengan karakteristiknya maka pasar uang ini bersifat abstrak, tidak ada tempat khusus seperti halnya pada pasar modal. Transaksi pasar uang secara over the counter market (OTC), dilakukan oleh setiap peserta melalui desk atau dealing room masing-masing peserta.

Sarana yang digunakan dalam melakukan transaksi pasar uang dapat berupa:

1) Reuters monitor dealing screen (RDMS)

2) Telex 3) Telepon 4) Fax

5) Sarana telekomunikasi lain yang diperkenankan untuk transaksi tersebut.


(43)

27 b. Transaksi Pasar Uang Antarbank Syariah

Menurut Veithzal Rivai dkk (2007:859) PUAB adalah sarana pinjam meminjam yang dilakukan antarbank dengan menggunkan telepon atau melalui Ruter. Setiap bank yang meminjam akan menerbitkan promes, sedangkan bank pemberi akan menerbitkan nota kredit. Sedangkan PUAS adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antarpeserta pasar berdasarkan prinsip mudharabah. Munurut Fatwa DSN MUI No. 37/DSN-MUI/2002, pengertian PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antarpeserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Menurut Pasal 1 butir (4) Peraturan Bank Indonesia No. 2/8/PBI/2000, yang telah diubah menjadi No. 7/26/PBI/2005 pengertian PUAS adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antarpeserta pasar berdasarkan prinsip Mudharabah. Sedangkan penegrtian mudharabah pada Pasal 1 butir (5) PBI tersebut adalah ”perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha guna memperoleh keuntungan, dan keuntungan tersebut akan dibagikan kepada kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. (Wirdyaningsih dkk, 2005:142)

c. Mekanisme Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dan Penyelesain Transaksi


(44)

28 Mekanisme perdagangan surat-surat berharga berbasis syariah harus tetap berkaitan dan berada dalam batas-batas toleransi dan ketentuan-ketentun berdasarkan syariah, untuk memahami mekanisme Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1

Skema Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah

(Sumber: Muhammad, 2005:39)

1) Bank penanam dana pada sertifikat IMA melakukan pembayaran kepada bank penerbit dengan menggunakan nota kredit melalui kliring, bilyet giro Bank Indonesia atau tranfer dana secara elektronis, disertai tembusan sertifikat IMA.

(3)

Pasar Perdana

BANK INDONESIA

Penanam Dana Penanam Dana Penerbit

Bank Syariah

Bank

Konvensional Konvensional Bank

Bank Syariah Bank

Syariah

Pasar Skunder

(7) (6) (8) (1) (4) (4) (5) (2) (10) (8)

(6) / (10) Bayar Jual Sebelum Due Jual Sebelum Due Terbit Informasi Rate Bayar Bayar Bayar Laporan Tagih Setelah Due


(45)

29 2) Pemindahan srtifikat IMA hanya dapat dilakukan oleh bank penanam dana pertama, sedangkan dana kedua tidak diperkenankan lagi memindahtangankan kepada bank lain sampai berakhirnya jangka waktu. Agar bank penerbit sertifikat wajib memberitahukan kepemilikan sertifikat tersebut kepada bank penerbit.

3) Pada saat sertifikat IMA jatuh waktu, penyelesain transaksi dilakaukan oleh bank penerbit dengan melakukan pembayaran kepada pemegang sertifikat terakhir sebesar nilai nominal investasi (face value), sedangkan imbalan dibayar pada awal bulan berikutnya. pembayaran tersebut dapat dilakukan dengan mengguanakan nota kredit melalui kliring, bilyet giro Bank Indonesia atau tranfer dana secara elektronis.

d. Perhitungan Imbalan

Besarnya imbalan sertifikat IMA yang dibayarkan pada awal bulan dihitung atas dasar tingkat realisasi imbalan deposito investasi

mudharabah pada bank penerbit imbalan dimaksud sesuai dengan

jangka waktu deposito investasi mudharabah seperti terlihat pada tabel berikut:


(46)

30 Tabel 2.1

Penghitungan imbalan berdasarkan jangka waktu

Jangka Waktu Sertifikat IMA Tingkat Imban yang digunakan

1 hari s.d. 30 hari Deposito Investasi Mudharabah 1 bulan

31 hari s.d. 90 hari Deposito Investasi Mudharabah 3 bulan

(Sumber: Muhammad, 2005:394)

Rumus perhitungan imbalan Sertifikat IMA adalah sebagai berikut: X = P x R x t/360 x k

Keterangan :

X = Besarnya imbalan yang diterbitkan kepada bank penenanam dana

P = Nilai nominal investasi

R = Tingkat realisasi imbalan deposito investasi mudharabah (sebelum di distribusikan)

t = Jangka waktu investasi

k = Nisbah bagi hasil untuk bank penanam dana

e. Perbandingan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) Dengan Pasar Uang Antarbank Konvensional (PUAK).

Dari keseluruhan uraian tentang PUAS diatas, maka dapat kita tarik perbandingan antara Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) dengan Pasar Uang Antarbank Konvensinal (PUAK/PUAB). Dalam Perbandingan ini dapat kita lihat persamaan dan perbedaan antara keduanya.


(47)

31 Pada prinsipnya terdapat persamaan antar PUAS dengan PUAB.

Persamaan tersebut antara lain sebagai berikut:

1) Keduanya merupakan instrumen likuiditas yang fungsinya memudahkan perbankan yang mengalami kesulitan likuditas, baik berupa kekuranagan maupaun kelebihan likuiditas.

2) Keduanya memiliki jangka waktu paling lama 90 hari atau merupakan investasi jangka pendek.

3) Pembayaran dapat dilakukan dengan nota kredit atau melalui kliring atau bilyet giro BI atau tranfer dana secara elektronis. Perbedaan atara PUAS dan PUAK tampak pada beberapa hal, sebagai berikut:

1) PUAS tidak mendasarkan transaksinya pada suku bunga melainkan pada pola bagi hasil. Sedangkan PUAB seluruhnya berdasarkan transaksinya pada bunga.

2) Peserta PUAS meliputi bank syariah dan bank konvensional. Sedangkan peserta PUAB hanya bank konvensinal.

3) Peranti yang digunakan dalam PUAS adalah sertifikat IMA. Sedangakan peranti umum yang digunakan dalam PUAB adalah promes atau promissory notes.

4) Sertifikat IMA sebagai peranti PUAS hnya dapat dialihkan 1 kali. Sedangkan terhadap promes dapat dipindahtangankan berulang kali selama belum jatuh tempo.


(48)

32 5) Dalam perhitungan imbal peranti utama PUAS tidak mengikutsertakan sama sekali komponen utama penghitungan imbalan dalam PUAB.

6) Risiko yang timbul dari aktivitas transaksi pada PUAS relatif jatuh lebuh kecil daripada risiko transaksi PUAB.

7) Sertifikat IMA sebagai peranti utama PUAS diterbitkan sebagai tanda bukti penyertaan, oleh karena itu hanya dapat dipindah tangankan satu kali. Sedangkan promes merupakan suatu negotible instrument, di mana para pihak tidak dibatasai dalam menegosiasikannya hingga jatuh tempo berakhir. (Wirdyaningsih dkk, 2005:147)

Jika perbedaan antara PUAS dan PUAK tersebut digambarkan dalam bentuk tabel, maka akan tampak seperti di bawah ini.


(49)

33 Tabel 2.2

Perbedaan PUAS dengan PUAK atau PUAB

No PUAS PUAB atau PUAK

1.

Transaksinya berdasarkan pola bagi hasil

Transaksinya berdasarkan suku bunga

2.

Pesertannya meliputi bank syariah dan bank konvensional

Peserta hanya bank konvensional

3.

Peranti yang digunkan adalah sertifikat IMA

Umumnya menggunakan promes atau promissory notes.

4.

Pranti PUAS hanya bisa dialihkan 1 kali

Peranti PUAB dapat dialihkn berulang kali selama belum jatuh tempo

5.

Dalam perhitungan imbalan tidak mengikuti komponen bunga

Bunga merupakan komponen utama perhitungan imbal

6.

Risiko dari aktifitas transaksi PUAS relatif jauh lebih kecil

Risiko dari transaksi PUAB relatif lebih besar

7.

Sertifikat IMA diterbitkan sebagai tanda bukti penyertaan investasi, sehingga hanya dapat dialihkan satu kali

Promes merupakan negotiable instrument yang dapat dialikan tanpa batas hingga jatuh tempo


(50)

34 F. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

Sebelumnya SBIS dikenal sebagai Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Syariah (SWBI), Menurut Wirdyaningsih dkk (2005:149) SWBI merupakan instrumen kebijakan moneter yang bertujuan untuk mengatasi kesulitan kelebihan likuiditas pada bank yang beroperasi dengan prinsip syariah.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 2/9/PBI/2000, yang dimaksud dengan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah (Pasal 1 Ayat 4). Sedangkan yang dimaksud wadiah

disini adalah perjanjian penitipan dana antara pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut (Pasal 1 Ayat 3).

Selanjutnya perubahan perundang – undangan tentang pencabutan SWBI menjadi SBIS, berdasarkan PBI Nomoe 10/11/PBI/2008, SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. SBIS diterbitkan sebagai salah satu insrumen oprasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syarih dengan mengunakan akad ju’alah

(Peraturan Bank Indonesia 2008).

Munurut Tak’yudin Abu Bakar (2005:403) menurut bahasa ialah “Apa yang memberikan oleh seseorang manusia atas perintah yang ia

kerjakannya”, sedangkan menurut istilah ialah “Bahwa menjadikan oleh


(51)

35

harta bagi orang yang melaksanakannya yang diketahui atau yang tidak diketahui”.

Ju’alah adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan

tertentu kepada kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas atau pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama (Zainul Arifin, 2009:36). Instrumen ini menjadi masukan yang positif bagi perbankan syariah. Pasalnya, sebelum diterbitkannya SBIS ini sebelumnya mengunakan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dimana jika dibandingkan dengan SBI konvensional memiliki perbedaan bonus atau return yang sangat berbeda. Untuk itu bank Indonesia menerbitkan SBIS sebagai ganti SWBI setelah mendapat izin dari Dewan Syraiah Nasional (DSN). Dalam peraturan Bank Indonesia SBI Syariah diterbitkan melalui mekanisme lelang. Pihak yang berhak mengikuti lelang adalah Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) baru dapat mengikuti lelang SBIS jika memenuhi persyaratan Financil to Deposit Ratio (FDR) yang telah ditetapkan oleh bank indonesia sebagaimana terdapat pada pasal 7 ayat (1) : BUS atau UUS dapat memiliki SBIS melalui penjualan pembelian SBIS secara langsung atau melalui perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing.

• Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia Syaraiah • Menggunakan akad Ju’alah.


(52)

36 • Berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua

belas) bulan.

• Diterbitkan tanpa warkat.

• Dapat digunakan pada bank indonesia dan • Tidak dapat diperdagangkan dipasar sekunder. 1. Mekanisme dan Penyelesaian Transaksi SBIS

Dalam trnsaksi SBIS yang mengunakan akad Ju’alah terdapat mekanisme-mekanisme yang harus diikuti dan dipatuhi oleh Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) didalam menjalankan mekanisme lelang SBIS, adapun mekanisme yang harus dijalakan sebagai berikut:

a. Mekanisme Lelang SBIS

1) Bank Indonesia (BI) mengumumkan rencana lelang SBIS paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang SBIS, antara lain meliputi :

(a) BUS dan UUS yang dapat mengikuti lelang SBIS (FDR > 80% dan tidak sedang dikenakan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti lelang SBIS);

(b) Jangka waktu SBIS;

(c) Tingkat imbal, yang mengacu kepada tingkat diskonto hasil lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berjangka waktu sama yang ditebitkan bersama dengan penerbitan SBIS dengan ketentuan sebagai berikut :


(53)

37 • Dalam hal lelang SBI mengunakan metode fixed rate tender, maka imbal SBIS ditetapkan sama dengan rata-rata tertimbang tingkat diskonto hasil lelang SBI. • Dalam hal lelang SBI mengunakan metode variabel rate

tender, maka imbalan SBIS ditetapkan sama dengan rata-rata tertimbang tingkat diskonto hasil lelang SBI. (d) Tanggal transaksi, dan

(e) Tanggal setelmen.

b. Pada hari pelaksanaan lelang SBIS (hari Rabu pukul 10.00 – 12.00), BUS, UUS, Pialang mengajukan penawaran kuantitas SBIS yang dibeli kepada Bank Indonesia cq Derektorat Pengawasan Moneter kepada Biro Oprasional Moneter (BI cq. DPM – BopM) melalui BI – SSSS.

c. BI cq DPM – BopM mengumumkan hasil lelang SBIS setelah

window time SBIS ditutup pada hari pelaksanaan lelang, secara

individual kepada pemegang lelang melalui BI – SSSS dan secara keseluruhan melalui BI – SSSS dan sistem Laporan Harian Bank Umum (LHBU).

d. BI menetapkan kualitas pemegang lelang SBIS berdasarkan jumlah penawaran kualitas yang diterima atau berdasarkan perhitungan kualitas secara proposional.


(54)

38 e. BI cq. DPM – PTPM melakukan penyelesain hasil lelang SBIS pada hari kerja yang sama dengan hari pelaksanaan lelang SBIS, dengan cara sebagi berikut:

(a) Mendebet rekening giro pemenang lelang dalam rangka penyelsaian dana; dan

(b) Mengkredit rekening surat berharga pemenang lelang dalam rangka penyelesaian surat berharga; masing-masing sebesar hasil nominal SBIS yang dimenangkan.

f. Dalam hal BUS atau UUS tidak memiliki saldo rekening giro yang mencukupi untuk menutup seluruh kewajiban penyelesain dana sebagimana dimaksud pad butir 1.a sampai dengan cut-off warning

Sistem BI – RTGS, maka hasil lelang SBIS yang dimenangkan BUS

atau UUS yang bersangkutan diyatakan batal.

g. BI juga dapat membatalkan hasil lelang SBIS antara lain dalam hal penawaran yang masuk dinilai berada di luar kewajaran dari pemikiran potensi likuditas. Pembataln tersebut diumumkan oleh BI setelah window time ditutup pada pada hari pelaksanaan lelang melalui BI – SSSS dan secara keseluruhan melalui BI – SSSS dan sistem LHBU.

Adapun pengertian BI-SSSS adalah Bank Indonesia – Scripless Scurities

Settlement Sistem yaitu sistem yang menghubungkan secara langsung secara

elektronik antara peserta, penyelengara dan sistem Bank Indonesia, sedangkan BI RTGS adalah Real Time Gross Settlement menurut PBI Nomor


(55)

39 10/6/PBI/2008 tentang RTGS ialah suatu sistem tranfer dana elektronik antara peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesainnya dilakukan secara seketika pertransaksi secara inividu.

1. Sanksi

BUS dan UUS akan dikenakan sanksi jika transaksi SBIS oleh BUS atau UUS dinyatakan batal karena dua hal. Pertama, tidak memiliki saldo rekening giro yang cukup untuk memenuhi kewajiban penyelesain transaksi pembelin SBIS. Yang kedua, tidak memiliki rekening surat berharga dan saldo rekening giro yang cukup untuk menyelesaikan transaksi pembelian SBIS. Sanksi yang akan dikenakan adalah sebagi berikut:

a. Terdapat pembatalan hasil lelang SBIS karena saldo rekening giro yang tidak mencukupi, BUS dan UUS dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar 1/1000 (satu per seribu) dari nominal SBIS yang dibatalkan atau paling banyak sebesar Rp. 1000.000.000,00 (satu milyar rupiah) untuk setiap pembatalan.

b. Apabila dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, BUS dan UUS telah mendapatkan teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali, maka selain mendapatkan sanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar, BUS dan UUS juga dikenakan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti lelang SBIS sampai dengan lelang minggu berikutnya dan


(56)

40 larangan mengajukan Repo SBIS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut (Peraturan Bank Indonesia, 2008)

3. Mekanisme Repo SBIS

Selain mekanisme lelang SBIS juga terdapat mekanisme Repo SBIS diman BUS dan UUS dapat merepokan SBIS miliknya kepada Bank Indonesia dengan terlebih dahulu menandatangani perjanjian penggunaan SBIS dalam rangka Repo SBIS. Terdapat Repo SBIS, bank indonesia akan mengenakan biaya kepada BUS atau UUS. Adapun mekanisme Repo SBIS adalah sebagai berikut:

a. Bank Indonesia (BI) cq. DPM-Bop mengumumkan biaya Repo SBIS dan jangka waktu Repo.

b. BUS dan UUS yang sebelumnya telah menandatangani Perjanjian Pengunaan SBIS dalam tangka Repo dan tidak sedang dalam pengenaan sanksi.

c. Terhadap Repo SBIS, dikenakan Biaya repo SBIS.

d. BI cq. DPM – PTPM melakukan penyelesaaian Surat Berharga dan penyelsain dalam rangka Repo SBIS yaitu pada waktu pelaksanaannya (Bank Indonesia, 2008).

4. Perbedaan Antara Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

Sebagaimana peraturan yang telah ditetapakan oleh Bnk Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia No. 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) mengantikan kebijakan peraturan


(57)

41 sebelumnya yatu peraturan Bank Indonesia No. 6/7/PBI/2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Dengan keluarnya peraturan baru ini maka Peraturan Bank Indonesia No. 6/7/2004 tanggal 16 Febuari 2004 tentang SWBI dicabut dan telah dinyatakan tidak berlaku (Bank Indonesia, 2008).

Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang dalam prakteknya menggunakan akad ju’alah yaitu mekanismenya dalam bentuk lelang, dan lelang tersebut akan dimenagkan oleh slah satu BUS dan UUS yang yang mengkikuti lelang dan tidak sedang kena sanksi. Sedangkan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia memakai akad wadiah yang berarti titipan yang bonusnya ditetapkan oleh Bank Indonesia (Bank Indonesia, 2008).

G. Inflasi

1. Definisi Inflasi

Secara umum, inflasi berarti kenaikan harga barang/komoditas dan jasa dalam periode waktu tertentu. Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit penghitungan moneter terhadap suatu komoditas. (Adiwarman A. Karim, 2002:63)

Menurut Marcus Bodie Kane (2004:385) inflation is the rate which the general level of prices is rising. High rates of inflation often are associated with “overheated” economies, that is, economies where the demand for goods and services is outstripping productive capacity, which leads to upward pressure on prices.


(58)

42 2. Jenis-jenis Inflasi

Menurut Paul A. Samuelson dalam Adiwarman Azwar Karim (200:65) berdasarkan tingkat keparahannya inflasi dapat digolongkan dalam tiga jenis inflasi berikut:

a. Moderate inflation, disebut juga “inflasi satu digit”, adalah inflasi

dengan karakteristik terjadinya kenaikan harga secara lambat.

b. Galloping inflasion, yaitu inflasi yang terjadi pada tingkat 20%

sampai dengan 200% per tahun.

c. Hyper inflasion, yaitu inflasi dengan tingkat sangat tinggi, berkisar

antara jutaan sampai triliunan per tahun. 3. Efek-efek Buruk Inflasi

Menurut Sukirno (2004:338), efek-efek buruk dari inflasi yaitu sebagai berikut :

a. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi

Inflasi yang tinggi tingakatnya akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan terwujud.

Kenaikan harga-harga juga menimbulkan efek buruk pula ke atas perdagangan. Kenaikan harga menyebabkan barang-barang negara itu tidak dapat bersaing di pasaran internasional, selanjutnya ekspor akan


(59)

43 menurun. Sebaliknya, harga-harga produksi dalam negeri yang semakin tinggi sebagai akibat inflasi menyebabkan barang-barang impor relatif murah, maka lebih banyak impor yang dilakukan. Ekspor yang menurun dan diikuti oleh impor yang bertambah menyebabkan ketidakseimbangan dalam aliran mata uang asing. Kedudukan neraca pembayaran akan memburuk.

b. Inflasi dan Kemakmuran Rakyat

Disamping menimbulkan efek buruk, kegiatan ekonomi negara akan mengalami inflasi dan menimbulkan efek terhadap individu dan masyarakat.

c. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan tetap.

Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga-harga. Maka inflasi akan menurunkan upah riil individu-individu yang berpendapatan tetap. Sehingga daya beli masyarakat juga akan menurun.

d. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.

Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Simpanan di bank, simpanan tunai dan simpanan dalam institusi-institusi keuangan lain yang merupakan simpanan keuangan. Nilai riinya akan menurun apabila inflasi berlaku.


(60)

44 e. Memperburuk pembagian kekayaan

Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan tetap akan menghadapi kemorosotan dalam nilai riil pandapatannya, dan pemilik kekayaan bersifat keuangan akan mengalami penurunan dalam nilai riil kekayaannya. Penjual/pedagang dapat mempertahankan nilai riil pendapatannya. Dengan demikian inflasi menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan berpendapatan tetap dengan pemilik-pemilik harta tetap dan penjual/pedagang akan menjadi semakin tidak merata.

Menurut para ekonomi islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena empat hal berikut:

1) Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan (nilai simpan).

2) Melemahkan masyarakat untuk menabung.

3) Meningkatkan kecenderungan berbelanja, terutama untuk barang-barang nonprimer dan mewah.

4) Mengarahkan investasi kepada hal-hal tidak produktif seperti penumpukan kekayaan berupa tanah, bagunan, logam mulia, dan mata uang asing serta mengorbankan investasi produktif seperti pertanian, industri, perdagangan dan tranportasi (Adiwarman A. Karim, 2002:67)


(61)

45 4. Kebijakan untuk Mengatasi Inflasi

Kebijakan yang mungkin dilakukan pemerintah untuk mengatasi inflasi yaitu:

a. Kebijakan fiskal, yaitu dengan menambah pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah.

b. Kebijakan moneter, yaitu dengan menaikkan suku bunga dan membatasi kredit.

c. Dari segi penawaran yaitu dengan melakukan langkah yang dapat mengurangi biaya produksi dan menstabilkan harga seperti mengurangi pajak impor dan pajak atas pajak atas bahan mentah, melakukan penetapan harga, menggalakkan pertambahan produksi dan perkembangan teknologi.

H. Retrun On Assets (ROA)

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, tolal aktiva maupun modal sendiri (Agus Sartono, 2001:122). Rentabilitas adalah ukuran kemampuan bank untuk mendapatkan laba atas penepatan asset kepada aktiva produktif yang dimiliki bank, untuk mengukur profitabilitas bank maka dapat digunakan dengan mengunakan pendekatan yaitu antara lain adalah dengan rasio Retrun On

Asset (ROA).

Retrun On Asset (ROA) merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk menilai kondisi keuangan dari suatu perusahaan dengan mengunakan


(62)

46 skala tertentu atau suatu alat untuk menilai apakah seluruh asset yang dimiliki perusahaan sudah dipergunakan semaksimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan (Andy Porman T, 2007:147).

Menurut F. S. Mishkin (2008:306) oleh karena pemilik bank harus mengetahui apakah banknya dikelola dengan baik, mereka membutuhkan pengukuran yang baik mengenai profitabilitas bank. Ukuran dasar keuntungan bank adalah imabal hasil atas asset. Laba setelah pajak adalah laba rugi bank yang diperoleh dalam Priode berjalan setelah dikurangi pajak. Total Asset merupakan komponen yang terdiri dari kas, giro pada Bank Indonesia (BI), penempatan pada bank lain, surat-surat berharga, kredit yang diberikan, pendapatan yang harus diteriama, biaya dibayar dimuka, uang muka pajak, aktiva tetap serata penyusutan aktiva tetap dan lain-lain (Dendawijaya, 2000:120).

ROA adalah salah satu metode penilaian yang digunakan untuk mengukur tingkat rentabilitas sebuah bank, yaitu tingkat keuntungan yang dicapai oleh sebuah bank dengan seluruh dana yang ada di bank. ROA membandingkan laba terhadap total aset, yang dapat dicari dengan rumus berikut. (Bank Indonesia, 2006)


(63)

47 Dapat dikatakan ROA berfungsi unuk mengukur efektifitas perusahaan dalam mengelola asset yang dimilikinya kemudian menempatkan kepada aktiva produktif segingga mendapatkan keuntungan, atas pegelolaan yang baik maka akan menikatkan laba. ketika laba menigkat akan mearik para investor (nasabah) karena perusahaan memiliki tingat pengembalian yang baik.

I. Penelitian Sebelumnya

Indah Nurfitri Adi (2006) meneliti tentang Pengaruh penempatan dana pada SWBI dan pasar uang antar bank Syariah (PUAS) terhadap FDR perbankan syariah. Penelitian ini secara khusus ingin mengetahui seberapa besar penempatan dana pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai sarana penitipan dana jangka pendek oleh bank syariah yang mengalami kelebihan likuiditas dan penempatan dana pada Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) berpengaruh terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah. Data penelitian ini bersumber dari Bank Indonesia dan juga dari berbagai buku, koran, tesis dan internet yang berhubungan dengan topik ini. Data yang digunakan mulai bulan Januari 2003 hingga Maret 2006. Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi berganda, yaitu suatu metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel. Hubungan tersebut diekspresikan dalam bentuk persamaan yang menghubungkan variabel terikat Y dengan dua atau lebih variabel bebas X. Dan hasil analisa diketahui bahwa kedua variabel bebas yaitu variabel SWBI dan PUAS secara bersama-sama


(64)

48 dapat mempengaruhi variabel FDR perbankan syariah. Kedua variabel tadi dapat menjelaskan variabel terikat sebesar 50,6 % dan sisanya yaitu 49,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalarn model. Walaupun kedua variabel bebas secara bersama-sama dapat mempengaruhi variabel FDR perbankan syariah, namun hasil uji t menunjukkan bahwa hanya variabel SWBI yang signifikan dalam mempengaruhi FDR perbankan syariah.

Dian Nuriyah Solissa (2009) meneliti tentang Pengaruh SBI Syariah terhadap Tingkat FDR Perbankan Syariah (Analisis Simulasi Kebijakan). Penelitian ini terkait dengan PBI No. 10/11/PBI/2008 tentang SBI syariah ini berangkat dari permasalahan yang terjadi dalam hubungan antara bonus (insentif) yang diberikan bank indonesia atas penempatan overlikuditas pada SBI Syariah dengan tingkat FDR. Kenyataan mengenai ketentuan bonus (insentif) tinggi, tingkat FDR tinggi dalam peraturan ini semakin tinggi bonus yang diberikan oleh bank indonesia maka tingkat FDR bank syariah semakin rendah begitupula sebaliknya. Tingginya tingkat FDR perbankan syariah disebabkan dua hal yaitu, tingginya imbal hasil pembiayan yang pada Priode penelitian mencapai 14,71 % dan adanyabbatasan minimal tingkat FDR 80% guna menyeimbangkan hubungan yang terjadi antar bonus SBIS dengan tingkat FDR. Agar tingkat kesehatan bank syariah tetap terjaga maka diajukan sebuah kebijakan yang mencakup beberapa skenario kebijakan tersebut berupa penurunan batas minimal tingakat tingkat FDR. Mengunakan data statistik perbankan syariah bulanan April 2008 – Maret 2008 (penerapan SWBI) dan April 2008 – Maret 2009 (penerapan SBIS) serta mengukur linier programing


(1)

134 Model Fit Summary

CMIN

Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF

Default model 15 ,000 0

Saturated model 15 ,000 0

Independence model 5 164,833 10 ,000 16,483 RMR, GFI

Model RMR GFI AGFI PGFI

Default model 2443,732 1,000

Saturated model ,000 1,000

Independence model 137071803279,926 ,538 ,307 ,359 Baseline Comparisons

Model NFI

Delta1

RFI rho1

IFI Delta2

TLI

rho2 CFI

Default model 1,000 1,000 1,000

Saturated model 1,000 1,000 1,000

Independence model ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

Parsimony-Adjusted Measures

Model PRATIO PNFI PCFI

Default model ,000 ,000 ,000 Saturated model ,000 ,000 ,000 Independence model 1,000 ,000 ,000 NCP

Model NCP LO 90 HI 90

Default model ,000 ,000 ,000

Saturated model ,000 ,000 ,000 Independence model 154,833 116,897 200,208 FMIN

Model FMIN F0 LO 90 HI 90

Default model ,000 ,000 ,000 ,000 Saturated model ,000 ,000 ,000 ,000 Independence model 2,322 2,181 1,646 2,820 RMSEA

Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE


(2)

135

Inflasi

SBIS

PUAS

FDR ROA

--.20

-.35

.43

.442

-.29 e1

e2

.41

-.579 .42

.00

.00

.71 .48

AIC

Model AIC BCC BIC CAIC

Default model 30,000 32,769 64,150 79,150 Saturated model 30,000 32,769 64,150 79,150 Independence model 174,833 175,756 186,216 191,216 ECVI

Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI

Default model ,423 ,423 ,423 ,462 Saturated model ,423 ,423 ,423 ,462 Independence model 2,462 1,928 3,102 2,475 HOELTER

Model HOELTER

.05

HOELTER .01 Default model

Independence model 8 10


(3)

136 Estimates (Group number 1 - Default model)

Scalar Estimates (Group number 1 - Default model) Maximum Likelihood Estimates

Regression Weights: (Group number 1 - Default model) Estimate S.E. C.R. P Label FDR <--- Inflasi 7,423 1,146 6,478 *** par_3 FDR <--- SBIS ,000 ,000 -8,490 *** par_4 ROA <--- Inflasi -,387 ,152 -2,547 ,011 par_5 ROA <--- SBIS ,000 ,000 4,135 *** par_6 ROA <--- FDR ,033 ,012 2,638 ,008 par_7 ROA <--- PUAS ,000 ,000 4,366 *** par_8

Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model) Estimate

FDR <--- Inflasi ,442 FDR <--- SBIS -,579 ROA <--- Inflasi -,293 ROA <--- SBIS ,558 ROA <--- FDR ,418 ROA <--- PUAS ,412

Covariances: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label

SBIS <--> PUAS 530876811337,770 160842205723,871 3,301 *** par_1 SBIS <--> Inflasi -1203,936 428,377 -2,810 ,005 par_2 PUAS <--> Inflasi -880,580 542,067 -1,624 ,104 par_9

Correlations: (Group number 1 - Default model) Estimate

SBIS <--> PUAS ,426 SBIS <--> Inflasi -,354 PUAS <--> Inflasi -,196

Variances: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label SBIS 946775460599,923 158903263405,643 5,958 *** par_10 PUAS 1642369443425,440 275649164071,748 5,958 *** par_11

Inflasi ,000 ,000 5,958 *** par_12

e1 ,001 ,000 5,958 *** par_13


(4)

137 Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model)

Estimate

FDR ,711

ROA ,484

Matrices (Group number 1 - Default model)

Implied Covariances (Group number 1 - Default model)

Inflasi PUAS SBIS FDR ROA

Inflasi ,000

PUAS -880,580 1642369443425,440

SBIS -1203,936 530876811337,770 946775460599,923

FDR ,000 -25098,961 -42041,222 ,003

ROA ,000 3358,278 2378,458 ,000 ,000

Implied Correlations (Group number 1 - Default model) Inflasi PUAS SBIS FDR ROA Inflasi 1,000

PUAS -,196 1,000

SBIS -,354 ,426 1,000

FDR ,647 -,333 -,735 1,000

ROA -,301 ,568 ,529 -,319 1,000

Factor Score Weights (Group number 1 - Default model) Total Effects (Group number 1 - Default model)

Inflasi PUAS SBIS FDR FDR 7,423 ,000 ,000 ,000 ROA -,143 ,000 ,000 ,033

Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model) Inflasi PUAS SBIS FDR

FDR ,442 ,000 -,579 ,000 ROA -,108 ,412 ,316 ,418

Direct Effects (Group number 1 - Default model) Inflasi PUAS SBIS FDR

FDR 7,423 ,000 ,000 ,000 ROA -,387 ,000 ,000 ,033


(5)

138 Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model)

Inflasi PUAS SBIS FDR FDR ,442 ,000 -,579 ,000 ROA -,293 ,412 ,558 ,418

Indirect Effects (Group number 1 - Default model) Inflasi PUAS SBIS FDR

FDR ,000 ,000 ,000 ,000 ROA ,244 ,000 ,000 ,000

Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model) Inflasi PUAS SBIS FDR

FDR ,000 ,000 ,000 ,000 ROA ,185 ,000 -,242 ,000 Model Fit Summary

CMIN

Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF

Default model 14 3,276 1 ,070 3,276

Saturated model 15 ,000 0

Independence model 5 164,833 10 ,000 16,483 RMR, GFI

Model RMR GFI AGFI PGFI

Default model 2006,255 ,982 ,734 ,065

Saturated model ,000 1,000

Independence model 137071803279,926 ,538 ,307 ,359 Baseline Comparisons

Model NFI

Delta1

RFI rho1

IFI Delta2

TLI

rho2 CFI Default model ,980 ,801 ,986 ,853 ,985

Saturated model 1,000 1,000 1,000

Independence model ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 Parsimony-Adjusted Measures

Model PRATIO PNFI PCFI

Default model ,100 ,098 ,099 Saturated model ,000 ,000 ,000 Independence model 1,000 ,000 ,000


(6)

139 NCP

Model NCP LO 90 HI 90

Default model 2,276 ,000 11,936 Saturated model ,000 ,000 ,000 Independence model 154,833 116,897 200,208 FMIN

Model FMIN F0 LO 90 HI 90

Default model ,046 ,032 ,000 ,168 Saturated model ,000 ,000 ,000 ,000 Independence model 2,322 2,181 1,646 2,820 RMSEA

Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE

Default model ,179 ,000 ,410 ,095 Independence model ,467 ,406 ,531 ,000 AIC

Model AIC BCC BIC CAIC

Default model 31,276 33,861 63,150 77,150 Saturated model 30,000 32,769 64,150 79,150 Independence model 174,833 175,756 186,216 191,216

ECVI

Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI

Default model ,441 ,408 ,577 ,477 Saturated model ,423 ,423 ,423 ,462 Independence model 2,462 1,928 3,102 2,475 HOELTER

Model HOELTER

.05

HOELTER .01

Default model 84 144


Dokumen yang terkait

Pengaruh Financing to Deposit Ratio dan Non Performing Financing terhadap Profitabilitas Bank Syariah di Indonesia

1 65 87

Pengaruh financing to deposit ratio (FDR) dan return on asset (ROA) terhadap return bagi hasil deposito mudharabah: studi pada PT. Bank muamalat Indonesia, Tbk

0 4 1

Pengaruh penempatan dana sertifikat Bank Indonesia syariah (SBIS) dan pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah (PUAS) terhadap Financing To Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah

2 18 104

Pengaruh non performing financing,financing to deposit ratio, dan retrun on assets terhada pertumbuhan aset bank syariah

0 7 0

Pengaruh non performing financing,financing to deposit ratio, dan retrun on assets terhada pertumbuhan aset bank syariah (analisis pada bank umum syariah di Indonesia periode 2011-2014)

0 9 105

Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Financing to Deposit Ratio (FDR), dan Non Performing Financing (NPF) Terhadap Profitabilitas PT Bank Mega Syariah

1 15 95

Pengaruh CAR, NPF, FDR dan BOPO Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah (Periode 2011-2015)

1 9 152

Pengaruh Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), Non Performing Financing (NPF), Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Return On Asset (ROA) (Studi Kasus pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode

1 16 131

PENGARUH DANA PIHAK KETIGA (DPK), SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS), NON PERFORMING FINANCING (NPF) DAN RETURN ON ASSETS (ROA) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH (Studi Kasus Pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia Periode 2009 - 2014

2 18 138

Pengaruh Capital Adequancy Ratio (CAR), Financing to Deposit Ratio (FDR), dan Non Performing Financing (NPF) terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2011-2015

0 2 108