Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Pada Proses Jual Beli Rumah

9. Akta Jual-Beli Pengeturan mengenai akta jual beli tidak ada diatur dalam PPJB ini, namun sudah jadi kebiasaan. Pada saat melangsungkan jual beli tanah dan bangunan rumah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dan atau pada waktu melangsungkan pengikatan didepan Notaris. Pembeli wajib membawa dan memperlihatkan asli surat-surat berikut kuitansi mengenai pembayaran harga tanah dan bangunan rumah beserta biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan itu. 10. Penyelesaian Perselisihan Didalam PPJB Perumahan Setia Budi Indah ialah pengaturan mengenai masalah terjadinya perselisihan akibat perjanjian ini serta pelaksanaanya kedua belah pihak memilih tempat kedudukan hukum yang tetap dan umum di Kantor Panitera Pengadilan Negeri di Medan.

B. Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Pada Proses Jual Beli Rumah

Secara sederhana hambatan-hambatan ini dapat dibedakan menjadi dua sebagai berikut : a. Hambatan yang terjadi oleh sebab adanya deficit penyedian disbanding permintaan demand dipasar perumahan yang ditunjukan dengan adanya permintaan unit hunian oleh kelompok masyarakat yang bersedia membayar untuk unit hunian yang dipasarkan disatu sisi dan kurangnya persediaan unit hunian yang dapat dipasarkan di sisi lain. Skala permasalahan ini di Indonesia pada umumnya relatif kecil oleh sebab jumlah warga masyarakat yang Universitas Sumatera Utara mampu membeli unit hunian dari pasar bebas relatif kecil pula dan pemecahannya lebih mudah karena perumahan dalam hak ini lebih merupakan tujuan akhir. b. Hambatan yang terjadi oleh sebab sebagian besar masyarakat tinggal di unit- unit hunian sub – standar di pemukiman yang tidak layak atau kumuh oleh karena tidak dikuasainya sumber daya kunci yang memadai untuk menopang kehidupan mereka. Skala permasalahan ini di Negara berkembang seperti indonesia pada umumnya besar dan perlu penanganan yang lebih menyeluruh comprehensive. Dalam memecahkan permasalahan ini program perumahan hanya merupakan alatsarana means unutk pembangunan manusia seutuhnya. Pada saat ini upaya penanganan perumahan ditekankan pada pengadaan perumahan sebanyak-banyaknya dengan harga yang terjangkau. Upaya ini didasarkan pada ancangan penyediaan supply side oriented approach yang mendorong pembangunan perumahan oleh sektor pemerintah maupun swasta untuk menghasilkan rumah sebagai komoditi yang dapat dipasarkan secara luas dalam rangka memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat. Bila perlu untuk memperluas jangkauan pemasaran dapat dilakukan dengan mengurangi standar atau memberikan subsidi. Ancangan ini memisahkan pelaku pembangunan menjadi dua pihak providerdan receicerdan menitikberatkan kemampuan pemecahan permasalahan pada kemampuan sang penyedia pro-vider yang dalam hal ini adalah pemerintah Universitas Sumatera Utara dan developer sebagai mitra kerja sedangkan masyarakat hanya dilihat sebagai objek yang tidak berdaya yang kebutuhan mereka diupayakan dipenuhi. Pola penanganan perumahan ini pada dasarnya melihat rumah sebagai produk komoditi yang dapat diproduksi secara besar-besaran untuk dipasarkan agar menutupi kesenjangan antara permintaan rumah supplay dan atau sebagai benda sosial social goods yang harus diproduksi besar-besaran untuk dialokasikan khususnya bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan miskin, sebagai upaya jalan pintas untuk mengkoreksi disparatis sosial ekonomi. Pola ini meletakkan pemerintah beserta kerabat kerjanya, sektor swasta formal, sebagai tokoh sentral dan penentu dalam seluruh proses pembangunan perumahan ini bertumpu pada pemerintah. Seringkali unutk memperkuat mendukung rencana ini penyediaan rumah melalui pola ini juga didudukkan sebagai alat instrument pengarah untuk mengatur tata ruang pertumbuhan ekonomi. Tidak disangka pola penanganan perumahan ini telah mampu melahirkan proyek-proyek perumahan skala besar tersebut di kota-kota besar dan menengah di Indonesia dan memproduksi berbagai tipe bangunan rumah. Meskipun demikian hasil tersebut ternyata hanya mampu memenuhi sekitar 10 dari jumlah kebutuhan rumah perkotaan di Indonesia bila tidak dikaitkan dengan kelompok sasaran yang harus dicapai, sehingga 90 dari masyarakat khususnya yang berpenghasilan rendah harus menyediakan perumahan mereka sendiri. Agar pola penanganan perumahan ini mampu terus menerus memproduksi rumah dalam rangka menyediakan perumahan bagi seluruh warga masyarakat Universitas Sumatera Utara yang membutuhkan termasuk yang berpenghasilan rendah, haruslah didukung oleh pemasokan sumber daya yang menerus. Untuk itu ditempuh dua jalur sebagai berikut : a. Jalur daur ulang dimana warga masyarakat yang menerima pelayanan perumahan melalui pola ini harus mampu mengendalikan dalam bentuk pembayaran atau angsuran. Ini berarti untuk menjamin kelanggengan produksi harus diimbangi pula dengan pengembalian modal yang lancar dan mantap. b. Jalur subsidi silang yaitu dengan membangun perumahan mewah dan bangunan komersial untuk menutup deficit biaya penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini dalam prakteknya sering mengaburkan misi pembangunan itu sendiri. Oleh sebab adanya konflik tujuan antara kerasnya upaya untuk menutup deficit tersebut di atas dan upaya penyediaan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah akibatnya mengorbankan tujuan utama menyediakan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini dapat dilihat dari lokasi-lokasi KSB dan rumah-rumah tipe kecil yang sangat tidak menguntungkan. Akibatnya pemilihan kelompok sasaran menjadi bias, cenderung kepada mereka yang lebih menjamin pembayaran kembali, atau produk rumah jadi sebagian dikomersilkan untuk menjamin likwiditas sehingga terjadilah rumah sebagai barang komoditi. Kesemuanya ini meenyebabkan masyarakat berpenghasilan rendah yang pada awalnya merupakan sasaran utama telah tergeser jauh di luar jangkauan pola Universitas Sumatera Utara penanganan ini yang diwarnai oleh pemikiran yang berorientasi penyediaan supply side oriented. Jadi pola penanganan ini yang ditempuh yang terjadi secara khusus dirancang untuk memecahkan bagi masyarakat hambatan-hambatan atau konsumen untuk melakukan proses jual beli rumah.

C. Ketidakseimbangan Hukum Pembeli Rumah Dengan Posisi Developer Sebagai Pelaku Usaha Perumahan

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Terkait Adanya Sengketa-Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 37 116

Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

10 119 83

Perlindungan Konsumen Perumahan Terhadap Developer Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Study Kasus : Zona Property Medan)

0 57 94

Pengoplosan Beras Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

11 144 123

Perlindungan Konsumen Terhadap Jasa Pelayanan Tukang Gigi Ditinjau Dari Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

12 99 88

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENGGUNA JASA PENITIPAN HEWAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

1 9 50

PERLINDUNGAN HAK KONSUMEN ATAS PERUSAHAAAN DEVELOPER YANG DIMOHONKAN PKPU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KE.

0 0 2

Undang Undang No. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

1 1 45

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Perlindungan Konsumen - Tanggung Jawab Developer Perumahan Terhadap Konsumen Perumahan Atas Pemutusan Listrik Secara Sepihak Yang

1 1 32

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PEMBELIAN PERUMAHAN BERSUBSIDI DI PANGKALPINANG DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 16