BAB II GERAKAN KESETARAAN JENDER DI INDONESIA
Pada bab ini akan dipaparkan tentang bagaimana gerakan kesetaraan jender dalam lintasan sejarah dan juga memaparkan tentang wacana gerakan
kesetaraan jender dalam pandangan Islam dan juga menjelaskan tentang pelibatan ulama atau seorang KH. Husein Muhammad dalam isu-isu jender.
A. Gerakan Kesetaraan Jender dalam Lintasan Sejarah
Fakta sejarah membuktikan bahwa pada akhir abad ke-19 ditengarai sebagai awal mulanya muncul gerakan perempuan di Indonesia, walaupun situasi
dan kondisinya mungkin berbeda dengan gerakan perempuan di belahan dunia lain. Isu-isu yang dimunculkan tidak keluar dari persoalan sosial dan politik yang
sangat riil yang dialami oleh kaum perempuan yang ingin bangkit dari ketertindasan.
1
Benih pergerakan perempuan di Indonesia dimulai dari Kartini 1879- 1908, dalam sejarah pergerakan perempuan di Indonesia muncul sebagai tokoh
perempuan yang tercerahkan oleh kondisi politik penjajahan yang sangat bersahabat dengan golongan priyayi. Setelah mengalami proses yang cukup
panjang, beliau bangkit untuk memperjuangkan dan memperbaiki kondisi masyarakat yang sangat patriarki.
1
Fadilah Suralaga, dkk, Pengantar Kajian Gender, Jakarta; PSW UIN Jakarta, 2003, hal. 13. Untuk selanjutnya akan ditulis pengantar kajian.
15
Gerakan Kesetaraan Jender di Indonesia 16
Sebenarnya di era sebelum Kartini telah muncul beberapa srikandi yang sangat peka terhadap masalah politik dan mempunyai kesadaran dan kemampuan
untuk bahu membahu dengan kaum pria memanggul senjata, seperti yang dilakukan oleh Martha Cristina Tiahahu 1818, Nyi Ageng Serang 1752-1828,
Cut Nya Dien 1850-1908, dan Cut Mutia 1870-1910. Mereka tampil mewakili golongan perempuan untuk berperang melawan penjajah Kolonial Belanda.
2
Dalam abad ke-19 khususnya selama tahun-tahun kemelut menjelang perang Jawa terdapat cukup bukti tentang peranan penting perempuan dalam
perdagangan, kemiliteran, politik dan kehidupan sosial di kalangan Istana Jawa Tengah. Bahkan jauh sebelumnya, pada masa Kalinyamat, peran perempuan
dalam bidang kesejahteraan masyarakat tak terbantahkan, demikian pula pada masa Sultanat Aceh.
3
Pada masa kolonial Belanda inilah organisasi-organisasi perempuan mulai bermunculan, imbasnya perempuan muslimpun ikut andil mendirikan organisasi-
organisai Islam, seperti Sarekat Perempuan Indonesia, Muslimat NU, “Sopo Tresno” yang kemudian berganti nama menjadi “Aisyiyah”, dll.
4
Pendiri Aisyiyah, Nyai Ahmad Dahlan berpendapat, para wanita adalah partner kaum
lelaki, demikian juga dalam bidang pendidikan, sehingga Nyai Dahlan mencoba memperkenalkan pemikiran bahwa perempuan mempunyai hak yang sama untuk
menuntut ilmu setinggi-tingginya.
5
2
Fadilah, Pengantar Kajian, hal. 12.
3
Ibid, hal. 19.
4
Fadilah, Pengantar Kajian, hal. 22.
5
Jajat Burhanuddin, ed, Ulama Perempuan Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2002, hal. 47. Untuk selanjutnya akan ditulis ulama perempuan.
Gerakan Kesetaraan Jender di Indonesia 17
Setelah Belanda kalah pada 1942, penguasa Indonesia berpindah tangan dari Belanda ke Jepang. Keadaan rakyat tidak jauh berbeda, bahkan lebih
menyedihkan, begitu juga yang dihadapi dengan Nyai Dahlan dengan Aisyiyyahnya yang tidak boleh berorganisasi sendiri sebagai pergerakan wanita.
6
Semua organisasi pada masa Kolonial Jepang dibubarkan dan sebagai gantinya didirikan organisasi-organisasi yang kegiatannya diarahkan untuk membantu
Jepang dalam menghadapi tentara sekutu.
7
Organisasi perempuan yang ada pada masa ini adalah Gerakan Istri Tiga A, organisasi yang menginduk pada Gerakan Tiga A ‘Pemimpin Asia’, Pelindung
Asia’, Cahaya Asia” yang dipimpin oleh Mr. Dr. Syamsudin yang berkedudukan di Jakarta; Barisan Pekerja Perempuan Putera, organisasi perempuan yang
menginduk pada Putera Pusat Tenaga Rakyat yang dibentuk Jepang sebagai pengganti Gerakan Tiga A. Organisasi ini dipimpin oleh Ny. Sunaryo
Mangunpuspito. Pada saat yang sama Jepang juga mendirikan organisasi perempuan bernama Fuzinkai sejenis Dharma Wanita yang didalamnya terdapat
“barisan putri” yang dipimpin oleh Siti Dalima.
8
Selanjutnya pada masa orde lama gerakan perempuan terlihat dalam Revolusi Fisik atau perang kemerdekaan. Pada bulan Oktober 1945 untuk pertama
kalinya organisasi kelaskaran perempuan dibentuk. Organisasi yang dibentuk oleh Ny. Aruji Kartawinata di Bandung itu bernama Lasykar Wanita Indonesia
Lasywi. Dalam kurun waktu 1945-1949 kaum perempuan mengambil bagian dalam membela negara dengan membentuk organisasi-organisasi. Di kalangan
6
Jajat, Ulama Perempuan, hal. 59.
7
Ibid, hal. 25.
8
Jajat Burhanuddin, ed, Ulama Perempuan, hal. 26.
Gerakan Kesetaraan Jender di Indonesia 18
muslimat berdiri organisasi kelaskaran bernama Laskar Muslimat yang berpusat di Bukit Tinggi dan Laskar Sabil Muslimat yang ada di Padang Panjang. selain itu,
dari Kalangan Angkatan Bersenjata dibentuk Korps Polisi Wanita POLWAN, Persatuan Istri Tentara persit dan Persatuan Istri Angkatan Udara Persatuan Istri
Ardia Garini yang lebih dikenal dengan nama PIA. Dalam suasana yang tegang dalam perang kemerdekaan, berdirinya banyak organisasi perempuan sangat
membantu dalam melakukan berbagai kegiatan untuk meringankan kesulitan hidup di garis belakang dan membantu memperkuat semangat patriotik.
9
Dalam perjalanannya, KOWANI pernah terjebak pertentangan internal. Pertentangan ini disebabkan karena tokoh-tokoh PKI yang terlibat didalamnya
mendaftarkan KOWANI dalam keanggotaan organisasi dunia bernama GWDS yang berhaluan komunis. Beberapa organisasi Islam yang menyadari kenyataan
tersebut menyatakan keluar dari keanggotaan KOWANI pada kongresnya yang ke-4 tahun 1948. Pertentangan memuncak pada tahun 60-an yang berakhir dengan
coup d’etat gagal yang dilancarkan PKI. Akibat dari itu semua, akhirnya organisasi perempuan yang memihak komunis dikeluarkan dari federasi.
10
Sebagai reaksi atas berbagai persoalan yang timbul, organisasi-organisasi perempuan merasa perlu untuk melakukan konsolidasi. Pada tahun 1950, tepatnya
pada bulan November, organisasi perempuan yang pada masa Revolusi kemerdekaan mengalami perpecahan didirikan kembali. Organisasi ini bernama
Kongres Wanita Indonesia. Kongres yang dilaksanakan tahun 1950 ini bertujuan untuk menciptakan kesempurnaan kemerdekaan Indonesia, terlaksananya hak-
9
Jajat Burhanuddin ed, Ulama Perempuan, hal. 29.
10
Jajat Burhanuddin ed, Ulama Perempuan, hal. 33-35.
Gerakan Kesetaraan Jender di Indonesia 19
hak wanita sebagai manusia dan warga negara, keamanan, dan ketentraman dunia. Kongres juga mengatur agar dapat dibuat undang-undang perkawinan yang
melindungi perempuan dan menetapkan jumlah anggota laki-laki dan perempuan yang seimbang dalam panitia penyidik hukum perkawinan.
11
Di bawah rezim otoriter orde baru, implikasi politik terhadap peran laki- laki dan perempuan kemudian disebut dengan peran jender ini ternyata sangat
besar. Yang terjadi tidak hanya ada upaya domestikasi perempuan sebagai instrumen untuk tujuan-tujuan ekonomi politik. Hal ini jelas diilustrasikan dalam
kasus program Keluarga Berencana KB.
12
Pada tahun 1996, Gerwani dibubarkan dan ditetapkan sebagai organisasi terlarang. Ketika soeharto naik Gerwani dipaksa masuk Golkar. Di tahun yang
sama kementrian urusan wanita dibentuk dalam kabinet. Dapat dikatakan pada masa ini gerakan perempuan di Indonesia dapat dibilang memasuki masa yang
sangat lesu.
13
Kemudian pada tahun 1997 Soeharto berhasil digulingkan dan berganti kepemimpinan oleh BJ. Habibie dan di sini dibentuk Komisi Nasional
Perlindungan Kekerasan terhadap Perempuan. Lembaga ini di bentuk tahun 1999. Sementara periode kepemimpinan Gus Dur banyak aktivis perempuan mulai
bergema suaranya, tabu terhadap PKI dan ideologi komunispun dihapusnya sekaligus. Instruksi Presiden Inpres No. 9 tahun 2000 tentang pengerusutamaan
11
Ibid, hal. 37.
12
Jajat Burhanuddin ed, Ulama Perempuan, hal. 45.
13
Prof. Dr. Zaitunah Subahan, Sejarah dan Peta Gerakan Perempuan di Indonesia, dalam Khalilah ed, Mengurai Kepemimpinan Perempuan, Jakarta: PB KOPRI, 2008, hal. 121. Untuk
selanjutnya akan ditulis mengurai kepemimpinan.
Gerakan Kesetaraan Jender di Indonesia 20
jender di tandatangani Gus Dur. Kementrian pemberdayaan perempuan mulai gencar mengkampanyekan kesetaraan jender.
14
Pada tulisan ini akan difokuskan pada gerakan perempuan di Indonesia pada tahun 1990-an. Karena pada dekade ini gerakan perempuan mulai berada
dalam kerangka ideologi feminisme yang menekankan kesetaraan jender.
15
Pemerintahan orde baru telah menempatkan kaum perempuan sebagai ‘partner yang manis” bagi pembangunan. Isu gerakan perempuan yang
berkembang berkisar dalam satu pemikiran yang menempatkan mereka sebagai sumber daya pembangunan, dengan ungkapan lain, politik jender pemerintahan
orde baru telah memakai pendekatan Women In Development WID, dimana perempuan terintegrasi sepenuhnya dalam derap pembangunan .
16
Dalam sebuah konferensi Internasional tentang kependudukan dan pembangunan di Kairo pada tahun 1994, muncul kritikan-kritikan yang sangat
pedas terhadap perkembangan isu dan praktek kesetaraan perempuan, khususnya di negara-negara maju. Upaya pengembangan wacana dan gerakan perempuan ini
mulai digalakkan oleh lembaga donor program Women in Development WID dengan mengajak peran serta perempuan didalam upaya pembangunan bangsa,
dimana istilah “pembangunan” menjadi sebuah jargon sosial-ekonomi, dan bahkan politik.
17
14
Ibid, hal. 123-124.
15
Amelia Fauzia, dkk, Tentang Perempuan Islam; Wacana dan Gerakan, Jakarta: Gramedia, 2004, hal. 79. Untuk selanjutnya akan ditulis wacana dan gerakan.
16
Ibid, hal. 83.
17
Siti Ruhaini, dkk, Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender Dalam Islam, Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2002, hal. 115-119. Untuk selanjutnya akan ditulis
rekonstruksi metodologis.
Gerakan Kesetaraan Jender di Indonesia 21
Kemudian pada tahun 1995 di Beijing, konferensi serupa mulai membicarakan isu perempuan dengan lebih tajam lagi pada saat inilah berbagai
upaya yang bisa mengisi kekosongan, menjembatani dan mensosialisasikan gagasan kesetaraan perempuan mendapatkan dukungan. Di Indonesia, gagasan
dari Beijing ini terus mulai digulirkan. Kearifan lokal yang menjadi suatu kata kuncinya lalu dikaitkan dengan permasalahan perempuan di Indonesia.
Permasalahan perempuan lalu dikaji, siapa yang tertindas dan siapa yang menindas dan bagaimana pencarian jalan keluarnya.
Dengan demikian, tumbuhnya pemikiran Islam yang berpihak pada perempuan, atau biasa juga disebut pemikiran Islam feminis, pada saat yang sama
tidak bisa difahami terpisah dari lembaga donor internasional.
18
Sejauh menyangkut perkembangan pemikiran Islam dan jender di Indonesia kontemporer, jurnal Ulumul Qur’an UQ jurnal untuk diseminasi
pemikiran Islam modern memiliki posisi sangat penting. Pada tahun 1989, UQ memuat satu tulisan tentang Islam dan masalah kesetaraan jender, berupa
terjemahan dari karya Jane I. Smith dan Yvonne Haddad, “Hawwa: Citra Perempuan Dalam Al-Qur’an.” Dalam artikel ini, kedua penulis perempuan
berusaha menggugah kesadaran masyarakat Muslim tentang posisi subordinatif perempuan, yang selama ini dianggap memperoleh legitimasi ajaran Islam. Oleh
karena itu, artikel tersebut menunjukan bahwa pembenaran atas praktik-praktik “anti kesetaraan jender” merupakan konstruksi budaya muslim yang bersifat
patriarkis, yang sangat memperoleh pendasarannya dalam al-Qur’an.
18
Dra. Siti Ruhaini, dkk, Rekontruksi Metodologis, hal. 120-121.
Gerakan Kesetaraan Jender di Indonesia 22
Setahun kemudian, dalam edisi tahun 1990, UQ kembali memuat artikel dengan corak pembahasan serupa. Artikel tersebut berupa terjemahan dari karya
Riffat Hassan, seorang feminis Muslim terkemuka asal Pakistan, “Teologi Perempuan dalam Tradisi Islam”. Sebagaimana halnya artikel pertama yang
disebut diatas, karya Riffat Hassan juga berusaha membongkar pemikiran keagamaan Muslim, yang bukan hanya tidak berpihak pada perempuan, tapi lebih
dari itu telah memberi sumbangan penting bagi lahirnya praktik-praktik sosial keagamaan yang menempatkan perempuan berada dibawah dominasi kaum laki-
laki. Dan corak penafsiran demikian itulah yang telah diterima oleh kalangan Muslim, dan mewarnai secara dominan perkembangan pemikiran dan gerakan
Islam.
19
Jurnal UQ, khususnya dalam tulisan-tulian tentang jender telah menjadi sumber inspirasi bagi gerakan dan pemikiran Islam tentang perempuan di
Indonesia. Dalam memperkuat politik jendernya, Orde Baru mengelompokkan organisasi perempuan untuk membantu pemerintah dan menyebarluaskan
ideologi jender, diantaranya: Dharma Wanita untuk isteri PNS; Dharma Pertiwi untuk para isteri yang suaminya bekerja di militer dan kepolisian; Pembinaan
Kesejahteraan Keluarga PKK untuk perempuan yang tidak masuk dalam kelompok pertama dan kedua, khususnya untuk yang di pedesaan. Melalui ketiga
organisasi ini rezim orba mengontrol perempuan Indonesia. Pada era 1990-an, perspektif feminisme berkembang sangat pesat
dikalangan aktivis perempuan yang berbasis LSM. Jika pada masa sebelumnya
19
Amelia Fauzia, dkk, Wacana dan Gerakan, hal. 114.
Gerakan Kesetaraan Jender di Indonesia 23
gerakan perempuan masih berada pada koridor emansipasi, pada dekade 1990-an mulai berada dalam kerangka ideologi feminisme yamg menekankan kesetaraan
jender.
20
Pada masa Reformasi atau pada era 2000-an, terjadi perubahan fundamental, yaitu dari wacana ke gerakan, dari gerakan sosial kegerakan politik,
dari jalan ke parlemen. Koalisi dan aliansi gerakan perempuan berkembang dimana-mana dengan agenda bersama. Gerakan perempuan menjadi bagian tidak
terpisahkan dari gerakan reformasi untuk demokrasi.
21
Hingga perkembangan selanjutnya dari masa Megawati Soekarno Putri sampai pada masa pemerintahan SBY-JK, tak melemahkan gerakan Jender di
Indonesia. Selain kabinet Indonesia Bersatu ini memenuhi janjinya dengan mengangkat 4 kader perempuan untuk menduduki posisi menteri, juga selalu
mendorong kebijakan di berbagai bidang yang responsif jender serta memberi ruang kreatif terhadap inisiatif Civil Sociey untuk selalu berkarya demi
pemberdayaan perempuan.
22
B. Islam dan Wacana Gerakan Kesetaraan Jender