Dalam situasi dan kondisi yang demikian diketahui bahwa dalam transaksi bisnis dapat menimbulkan ketidakseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen,
sehingga diperlukan landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan masyarakat untuk melakukan upaya perlindungan dan pemberdayaan konsumen melalui
pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya ini penting untuk mengimbangi kegiatan pelaku usaha yang menjalankan prinsip ekonomi untuk mendapatkan
keuntungan semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin, yang dapat merugikan kepentingan konsumen, baik secar langsung maupun tidak langsung.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen untuk selanjutnya disebut UUPK yang mulai berlaku 20 april 2000. Tujuan
utama undang-undang ini antara lain adalah untuk mengikat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang
danatau jasa, serta menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha. Undang-Undang ini diharapkan dapat berlaku efektif bagi perlindungan konsumen terhadap 220 juta penduduk di Indonesia yang notabene
adalah konsumen.
D. Penyelesaian Sengketa Yang Timbul Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah
Berdasarkan data dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI Tahun 1998 terdapat 243 kasus pengaduan yang masuk diantaranya
pengembangan yang melarikan uang konsumen, todak membangun tepat waktu
Universitas Sumatera Utara
sesuai PPJB Perjanjian Pengikat Jual Beli, dan lain-lain. Setahun kemudian yakni 1999, jumlah pengaduan yang masuk ke YLKI berkurang menjadi 196
kasus, dan terakhir tahun 2003 lalu jumlah kasus developer bermasalah turun drastis menjadi 29 kasus. Dari statistik diatas terlihat ada perkembangan positif
yang berkurangnya pengaduan yang masuk. Namun itu belum bisa dijadikan ukuran karena bisa jadi masih banyak lagi konsumen yang enggan mengadu
nasibnya ke YLKI atau mengambil langkah hukum melalui pengacara lawyer komersial. Ini diakui sendiri oleh Sudaryatmo, pengurus harian YLKI yang
membidangi property.
41
Berbagai masalah dapat muncul dalam proses jual beli rumah ini, masalah yang pada umumnya terjadi adalah
42
a. Keraguan konsumen akan kebenaran klaim iklanbrosur perumahan.
Masalah dalam tahap pratransaksi :
b. Ketidaklengkapan dokumen administrasi pada rumah saat dipasarkan
c. Penjualan rumah fiktif
Masalah pada tahap transaksi : a.
Tidak adanya kesempatan bagi konsumen untuk mempelajari materi perjanjian perikatan jual beli rumah
b. Berat sebelahnya materi yang diatur dalam PPJB rumah. Materi kewajiban
konsumen diatur secara detail, namun materi hak konsumen sangat minim bahkan tidak diatur.
41
www.sinarharapan.co.idekonomiproperti20040312prop I
42
Sudaryatmo, 1996. Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia. Citra Aditya
Bakti Bandung, h. 37
Universitas Sumatera Utara
c. Tidak adanya kesempatan bagi konsumen untuk mengutarakan keberatan
terhadap materi PPJB rumah. Masalah pada tahap purnatransaksi
a. Keterlambatan penyerahan rumah dari developer pada konsumen
b. Keterlambatan penyerahan sertifikat pecahan ketika konsumen adalah
melunasi pembayaran harga rumah c.
Penjualan rumah di atas tanah rumah d.
Fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dijanjiakan dalam iklanbrosur tidak terealisir
e. Mutu bangunan di bawah standar
f. Banjir
Tetapi masalah yang terjadi, tidak sepenuhnya merupakan tanggung jawa developer, sebagian masalah yang ada di lapangan juga dapat disebabkan oleh
konsumenpembeliannya sendiri, misalnya, pembeli wanprestasi terhadap ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan tentang hak-hak dan kewajiban-
kewajiban masing-masing pihak. Biasanya ada beberapa prosedur yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pengembang, yakni : 1.
Musyawarah Disebut juga penyelesaian secara damai, yang dilaksanakan langsung oleh
para pihak yang bersengketa, dengan atau tanpa kuasapendamping masing- masing. Penyelesaian dengan cara musyawarah ini berdasarkan asas
kekeluargaan. Pedoman atau dasar hukum penyelesaian secara damai ini
Universitas Sumatera Utara
adalah pasal 1851
43
2. Melalui lembaga swasta instansi yang berwenang
- 1864 KUH Perdata. Cara penyelesaian sengketa dengan musyawarah ini adalah cara penyelesaian pada umumnya dipilih oleh para
pihak terlebih dahulu, sebelum mencoba cara lainnya, mengingat berbagai kemudahan dalam proses pelaksanaannya, yang tidak memakan waktu dan
berbiaya murah.
Penyelesaian sengketa melalui instansi yang berwenang dapat dilakukan dengan mengadukanmelaporkan perihal gangguan yang dialami konsumen
kepada instansi yang terkait. Instansi yang ini dapat merupakan lembaga swasta ataupun instansi pemerintahan, misalnya Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia maupun Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK, dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia.
3. Melalui Pengadilan Negeri Setempat
Konsumen mengajukan gugutan ganti rugi karena perbuatan ingkar janji atau perbuatan melawan hukum, tergantung dari hubungan hukum konsumen dan
pelaku perbuatan yang merugikan kepada Pengadilan Negeri yang berwenang.
Dalam menyelesaikan sengketa yang timbul antara konsumen dan pengembang ini, pada umumnya telah ditentukan cara penyelesaiannya yang
dipilih dalam perjanjian pengikat jual beli. Dalam perjanjian pengikatan jual beli rumah Perumahan Setia Budi Indah,
ditentukan bahwa segala akibat serta pelaksanaan dari perjanjian ini, dalam arti
43
Pasal 1851 KUH Perdata : Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak dengan penyerahan, menjanjikan, atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu
perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara.
Universitas Sumatera Utara
bahwa kedua belah pihak mengalami perselisihan maka kedua belah pihak memilih tempat kedudukan hukum yang tetap dan umum di Kantor Panitera
Pengadilan Negeri di Medan. Ketentuan ini menegaskan bahwa setiap perselisihan yang timbul akan diselesaikan di Pengadilan, namun pada prakteknya, cara yang
diutamakan adalah dengan musyawarah, dan berdasarkan pengakuan karyawan ZONA PROPERTY, selama ini cara musyawarah dapat menyelesaikan semua
permasalahan yang terjadi, terbukti dengan tidak adanya gugatan mengenai perumahan yang dikelola ZONA PROPERTY di Pengadilan Negeri Medan.
Walaupun, ketentuan ini berbeda dengan apa yang telah ditentukan dalam SK Menteri Perumahan Rakyat No. 9 Tahun 1995, yakni jika penyelesaian secara
musyawarah tidak membawa hasil, maka para pihak sepakat untuk menyelesaiakan sengketa yang terjadi melalui Badan Arbitrase Nasional
Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
BAB V P E N U T U P