Strategi Toke Dalam Membentuk Jaringan Sosial Ekonomi Untuk Mendapatkan Gula Aren (Studi Deskriptif di Desa Hutabaringin Kec. Puncak Sorik Marapi Mandailing Natal)

(1)

STRATEGI TOKE DALAM MEMBENTUK JARINGAN SOSIAL

EKONOMI UNTUK MENDAPATKAN GULA AREN

(Studi Deskriptif di Desa Hutabaringin Kec.Puncak Sorik Marapi Mandailing Natal)

SKRIPSI

OLEH :

MUHAMMAD IDRIS 040901017

DEPARTEMEN SO

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

MEDAN 2010


(2)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “ Strategi Toke Dalam Membentuk Jaringan Sosial Ekonomi Untuk Mendapatkan Gula Aren (Studi Deskriptif Di Desa Hutabaringin Kec.Puncak Sorik Marapi Mandailing Natal)”. Desa Hutabaringin Kecamatan Puncak Sorik Marapi. Dimana sebagaian besar masyarakat hidup sebagai petani aren yang disebut dengan “maragat”. Toke merupakan salah satu pelaku ekonomi yang mempunyai kepentingan untuk memperoleh keuntungan dari perilaku ekonomi yang dilakukannya, untuk hal ini para toke tersebut harus mampu membuat tindakan-tindakan rasional baginya untuk mendapat nilai tertentu dari tindakannya tersebut, disamping ia juga mempunyai pesaing-pesaing dengan para toke lainnya untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan, yang dalam hal ini adalah gula aren.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data di lakukan dengan observasi, wawancara mendalam, studi kepustakaan dan Dokumentasi. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan adalah warga desa Hutabaringin dan pihak- pihak yang terkait dengan pembangunan desa Hutabaringin. Interperetasi data dengan mengunakan catatan-catatan dari setiap kali turun kelapangan.

Desa Hutabaringin merupakan masyarakat pedesaan. Masyarakatnya hampir sebagian besar bertani gula aren. Gula aren merupakan sumber kehidupan masyarakat desa. Dari kegiatan pertanian gula aren tersebut membuat sebagian kecil orang menjadi wadah penjualan gula aren atau yang sering di sebut toke. Toke menjadi pembeli gula aren di desa Hutabaringin. Dalam melaksanakan pembelian gula aren toke sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat desa. Toke menjadi tempat peminjaman uang jika membutuhkan secara tiba-tiba, dan sistem peminjaman tersebut membuat sebuah keterikatan antara petani dengan para petani. Dari peminjaman uang tersebut membuat para petani tergantung dengan toke. Ini merupakan salah satu strategi yang dilakukan toke mengikat masyarakat desa agar tetap tergantung pada toke. Sistem tersebut membuat harga gula bisa diatur oleh toke. Harga gula di desa Hutabaringin sangat jauh lebih murah jika dibandingkan dengan di pasar pekan yang ada di Mandailing Natal. Jadi seolah-olah toke mempunyai kewenangan untuk menentukan harga. Di samping keterikatan seperti yang di atas keterikatan masyarakat kepada toke disebabkan karena ada hubungan persaudaraan. Jadi terpaksa harus menjual ke toke karena lantaran saudaranya. Dalam teori sosiologi ekonomi disebut dengan patron-klien. Namun dari sistem tersebut membuat masyarakat tetap terbelenggu dalam ikatan dari pada toke gula aren tersebut. Toke gula aren juga sering mengalami kerugian karena uang yang di bayarkan ke petani sering tidak di kembalikan ke toke. Dan gulanya sering tidak di jual ke toke namun ke tempat lain.


(3)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT. Atas segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurah ke haribaan Rasulullah SAW, keluarganya, serta para sahabatnya yang telah berjuang membawa ummatnya ke jalan yang benar.Skripsi ini di susun sebagai salah satu syarat untuk memproleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik yang berjudul “STRATEGI TOKE DALAM MEMPERTAHANKAN JARINGAN SOSIAL EKONOMI UNTUK MENDAPATKAN GULA AREN” (Studi Deskriptif: Pada Desa Hutabaringin, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara). Secara ringkas skripsi ini menggambarkan strategi toke dalam mempertahankan jaringan social ekonomi untuk mendapatkan gula aren.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari semua pihak skripsi ini tidak akan selesai. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati, baik berupa ide, semangat, doa, bantuan moril, maupun materil sehingga skripsi ini dapat di selesaikan. Penghargaan yang tinggi dan ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan tiada henti-hentinya penulis ucapkan ke pada kedua orang tua orang tua tercinta ayahanda Sahrin Rangkuti dan Almarhumah Sofiah yang telah merawat dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Akhirnya inilah persembahan yang dapat ananda berikan sebagai tanda ucapan terima kasih dan tanda bakti ananda.

Izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih yang mendalam kepada pihak pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.


(4)

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution., MA, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. DR. Badaruddin Rangkuti, M.Si, Ketua Departemen Sosiologi dan Ibu Dra. Rosmiani. M.si, selaku sekretaris Departemen Sosiologi, Universitas Sumatra Utara.

3. Rasa hormat dan terimakasih yang tidak akan dapat penulis ucapkan dengan kata-kata kepada Bapak Drs. Sismudjito, M.si. Selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga, ide dan pemikiran dalam pembimbingan penulis dari awal kuliah hingga penulisan sripsi ini.

4. Rasa hormat dan terimakasih yang tidak akan dapat penulis ucapkan dengan kata-kata kepada Ibu Hj.Harmona Daulay, M.si. Selaku dosen Wali dan juga selaku oang tua di Medan, yang bisa mengerti dan menerimaku baik dalam keadaan suka maupun duka. Dan mencurahkan waktu, tenaga, ide dan pemikiran dalam pembimbingan penulis dari awal kuliah hingga penulisan sripsi ini.

5. Segenap dosen, staf , dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara kak Feni, Devi, dan Kak Beti yang telah cukup banyak membantu administrasi penulis selama masa perkuliah.

6. Terima kasih yang tidak dapat penulis ucapkan dengan kata-kata kepada keluarga Bapak Drs. Kariono,M.si. dan Ibu Sopiatun Selaku orang tua yang telah banyak menyumbangkan buah fikiran dan materi.

7. Terimakasih yang tidak akan dapat penulis ucapkan dengan kata-kata kepada anggi Abdul Haris (Sos 06). Yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga, ide dan pemikiran serta memberikan semangat .


(5)

8. Adek-adekku yang tercinta Nuryanti Rkt, Arif, Abib, dan Ica. “Terima kasih banyak atas dukungannya selama ini.”

9. Muhammad Farwis Nst, Laila Salma, yang telah banyak memberikan doa dan nasehatnya sehingga penulis bisa tetap semangat.

10. Para Informan yang telah banyak membantu memberikan informasi yang sangat di butuhkan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih banyak atas waktu dan kesediannya para informan.

11. Kelurga Nasution tulang Darman Nst,Tulang Amir, Etek Erma Nst,Etek Fausiayah nst, Etek Hawariyah . yang telah banyak memberikan doa dan nasehatnya sehingga penulis bisa tetap semangat.

12. Bapak Rahmad Sayuti S,ag, uak Sajuti Nasution, Udak Yusuf S,Sos Nasution. Udak Arlen Lubis ,Udak Rahmad Nasution. “Terima kasih atas segala doa, dukungan dan perhatiannya.”

13. Sahabat Sahabatku selama kuliah yang bisa mengerti dan menerimaku baik dalam keadaan suka maupun duka: Sulhan Pohan (Ilmu Komputer-USU) Siti Fatimah (Unimed 09) (bang Amek Sos 01), Heru ( Sos 04), Subani (FE-USU 04), Bang Rozak (AN 97) Siti Aisyah (Unimed 08), Rosidah (UMSU 08), Dian (Graha Kirana FE 07), Nursalimah Rkt (IAIN 03). Zulfikar (IAIN 03), Sukri (ISDP 05), hendra (Pajak 05) Naga Sakti (Antro 04).

14. Kawan kawan anak sosiologi stambuk 2004 tanpa terkecuali dari Nim 040901001 sampai habis: anita susanti, maipa sari lubis, Ashari, maysarah, heru kurnia, wildan A lubis, ardiansyah, dan lain lain. Terimakasih atas segala dukungan, kebersamaan serta moment-moment yang sangat menyenangkan yang


(6)

saya pernah lalui bersama kalian selama menuntut Ilmu di Departemen Sosiologi Fisip USU.

15. Keluarga besar IMASI (Ikatan Mahasiswa Sosiologi) FISIP USU, Abang/kakak stambuk 2002-2005 dan adik adik junior sosiologi sambuk 2007-2009.

16. Sahabat-sahabatku di Forum Mahasiswa Sorik Marapi Mandailing Natal (FORMASI MADINA): Bang Abdul Rozak Tanjung, Pikar, Bang Sein, Zainul Aris (Kesos 05), Mansur (Sos 03) dan lain lain. Beserta adik adik: Sahir, Masitoh, Ismail, Siti Maharani dan lain lain.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi terdapat berbagai kekurangan, keterbatasan untuk itu penulis mengharapkan masukan dan yang sifatnya membangun demi kebaikan tulisan ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga tulisan ini bisa bermamfat bagi para pembaca, dan akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak pada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.

Medan, Maret 2010


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul………..i

Abstrak ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ………..vii

Daftar Tabal ... ix

Daftar Gambar ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Defenisi Konsep ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1 Teori Aksi ... 9

2.2 Jaringan Sosial ... 11

2.3 Modal Sosial ... 12

2.4 Pataron Kien ... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1. Metode Penelitian ... 20

3.2. Lokasi Penelitian ... 20

3.3. Informan ... 21

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 21

3.5. Interpretasi data ... 22

3.6. Jadwal Kegiatan ... 23

3.7. Keterbatsan Penelitian ... 23

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPERETASI DATA ... 25

4.1.Sejarah Desa Hutabaringin dan Asal mula nama desa Hutabaringin……… ……….. 25

4.2. Topografi, Keadaan Alani dan Batas Wilayah ... 27

4.3. Administrasi Desa ... 29

4.4 Tata Penggunaan Lahan ... 31

4.5. Komposisi Penduduk ... 32

4.6. Sarana dan Pra sarana desa. ... 37

4.7. Profil Informan ... 41

4.7.1. Informan Kunci (key Informan) ... 41

4.7.2. Informan Biasa ... 45

4.8 Proses Pembuatan Gula Aren ... 46


(8)

4.8.2 Strategi Toke Gula Aren Dalam Mempertahankan

Jaringannya……….………50

4.8.3 Toke-Toke yang Membeli Gula Aren ... 56

4.8.4 Hambatan dalam menjalankan usaha gula aren ... 60

4.8.5 Patron Klien dalam Penjualan Gula Aren ... 64

BAB V PENUTUP ... 68

5.1. Kesimpulan... 68

5.2. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA... 70


(9)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “ Strategi Toke Dalam Membentuk Jaringan Sosial Ekonomi Untuk Mendapatkan Gula Aren (Studi Deskriptif Di Desa Hutabaringin Kec.Puncak Sorik Marapi Mandailing Natal)”. Desa Hutabaringin Kecamatan Puncak Sorik Marapi. Dimana sebagaian besar masyarakat hidup sebagai petani aren yang disebut dengan “maragat”. Toke merupakan salah satu pelaku ekonomi yang mempunyai kepentingan untuk memperoleh keuntungan dari perilaku ekonomi yang dilakukannya, untuk hal ini para toke tersebut harus mampu membuat tindakan-tindakan rasional baginya untuk mendapat nilai tertentu dari tindakannya tersebut, disamping ia juga mempunyai pesaing-pesaing dengan para toke lainnya untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan, yang dalam hal ini adalah gula aren.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data di lakukan dengan observasi, wawancara mendalam, studi kepustakaan dan Dokumentasi. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan adalah warga desa Hutabaringin dan pihak- pihak yang terkait dengan pembangunan desa Hutabaringin. Interperetasi data dengan mengunakan catatan-catatan dari setiap kali turun kelapangan.

Desa Hutabaringin merupakan masyarakat pedesaan. Masyarakatnya hampir sebagian besar bertani gula aren. Gula aren merupakan sumber kehidupan masyarakat desa. Dari kegiatan pertanian gula aren tersebut membuat sebagian kecil orang menjadi wadah penjualan gula aren atau yang sering di sebut toke. Toke menjadi pembeli gula aren di desa Hutabaringin. Dalam melaksanakan pembelian gula aren toke sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat desa. Toke menjadi tempat peminjaman uang jika membutuhkan secara tiba-tiba, dan sistem peminjaman tersebut membuat sebuah keterikatan antara petani dengan para petani. Dari peminjaman uang tersebut membuat para petani tergantung dengan toke. Ini merupakan salah satu strategi yang dilakukan toke mengikat masyarakat desa agar tetap tergantung pada toke. Sistem tersebut membuat harga gula bisa diatur oleh toke. Harga gula di desa Hutabaringin sangat jauh lebih murah jika dibandingkan dengan di pasar pekan yang ada di Mandailing Natal. Jadi seolah-olah toke mempunyai kewenangan untuk menentukan harga. Di samping keterikatan seperti yang di atas keterikatan masyarakat kepada toke disebabkan karena ada hubungan persaudaraan. Jadi terpaksa harus menjual ke toke karena lantaran saudaranya. Dalam teori sosiologi ekonomi disebut dengan patron-klien. Namun dari sistem tersebut membuat masyarakat tetap terbelenggu dalam ikatan dari pada toke gula aren tersebut. Toke gula aren juga sering mengalami kerugian karena uang yang di bayarkan ke petani sering tidak di kembalikan ke toke. Dan gulanya sering tidak di jual ke toke namun ke tempat lain.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia merupakan negara agraris, walau sekarang ini banyak para ahli ekonomi atau ahli bidang ilmu lainnya yang mungkin tidak setuju dengan statement tersebut dengan alasan bahwa Negara Indonesia masih mengimpor bahan pokok yang dianggap mampu diproduksi oleh negara dan bangsa ini. Banyak anggapan masyarakat bahwa agraris identik dengan beras, jagung atau makanan pokok lainnya. Padahal disamping itu banyak tanaman-tanaman lain yang sangat menjanjikan untuk dapat dikembangkan jika dibudidayakan. Salah satunya adalah tanaman aren, dimana tanaman ini mampun memproduksi gula.

Pemanfaatan tanaman aren di Indonesia sudah berlangsung lama, namun agak lambat perkembangannya menjadi komoditi agribisnis karena sebagian tanaman aren yang dihasilkan adalah tumbuh secara alamiah atau belum dibudidayakan. Tanaman Aren atau enau (Arenga pinnata Merr) merupakan salah satu jenis tanaman palmae yang syarat tumbuhnya memerlukan udara tropis seperti Indonesia. Sama halnya dengan kelapa, hampir seluruh bagian tanaman aren bernilai ekonomis. Akar, batang, daun, buah, ijuk dan tandan bunga jika dimanfaatkan secara optimal akan mampu mengangkat taraf ekonomi para petani dan pedagangnyanya. Salah satu hasil produksi aren yang terkenal adalah gulanya. Gula disadap dari tandan bunga jantan untuk diambil niranya,


(11)

dikentalkan melalui proses pemanasan kemudian dicetak. Hampir semua bagian atau produk tanaman ini dapat dimanfaatkan dan mempunyai nilai ekonomi. Namun tanaman ini kurang mendapatkan perhatian untuk dikembangkan atau dibudidayakan secara sungguh-sungguh oleh berbagi pihak. Padahal permintaan produk-produk yang dihasilkan tanaman ini, baik untuk kebutuhan ekspor maupun kebutuhan dalam negeri terus meningkat. Budidaya tanaman aren baru mendapat perhatian mulai tahun 2002 setelah mendapat perhatian pemerintah untuk mendapat teknologi tentang aren. Teknologi tanaman aren yang sudah diteliti antara lain teknik pembibitan, teknik penyadapan dan pengawetan nira, teknik pengolahan gula cetak, gula semut dan teknik pengolahan "palm wine". Tanaman aren ini tersebar pada hampir seluruh wilayah di Indonesia seperti Papua, Maluku, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Banten, Sulawesi, Bengkulu, Kalimantan selatan dan Nangro Aceh Darusalam (http://id.wikipedia.org).

Sumatera Utara merupakan sebuah Propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang sangat luar biasa. Dari sektor perkebunan Sumatera Utara merupakan propinsi yang memperoleh penghasilanya dari perkebunan. Perkebunan menjadi sumber pendapatan daerah. Masyarakat sebagian besar bekerja di sektor perkebunan. Masyarakat Sumatera utara juga banyak yang tinggal di daerah lingkungan hutan yang langsung berhubungan dengan alam. Jadi sebagian masyarakat Sumatera Utara menggantungkan hidupnya dari hutan. Salah satunya adalah menjadi petani aren. Pertanian aren menjadi salah satu sumber pendapatan penduduk. Dari pertanian aren ini menyerap tenaga kerja dari penduduk desa.


(12)

Pemerintah Sumatera Utara perlu memasyarakatkan tanaman aren atau enau karena lebih menguntungkan di banding sawit dan punya prospek masa depan.Selain menjanjikan keuntungan lebih besar dibanding sawit, tanaman aren juga punya prospek cerah di masa depan. Satu batang pohon tanaman aren yang produktif mampu menghasilkan sekitar dua sampai lima liter nira yang bila diolah menjadi gula mencapai berat sekitar satu kilogram.

Harga gula aren di tingkat petani per kilonya Rp10 ribu, sementara di pasaran mencapai Rp16 ribu. Dapat dihitung berapa yang dapat dihasilkan per hektare lahan aren yang bisa ditanami sekitar 250 batang pohon. Banyak nilai tambah lain dari tanaman aren dari mulai batang sampai ijuk yang kesemuanya bisa memberikan keutungan bagi petani. Untuk itu perlu peran pemerintah memasyarakatkan tanaman aren guna meningkatkan kesejahteraan petani.

Di Sumatera Utara sendiri sejauh ini belum ada yang khusus menyediakan bibit tanaman aren. Kebanyakan aren tumbuh liar di hutan atau kebun penduduk. Sementara permintaan akan produk gula aren, alkohol termasuk ijuk yang dihasilkan pohon aren sampai saat ini cukup tinggi. Bukan hanya dari dalam negeri, gula, alkohol dan ijuk dari aren juga diminati pasar internasional. Prospek pohon aren yang cukup menjanjikan itu lanjutnya harus menjadi perhatian pemerintah. Indonesia sangat potensial menjadi negara pengekspor terbesar produk dari pohon aren untuk menggantikan sawit (http://www.waspada.co.id).

Salah satu desa di Mandailing Natal yang bertani aren dalam kehidupan sehari-hari adalah Desa Hutabaringin Kecamatan Puncak Sorik Marapi.


(13)

Dimana sebagaian besar masyarakat hidup sebagai petani aren yang disebut dengan “maragat”.

“Maragat “ merupakan istilah lokal yang ditujukan bagi pelaku petani gula aren secara individu yang mengolah gula aren secara langsung untuk kebutuhan hidupnya. Proses pengolahan ini dilakukan secara turun-temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi dan sebagiannya dilakukan dengan kerja sama dengan toke dalam istilah “Marbola”. Marbola merupakan sistem bentuk kerja sama antara toke dengan petani gula aren dalam hal proses produksi.

Pada dasarnya keberadaan toke juga merupakan salah satu pelaku ekonomi yang mempunyai kepentingan untuk memperoleh keuntungan dari perilaku ekonomi yang dilakukannya, untuk hal ini para toke tersebut harus mampu membuat tindakan-tindakan rasional baginya untuk mendapat nilai tertentu dari tindakannya tersebut, di samping itu dia juga mempunyai pesaing-pesaing dengan para toke lainnya untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan yang dalam hal ini adalah gula aren.

Dalam proses produksi gula aren ini mulai dari pengelolaan sampai ke pada penjualan tidak lepas dari beberapa pihak yang berkepentingan di dalamnya, salah satunya adalah toke gula aren itu sendiri. Peran toke sangat besar sekali dalam hal pemasaran atau penjualan gula aren itu sendiri. Toke ini berfungsi sebagai penghubung antara petani gula aren dengan pihak yang akan memakai hasil produksi aren tersebut secara langsung atau kepada pedagang lainnya di kota dalam partai besar Keberadaan petani di daerah pedesaan membuat para petani lebih mudah menjualnya kepada toke karena mereka berfikir tidak akan “lelah” untuk menjualnya lagi di kota.


(14)

Hubungan-hubungan yang ada antara petani gula aren dengan toke terjadi akibat dari minimnya modal yang dimiliki oleh petani gula aren, sehingga mereka (petani aren) berusaha mencari pihak yang mampu memberikan perlindungan serta bantuan kelanjutan kegiatan pertanian yang menjadi mata pencaharian hidup utama mereka.

Pola hubungan ini merupakan aliansi (kerja sama) dari dua kelompok atau individu yang tidak sederajat, baik sosial maupun secara ekonomi dan non ekonomi. Sehingga menempatkan petani aren dalam kedudukan yang lebih rendah (inferior) dan toke dalam kedudukan yang lebih tinggi (superior), pola hubungan inilah yang disebut patron-klien. Hubungan ini telah berlangsung dalam frekuensi waktu yang telah lama dan ada dua pihak atau lebih sebagai pelaku utamanya.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti strategi agen dalam mempertahankan jaringan sosial ekonomi untuk mendapatkan gula aren di Desa Hutabaringin Kecamatan Puncak Sorik Marapi Kabupaten Mandiling Natal.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah: bagaimana strategi toke gula aren dalam mempertahankan jaringan sosial ekonomi untuk mendapatkan gula aren?


(15)

1. Memberikan gambaran tentang bagaimana strategi toke gula aren dalam mempertahankan jaringan sosial ekonomi untuk mendapatkan gula aren di Desa Hutabaringin.

2. Memberikan gambaran tentang kehidupan toke gula aren dalam menjalin hubungan sosial dengan petani.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis mengenai strategi toke dalam mempertahankan jaringan sosial ekonomi.

2. Untuk menjadi bahan informasi dan masukan bagi masyarakat/petani, khususnya pemerintah sebagai pengambil keputusan guna peningkatan kepedulian dan tingkat kesejahteraan kehidupan petani yang ada di Kecamatan Puncak Sorik Marapi Kabupaten Mandailing Natal.

1.5 Defenisi Konsep

Untuk menghindari timbulnya salah persepsi dan untuk memperjelas arah penelitian maka penulis memilih konsep-konsep yang berkenaan dengan teori-teori yang diajukan. Adapun konsep-konsep yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Strategi adalah suatu prosedur yang mempunyai alternatif-alternatif pada pelbagai tahap atau langkah.Strategi yang penulis maksud adalah suatu cara (tahapan) yang teratur yang dilakukan toke dalam mempertahankan jaringan sosial ekonomi untuk mendapatkan gula aren.


(16)

2. Toke/Agen adalah orang yang mempunyai uang dan berminat menjalankannya dalam bidang pertanian.Jadi pengertian agen atau pemilik modal dalam penelitian ini adalah seseorang yang menerima hasil panen para petani berupa gula aren dan mempunyai modal serta dipinjamkan kepada petani, kemudian akan dikembalikan oleh petani setelah hasil pertanian mereka panen dengan syarat-syarat yang telah mereka sepakati bersam sebelumnya.

3. Jaringan sosial adalah sebagai suatu rangkaian hubungan yang teratur atau hubungan sosial yang sama diantara individu-individu atau kelompok-kelompok Jaringan yang dimaksud penulis adalah jaringan sosial ekonomi yaitu suatu rangkaian hubungan yang teratur atau hubungan sosial yang sama diantara individu-individu atau kelompok-kelompok yang bersifat ekonomis.


(17)

BAB II Kajian Pustaka

Umumnya bertumbuhnya ekonomi selalu dijelaskan lebih karena faktor eksternal seperti struktur dan sistem ekonomi. Namun, pengaruh internal juga sangat menentukan. Strategi utama yang harus dilakukan oleh toke agar dapat banyak merekrut pelanggan adalah mengemas produk mereka dengan inovasi dan kreasi modren yang mengikuti kualitas selera pelanggan.

Veblen memandang selera sebagai senjata dalam kompetisi. Kompetisi tersebut berlangsung antarpribadi, antara seseorang dengan orang lain. Jika masyarakat tradisional, kepercayaan seseorang sangat dihargai sedangkan dalam masyarakat modren, penghargaan diletakkan atas dasar selera dengan mengkonsumsi sesuatu yang merupakan refleksi. Konsumsi dapat dilihat sebagai pembentuk identitas. Barang-barang simbolis dapat juga dipandang sebagai sumber dengan mana mengkonstruksi identitas dan hubungan-hubungan dengan orang lain yang menempati simbolis yang sama (Damsar, 2002:12).

Menurut Weber, gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu adalah konsumsi. Konsumsi dipandang dalam sosiologi bukan sekedar pemenuhan kebutuhan yang bersifat fisik dan biologis manusia tetapi terkait kepada aspek-aspek sosial budaya. Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas, atau gaya hidup yang dapat berubah, dan tergantung pada persepsi tentang selera dari orang lain (Damsar, 2002:121).


(18)

Strategi toke dalam merekrut pelanggan diwujudkan dalam bentuk tindakan sosial yang penuh arti dilakukan oleh toke itu sendiri. Menurut Weber tindakan sosial adalah tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subjek bagi dirinya (Damsar, 2002:124)

Tindakan toke menyangkut prilaku perdagangan yang merupakan pertukaran prilaku dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Dalam hal ini termasuk melakukan adaptasi trend dan model yang beredar dipasaran. Dan merekapun memperhitungkan strategi dan merek dengan tujuan agar memperoleh keuntungan sebagai pendapatan hidup sehingga strategi yang dilakukan dapat mempertahankan usahanya.

Toke dalam strategi mempertahankan usahanya berusaha melebarkan jaringannya dan merekrut pelanggan melalui teori aksi tentang tindakan sosial sebagai konsep dasar dari Talcott Parsons mengatakan bahwa manusia merupakan aktor yang kreatif dari realitas sosialnya dan memiliki kebebasan untuk bertindak. Menurut teori aksi manusia merupakan aktor yang aktif dan kreatif dari realitas sosial. Asumsi teori aksi yakni:

1. Tindakan manusia mulai dari kesadaran sendiri sehingga subjek dan situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek.

2. Sebagai subjek manusia bertindak untuk mencapai tujuan tertentu.

3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, metode, serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut.

4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi tidak dapat diubah dengan sendirinya.

5. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan dilakukannya.


(19)

Talcott Parsons menggunakan istilah ”action” mengatakan secara tidak langsung aktifitas, kreatifitas, dan proses penghayatan diri individu dengan menyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial dan karekteristik sebagai berikut:

1. Adanya individu sebagai aktor.

2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan tertentu

3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai tujuan.

4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi/situasi serta dapat membatasi tindakan untuk mencapai tujuan.

5. Aktor berada di bawah kendali nilai-nilai, norma-norma dan ide abstrak yang mempengaruhi dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan (Ritzer, 1995:57).

Talcott Parsons juga mengatakan bahwa masyarakat adalah suatu organisme yang hidup, agar dapat bertahan hidup dan mencapai suatu tujuan maka perlu empat prasyarat fungsional yaitu :

1. A-Adaptation (Adaptasi)

- Bahwa semua sistem sosial berawal dari hubungan dua (2) orang sampai dengan sistem sosial yang lebih besar dan rumit, harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang dihadapinya baik itu lingkungan fisik atau sosial.

- Harus terdapat suatu penyesuaian dari sistem itu terhadap tuntutan kenyataan yang keras dan mungkin dapat diubah dari lingkungan.

- Juga dapat dilakukan proses transformasi aktif dari situasi itu, yakni menggunakan keadaan lingkungan sebagai alat untuk mencapai tujuan.


(20)

Tindakan diarahkan bukan untuk mencapai tujuan pribadi individu, melainkan tujuan bersama para anggo ta sistem sosial.

3. I-Integration

Agar suatu sistem sosial dapat berfungsi secara efektif maka diperlukan adanya tindakan solidaritas di antara individu-individu terlibat. Masalah integrasi merujuk pada kebutuhan untuk menjamin ikatan emosional yang mampu menghasilkan solidaritas dan kerelaan untuk bekerja sama dapat dikembangkan dan dipertahankan. 4. L-Latent Patent Maintenance (Pemeliharaan Pola-pola yang Laten)

Suatu sistem sosial diharapkan mampu mengatasi kemungkinan bahwa suatu saat para anggotanya akan merasa letih dan jenuh sehingga mengarah pada terhentinya interaksi. Ini dapat dikatakan wajar, tetapi harus diperhatikan agar komitmen terhadap kelompok tetap utuh sehingga interaksi sistem dapat dilanjutkan bila dirasa perlu (Doyle, 1984:131).

2.2 Jaringan Sosial

Selain mempertahankan usahanya dengan melebarkan jaringannya dan merekrut pelanggan dapat juga melalui pembentukan jaringan sosial atau pola kerjasama yang dapat diterapkan oleh toke yaitu:

1. Jaringan sosial yang dibentuk adalah pola kerja sama pemberi toke dengan penerima petani aren yang berdasarkan pada sistem perjanjian toke.

2. Jaringan sosial sesama toke dikembangkan melalui jaringan sosial yang bersifat timbal balik dan sejajar. Jaringan sosial dapat dipandang sebagai pengaturan logika atau cara menggerakkan hubungan atau pelaku ekonomi dalam hal ini toke aren. Jaringan sosial merupakan perekat yang menyatukan individu-individu


(21)

secara bersama-sama ke dalam suatu sistem terpadu. Keterlekatan hubungan timbal-balik dan koneksi semuanya merupakan hubungan jaringan baik setiap tindakan tertentu melekat dalam struktur yang lebih luas (Damsar, 2002:45). Aktor dalam jaringan sosial berhubungan satu dengan lainnya. Melalui jaringan sosial, individu-individu ikut serta dalam tindakan yang respositas (hubungan timbal-balik) dan melalui hubungan ini pula diperoleh keuntungan yang saling memberikan apa yang dibutuhkan satu sama lain.

2.4 Modal Sosial

Modal Sosial adalah (social capital) pertama kali muncul dalam kajian masyarakat (community studies) untuk menunjukkan pentingnya jaringan hubungan pribadi yang kuat dan dalam (crosscutting), yang berkembang perlahan-lahan sebagai landasan bagi saling percaya, kerjasama, dan tindakan kolektif dari komunitas yang bersangkutan. Jaringan ini menentukan bertahannya dan berfungsinya sebuah kelompok masyarakat. Walaupun pada awalnya kajian tentang modal sosial ini lebih merupakan upaya untuk memahami kehidupan kelompok-kelompok penduduk perkotaan dan para penghuni daerah-daerah kumuh (slums), dalam perkembangan selanjutnya teori tentang modal sosial banyak membantu para peneliti kajian organisasi (organization studies) dan praktisi bisnis (http://74.125.153.132/search? ).

Modal sosial merupakan modal dasar dalam dari para toke untuk menjalankan usahanya di bidang pembelian gula aren. Unsur unsur/ elemen-elemen dari pada modal sosial terebut yang bisa menjelaskan bagaimana strategi toke yang di terapkan di dalam masyarakat desa. Elemen-elemen tersebut antara lain: Tras, jaringan sosial, norma. Starategi yang di gunakan toke tersebut tidak membutuhkan modal yang besar artinya


(22)

dengan modal sosial maka usahanya bisa berjalan. Karena walaupun seseorang punya modal besar belum tentu bisa membeli gula aren.

Adapun penjelasan dari pada elemen-elemen modal sosial adalah:

1. Kepercayaan

Sebagaimana dijelaskan Fukuyama (1995), kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman ini. Cox (1995) kemudian mencatat bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif; hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama. Menurutnya ‘We expect othersto manifest good will, we trust our fellow human beings. We tend to work co-operatively, to collaborate with others in collegial relationships (Cox, 1995: 5). Kepercayaan sosial pada dasarnya merupakan produk dari modal sosial yang baik. Adanya modal sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang kokoh; modal sosial melahirkan kehidupan sosial yang harmonis (Putnam, 1995). Kerusakan modal sosial akan menimbulkan anomie dan perilaku anti sosial (Cox, 1995).

2. Norma

Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk


(23)

mendukung iklim kerjasama (Putnam, 1993; Fukuyama, 1995). Norma-norma dapat merupaka pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial.

3. Jaringan

Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia (Putnam, 1993). Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhn ya kepercayaan dan memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan-aringan sosial yang kokoh. Orang mengetahui dan bertemu dengan orang lain. Mereka kemudian membangun inter-relasi yang kental, baik bersifta formal maupun informal (Onyx, 1996). Putnam (1995) berargumen bahwa jaringan-jaringan sosial yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaat-manfaat dari partisipasinya itu.Bersandar pada parameter di atas, beberapa indikator kunci yang dapat dijadikan ukuran modal sosial antara lain (Spellerber, 1997; Suharto, 2005b): 1. Perasaan identitas

2. Perasaan memiliki atau sebaliknya, perasaan alienasi 3. Sistem kepercayaan dan ideologi

4. Nilai-nilai dan tujuan-tujuan 5. Ketakutan-ketakutan

6. Sikap-sikap terhadap anggota lain dalam masyarakat

7. Persepsi mengenai akses terhadap pelayanan, sumber dan fasilitas 8. (misalnya pekerjaan, pendapatan, pendidikan, perumahan, kesehatan, 9. transportasi, jaminan sosial)

10. Opini mengenai kinerja pemerintah yang telah dilakukan terdahulu 11. Keyakinan dalam lembaga-lembaga masyarakat dan orang-orang pada


(24)

12. Tingkat kepercayaan

13. Kepuasaan dalam hidup dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya 14. Harapan-harapan yang ingin dicapai di masa depan

Dapat dikatakan bahwa modal sosial dilahirkan dari bawah (bottom-up), tidak hierarkis dan berdasar pada interaksi yang saling menguntungkan. Oleh karena itu, modal sosial bukan merupakan produ k dari inisiatif dan kebijakan . Namun demikian, modal sosial dapat ditingkatkan atau dihancurkan oleh negara melalui kebijakan publik (Cox, 1995; Onyx, 1996).

2.5Patron-Klien

Patron-klien merupakan sebagai suatu hubungan (dua orang) yang melibatkan persahabatan instrumental, dalam hal ini patron yang memiliki perdagangan, menggunakan pengaruh dan sumber-sumber yang ada padanya untuk memberikan perlindungan, kemudahan dan informasi harga, keuntungan dan sebagiannya kepada klien yang berstatus rendah. Namun walaupun patron memberikan perlindungan dan bantuan dalam bentuk yang lain sangat dibutuhkan klien untuk menghindari kesulitan yang sering mengancam kehidupan dan keluarganya oleh para ahli ilmu sosial melihat secara ekonomis secara ekonomi kerja sama yang terjadi antara patron-klien tidak saling menguntungkan. Yang selalu beruntuk dalam kerja sama ini adalah pihak patron sebagai pelindung

Hubungan antara petani dan elit agraris dapat diibaratkan sebagai hubungan pertukaran yang vertikal, dimana perubahan-perubahan dalam legitimasi kaum elit secara kolektif maupun individual berhubungan langsung baik dengan perubahan dalam neraca


(25)

peralihan barang dan jasa, nilai perdagangan diantara mereka maupun dalam sifat kelengkapan pertukaran tersebut.

Dalam kehidupannya, masyarakat memiliki suatu kebutuhan yang mendasar yaitu keinginan untuk mempertahankan hidup. Keinginan untuk mempertahankan kelangsungan hidup tersebut diwujudkan dalam berbagai bentuk usaha untuk mencapai tujuan. Manusia tidak hanya bertindak dan melakukan pemilihan terhadap sejumlah metode dan cara untuk mencapai tujuan yang bervariasi. Tindakan manusia selalu mengandung tujuan serta melibatkan variabel-variabel yang ada didalam dirinya yang saling mengkait, yaitu: emosi, pikiran serta mengikuti berbagai peraturan dalam kehidupan, baik dalam lingkungan sosial maupun lingkungan pribadinya sendiri.

Hubungan patron klien adalah pertukaran hubungan antara kedua peran yang dapat dinyatakan sebagai kasus khusus dari ikatan yang melibatkan persahabatan instrumental dimana seorang individu dengan status sosio-ekonominya yang lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan sumber dayanya untuk menyediakan perlindungan, serta keuntungan-keuntungan bagi seseorang dengan status yang dianggapnyanya lebih rendah (klien). Klien kemudian membalasnya dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan termasuk jasa pribadi kepada patronnya. Sebagai pola pertukaran yang tersebar, jasa dan barang yang dipertukarkan oleh patron dan klien mencerminkan kebutuhan yang timbul dan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Adapun arus patron ke klien yang dideteksi oleh james scott berkaitan dengan kehidupan petani adalah:

1. Penghidupan subsistensi dasar yaitu pemberian pekerjaan tetap atau tanah untuk bercocoktanam


(26)

2. Jaminan krisis subsistensi, patron menjamin dasar subsistensi bagi kliennya dengan menyerap kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh permasalahan pertanian (paceklik dll) yang akan mengganggu kehidupan kliennya

3. Perlindungan dari tekanan luar

4. Makelar dan pengaruh. Patron selain menggunakan kekuatanya untuk melindungi kliennya, ia juga dapat menggunakan kekuatannya untuk menarik keuntungan/hadiah dari kliennya sebagai imbalan atas perlindungannya.

5. Jasa patron secara kolektif. Secara internal patron sebagai kelompok dapat melakukan fungsi ekonomisnya secara kolektif. Yaitu mengelola berbagai bantuan secara kolektif bagi kliennya.

Sedangkan arus dari klien ke patron, adalah jasa atau tenaga yang berupa keahlian teknisnya bagiu kepentingan patron. Adapun jasa-jasa tersebut berupa jasa pekerjaan dasar/pertanian, jasa tambahan bagi rumah tangga, jasa domestik pribadi, pemberian makanan secara periodik dll. Bagi klien, unsur kunci yang mempengaruhi tingkat ketergantungan dan penlegitimasiannya kepada patron adalah perbandingan antara jasa yang diberikannya kepada patron dan dan hasil/jasa yang diterimannya. Makin besar nilai yang diterimanya dari patron dibanding biaya yang harus ia kembalikan, maka makin besar kemungkinannya ia melihat ikatan patron-klien itu menjadi sah dan legal.

Dalam suatu kondisi yang stabil, hubungan kekuatan antara patron dan klien menjadi suatu norma yang mempunyai kekuatan moral tersendiri dimana didalamnya berisi hak-hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak-hak.


(27)

Norma-norma tersebut akan dipertahankan sejauh memberikan jaminan perlindungan dan keamanan dasar bagi klien. Usaha-usaha untuk merusmuskan kembali hubungan tersebut kemudian dianggap sebagai usaha pelanggaran yang mengancam struktur interaksi itu sehingga sebenarnya kaum elitlah/patronlah yang selalu berusaha untuk mempertahankan sistem tersebut demi mempertahankan keuntungannya. Hubungan ini adalah berlaku wajar karena pada dasarnya hubungan sosial adalah hubungan antar posisi atau status dimana masing-masing membawa perannya masing-masing. Peran ini ada berdasarkan fungsi masyarakat atau kelompok, ataupun aktor tersebut dalam masyarakat, sehingga apa yang terjadi adalah hubungan antar posisi dikeduanya.

Tujuan dasar dari hubungan patron klien bagi klien yang sebenarnya adalah penyediaan jaminan sosial dasar bagi subsistensi dan keamanan. Apabila hubungan dagang/pertukaran yang menjadi dasar pola hubungan patron klien ini melemah karena tidak lagi memberikan jaminan sosial dasar bagi subsistensi dan keamanan maka klien akan mempertimbangkan hubungannya dengan patron menjadi tidak adil dan eksploitatif. Yang terjadi kemudian legitimasi bukanlah berfungsi linear dari neraca pertukaran itu.Oleh sebab itu tidak mengherankan jika ada tuntutan dari pihak klien terhadap patronnnya untuk memenuhi janji-janji atau kebutuhan dasarnya sesuai dengan peran dan fungsinya.

Dalam sebuah skema digambarkan dalam perkebunan aren. Perkebunan aren merupakan usaha yang digeluti di daerah pedesaan. Jadi akses untuk memasarkanya ke luar kota harus lah memerlukan agen. Atau yang sering di sebut dengan istilah” toke”. Dalam hal ini dia lah yang pemasarkan gula merah ke beberapa kota di indonesia. Jadi


(28)

toke yang mengumpulkan dari petani. Dan dari petani di jula ke distributor ke kota kota besar di indonesia. Dan peroses ini berjalan disebabkan karena adanya jaringan sosial. Skema jaringan sosial mulai dari petani hingga ke pedagang”toke” gula aren sampai pada konsumen.

Gambar 2.1

Mata Rantai Hubungan Perdagangan Gula Aren di Desa Hutabaringin Petani Aren Anak buah

toke

Toke Besar

Penampung dalam partai besar di kota medan


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Jenis Penelitian yang di gunkan dalam penelitian inin adalah penelitian deskriftif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualaitatif dimaksud untuk umemahami penomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secata holistik (utuh). Misalanya tentang perilaku , motivasi tindakan dan sebagainya(moleong, 2005:4-6)

Metode kualitatif ini digunakan dalam penelitian ini karena: 1. penelitian ini melihat individu secara holistik (utuh)

2. pendekatan ini menggunakan latar alamiah, dengan maksud menggambarkan penomena yang terjadi dengan melibatkan berbagai metode seperti: wawancara, observasi dan lain lain.

3. pendekatan ini berikap emik, peneliti dapat memanguna pandangan sendiri tentang apa yang di teliti secara rinci.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Mandailing Natal, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Desa Hutabaringin. Alasan penelitian ini karena :

1. Penduduk yang ada di kecamatan mempunyai mata pencaharian hidup utama dari bertani.

2. Di desa ini sebagian besar masyarakatnya hidup sebagai petani pembuat gula aren dan sawah.


(30)

3.3 Informan

a. Informan kunci (key informan )

Informan dalam penelitian ini beberapa infotmn kunci yang mengetahui banyak mengenai permasalahan yang ingin di ungkapakan dalam penelitian ini.

Adapun beberapa Karakteristik informan utama yang ditetapkan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

1. Lamanya menjadi agen ± 5 tahun.

2. Agen tersebut mempunyai pelanggan minimal 10 orang.

3. Adanya pengakuan dari masyarakat setempat bahwa ia benar-benar seorang Toke. b. Informan Biasa

Informasi yang ingin di proleh dari informan ini adalah petani aren

yaitu petani gula aren 10 orang dengan kriteria yaitu, Lamanya menjadi petani ± 10 tahun.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer:

1. Observasi yaitu Suatu bentuk ovsrvasi khusus dimana peneliti tidak hanya menjadi pengamat pasif. Melainkan juga mengambil berbagai peranan dan situasi tertentu dan bverpartisipasi dalam persistiwa peristiwa yang akan di teliti. (K.yin, 2002:113-114)


(31)

2. Wawancara yaitu dengan mengadakan kontak atau berhadapan langsung dengan responden yang tujuannya untuk mengumpulkan data dengan wawancara mendalam.

b. Data sekunder:

1. Dokumentasi.

2. Studi kepustakaan Yaitu mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah yang dibahas melalui buku, media cetak, dokumen dan lain-lain. Hal ini dilakukan untuk lebih memahami strategi toke gula aren dalam mempertahankan jaringan sosial ekonomi.

3. Data on line (Internet ). 4.

3.5. Interperetasi Data

Data-data yang berasal dari observasi, wawancara yang diperoleh dari sumber data penelitian ini dikumpulkan dan dikategorikan sesuai tema kajian permasalahan, setelah itu diadakan penganalisaan data dan ditambah dengan data dari studi pustaka untuk diuraikan dengan uraian deskriptif dimana pemecahan masalah dilakukan dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak.

3.6. Jadwal kegiatan Tabel 3.1


(32)

Jadwal kegiatan

NO Kegiatan

Bulan ke

1 2 3 4 5 6

1 Pra-observasi √

2 ACC Judul

3 Penyusunan proposal penelitian √ 4 Seminar proposal penelitian √ 5 Revisi Provosal Penelitian √

6 Penelitiam lapangan √

7 Pengumpulan data dan analisis data √

8 Bimbingan √

9 Penulisan laporan ahir √ √

10 Sidang meja hijau √

3.7. Keterbatasan Penelitian.

Sebagai peneliti yang belum berpengalaman, penulis merasakan banyak kendala yang di hadapi, salah satunya adalah penulis masih belum menguasai secara penuh teknik dan metode penelitian sehingga dapat menjadi keterbatasan dalam mengumpulkan dan menyajikan data. Kendala tersebut di atasi melalui proses bimbingan dengan dosen pembibing skripsi, selain bimbingan dengan dosen pembimbing, penulis juga berusaha untuk mencari berbagai imformasi dari berbagai sumber yang dapat mendukung proses


(33)

penelitian ini. Terbatasnya waktu yang di miliki informan juga mempengaruhi pengerjaan tulisan ini. Para informan yang bekerja sebagi petani hanya dapat di jumpai pada malam hari karena hampir seharian penuh mereka bekerja di ladang mereka masing masing.


(34)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Sejarah Desa Hutabaringin dan Asal mula nama desa Hutabaringin

Sejarah mengenai berdirinya desa Hutabaringin sampai saat ini belum ada secara tertulis, penulis membuat tulisan ini berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh-tokoh adat masyarakat setempat. Berdasarkan penuturan tokoh adat setempat diperoleh informasi bahwa yang membuka desa Hutabaringin adalah marga (kien) Nasution yang kuburannya berada di atas perbukitan di pinggir desa. Kuburan tersebut menghadap matahari terbit (timur), berbeda dengan kuburan yang ada pada saat ini yang menghadap kiblat. Informan tersebut mengambil kesimpulan bahwa pada saat desa dibuka warganya belum memeluk agama Islam atau mungkin belum mengenal agama. Berdasarkan silsilah keturunan yang ada di desa Hutabaringin diperkirakan bahwa desa Hutabaringin dibuka pada sekitar tahun 1600-an.

Nama desa Hutabaringin pada mulanya adalah Pagaran Singkam, Pagaran dalam konsep Mandailing adalah satuan pemukiman penduduk yang jurnlahnya masih sedikit, sedangkan Singkam adalah nama pohon yang dahulunya banyak

tumbuh di desa ini. Setelah melalui beberapa tahap seiring dengan pertambahan jurnlah penduduk narna Pagaran Singkam berubah menjadi Tarlola dolok atau lebih dikenal dengan nama Tadolok. dolok berarti: daerah yang berada ditempat yang tinggi, diatas bukit/puncak.


(35)

Pada tahun 1948 diadakan pemilihan kepala desa secara langsung oleh warga desa, sejak saat inilah tarlola dolok/Tadolok berhanti nama menjadi desa Hutabaringin. Sampai saat telah terjadi 5 (lima) kali penggantian kepala desa di desa ini, berikut ini adalah nama-nama kepala desa yang pernah memimpin desa Hutabaringin sejak tahun 1948 yakni: A. Nasution, Raudrn Nasution, Asnawi Nasution, Basri Lubis, Mirhan Nasution dan Rahmad nst (sarnpai saat ini).

Pada tanggal 23 November 1998 kabupaten Mandailing Natal dimekarkan dan kabupaten Tapanuli Selatan. Pada saat dimekarkan Kabupaten Mandailing Natal terdiri atas 8 kecamatan, kemudian pada tahun 2003 setelah dilakukan pemekaran jurnlah kecamatan bertambah rnenjadi 17 kecamatan. Salah satu kecamatan yang dimekarkan adalah kecamatan Kotanopan yang merupakan kecamatan induk desa Hutabaringin. Kecamatan Kotanopan dimekarkan menjadi 4 kecamatan dan desa Hutabaringin kemudian bergabung dengan kecamatan Tambangan padahal secara fisik desa ini lebih dekat dengan kecamatan Lembah Sorik Marapi yang ibu kota kecamatannya berada di Pasar Maga.

Pada saat dilakukan pemekaran kecamatan Kotanopan pada tahun 2003 tokoh-tokoh masyarakat dan desa Hutabaringin dan desa tetangga lainnya melakukan pertemuan yang membahas tentang pemekaran tersebut. Pada awalnya Pemerintah Daerah Mandailing Natal mengusulkan agar desa Hutabaringin dan sekitarnya bergabung dengan kecamatan Lembah Sorik Marapi namun dalam pertemuan antar tokoh masyarakat tersebut dicapai keputusan untuk bergabung dengan Kecamatan


(36)

Tambangan dan menolak bergabung dengan kecamatan Lembah Sorik pertemuan tersebut kemudian dibawa ke Camat dan pada akhirnya desa menjadi bagian dan kecamatan Tambangan.

Penolakan masyarakat tersebut merupakan akibat dari adanya akhir tahun 1999 antar desa Hutabaringin dan sekitarnya dengan desa terkait dengan adanya pembalakan hutan (lllegal Logging) dihulu Hutabaringin dan di kaki Gunung Sorik Marapi. Pada tahun 2004 desa dimekarkan menjadi dua desa yaitu Hutabaringin dan Hutabaringin julu.

Pada bulan April 2007 Pemerintah Daerah Mandailing Natal melakukan pemekaran kecamatan, salah satu kecamatan yang dimekarkan kecamatan Tambangan, kecamatan ini dimekarkan menjadi 2 kecamatan Tambangan dan kecamatan Puncak Sorik Marapi. Kecarnatan Puncak Sorik Marapi terdiri dari 11 desa salah satunya adalah desa Hutabaringin.

4.2. Topografi, Keadaan Alani dan Batas Wilayah

Topografi wilayah kabupaten Mandailing Natal terbagi atas tiga bagian dataran rendah dengan kemiringan 0o-2o di bagian pesisir pantai barat, dengan kemiringan 2o-15o, dan dataran tinggi dengan kemiringan 7o-4o geografis desa Hutabaningin merupakan daerah dataran tinggi dengan 20o-15o, desa Hutabaringin merupakan salah satu desa yang paling gunung Sorik Marapi (2.145 meter) yakni sekitar 10 Kilometer. Wilayah berada dalam kemiringan yang cukup tinggi tersebut membuat pengatur rurnah penduduk disusun secara berbanjar mengikuti kontur tanah perbukitan.

Posisi desa Hutabaringin yang cukup dekat dengan gunung Sorik Marapi disatu sisi memberi keuntungan berupa panorama alam yang sangat indah serta memberikan kesuburan bagi tanah pertanian, tetapi disisi lain posisi tersebut juga menjadikan desa ini


(37)

kedalarn kalegori berbahaya. Apabila terjadi letupan di kawah pusat yang berupa danau maka lahar panas akan menghantam desa ini dan desa lain disekitarnya. Gunung Sorik marapi pernah meletus pada tahun 1830. 1879, 1892, 1893, 1917, 1970, dan 1986. Pada letusan tahun 1892, hujan lahar menelan korban jiwa sebanyak 180 orang (Manalu, dalam lkhsan, 2005).

Keadaan tanah yang cukup subur di desa Hutabaringin dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bekerja di bidang pertanian dengan mengolah sawah dan kebun. Curah hujan di desa ini juga sangat mendukung untuk pertanian sehingga masyarakat di desa ini rnenggantungkan mata pencahariannya dan bercocok tanam. Desa Hutabaringin dialiri oleh dua aliran sungai yaitu Aek Incor dan Aek Batang yang dimanfaatkan warga untuk mengairi persawahan dan kepentingan sosial lainnya.

Secara geografis desa Hutabaringin memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Timur berbatasan dengan Wilayah desa Hutanamale dan Kampung Lamo

(perkebunan warga).

2. Sebelah Barat berbatasan dengan Gunung Sorik Marapi, dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG).

3. Sebelah Utara berbatasan dengan Wilayah desa Hutanarnale.


(38)

Kepala Desa (Rahmad Nasution) 4.3. Administrasi Desa

Desa Hutabaringin merupakan desa yang terletak di kecarnatan Puncak Sorik marapi, kabupaten Mandailing Natal. Desa ini memiliki luas wilayah ± 350 hektar. Adapun jarak antara desa Hutabaringin dengan pusat pemerintahan Kecamatan ± 2,5 km. Dengan pemerintahan Mandaling Nata berjarak ± 16 km, sedangkan jarak dengan ibukota propinsi Sumatera Utara adalah 1.696 km.

Secara struktural pemerintahan desa Hutabaringin dapat dilihat pada bagan berikut ini

Gambar 1.

Struktur Organisasi Pernerintahan Desa Hutabaringin

BPD Ketua (Pintor Nasution)

SEKRETARIS (Buyung sakti

Anggota Answar Nst

Anggota Ikhwan Rkt

Anggota Sakban Nst

Anggota Darwis Rkt

Kaur Pembangunan (Ruslan Nasution)

Kaur Kemasyarakatan (Zulkifli Rangkuti)

Kaur Kepegawaian (Sulaiman. Rangkuti)


(39)

Keterangan:

Kepala desa : Rahmad Nastion Sekretaris desa : Buyung Sakti Rangkuti Ketua BPD : Pintor Nasution Anggota:

1. Aswar Nasution 2. Ikhwan Rangkuti 3. Sakban Nasution 4. Darwis Nasution

Kaur Kemasyarakatan: Zulkifli Rangkuti Kaur Pembangunan : Ruslan Nasulion Kaur Kepegawaian : Sulaiman

Lembaga pemerintahan desa merupakan lembaga formal paling penting yang ada di desa Hutabaringin telah memiliki perangkat pemerintahan desa yang lengkap, namun secara umum peran kepala desa sangat dominan dalam menjalankan fungsi lembaga, sementara perangkat desa lainnya seperti kepala-kepala urusan dan BPD tidak banyak memainkan peranan dalam menyelenggarakan pemerintahan desa.

Dilingkup internal desa, orang-orang yang paling dihormati warga pada umumnya adalah para pemimpin informal seperti hatobangon dan tokoh-tokoh agama. Hatobangon dianggap sebagai tokoh berpengaruh di lingkup internal suatu kelompok kekerabatan patrilineal (saparkahanggion), karena dialah orang yang dituakan dalam kelompoknya. Sumber kewibawaan adalah posisinya sebagai keturunan senior dan suatu kelompok kerabat yang memiliki kedudukan dan tanggungjawab tertentu menurut aturan adat.


(40)

Hatobangon juga memegang peranan kunci dalam peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan kehidupan warga misalnya upacara perkawinan, kematian, dan juga dalam menangani perselisihan anatar warga. Tokoh agama terdiri dan orang-orang yang menjadi pernimpin dalam kegiatan keagamaan seperli guru agama, khatib dan imam di Mesjid, alasannya mengapa mereka dihormati adalah pandangan bahwa mereka merupakan penjaga moralilas kehidupan bermasyarakat.

4.4 Tata Penggunaan Lahan

Desa Hutabaringin yang memiliki luas wilayah ±350 bekiar terbagi atas beberapa bagian lahan seperti lahan persawahan. perkebunan, pemukiman, perkuburan, rumah ibadah, sarana pendidikan dan sebagainya. Adapun jumlah luas lahan-lahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 2.

Tata Penggunaan Lahan

No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Pertanian

A. Persawahan 60 17,14

B. Perkebunan 150 42,86

2 Pemukiman 3 0,86

3 Perkebunan/Tanah wakaf 1 0,29

4 Tanah Adat 100 28,57

5 Lahan yang belum digarap 36 10,28


(41)

Sumber : Kantor Kepala Desa Hutabaringin, 2007

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan lahan untuk perkebunan menempati posisi yang paling tinggi yakni 150 Hektar. Jumlah ini termasuk lahan yang ditumbuhi pohon aren yang tumbuh secara alamiah, sarnpai saat ini belum ada kebiasaan dari warga untuk menanam pohon aren. Meskipun lahan perkebunan yang dirniliki desa ini cukup luas namun tidak semua warga memiliki lahan, sebagian dan mereka mengerjakan lahan milik warga desa yang tinggal di perantauan, disamping itu ada juga lahan milik warga desa yang dibeli dan penduduk desa Hutabaringin.

4.5. Komposisi Penduduk

Secara demografi desa Hutabaringin dapat dilihat dan berbagai komposisi penduduk. Untuk memudahkan proses penyusunan datanya maka komposisi penduduk desa Hutabaringin akan dibagi kedalam beberapa bagian yaitu:

1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis kelamin

Dibawah ini adalah tabel komposisi penduduk desa Hutabaringin berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 3.


(42)

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 216 Jiwa 46.46%

2 Perempuan 249 Jiwa 53.54%

Total 456 Jiwa 100%

Sumber : Kantor Kepala Desa Hutabaringin, 2010

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk desa Hutabaringin yang berjenis kelamin perempuan Iebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. jumlah penduduk yang berjenis kelamin

Pernpuan sebanyak 249 jiwa, ecangkan penduduk yang berenis kelamin laki-laki hanyak 216 jiwa.

2. Komposisi penduduk Berdasarkan Kelompok Usia

Konposis penduduk desa I luIaharinin hcrdasark;m usia dapat dihlmt pada thel berikut:

tabel. 4

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia

Kelompok usia Jumlah persentase

0-15 175 jiwa 38.28%

>15-24 93 jiwa 20%

>24-80 171 jiwa 36.77%

>80 23 jiwa 4.95%

Total 465 jiwa 100%

Sumber: kantor kepala desa tahun 2010 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama


(43)

Manusia adalah makhluk sosial yang mernpunyai dua kehutuhan yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani, kehutuhan tersebut saling berhuhungan dan harus seimbang. Agama termasuk kebutuhan rohani yang sangat penting karena turut mempengaruhi tata kehidupan sosial. Secara sosiologis agama mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah fungsi edukatif, penyelamat, dan kontrol sosial (social control).

Desa Hutabaringin merupakan wilayah yang homogen dalarn hal agama, semua penduduknya rnerneluk agama Islam hal ini menandakan bahwa agarna Islam memberikan pengaruh yang cukup kuat dalarn setiap sendi kehidupan masyarakat di desa ini. Nilai-nilai ajaran agarna Islam masih sangat dipegang teguh oleh Agama sebagai fungsi kontrol sosial masih sangat jelas terlihat pada kehidupan sehari -hari.

4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku

Disamping agamanya yang homogen suku bangsa penduduk desa Hutabaringin juga bisa dikatakan homogen karena hanya terdapat dua keluarga saja yang melakukan perkawinan dengan suku bangsa lain yakni dengan suku bangsa Jawa dan Sunda. Keadaan tersebut mernbuat masyarakat masih sangat memegang nilai-nilai dan adat istiadat suku bangsa Mandailing hal ini dapat dilihat pada upacara perkawinan dan upacara adat lainnya.

5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Bidang pekerjaan

Mayoritas penduduk desa Hutabaringin hidup dan sektor pertanian. Hasil utama dan desa ini adalah padi, gula aren, karet, sayur-sayuran, dan kulit manis. Area sawah yang ada di desa ini ditanami secara bergilir dengan tanarnan Padi dan palawija khususnya cabe dan kacang tanah. Pergiliran pemanfaatan lahan sawah dengan tanaman


(44)

padi dan palawija sudah berlangsung sejak lama, hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan hasil lahan yang ada.

Tidak semua penduduk memiliki lahan, karena sebagian lahai adalah milik warga yang bermukim di perantauan, mereka yang tidak memiliki lahan sawah dapat mengolah lahan orang lain dengan sistim bagi hasil (1/3 untuk pemilik dan 2/3 untuk pengelola). Dengan alasan kekurangan lahan yang ada di desa, akhir ini berkembang pola penyewaan lahan dengan terlebihi dahulu memberikan jaminan emas kepada pemilik sawah dan pembagian hasil panen tetap seperti di atas.

Sedangkan untuk hasil ladang/kebun, karet merupakan produksi andalan desa ini, namun sejak tahun 1 990-an hasilnya mulai mengalarni kernerosotan, saat ini hasil karet berkisar 400-500 Kilogram/Minggu, dengan harga jual berkisar 7000/ Kilogram. Penurunan produksi Karet dan desa ini akihat hanyaknya penduduk yang melakukan konversi dan kebun karet ke kebun jeruk pada tahun 1990-an.

Pada tahun 1990-an hingga tahun 2001 di desa ini berkembang budidaya jeruk dan hampir semua penduduk memilki tanaman jeruk, desa ini pernah mengeluarkan jeruk sekitar 15 Ton per minggu, namun hal itu tidak berlangsung lama. Sejak lahun 2000 tanaman jeruk tidak produktif karena dilanda harna tanaman. Setelah tanaman jeruk habis warga kemudian berarah dengan menanarn karet kembali dan tanaman kakao sebagai tanarnan pengganti jeruk. Selain tanaman karet desa ini juga rnempunyai produk andalan, yakni gula aren yang diolah dan pohon-pohon aren yang hanyak tumbuh secara alarniah di desa ini, saat ini desa Hutahaningin mengeluarkan sekitar 1,5 Ton/minggu dengan harga jual Rp. 7000,-! Kg. gula aren ini kemudian dikirim ke kota Medan.


(45)

Tabel dibawah ini memperlihatkan pembagian jurnlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan.

Tabel 5.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Ti ngkat Pendidikan

No Tingkat pendidikan Jumlah persentase

1 Belum sekolah 97 orang 20.86%

2 Buta huruf 5 orang 1.07%

3 Tidak tammat SD 5 orang 1.07%

4 SD 207 orang 44.52%

5 SLTP 84 orang 21.72%

6 SLTA 41 orang 8.60%

7 Perguruan tinggi 10 orang 2.15%

Total 465 orang 100%

Sumber: kantor kepala desa tahun 2010

Dan tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas jumlah penduduk desa Hutabaringin hanya berpendidikan sampai tamat SD saja yakni sebanyak 207 orang. Namun penduduk yang belum sekolah juga cukup besar jumlahnya (97 orang). Hal ini merupakan hal yang wajar apabila dilihat dan komposisi penduduk berdasarkan usia, dimana penduduk yang berusia 0 — 5 tahun merupakan kelompok umur yang paling besar jumlahnya (Tabel 4). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di desa Hutabaringin masih sangat rendah karena mayoritas penduduk hanya berpendidikan sarnpai tingkat SD saja dan masih terdapat penduduk yang buta huruf.


(46)

4.6. Sarana dan Prasarana Desa

Untuk menunjang aktifitas rnasyarakat, di desa Hutabaringin terdapat berbagai sarana dan prasarana yang mendukung berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan adanya sarana dan prasarana tersebut kehidupan sehari-hari masyarakat didesa ini dapat berjalan dengan lebih baik.

Adapun sarana dan prasarana tersebul anlara lain:

Sarana Transportasi

Sarana transportasi ke desa dan keluar dan desa Hutaharingin setelah terjadinya konflik dengan desa Pasar Maga sudah cukup baik dan lancar, masyarakat ang dahulunya berorientasi ke Pasar Maga kini beralih ke Pasar Kayu Laut dan Panyabungan. Rute yang melewati desa Sibanggor ke Pasar Kayu Laut yang semula hanya dilalui angkutan sekali serninggu yakni pada hari selasa saja (hari pekan) kini dilalui angkutan pedesaan setiap hari, menurut seorang informan saat ini terdapat sekitar 35 mobil angkutan pedesaan (minibus Anatra) yang melewati jalan desa ini dan menghubungkannya dengan ibukota kabupaten Mandailing Natal. Untuk rnencapai ibukota Kabupaten Mandailing Natal hanya dihutuhkan waktu sekitar 45 menit saja karena kondisi jalan rnelalui rute ini lurnayan baik.

Dibukanya jalur jalan yang menghubungkan desa-desa di kecamatan Puncak Sorik Marapi dengan ibukota kabupaten rnelalui Kayu laut membawa perubahan yang sangat baik bagi desa-desa yang berada di jalur ini. Desa-desa yang selama ini terisolir dan jarang sekali dilalui angkutan kini dapat rnenikmati lancarnya arus transportasi, dibukanya jalur ini juga membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat dimana sebagian


(47)

warga mengambil kesempatan dengan cara membuka warung makan bagi para sopir angkutan, dan adapula yang membuka bengkel.

Sarana pendidikan

Sarana pendidikan sudah dapat dinikinali oleh niasyarakat desa karena sudah tersedianya sarana transportasi yang cukup niemadai, yang menghubungkan desa ini dengan Ibu kota Kabupaten. Desa Hulabaringin saat ini terdapat sebuah Sekolah Dasar (SD), adapun muridnya berasal dari dua desa yaitu Hutahaningin dan Hutabaringin Julu. Pada Tahun Ajaran 2006/2007 terdapat 189 siswa yang mengikuti pendidikan di sekolah ini. Saat ini terdapat 7 (Tujuh) orang tenaga pengajar ditambah seorang kepala sekolah yang memberikan pengajaran di sekolah ini.

Sekolah Menengah Pertarna (SMP) terdapat di desa Hutalombang dan di desa Kampung lamo yang jaraknya rnencapai 2 Km dan desa Hutabaringin, mereka biasanya berjalan kaki untuk rnencapai sekolah ini. Sedangkan bagi masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya ke tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) mereka harus ke ibu kola kabupaten karena di kecamatan Puncak Sorik Marapi hanya terdapat satu sekolah Madrasah Aliyah Sawsta (setingkat SMA). Sekolah tersebut kurang diminati warga karena fasilitas belajar yang tersedia masih kurang memadai, disamping itu guru tenaga pengajarnya tidak lengkap sehingga siswa harus tetap mengikuti pelajaran tambahan ke kota kabupaten agar tidak ketinggalan pelajaran.

Sarana Kesehatan

Desa Hutabaringin kini mempunyai sebuah klinik yang dijaga oleh seorang bidan desa, berdasarkan pengamatan penulis masyarakat tidak begitu berminat untuk berobat di


(48)

klinik ini karena menurut mereka biaya berobat disini sangat mahal. Seorang informan mengatakan ia menyesal berobat di klinik tersebut karena biaya yang dikenakan oleh bidan lersebut sangat mahal, pada saat ia berobat ia dikenakan biaya sehanyak Rp,20.000,—. Saat ini warga desa Hutabaringin masih ada yang menemui dukun apabila ingin berobat. warga rnasih jarang rnernakai jasa bidan desa dan mereka lehih sering memakai jasa dukun yang biasa menangani persalinan di desa ini.

Sebagian dan warga yang kurang mampu di desa Hutabaringin diberikan Kartu Sehàt secara gratis oleh Peinerintah Daerah Mandailing Natal, kartu tersebut dapat digunakan untuk berobat secara gratis di Puskesmas yang ada di Kecamatan. Ketika penulis melakukan observasi di lapangan, penulis melihat petugas dan Dinas Kesehatan Mandailing Natal yang datang memberikan Iayanan kesehatan gratis bagi warga pemegang kartu sehat, seyogiyanya mereka datang ke desa ini sekali dalam seminggu. Adanya pelayanan kesehatan gratis ini disambut dengan gembira oleh warga karena mereka merasa cukup terbantu.

Di desa Hutabaningin, sarana air bersih sudah cukup baik, namun untuk WC masih sangat kurang karena paling tidak hanya terdapat sepuluh (10) rumah yang mernpunyai kamar mandi dan WC di desa ini. Sedangkan warga lainnya harus ke sungai atau ke WC Mesjid apabila ingin buang hajat. Sarana air bersih yang ada didesa ini sudah sangat mernadai, saat ini terdapat 8 (delapan) titik pengambilan air bersih yang berada di antara pemukirnan warga, sarana air bersih tersebut berasal dan bantuan Pemerintah. Keheradaan sarana air bersih tersehut sangat membantu bagi warga karena airnya selalu lancar haik siang maupun rnalam han sehingga warga biasa mengambil air minum untuk dimasak kapan saja, selain untuk air minurn sarana air bersih tersebut digunakan warga untuk mencuci piring dan mengambil wudhu.


(49)

Sarana Peribadatan

Di desa ini terdapat sebuah Mesjid yang berdiri kokoh di ujung desa, rnesjid tersehut sangat bagus untuk uktiran desa seperti desa Hulaharingin, rnesjid tersebut rnempunyai petugas adzan sehingga shalat berjamaah dapat dilaksanakan pada setiap waktu shalat. Selain rnesjid lerdapat 2 (dua) buah Musholla atau Langgar yang dapat digunakan sebagai sarana ibadah bagi warga.

Sarana Kemasyarakatan

Di desa Hutabaringin terdapat berbagai organisasi kemasyarakatan/lembaga sosial seperti Serikat Tolong Menolong (STM) berupa perkumpulan marga Nasution, Perkumpulan marga Rangkuti, kelompok pengajian kaum Ibu yang melakukan kegiatan pengajian pada setiap hari Minggu sore (hari pekan), dan Perkumpulan Naposo Nauli Bulung (Pemuda-Pemudi). Persatuan Naposo Nauli Bulung ini rnernpunyai kegiatan seperti melakukan pengajian/takdziah jika ada keluarga yang mendapat rnusibah kernalangan di desa, membantu pelaksanaan pesta perkawinan di desa, melakukan gotong-royong memhersihkan jalan desa atau gotong-royong mernbersihkan saluran air untuk Mesjid, dan melakukan kegiatan Olahraga seperti Bola kaki.

Sarana Kornunikasi

Saat ini desa Hutabaringin belum tersedia jaringan telepon rumah, narnun dua tahun terakhir beberapa warga mulai membeli Handphone sebagai alat komunikasi mereka. Warga lainnya apabila ingin menelepon saudaranya yang berada diperantauan mereka harus ke desa Kampung lamo karena hanya di desa ini mereka dapat rnenemui


(50)

wartel yang paling dekat dari kampung mereka. Begitu juga dengan alat-alat elektronik seperti Televisi dan Radio belum semua warga rnemilikinya.

4.7. Profil Informan.

4.7.1. Informan Kunci (key Informan)

Dalam penelitian ini terdapat imforman kunci yang mengetahui banyak hal mengenai permasalahan yang ingin di ungkapkan dalam penelitian ini. Para informan ini terlibat langsung dalam proses mengusulkan, perencanaan pembangunan dan pengawasan terhap proses pembangunan di desa Hutatinggi. namun tidak semua informan dapat memberikan semua jawaban yang ingin diteliti, karena keterbatasan pengetahuan dari informan tersebut. Karena proses wawancara di lakukan pada saat sang informan sambil bekerja. Dan tidak semua informan dapat di cantumkan di dalam tuliskan ini

1. Sakti Rangkuty.

Beliau adalah warga desa Hutabaringin yang tinggal sudah lama di desa tersebut. Beliau berusia 45 tahun. Beliau sehari harinya bekerja sebagai petani aren di desa tersenut. Selain petani aren untuk menambah penghasilan beliau bercocok tanam di desa Hutabaringin. Sakti rangkutiy memiliki 3 anak kandung dan 4 anak tiri.

Beliau sering mebantu tke gula aren dalam hal menimbang gula aren jika datang ke desa Hutabaringin untuk membeli gula aren. Ia bertani gula aren di desa hutabaringin sudah sejak masih muda. Jika ia menimbang gula aren maka ia akan di gaji toke rp 20.000/malam.Namun itu semua tergantung penghasilan gula yang di timbangnya,Istirinya betanani di sawah. Tanaman padi yang terhampar luas di desa


(51)

hutabaringgin merpakan karunia rahmat alah yang maha kuasa yang menjadi pekerjaan sampingan istrinya.

Anaknya yang urutan ke tiga bekerja sebagai jualan kedai kopi di desa Hutatabaringin. Gula gula aren di bawa ke kedai kopi untuk di jual dan Naknya ah yang menampung gula tersebut di kedai kopi desa huta baringgin. Kedeai kopinya bersebelahan dengan mesjid yang ada di desa hutabaringin kota.

2. Arlen lubis

Bapak Arlen ini adalah seorang toke gula aren di desa Hutabaringin. Beliau berusia 50 tahun dan sudah lama bekerja sebagai toke gula aren. Dan pak arlen bekeja sebagai toke gula aren selama 30 tahun. Sudah barang tentu beliau sangat memahami betul tentang gula aren. Bapak ini sering memakai opidan erperwakan tinggi dan kulitnya sau matang.

Beliau memiliki 7 orang anak dan satu istri. Pak Arlen adalah warga desa Huttabaringin yang bermargakan lubis, pak Arlen setiap malam minggu membeli gula aren di desa Hutabatabaringin yang memiliki karyawan tiga orang. Nama namanya adalah Usri, Sakti, Mangkuto Rangkuti. Masing masing anggotanya jika pada malam hari pergi keliling kampung untuk mencari gula aren dan akan di timbang ke kedai kopi. Namun beliau juga sudah memiliki pelanggan tetap. Setelah di kedai kopi gula tersebut di bawa ke rumahnya.Anaknya yang paling besar sering membantu ayahnya dalam membeli gula aren. Beliau masih duduk kelas tiga SMP.


(52)

Sahir bani adalah mahasiswa USU. Namun selain bekerja sebagai mahasiswa beliau juga menjual gula merah di kota medan Beliau menampung gula merah yang di kirim dari Mandailing dan mereka lah yamg menampungnya di kota Medan. Dalam setiap minggu mereka menampung gula aren sekitar 4 ton dalam seminggu. Sahir Bani mengambil jurusan Teknik Mesin. Setiap hari Selasa gula mereka masuk dengan melalui pengangutan Mandailing Jaya yang ada di jalan Letda Sujono. Beliau menjualnya ke pasar Sambu. Yang merupakan pusat pasar kota Medan.

Sahir Bani bersal dari desa Hutabaringin. Di desa Hutabaringin merupakan tempat yang paling banyak gula Aren di kawasan Puncak Sorik Marapi. Di desa Hutabaringin yang menjadi pembeli gula Aren adalah bapak dari Sahir Rangkuti. Setiap malam minggu akan di adakan pembelian”pemugen” gula aren. Setiap hari senin akan di kirim ke Medan melalui pengangkutan mandailing jaya. Dan yang membawa gulanya adalah saudara aliasmin yang merupakan warga desa Hutabaringgin juga.

4. Budi raza

Budi raza warga desa Hutabaringin.yang berusia 30 tahun. Belia sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. Dan istrinya berasal dari desa gunung manaon Panyabungan. Sekararng ini beliau sehari harinya menjadi petani. Di samping sebagai petani dia juga juga menjadi toke di desa Hutabaringin. Beliau bukan hanya menjadi toke gula aren namun menjadi toke segala hal seperti kayu manis dan coklat.

Menurut penuturan saudara Haris beliau sering sekali membuat harga gula Aren menjadi kacau di desa Hutabaringin. Beliau alumni dari pesantern al junaidiyah Kampong Lama. Jadi postur tubuhnya yang tinggi dan tidak lupa memakai lobe dalam membeli gula merah. Jika mencari gula Aren beliau sering memakai kenderaan bermotor yang merupakan ciri khasnya. Dia memiliki rekan yang sangat kompak yaitu saudara Gutuk


(53)

yang berasal dari Hutanamale. Jika keduanya bertemu di pasar maka situasinya menjadi ramai.

5. Ibu Elli

Beliau adalah berusia 44 tahun .yang bertempat tinggal di desa Kampung Lama beliau memliki 7 orang anak. Yang pekerjaan sehari-harinya adalah sebagai toke gula aren terbesar di kecamatan Puncak Sorik Marapi salah satunya desa Hutabaringin adalah daerah pembelian gula aren yang memikili paling terbesar pengambilannya dari beberapa desa yang ada di Puncak Sorik Marapi. Dia memiliki cabang sebanyak 3 orang di desa Hutabaringin hampir seluruh hasil pertanian aren memonopoli gula aren. Dari penuturan beliau ,dia memberikan modal kepada toke-toke yang ada di seluruh Kecamatan Puncak Sorik Marapi agar toke yang ada dapat memberikan uang tunai kepada petani aren sehingga petani tidak bisa menjual kepada toke lain. Dari penuturan toke-toke yang ada di desa Hutabaringin beliau adalah sebagai toke terbesar di kabupaten Mandailing Natal. Beliau adalah distributor gula aren terbesar khususnya dikirim ke kota Medan, Padang dan Bogor.

4.7.2 Informan biasa

Dalam penelitian ini di lakukan wawancara terhadap masyarakat biasa. Sebagian masyarakat desa Hutabaringin dengan menggunakan teknik snow ball. Teknik ini merupakan teknik penentuan informan penelitian dengan mengikuti informasi-informasi dari informan sebelumnya.


(54)

1. Zulkifli nasution

Zulkifli nastion (25 tahun)adalah petani aren yang bertempat tinggal di desa Hutabaringin.beliau masih lajang (belum kawin) akan tetapi beliau memiliki tanggung jawab yang sama dengan orang yang sudah berkeluarga karena orang tuanya sudah meninggal 10 tahun yang lalu, beliau memiliki saudara senyak 5 orang, satu orang sudah menikah dan yang lainya masih duduk di bangku sekolah. Beliau sudah 10 tahun menjadi petani aren sebagai mata pencaharian, dari penuturan beliau sering menahan gula aren karena menurut beliau lebih aman mengumpulkan gula aren untuk menunggu harga gula aren naik. Disamping itu juga beliau sering ikut mengolah kayu untuk membuat papan sebagai bahan untuk membuat rumah.

4.8 Proses Pembuatan Gula Aren

Gula aren merupakan penghasilan yang paling utama di masyarakat desa Hutabaringin. Masyrakat secara umum bertani sebagai gula aren. Gula aren di ambil di hutan belantara yang ada di sekitar pinggiran desa Hutabaringin. Masyarakat desa khususnya yang laki - laki pergi ke hutan dan mencari pohon aren yang hendak di sadap. Di desa Hutabaringin tampak sangat jelas sekali sistem kekerabatan yang sering di sebut patrinial. Artinya yang laki - lakinya sebagai pemimpin sedangkan yang perempuan yang menjadi bawahan. Pekerjaan yang berat adalah menjadi tugas laki - laki. Jadi di desa Hutabaringin yang menyadap aren hanya laki - laki saja, sedangkan perempuannya pergi ke sawah. Namun peran perempuan hanyalah sekali dalam seminggu yaitu ketika peroses pemasakan gula aren menjadi gula Aren. Namun Fungsinya bukan memanjat pohon aren


(55)

tapi, sebagai pencari kayu bakar di hutan untuk bahan bakar yang akan di jadikan untuk memasak gula Aren. Dalam wawancara dengan informan”

“saya hanya ikut membantu bantu suami kedalam hutan mencari kayu bakar dalam hari hari tertentusaja ketika waktu panen hari sabtu sekaligus membantu membawa

gula aren ke kampung” (wawancara pada Januari 2010)

Dari pengamatan penulis para petani gula aren pergi sejak pagi sekitar pukul 08.00wib. Dimana untuk mengambil air nira yang sudah di pasang penampungannya di pohon aren. Karena kalau tidak di ambil akan mengakibatkan ke basian. Setelah di ambil maka di tuangkan ke dalam kuali utuk di masak. Ini membutuhkan kayu bakar yang cukup banyak untuk memasak gula aren tersebut. Air nira yang di kumpulkan dari kaunya , para pertani tidak langsung memasaknya menjadi gula aren, namun harus terlebih dahulu di masak hanya memndidih saja atau yang sering di sebut “ tangguli”. Para petani sekitar jama 16.00 wib kembali lagi mengambil air nira sebelum pulang ke desa. Setelah di ambil lalu di panaskan kembali untuk di jadikan tangguli tadi agar tidak basi. Seperti itu lah proses pembuatan gula merah . dan setelah satu minggu air nira yang di panaskan tersebut barulah pada hari hari sabtu tangguli tadi di masak sampai pada ahirnya menjadi gula merah. Dari pengamatan penulis para petani bisanya memanen dalam satu minggu sekitar 48 kg/ minggu. Tetapi tergantung situasi, kalau musim hujan maka pendapatan para petani meningkat sedangkan kalau musim kemarau pendapatan akan berkurang. Sekarang ini harga gula aren di Hutabaringin sekitar Rp 13.000/ kg nya. Para ibu-ibu bisanya pergi kehutan untuk membantu suaminya pergi ke hutan untuk mengangkat gula aren tersebut. Dan akan di bawa ke kampung karena suaminya sudah merasa lelah dalam memasak gula tersebut. Sedangkan pada malam hari gula Aren tersebut di jual ke toke.


(56)

Setelah gula aren tersebut di jual pada malam minggu. Para petani telah memperoleh imbalanya dari pekrjaanya tersebut. Uang dari hasil gula tersebut di serahkan ke pada ibu rumah tangga untuk di jadikan sebagai belanja keperluan sehari hari. Sedangkan sisanya di jadikan untuk ke perluan para laki-laki untuk minum teh manis di kedai kopi pada malam hari. Kedai kopi atau yang sering di sebut lopo kopi bagi masyarakat Mandailing merupakan tempat membuang rasa lelah karena seharian di ladang. Dan untuk saling menukar informasi apalagi sekarang sekarang ini menjelang pemilihan umum di mandailing natal. Sehingga lopo kopi sangat ramai di kunjungi para laki - laki.

Sedangkan para ibu-ibu pada hari minggu pergi ke pekan Kampung Lama. Pekan tersebut hanya buka sekali seminggu yaitu pada hari minggu. Di sini merupakan pasar tradisional yang menjadi tempat pertubuhan ekonomi kawasan tarlola-sibanggor. Para ibu-ibu bisanya membeli ikan laut dan ikan asin untuk keperluan seminggu. Dan juga minyak makan, minyak tanah untuk keperluan seminggu. Pokoknya semuanya untuk keperluan seminggu itu di beli di pasar kampung lamo. Karena masyarakat tidak pergi ke pekan karena sibuk di ladang. Masyarakat jarang membeli sayur sayuran karena sudah tersedia di pekarangan rumah. Sehingga yang paling di utamakan adalah ikan asin karena dari desa Hutabaringin sangat jauh dari laut sehingga ikan asin sulit untuk diproleh.

Setelah para ibu-ibu tersebut pulang dari pasar. Untuk menuju desa Hutabaringin ada yang jalan kali dan ada juga yang naik angkutan umum yang mengangkut penduduk ke Hutabaringin tersebut, karena angkutan umum sangat terbatas di sana. Jarak dari desa Hutabaringin ke desa Kampung Lama yang merupakan pasar masyarakat se kawasan Tarlola Sibanggor sekitar ±1.5 km. setelah para ibu pulang bisanya hari minggu ibu-ibu memasak ikan laut untuk konsumsi karena ikan laut jarang di proleh.


(57)

4.8.1 Penguasaan Lahan Pohon Aren.

Masyarakat desa Hutabaringin hampir semuanya bertani dan menyadap aren. Namun tidak semua masyarakat desa hutabaringin memiliki lahan yang memikiki pohon aren. Masyarakat desa Hutabaringin biasanya pergi ke tempat pemilik lahan yang tidak bertani gula aren. Di desa Hutabaringin dari pengamatan penulis di sini toke gula aren tidak pergi mengambil gul aren ke pokoknya. Pohon aren tersebut di usahakan oleh orang lain. Namun gulanya di jula ke padanya dan pembagaian hasilnya dengan sistem 1:3. artinya petani dapat 2 sedangkan pemiliknya hanya satu jika uangnya hasil gula tersebut Rp 100.000. maka petani memproleh.Rp70.000. sedangkan untuk pemilik lahan hanya Rp 30.000. dari pengamatan penulis bisanya toke membeli gula arennya dengan harga jauh berbeda dengan yang lain biasanya beda seri rupiah. Dengan harga pasaran.atau yang sering di sebut dengan “patron klen”. Atau yang sering di sebut dalam istilah mandailing” marbola”. Dalam wawancara dengan informan. BS

“saya melakuklan pertanian gula aren ini dengan menggarap tanah orang lain, karena saya tidak punya lahan, tentu saya harus memenuhi kebutuhan hidup saya dengan menggarap pokok aren orang lain, ada yang saya usahakan ini mikik pak Arlen selaku toke gula aren

ada juga punya masyarakat yang bukan toke” (wawancara pada Januari 2010)

Di desa Hutabaringin memiliki tanah ulayat yang berda di sibangar di atara desa Hutabaringin yang berdekatan dengan gunung Sorik Marapi. Ladang tersebut di usahakan oleh warga desa Hutabaringin. Masyrakat desa Hutabaringin yang tidak mempunyai lahan maka ia yang mengusahakan tempat tersebut. Hasilnya sama juga dengan sistem bagi tiga. Yaitu satu banding 3. dimana hasilnya dis erahkan ke perwakapan yang ada di desa kampung lamu. Namun ini bedanya dengan yang lain ia tidak di tetapkan oleh toke


(58)

harganya di bebas mau menjual ke toke yang mana yang ia suka. Ia tidak mempunyai keterikatan dengan toke yang lain.

Dan ada juga warga desa Hutabaringin yang tidak mampu mengelola pokok aren yang ia miliki. Ia menyuruhnya oarang lain untuk mengusahakannya, seperti saudara dekatnya. Sistem pembagianya juga sama dengan yang lain yaitu 1 :3. namun ini bedanya dengan yang lain pengelolaan pokok aremn ini di usahakan oleh warga desa tersebut tamapa ada ke terikatan dengan toke yang lain. Ia bebasa memnjualnya ke mada yang hendak ia mau.

Di desa Hutabaringin merupakan pengasil gula aren tersebesar di kawsan Puncak Sorik Marapi. Dari desa Hutabaringin seminggunya mencapai 3,5 ton perminggunya. Gula tersebut di kirim ke Medan untuk pemenuhan kebutuhan gula arten di kota Medan. Biasanya para toke yang bersal dari desa Kampung Lamo yaitu bapak Puli menjualnya dengan melalui mobilnya sendiri yang di kirim ke Bandar Selamat kota Medan. Seperti itu lah proses penguasaan lahan di desa Hutabaringin dalam hal pengelolan gula aren.

4.8.2 Strategi Toke Gula Aren Dalam Mempertahankan Jaringannya

Pembelian gula aren oleh toke di desa Hutabaringin dengan menggunakan sistem jaringan sosial. Proses penjualan oleh masyarakat tidaklah seperti yang yang kita bayangkan. Bahwasanya ada seorang pemebeli ada seorang penjual.

Penjualan gula are oleh para petani dengan menggunakan sistem yang namanya keterikatan. Keterikatan dalam artian di desa Hutabaringin sudah ada toke yang menampung hampir semua gula arenya yang di miliki masyarakat dia yang


(59)

menampungnya. Hampir toke toke yang lain tidak bias membeli gula di desa Hutabaringgin. Walaupun harganya jauh berbeda dengan toke yang biasa namun masyarakat tidak mau menjualanya. Ini kenapa ini di sebabkan karena sudah terjadi keterkatan antara petani dengan pedangan. Menurut penuturan bapak” AL”

“yang pertama kita sudah memberikan uang kepada dia sebelum ia jual kepada kita, kita juga punya hubungan persaudaraan yang baik kepada dia sehiing jaringa itu tetap kuat” (wawancara pada Januari 2010)]

Bapak Puli sebagai toke terbesar di desa Hutabaringgi mempunyai jarigan sosial kepada para petani cukup tinggi. Hampir 39 tahun bapak puli sudah menjadi toke gula aren. Usaha pembelian gula aren ini dulunya di usahakan oleh mertuanya. Setelah mertuanya meninggal yang bertempat tinggal di desa sibanggor tonga, maka di teruskan oleh istrinya bersama dirinya. Sekarang ini mereka tetap membeli gula aren di Hutabaringgin dengan meletakkan agen di desa tersebut. Bapak arlen lubis sebagai wakil dari bapak puli di desa Hutabaringgin. Jika pada hari saptu bapak Arlen akan pergi ke desa Kampung Lamo yang merupakan desa tempat tinggal bapak Puli, untuk mengambil uang untuk di beli di desa Hutabaringgin. Dan jika pada malam sabtu bapak Arlen

akan memberikan uang tersebut ke pada para petani. Namun bapak Arlen ini mempunyai anggota yaitu sakti, usri, dan Ompes. Merekalah yang keliling kampung mencari gula marah untuk di timbang di rumah pak Arlen lubis. Jika pada hari minggu sore bapak puli datang ke desa Hutabaringgin mengambil gula tersebut. Namun kadang- kadang yang datang saudara Amin dan beserta supirnya dan ini merupakan jaringan dari pada bapak


(1)

PANDUAN WAWANCARA UNTUK (INTERVIEW GUIDE) UNTUK TOKOH MASYARAKAT 1. DATA PERIBADI

Nama :

Usia :

Jenis kelamin :

Status perkawinan :

Pendidikan Terahir :

Pekerjaan :

II. Pertanyaan

1) Bagaimanakah sejarah pembentukan desa Hutabaringin?

2) Siapakah yang pertama kali membentuk desa Hutabaringin ini? 3) Siapakah yang pertama kali tinggal di desa Huta baringin ini? 4) Bagaimana kah cara masyarakat desa dalam bertani gula aren? 5) Apakah masyarakat desa rata-rata bertani gula aren?

6) Apakah bertani gula aren menjadi sumber pendapatan yang paling utama dari warga masyarakat desa?

7) Berapakali dalam seminggu masyarakat melakukan pemanenan?

8) Berapakah rata rata pendapatan warga dalam melakukan pemanenan?

9) Di manakah gula aren di pasarkan?

10) Apakah toke langsung datang ke kampumg untuk membeli gula aren? 11) Bagaimana kah starategi toke dalam membeli gula merah di kampung ini? 12) Bagaimanakah cara toke untuk untuk mendekati petani aren?


(2)

14) Dalam penjualan gula aren apakah toke sering meminjamkan uang untuk masyarakat?


(3)

PANDUAN WAWANCARA UNTUK (INTERVIEW GUIDE) UNTUK “TOKE AREN”

DATA PERIBADI

Nama :

Usia :

Jenis kelamin :

Status perkawinan :

Pendidikan Terahir :

Pekerjaan :

Pertanyaan

1) Sudah berapa lama anda dalam penjualan gula aren ini? 2) Berapakah harga gula aren?

3) Bagaimana kah cara anda untuk mendapatkan gula aren?

4) Pernahkah anda memberikan pinjaman ke pada petani aren? 5) Kemanakah anda jual gula aren ini?

6) Berapakah anda mengirim gula ke distributor gula aren tersebut?

7) Bagaimana kah strategi anda untuk mempertahankan langganan anda?

8) Apakah ada hubungan dengan anda petani gula aren selain terikat karna jual beli? 9) Apakah anda sering memberi bantuan kepada petani gula aren?

10) Di desa ini dalam satu minggu berapa penghasilan gula aren dari petani yang anda kumpulkan?

11) Apakah ada keterpaksaan petani gula aren dalam menjual gula arennya ke anda? Kalau ada coba ceritakan!

12) Apakah ada pokok aren anda yang di kerjakan oleh petani?


(4)

14) Bagiman kah anda mmenjalin interaksi/ komunikasi dengan petani?

15) Jika anda membeli gula aren dimanakah tempat penampunganya?

16) Apakah setiap petani aren memiliki penghasilan yang tetap? jika petani aren belum memanen apakah anda memberikan uang pijaman sebagai suatu bentuk ke terlekatan?


(5)

PANDUAN WAWANCARA UNTUK (INTERVIW GUIDE) UNTUK “PETANI GULA AREN”

DATA PERIBADI

Nama :

Usia :

Jenis kelamin :

Status perkawinan :

Pendidikan Terahir :

Pekerjaan :

Pertanyaan

1) Sudah berapa lama anda bertani gula aren?

2) Apakah bertani gula aren ini dapat mensejahterakan keluarga anda? 3) Kepada siapakah anda menjual gula aren?

4) Berpakah pengasilan anda dari bertani gula aren ini? 5) Apakah anda berlangganan dalam menjual gula aren?

6) Bisa kah anda menjual gula aren ke toke lain jika anda sudah berlangganan? 7) Apaka anda pernah mempunyai hutang ke toke gula aren?

8) Jika anda kesulitan dalam keuangan dan belum panen, apakah toke gula aren memberikan pinjaman?

9) Apakah ada hubungan kekeluargaan dengan toke?

10) Berapa luaskah kebun aren anda?

11) Apakah anda menggarap pokok aren orang lain? Jika ya bagaimana cara anda menyewanya?

12) Bagimanakah proses penanaman gula aren?


(6)

14) Bagimankah cara anda menjalin hubungan dengan toke gula aren supaya di memberikan lahan kepada anda?

15) Apakah anda merasa beruntung dengan harga yang ditetapkan toke gula aren, dibandingkan di tempat lain?