beragam jenis peraturan yang melingkupi, menurut adanya konsistensi, baik dalam dalam substansi maupun penerapannya dilapangan. Untuk mencegah hal itu
sangat diperlukan adanya umbrella act. Adapun aturan-aturan lain, baik yang setungkat dengan Undang-Undang maupun yang dibawahnya, merupakan
pengaturan yang bersifat lebih sektoral. Peraturan yang disebut sebagai umbrella act adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
selanjutnya disingkat dengan UUPK, yang disahkan pada tanggal 20 april 1999, tetapi baru diberlakukan satu tahun kemudian tanggal 20 april 2000. Penundaan
ini dianggap perlu untuk melengkapi berbagai pranata hukum yang diberlakukan. UUPK sendiri dalam penjelasan umumnya menyebutkan sejumlah
Undang-Undang yang dapat dikategorikan sebagai peraturan hukum sektoral. Undang-Undang tersebut telah ada mendahului UUPK. Untuk memberikan
gambaran pengaturan hukum perlindungan konsumen secara komperhensif dalam hukum positif indonesia, uraian berikut akan lebih diarahkan kepada pendekatan
objek formal sudut pandang nya, yang dikelompokan menjadi aspek hukum keperdataan, hukum pidana, hukum administrasi Negara dan hukum internasional.
1. Hukum Keperdataan
Hukum keperdataan secara substansional merupakan area hukum yang sangat luas dan dinamis. Keluasan hukum keperdataan sekilas segera tampak dari
judul-judul buku dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Universitas Sumatera Utara
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang merupakan leg spesialis, sementara Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah leg generalisnya. Dalam
azas hukum dikatakan, jika terjadi perselisihan pengaturan antara undang-undang khusus dan undan-undang lebih umum, maka yang khusus inilah yang digunakan
leg spesialis deorgate lege generalis. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terlihat perjalanan yuridis
seorang manusia sejak lahir sampai setelah yang bersangkutan wafat. Dalam hukum perdata itu antara lain dibicarakan bagaiman hubungan seorang dengan
keluarga, benda orang lain dalam lapangan harta kekayaan, dan ahli warisnya jika meninggal.
Dalam KUHPerdata tidak pernah disebut kata “konsumen”. Istilah lain yang sepadan dengan itu adalah seperti pembeli, penyewa, dan si berutang
debitur. Pasal-pasal yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1.
Pasal 1235 Jo. Pasal 1033, 1157, 1236, 1236, 1365, 1444, 1473, 1474, 1482, 1550, 1560, 1706, 1744 :
“Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan suatu termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk
merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai saat penyerahan”.
2. Pasal 1236 jo. Pasal-pasal 1235, 1243, 1264, 1275, 1391, 1444, 1480 ;
“ Si berutang adalah berwajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada si berpiutang, jika dia membawa dirinya dalam keadaan tak mampu
Universitas Sumatera Utara
untuk menyerahkan kebendaannya, atau tidak merawatnya sepatutnya guna menyelamatkannya”.
3. Pasal 1504 Jo. Pasal-pasal 1322, 1473, 1474, 1491, 1504, s.d 1511.
“Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup untuk pemakaian yang
dimaksud itu, sehingga seandainya si pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan selain dengan harga yang kurang”.
Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatas jelas masih terlalu umum untuk mengantisipasi perkembangan bidang hukum perdata yang sangat
dinamis itu. Dinamika yang diamati, misalnya, dari makin banyaknya bentuk- bentuk perjanjian yang dibuat oleh para pihak individu dan individu, atau
lembaga-lembaga, atau individu dan lembaga. Dinamika hukum perdata ini disadari pula oleh perancang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada abad
ke-19, antara lain dengan mencantumkan kriteria perjanjian yang bernama beneomd, specified dan tidak bernama onbenoemd, unspecified.
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai sebutan tersendiri, yakni yang diatur atau diberi nama oleh pembentuk undang-undang. Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian bernama ini diatur dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII dan juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang. Diluar adalah perjanjian tidak bernama. Dapat dibayangkan, betapa banyak jenis-jenis perjanjian yang belum diatur dalam ketiga belas bab itu.
Universitas Sumatera Utara
Adapun azas kebebasan berkontrak mendorong pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan keperdataan melakukan inovasi jenis-jenis perjanjian baru.
Perjanjian sewa beli, misalnya, merupakan jenis perjanjian yang termasuk perjanjian tidak bernama menurut versi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dalam hukum perlindungan konsumen, aspek perjanjian ini merupakan faktor sangat penting, walaupun bukan faktor mutlak yang harus ada. Dalam
perjalanan sejarah hukum perlindungan konsumen, pernah ada suatu kurun waktu yang menganggap unsur perjanjian mutlak harus ada lebih dahulu, barulah
konsumen dapat memperoleh perlindungan yuridis dari lawan sengketa. Pandangan prinsipil seperti itu saat ini perlu ditinjau kembali.
Adanya hubungan hukum berupa perjanjian tentu saja sangat membantu memperkuat posisi konsumen dalam berhadapan dengan pihak yang merugikan
hak-haknya. Perjankian ini perlu dikemukakan karena merupakan salah satu sumber lahirnya perikatan.
Perikatan yang berhubungan dengan kepentingan ekonomis ini disebut dengan “perutangan”. Kata perutangan ini menunjukan adanya hubungan hukum
yang terjadi antara debitur dan kreditur, yang terletak dalam lapangan harta kekayaan. Pengaturan perikatan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
merupakan pengaturan secara umum saja. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1319 KUHPerdata “Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun
yang tidak mempunyai nama tertentu, tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu”. Maksud kata-kata “dalam bab ini
Universitas Sumatera Utara
dan bab yang lalu” adalah bab II tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari perjanjian dan bab I tentang perikatan-perikatan pada umumnya.
Pengaturan yang bersifat umum tersebut dengan demikian juga mengikat perikatan-perikatan yang dibuat dalam dunia perdagangan, khususnya yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku juga bagi hal-hal yang diatur dalam Kitab Undang-Undang ini,
sekedar dari dalam Kitab Undang-Undang ini tidak diatur secara khusus menyimpang. “Anak kalimat terakhir dari pasal tersebut mengisyaratkan
berlakunya asas “lex specialis derogate lege generalis” peraturan yang khusus mengeyampingkan peraturan yang umum.
Perikatan dapat terjadi karena dua sebab, yaitu karena adanya perjanjian dan karena adanya undang-undang pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Dua pengertian ini sangat mempengaruhi perlindungan dan penyelesaian sengketa hukum yang melibatkan kepentingan konsumen didalamnya. Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata menerima dan mengatur dua sumber perikatan ini.
Dalam perikatan karena perjanjian, para pihak bersepakat untuk mengikatkan diri melaksanakan kewajiban masing-masing, dan untuk itu masing-
masing memperoleh hak-haknya. Kewajiban para pihak tersebut dinamakan prestasi. Pihak yang menikmati prestasi disebut dengan kreditur, dan yang wajib
menunaikan prestasi dinamakan debitur. Dengan demikian, dalam transaksi konsumen, baik produsen maupun konsumen, keduanya dapat saja berdiri dalam
posisi sebagai kreditur atau debitur, bergantung dari sudut mana kita melihatnya.
Universitas Sumatera Utara
Agar perjanjian itu memenuhi harapan kedua pihak, masing-masing perlu memiliki iktikad baik untuk memenuhi prestasinya secara bertanggung jawab.
Hukum disini berperan untuk memastikan bahwa kewajiban itu memang dijalankan dengan penuh tanggung jawab sesuai kesepakatan semula. Jika terjadi
pelanggaran dari kesepakatan itu, atau yang lazim disebut dengan wanprestasi, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut pemenuhannya berdasarkan perjanjian
tersebut. Penentuan ini ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Selain perjanjian, sumber perikatan lainnya adalah undang-undang.
Perikatan yang timbul karena undang-undang ini dibedakan dalam pasal 1352 KUHPerdata menjadi : 1 perikatan yang memang ditentukan oleh Undang-
Undang, 2 perikatan yang timbul karena perbuatan orang. Kriteria perikatan yang timbul karena perbuatan orang ini ada yang 1 memenuhi ketentuan hukum.
Disebut perbuatan menurut hukum, 2 pembayaran tanpa hutang. Yang diatur dalam pasal 1359 sampai pasal 1364.
Dalam kaitan dengan hukum perlindungan konsumen, kategori kedua, yaitu perbuatan melawan hukum, sangat penting untuk dicermati lebih lanjut
karena paling memungkinkan untuk digunakan oleh konsumen sebagai dasar yuridis penentuan terhadap pihak lawan sengketanya.
2. Hukum Pidana