2.4 Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah merupakan upaya pemerataan pembangunan dengan mengembangkan wilayah-wilayah tertentu melalui berbagai kegiatan sektoral secara
terpadu, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah itu secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya
Soegijoko, dkk., 1997. Menurut Wibowo, dkk., 1999, pengembangan wilayah merupakan usaha mengembangkan dan meningkatkan hubungan saling
ketergantungan dan interaksi antarsistem ekonomi economic system, manusia atau masyarakat social system lingkungan hidup dan sumberdaya alam ecosystem.
Kondisi ini dapat diterjemahkan ke dalam bentuk pembangunan ekonomi, sosial, politik, budaya maupun pertahanan keamanan yang seharusnya berada dalam konteks
keseimbangan, keselarasan dan kesesuaian. Menurut Sirojuzilam 2005 pengembangan wilayah pada dasarnya
merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan
masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan lebih banyak saranaprasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat
yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya. Beberapa indikator yang dapat dipakai dalam mengidentifikasi perkembangan
suatu wilayah menurut Hanafiah 1982 antara lain : 1.
Jumlah penduduk.
Universitas Sumatera Utara
2. Pasar tradisional.
3. Jumlah perusahaan kecil, usaha kecil dan warung lainnya.
4. Persepsi penduduk dan peran sertanya.
5. Tingkat kesejahteraan.
6. Jumlah relatif pengusaha seperti pedagang, penjaga toko dan lain-lain.
7. Jumlah relatif sarana dan prasarana transportasi.
Meskipun banyak konsep tentang wilayah akan tetapi para pakar ekonomi regional sependapat bahwa tujuan pengembangan wilayah adalah pembangunan
dalam wilayah itu sendiri untuk menjadi lebih baik di segala sektor yang meliputi sektor industri dan perdagangan, pertanian, pariwisata, jasa dan perkantoran serta
sektor lainnya. Pembangunan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak memperhatikan
sekelilingnya. Artinya pembangunan itu harus dapat mempertinggi produktivitas pada suatu wilayah. Miraza 2005 menyimpulkan bahwa, dalam pengembangan wilayah
yang terpenting adalah bagaimana memberdayakan potensi yang ada bagi kesejahteraan warga, sebagai akhir daripada pembangunan dan pengembangan
tersebut. Menurut Purboyo Akil, 2001, teori-teori pengembangan wilayah, menganut
berbagai azas atau dasar berdasarkan tujuan penerapan masing-masing teori. Berbagai paradigma teori pengembangan wilayah dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Teori yang memberi penekanan kepada kemakmuran wilayah local prosperity.
Universitas Sumatera Utara
2. Teori yang menekankan pada sumberdaya lingkungan dan faktor alam yang
dinilai dapat mempengaruhi keberlanjutan sistem kegiatan produksi di suatu daerah sustainable production activity. Kelompok penganut teori ini sering
disebut sangat peduli dengan pembangunan berkelanjutan sustainable development
. 3.
Teori yang memberi penekanan kepada kelembagaan dalam proses pengambilan keputusan di tingkat lokal, sehingga kajian teori ini terfokus kepada good
governance yang bisa bertanggungjawab responsible dan berkinerja bagus.
4. Teori yang perhatiannya tertuju kepada kesejahteraan masyarakat yang tinggal di
suatu lokasi people prosperity. Beragam paradigma teori pengembangan wilayah di atas, bukan saling
bertentangan, namun dalam penggunaannya dapat bersinergi. Hal ini sejalan dengan prinsip dasar yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, yang mengandung muatan proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, serta pengendaliannya. Konsep dasar penataan ruang wilayah dan
kota dengan pendekatan pengembangan wilayah pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin lingkungan hidup yang
berkelanjutan dengan memperhatikan comparative advantage di suatu wilayah, serta mengeleminir kesenjangan pembangunan dengan mengurangi kawasan-kawasan yang
miskin, kumuh dan tertinggal.
Universitas Sumatera Utara
Purnomosidi mengatakan bahwa Strategi pengembangan wilayah mempunyai prinsip dasar; bahwa pembangunan berasal dari masyarakat untuk masyarakat dan
oleh masyarakat. Untuk merealisir target dan tujuan pengembangan wilayah, prosesnya harus berakar pada kemampuan sumberdaya dan kreativitas seluruh pelaku
pembangunan. Maka seluruh usaha yang menjurus pada perbaikan kesejahteraan hidup masyarakat, dapat dipandang sebagai penyebab berlangsungnya proses
berkembangnya wilayah Hermansyur, 1996. Menurut Misra 1977 pengembangan wilayah ditopang oleh empat pilar
tetraploid discipline yaitu geografi, ekonomi, perencanaan kota dan teori lokasi. Seperti terlihat pada gambar berikut ini:
Namun pendapat Misra mengenai pengembangan wilayah ini terlalu sederhana. Aspek biogeofisik tidak hanya direpresentasikan dengan teori geografi
maupun teori lokasi. Oleh karena itu menurut Budiharsono 2005 pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh 6 pilaraspek, yaitu 1 aspek
GEOGRAFI
PERENCANAAN KOTA
EKONOMI
TEORI LOKASI
PENGEMBANGAN WILAYAH
Gambar 2.3. Pilar-pilar Pengembangan Wilayah Misra, 1977
Universitas Sumatera Utara
biogeofisik; 2 aspek ekonomi; 3 aspek sosial budaya; 4 aspek kelembagaan; 5 aspek lokasi dan 6 aspek lingkungan.
Dari gambar diatas dapat dilihat berbagai analisis yang dapat dilakukan
terhadap pengembangan wilayah, yaitu aspek biogeofisik meliputi kandungan sumber daya hayati, sumber daya nirhayati, jasa-jasa maupun sarana dan prasarana yang ada
di wilayah tersebut. Sedangkan aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi disekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya, politik dan hankam yang
merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia, posisi tawar bidang politik, budaya masyarakat serta pertahanan dan keamanan. Aspek lokasi menunjukkan
keterkaitan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan
ASPEK BIOGEOFISIK
ASPEK KELEMBAGAAN
ASPEK EKONOMI
ASPEK LINGKUNGAN
ASPEK SOSIAL
ASPEK LOKASI
PENGEMBANGAN WILAYAH
Gambar 2.4. Pilar-pilar Pengembangan Wilayah Budiharsono, 2005
Universitas Sumatera Utara
dengan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input apakah merusak atau
tidak. Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga sosial ekonomi yang ada diwilayah
tersebut. Analisa Pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini dilihat
dari aspek ekonomi dan aspek lokasinya. Di dalam aspek ekonomi ini terdapat unsur pendapatan masyarakat sekitar hal ini unit kegiatan usaha dan didalam aspek lokasi
terdapat unsur keterkaitan antara keberadaan lokasi kegiatan jasa pendidikan denagan wilayah sekitarnya.
2.5 Penelitian Sebelumnya