BAB II SEKILAS TENTANG TINDAK PIDANA PENGGELAPAN
A. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan.
Istilah “penggelapan” sebagaimana yang lazim dipergunakan orang untuk menyebut jenis kejahatan yang diatur didalam buku yang ke II Bab XXIV Kitab
Undang-undang Hukum Pidana itu adalah suatu terjemahan dari perkataan “Verduestering”
dalam bahasa Belanda. Istilah “penggelapan” yang dipakai didalam KUHP kita adalah suatu
terjemahan secara harfiah dari itilah “verduestering” , yang sesungguhnya didalam bahasa Belandanya sendiri telah diberikan arti secara kias.
Kejahatan “penggelapan” itu sendiri, seperti yang dikenal didalam Wetboek van Strafrecht Belanda dewasa ini dan kemudian diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia dngan istilah “penggelapan” didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dahulu kala berasal dari hukum Germania.
Di dalam hukum Germania dahulu orang memperbedakan kejahatan yang berupa pencurian dengan kejahatan yang disebut “diebische behalten” atau
“diefachtig be houden” ataupun “menguasai secara jahat”, dimana jenis yang terakhir
ini kemudian ditinjau lagi dari segi sebagaimana seseorang itu mengusai suatu benda, yaitu apakah orang tersebut menguasai sesuatu benda, yaitu apakah orang tersebut
mengusai barang yang bersangkutan karena dipercayakan kepadanya ataupun apakah barang tersbut secara kebetulan berada didalam kekuasaannya.
Dengan demikian
kemudian hukum
Jerman telah
membuat “unterschlagung”
atau “verduestering” sebagai suatu kejahatan yang berdiri sendiri, yang kemudian ternyata dicontoh oleh hukum Belanda.
11
Bab XXIV buku II KUHP mengatur tentang penggelapan Verduestering, terdiri dari 6 pasal 372 sd 377.
Ada beberapa bentuk penggelapan yakni : 1.
Penggelapan dalam bentuk pokok pasal 372; 2.
Penggelapan dalam bentuk-bentuk yang diperberat pasal 374 dan 375;
3.
Penggelapan ringan pasal 373;
4.
Penggelapan dalam kalangan keluarga pasal 376;
Pengertian yuridis mengenai penggelapan dimuat dalam pasal 372 yang dirumuskan sebagai berikut :
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan
karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp. 900,00.
11
Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-delik Khusus, Bandung: Tarsito, 1979.h. 174- 176.
Rumusan itu disebut kualifikasi penggelapan. Rumusan diatas tidak memberi arti sebagai membuat sesuatu menjadi gelap atau tidak terang, seperti arti kata yang
sebenarnya. Perkataan Verduistering yang kedalam bahasa kita diterjemahkan secara harfiah dengan penggelapan itu, bagi masyarakat Belanda diberikan arti secara luas
figurlijk , bukan diartikan seperti arti kata yang sebenarnya sebagai membuat sesuatu menjadi terang atau tidak gelap.
Pada contoh seseorang dititipi sebuah sepeda oleh temannya, karena memerlukan uang, sepeda itu dijualnya. Tampak sebenarnya penjual ini
menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan temannya itu dan tidak berarti sepeda itu dibikinnya menjadi gelap atau tidak terang. Lebih mendekati pengertian bahwa
petindak tersebut menyalahgunakan haknya sebagai yang menguasai benda, hak mana tidak boleh melampaui dari haknya sebagai seorang yang diberi kepercayaan
untuk menguasai atau memegang sepeda itu.
12
12
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Malang: Bayumedia, 2004,h. 69.
B. Jenis-Jenis Penggelapan. 1. Penggelapan dalam bentuk pokok pasal 372 :