Pengaruh Waktu Penyimpanan Inti Sawit Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Di PTPN III Sei Mangkei-Perdagangan

(1)

PENGARUH WAKTU PENYIMPANAN INTI SAWIT

TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB)

DI PTPN III SEI MANGKEI-PERDAGANGAN

KARYA ILMIAH

MONALISA

092401048

PROGRAM STUDI D3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

PENGARUH WAKTU PENYIMPANAN INTI SAWIT

TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB)

DI PTPN III SEI MANGKEI-PERDAGANGAN

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

MONALISA

092401048

PROGRAM STUDI D3 KIMIA

ARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH WAKTU PENYIMPANAN INTI SAWIT TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DI PTPN III SEI MANGKEI-PERDAGANGAN

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : MONALISA SIBARANI Nomor Induk Mahasiswa : 092401048

Program Studi : D 3 KIMIA INDUSTRI Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juli 2012

Disetujui oleh

Program Studi D3 Kimia Pembimbing Ketua

Dra. Emma Zaidar Nst., M.Si HelminaSembiring,S.Si.M.Si NIP : 195512181987012001 NIP : 197602022000122002

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua

Dr. Rumondang Bulan, MS. NIP : 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH WAKTU PENYIMPANAN INTI SAWIT TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DI PTPN III SEI MANGKEI-PERDAGANGAN

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2012

MONALISA SIBARANI 092401048


(5)

PENGHARGAAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tepat pada waktunya. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi D3 Kimia Industri FMIPA USU.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini banyak kekurangan maupun kekeliruan baik dari segi isi maupun penyusunan kata. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan karya ilmiah ini.

Penulisan tugas akhir ini dilakukan berdasarkan pengamatan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN III Sei Mangkei-Perdagangan dengan judul “PENGARUH WAKTU PENYIMPANAN INTI SAWIT TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DI PTPN III SEI MANGKEI-PERDAGANGAN”.

Selama penulisan tugas akhir ini penulis banyak mendapat dorongan, bantuan dan petunjuk dari semua pihak, maka pada kesemnpatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ayahanda Ir.J.Sibarani dan Ibunda S.R.Siagian tercinta yang telah memberikan doa dan

banyak berkorban serta memberikan yang terbaik demi kemajuan anak-anak nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Ibu Helmina Sembiring, S.Si.M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak Dr.Sutarman, M.Sc selaku Dekan fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

4. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku Ketua Departemen Kimia Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam.

5. Ibu Dra.Emma Zaidar, M.Si selaku Ketua Program studi D3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

6. Bapak K.Situmorang dan keluarga yang sudah memberikan dorongan semangat dalam penyelesaian tugas akhir ini.

7. Bapak J.Hutagaol yang telah memberikan dukungan dan arahan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Kakaku Riama Sibarani dan Adiku tersayang Elisabeth Sibarani dan Josua Sibarani yang telah memberikan doa dan dorongannya sealma menyelesaikan tugas akhir ini.


(6)

10. Seluruh dosen-dosen kimia industri serta para staf tata usaha kimia industri.

11. Seluruh pihak PTPN III Sei Mangkei yang telah membantu dan mengarahkan penulis selama pengerjaan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis mengharapkan tugas akhir ini bermanfaat bagi para pembaca dalam meningkatkan wawasan pengetahuan di bidang Ilmu Pengetahuan Alam.

Medan, Maret 2012


(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar asam lemak bebas dari inti sawit yang baru diproduksi dengan inti sawit yang disimpan selama 5 hari. Dari hasil analisa diperoleh data kadar asam lemak bebas dari inti sawit yang baru diproduksi dan yang disimpan selama 5 hari sebesar 0,39; 0,72; 0,79; 0,83; 0,87; dan 0,93. Dapat disimpulkan bahwa penyimpanan inti sawit selama 5 hari masih sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan yaitu 1%.


(8)

THE INFLUENCE OF STORAGE TIME OF PALM KERNEL TO FREE FATTY ACID (FFA) CONTENT

ABSTRACT

The determination of free fatty acid content have been done in palm kernel that just produced with palm kernel that stored for 5 days. From result of analysis, obtained data of free fatty acid content of palm kernel that just produced with palm kernel that stored for 5 days that’s 0,39; 0,72; 0,79; 0,83; 0,87, and 0,93. Can be concluded that the storage of palm kernel oil for 5 days is still in accordance with defined quality standards, namely 1%.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Tujuan 3

1.4. Manfaat 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. Sejarah Kelapa Sawit 4

2.2. Varietas Tanaman Kelapa Sawit 5

2.2.1. Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah 5

2.2.2. Berdasarkan Warna Kulit Buah 6

2.2.3. Varietas Unggul 7

2.3. Manfaat kelapa Sawit 7

2.3.1.Minyak Sawit untuk Indutri Pangan 7


(10)

2.7.Asam Lemak 16

2.8.Asam Lemak Bebas 17

2.9.Standar Mutu 19

BAB 3 BAHAN DAN METODE 20

3.1. Alat-alat 20

3.2. Bahan-bahan 21

3.3. Prosedur Percobaan 21

3.3.1 Penyediaan Sampel 21

3.3.2. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas 22

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23

4.1. Data 23

4.2. Perhitungan 24

4.2.1. Penentuan Asam Lemak Bebas 24

4.3. Pembahasan 25

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 27

5.1 Kesimpulan 27

5.2 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Komposisi Biji Inti Sawit 16

Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit 17 Tabel 4.1. Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas dari Inti Sawit 23


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Reaksi Hasil Hidrolisa Minyak 18


(13)

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar asam lemak bebas dari inti sawit yang baru diproduksi dengan inti sawit yang disimpan selama 5 hari. Dari hasil analisa diperoleh data kadar asam lemak bebas dari inti sawit yang baru diproduksi dan yang disimpan selama 5 hari sebesar 0,39; 0,72; 0,79; 0,83; 0,87; dan 0,93. Dapat disimpulkan bahwa penyimpanan inti sawit selama 5 hari masih sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan yaitu 1%.


(14)

THE INFLUENCE OF STORAGE TIME OF PALM KERNEL TO FREE FATTY ACID (FFA) CONTENT

ABSTRACT

The determination of free fatty acid content have been done in palm kernel that just produced with palm kernel that stored for 5 days. From result of analysis, obtained data of free fatty acid content of palm kernel that just produced with palm kernel that stored for 5 days that’s 0,39; 0,72; 0,79; 0,83; 0,87, and 0,93. Can be concluded that the storage of palm kernel oil for 5 days is still in accordance with defined quality standards, namely 1%.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika barat. Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraaan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa Negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit (Fauzi,2002).

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil). Salah satu faktor yang perlu dianalisis untuk mengetahui mutu minyak inti kelapa sawit adalah asam lemak bebas. Minyak inti sawit yang baik berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarbna kuning terang (Ketaren,1986).

Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Kenaikan kadar asam lemak bebas ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan diolah dipabrik. Kenaikan asam lemak bebas ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan asam lemak bebas. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar asam lemak bebas yang terbentuk (Tim Penulis, 1997).


(16)

Air merupakan media untuk proses reaksi biokimia seperti pembentukan asam lemak bebas. Proses penurunan mutu umumnya terjadi selama proses penyimpanan, oleh sebab itu diperhatikan proses dan kondisi penyimpanan. Inti sawit dapat tahan lama disimpan dengan asam lemak bebas akhir, jika kandungan air inti sangat rendah (Naibaho,1998).

Oleh karena itu adalah suatu tugas yang sangat penting untuk menjaga mutu dari minyak inti sawit tersebut dengan cara mengusahakan agar kadar asam lemak bebas yang terkandung dari minyak inti sawit tersebut masih dalam batas yang dapat ditoleransi atau masih sesuai memenuhi dengan standar mutu yang sudah ada. Dalam hal ini, dilakukan pemeriksaan kadar asam lemak bebas (ALB) dari minyak inti sawit yang baru diproduksi dan inti yang disimpan selama 5 hari di PTPN III Sei Mangkei – Perdagangan dengan metode titrasi. Dari hasil analisa yang diperoleh di laboratorium maka akan diketahui apakah kadar asam lemak bebas masih memenuhi standart mutu yang telah ditetapkan.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh Waktu Penyimpanan Inti Sawit Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) di PTPN III Sei Mangkei-Perdagangan”.

1.2 Perumusan Masalah

-Bagaimanakah pengaruh waktu inap inti sawit yang diolah menjadi minyak inti sawit terhadap kadar ALB minyak inti sawit tersebut selama 1 – 5 hari penyimpanan.

-Apakah kadar ALB inti sawit yang disimpan selama 1 – 5 masih memenuhi standar operasional yang ditetapkan yaitu ≤ 1 %.


(17)

1.3 Tujuan

- Untuk mengetahui pengaruh waktu inap inti sawit yang diolah menjadi minyak inti sawit terhadap kadar ALB minyak inti sawit tersebut selama 1 – 5 hari penyimpanan.

- Untuk mengetahui apakah kadar ALB dari inti sawit yang baru diproduksi dan inti sawit yang disimpan selama 1 – 5 hari masih memenuhi standar operasional yang ditetapkan yaitu ≤ 1 %.

1.4 Manfaat

- Untuk mengetahui kenaikan kadar asam lemak bebas dari inti sawit yang disimpan selama 5 hari.

- Untuk mengupayakan agar minyak inti sawit yang diperoleh mutunya masih bagus, walaupun sudah disimpan beberapa lama.

- Untuk melihat secara langsung penerapan ilmu yang diperoleh dibangku kuliah terhadap variael-variabel yang berkaitan dengan proses produksi dalam skala besar.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah colonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritus dan Amsterdam dan di tanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Sejak saat itu perkembangan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebuban kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke Negara-negara eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor Negara Afrika pada waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948/1949.

Setelah Belanda dan Jepang meninggaalkan Indonesia, pada tahun 1957, pemerintah mengambil ahli perkebunan dengan alasan politik dan keamanan.perubahan manajemen dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami


(19)

penurunan. Pada periode tersebut posisi Inadonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.

Memasuki pemerintahan orde baru, pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980 luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Perkembangan perkebunan semakin pesat lagi setelah pemerintah mengembangkan program lanjutan yaitu PIR-Transmigrasi sejak tahun 1986. Program tersebut berhasil menambah luas lahan dan produksi kelapa sawit. Pada tahun1990-an, luas perkebunan kelapa swit mencapai lebih dari 1,6 juta hektar yang tersebar di berbagai sentra produksi, seperti sumatera dan Kalimantan (Fauzi,2002).

2.2. Varietas Tanaman Kelapa Sawit

Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas-varietas itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah, atau berdasarkan warna kulit buahnya. Selain varietas-varietas tersebut, ternyata dikenal juga beberapa varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain mampu menghasilkan produksi yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lain.

2.2.1. Pembagian Varietas Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah

Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, dikenal lima varietas kelapa sawit, yaitu:


(20)

buah bervariasi antara 35 – 50%. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak rendah.

2. Pisifera

Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hamper tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Presentase daging buah terhadap buah cukup tingggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain. Penyerbukan silang antara Pisifera dengan Dura akan menghasilkan varietas Tenera.

3. Tenera

Varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunan-perkebunan pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 – 4 mm, dan terdapat lingkaran serabut disekelilingnya. Presentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60 – 96%. Tandan buah yang dihasilkan oleh tenera lebih banyak dibandingkan Dura, tetapi ukuran tandannya lebih kecil.

4. Macro carya

Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali.

5. Dwikka – wakka

Varietas ini mempunyai cirri khas dengan adaanya dua lapisan daging buah. Diwikka-wakka dapat dibedakan menjadi diwikka-wakkadura, diwikka-wakkapisifera, dan diwikka-wakkatenera. Dua varietas kelapa sawit yang terakhir ini jarang dijumpai dan kurang begitu dikenal di Indonesia.


(21)

2.2.2. Pembagian Varietas Berdasarkan Warna Kulit Buah

Ada 3 varietas kelapa sawit yang terkenal berdasarkan perbedaan warna kulitnya. Varietas-varietas tersebut adalah:

1. Nigrescens

Buah berwarna ungu dan sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi jingga kehitam-hitaman pada waktu masak. Varietas ini banyak ditanam di perkebunan.

2. Virescens

Pada waktu muda buahnya berwarna hijau dan ketika masak warna buah berubah menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijauan. Varietas ini jarang dijumpai di lapangan.

3. Albescens

Pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan setelah masak menjadi kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman. Varietas ini juga jarang dijumpai.

2.2.3. Varietas Unggul

Pada saat ini, telah dikenal beberapa varietas unggul kelapa sawityang dianjurkan untuk ditanam di perkebunan. Varietas-varietas unggul tersebut dihasilkan melalui hibridasi atau persilangan buatan antara varietas Dura sebagai induk betina dengan varietas Pisifera sebagai induk jantan. Terbukti dari hasil pengujian yang dilakukan selama bertahun-tahun, bahwa varietas-varietas tersebut mempunyai kualitas dan kuantitas yang lebih baik


(22)

2.3. Manfaat kelapa Sawit

Manfaat minyak sawit di antaranya sebagai bahan baku untuk industri pangan dan industri nonpangan.

2.9.1. Minyak Sawit untuk Indutri Pangan

Minyak sawit yang digunakan sebagaim produk pangan dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenesis. Produksi CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Fraksi olein tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestic sebagai pelengkap minyak goring dari minyak kelapa.

Sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goring, margarine, butter, vanaspati, shortening dan bahan untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit memiliki beberapa keunggulan dibandingkan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Di samping itu, kandungan asam linoleat dan lonolenatnya rendah sehingga minyak goring yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (beat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi.

2.9.2. Minyak Sawit untuk Industri Nonpangan

Minyak sawit mempunyai potensi yang cukup besar untuk digunakan di industri-industri nonpangan, industri farmasi, dan industry oleokimia (fatty acids, fatty alcohol, dan

glycerine). Oleokimia adalah bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati,


(23)

digunakan dalam pembuatan bahan detergen. Produk non pangan dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti sawit diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk menghasilkan asam lemak dan gliserin (Fauzi,2002).

2.10. Pengolahan Kelapa Sawit

1. Strerilisasi dan Perontokan

Sterilisasi bertujuan untuk menghentikan aktivitas enzimatis dan mengumpulkan protein dalam buah sawit serta membunuh mikroba. Terhentinya proses enzimatis akan mengurangi kerusakan bahan. Antara lain akibat penguraian minyak menjadi asam lemak bebas. Pengumpukan protein bertujuan agar supaya tidak ikut terekstrak pada waktu pengepresan minyak (ekstraksi). Sterilisasi juga bermanfaaat untuk pengawetan dan memudahkan perontokan buah. Tandan buah yang telah disortir direbus dengan uap panas selama 2 – 2,5 jam.

Akhir perebusan ditandai beberapa gejala, antara lain bau buah yang gurih, empuk, dan buah mudah rontok. Setelah direbus, selanjutnya dimasukkan kedalam alat perontok.

2. Pengempaan

Buah dalam bak penumpukan dimasukkan dalam tangki penghhancur. Sebagai pembantu dalam proses ini dipakai uap air panas dan hasil hancurnya disebut fladren.

Fladren dimasukkan kedalam alat pengepres yang berbentuk silinder tegak. Pengepresan

dilakukan pada tekanan sebesar 200 – 300 kg per cm2 dengan kecepatan penekanan 5 sampai 6 kali dalam satu menit.


(24)

Ampas yang dihasilkan diangkut dengan pengangkut berulir (auger) ke proses selanjutnya. Minyak sawit dari stasiun kempa dialirkan dalam sebuah tangki yang disebut

monteyues.

3. Perebusan

Minyak yang berada monteyues dipanaskan dengan uap air supaya tidak membeku.

Dri monteyues minyak dipompakan dalam bak tunggu dengan bantuan tekanan uap sebesar2

kg per cm2 dan dari bak tunggu minyak dialirkan ke dalam tangki pengendapan.

Di dalam tangki pengendapan, minyak dipanaskan dengan uap air selama kurang lebih 4 jam, kemudian didinginkan selama 3 jam. Perebusan bertujuan untuk memecahkan struktur emulsi. Memasak minyak dan memisahkan kotoran dan air dari minyak. Pendinginan selama 3 jam. Pemisahan di atas terjadi dengan cepat sekali akibat perbedaan antara jenis air dan kotoran dengan minyak. Minyak akan terapung di atas permukaan air dan kotoran, karena bobot jenisnya lebih kecil daripada bobot jenis air atau kotoran tersebut.

Setelah terpisah kedua cairan dikeluarkan dari tangki melalui saluran yang berbeda. Minyak sawit dialirkan ke dalam bak tunggu sedangkan air kotoran dialirkan ke dalam parit

(vetput). Di dalam parit,air kotoran dipanaskan lagi dengan uap air dan kemudian

didinginkan. Minyak sawit yang terapung dipisahkan dan dimasukkan kembali ke dalam tangki pengendapan.

4. Penjernihan

Minyak sawit dipompakan dari bak tunggu ke dalam tangki penjernihan (klarifikator). Di dalam tangki penjernihan ini minyak kelapa sawit dimasak lagi dengan uap


(25)

air panas selama lebih kurang 60 menit. Tujuan pekerjaan ini adalah untuk memasak minyak dan memisahkan kotoran dan air. Pemanasan juga bertujuan untuk mencegah pembekuan minyak pada proses selanjutnya.

5. Penyaringan

Minyak yang dialirkan dari tangki penjernihan, disaring di dalam alat penyaring sentrifugasi. Dari penyaringan sentrifugasi minyak bersih dipompakan ke dalam tangki penimbun, sedangkan air dan kotoran dikembalikan ke dalam tangki pengendapan.

6. Tangki Penyimpanan Minyak Sawit

Bagian dalam tanki penyimpanan minyak sawit dilengkapi dengan pipa uap untuk memanaskan minyak sawit supaya tidak membeku.

7. Pemisahan Ampas dan Biji Sawit

Ampas yang keluar dari stasiun kempa diangkut oleh pengangkut berulir (auger) kea lat pemisah ampas (luchschreider). Selama pengengkutan, ampas dipanasi dengan uap dan dicacah dengan pisau sehingga ampas yang dihasilkan lebih halus. Alat pemisah ampas ini merupakan sebuah drum yang berputas dilengkapi oleh sebuah kipas. Prinsip pemisahan berdasarkan atas perbedaan bobot jenis biji sawit dan ampas (Ketaren,1986).


(26)

2.11. Pengolahan Inti Sawit

1. Cake Breaker Conveyor

Ampas press yang keluar dari screw press terdiri dari serat dan biji yang masih mengandung air yang tinggi dan berbentuk gumpalan, oleh sebab itu perlu dipecah dengan alat pemecah ampas yang disebut dengan cake breaker conveyor (CBC). Alat ini berperan memecah gumpalan ampas dan mengangkatnya ke kolom fibre cyclone. Untuk mempermudah pemecahan gumpalan dan mempersiapkan ampas yang sesuai dengan persyaratan bahan bakar, maka dilakukan pemanasan CBC yang dilengkapi dengan pemanas pada mantel sehingga kadar air ampas menurun dan mudah diproses lebih lanjut pada

depericarper.

2. Polishing Drum

Ampas pressan yang terdiri dari serat, biji, dan inti dipecah oleh cake breaker

sehingga lebih mudah diblower untuk memisahkan fraksi ringan dan fraksi berat. Fraksi ringan terdiri dari serat, inti pecah halus, pecahan tempurung tipis dan debu. Fraksi berat ialah biji utuh, biji pecah, inti utuh, dan inti pecah. Fraksi berat diolah dalam depericarper, yang bertujuan untuk menghilangkan serat-serat yang masih melekat pada biji. Seeat yang terdapat dikulit biji dapat mengganggu jalannya proses pemecahan biji pada nut cracker, yaitu daya pentalnya (collision) berkurang yang berakibat pada proses pemecahan biji lebih lama yang sekaligus mengurangi kapasitas olah unit.

3. Fermentasi Biji

Biji mengandung pectin, yang terdapat antara tempurung dengan inti. Untuk mempermudah pemecahan biji dalam cracker, maka pectin yang berfungsi sebagai perekat


(27)

inti pada tempurung perlu dirombak dengan proses kimia seperti fermentasi. Fermentasi ialah salah satu proses biokimia yang dikembangkan pada pengolahan biji sawit.

4. Nut Grading

Sebelum proses pemecahan biji terlebih dahulu dilakukan seleksi berdasarkan ukuran biji dengan menggunakan alat “nut grading” yaitu drum berputar terdiri dari ukuran lobang yang berbeda-beda. Biji yang telah diseleksi terdiri dari tiga fraksi yaitu kecil (8-14 nn), sedang (15-17 mm) dan besar (18 mm).

5. Pemecahan Biji

5.1. Nut Cracker

Alat ini berfungsi memecahkan biji dengan system lemparan biji ke dinding keras. Mekanisme pemecahan ini didasarkan pada kecepatan putar, radius dan massa biji yang dipecahkan. Karena factor massa yang merupakan factor yang selalu berubah-ubah maka perlu dilakukan pengelom[pokkan bji, dan ini telah dimulai dari “nut grading”. Katrena biji telah dikelompokkan menjadi tiga fraksi maka crakcker disediakan tiga unit. Ketiga cracker

tidak mempunyai putaran yang sama sebab semakin kecil ukuran biji maka dibutuhkan putaran yang lebih tinggi. Penentuan kecepatan putaran mempengaruhi besarnya presentase inti pecah dan inti lekat.

5.2. Ripple Mil


(28)

plate terbuat dari high carbon steel dengan permukaaan bergerigi tajam. Mekanisme pemecahan biji, yaitu dengan cara menekan biji dengan rotor pada dinding bergerigi dan menyebabkan pecahnya biji.

Alat ini dapat memecah biji tanpa melalui pemeraman dalam nut silo asalkan dalam proses perebusan dilakukan dengan sempurna yaitu tekanan rebusan 3 kg/cm dengan sistem 3 puncak selama 90 menit, yang setara dengan kadar air 15%.

6. Pemecahan Inti dengan Tempurung

6.1. Claybath

Hasil gilingan pemecahan biji masauk ke dalam bak dan inti mengapung sedangkan cangkang bergerak ke dasar bak. Inti yang mengapung ditangkap dengan menggunakan talang dan diayak serta disiram dengan air agar inti bebas dari tanah liat, sedangkan cangkang dihisap dari dasar bak dan dipompakan ke dalam saringan kemudian dikirim ke

shellhopper.

6.2 Hidrosiklon

Hasil olahan cracker sebelum memasuki hidrosiklon mengalami pemisahan fraksi halus oleh Winnowing. Sampah halus akan terpisah dan fraksi berat akan dicampur dengan air yang kemudian inti dipisahkan dari tempurung berdasarkan berat jenis. Untuk memperbesar selisih berat jenis inti dengan tempurung maka campuran dilewatkan melalui siklon, sehingga inti akan keluar dari atas permukaan cyclone dan tempurung dari bagian bawah yang kemudian masing-masing fraksi diangkut ke pengelolahan yang lebih lanjut. Keberhasilan pemisahan inti dengan hidrocyclone dapat diketahui dari jumlah kandungan kotoran (cangkang) dalam inti sawit.


(29)

6.3. Hisapan Angin

Pemisahan tempurung dari inti dilakukan dengan perbedaan massa dari fraksi. Fraksi ringan umumnya lebih cepat dipisahkan lebih cepat dipisahkan dibandingkan dengan fraksi berat. Disamping massa dari materi yang dipisahkan juga dipengaruhi bentuknya. Materi yang berbentuk lempengan lebih mudah terhisap dan dapat dipisahkan.

7. Pengeringan Inti

Pengering inti yang berkembang ialah tipe rectangulair dan tipe cylindrical, keduanya hamper bersamaan prinsip kerjanya.

a. Type Rectangulair

Pengeringan dengan alat ini sering mengalami penyimpangan yaitu terdapatnya inti yang dibagian sudut sering melekat dan tidak turun ke bawah, dan bila diturunkan terdapat mutu inti yang tidak baik.

b. Type Cylindrical

Alat pengering memiliki keuntungan yaitu inti tidak ada yang tertinggal di bagian dinding, karena jatuhnya inti ke bawah berbentuk cincin (0), sedangkan pada tipe

rectangular jatuhnya inti berbentuk cone (V) pada titik tengah (Naibaho,1998).


(30)

kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang telah dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter kurang lebih 8 mm. Selain itu bungkil kelapa sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak.

Minyak inti sawit yang baik, berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning terang serta mudah dipucatkan. Bungkil inti sawit diinginkan berwarna relative terang dengan nilai gizi serta kandungan asam aminonya tidak berubah. Komposisi biji inti sawit dinyatakan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Komposisi Biji Inti Sawit

Komponen Jumlah (%)

Minyak 47 – 52

Air 6 – 8

Protein 7,5 – 90

Extractable non protein 23 – 24

Selulosa 5

Abu 2

Terdapat variasi komposisi biji inti sawit dalam hal padatan non minyak dan non protein. Bagian yang disebut Extractable non protein yang mengandung sejumlah sukrosa, gula pereduksi dan pati, tapi dalam beberapa contoh tidak mengandung pati (Ketaren, 1986).

2.13. Asam Lemak

Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrplisis suatu lemak atau minyak, yang disebut asam lemak, umumnya mempunyai rantai hidrokarbon panjang dan tak bercabang. Lemak


(31)

dan minyak seringkali diberi nama sebagai derivate asam-asam lemak ini. Misalnya, tristearat dari gliserol diberi nama tristearin, dan tripalmitat dari gliserol, disebut tripalmitin. Kebanyakan lemak dan minyak yang terdapat dalam alam merupakan trigliserida campuran (Fessenden,1982).

Asam lemak minyak sawit dihasilkan dari proses hidrolisis, baik secara kimiawi maupun enzimatik. Proses hidrolisis menggunakan enzim lipase dari jamur Aspergillus niger dinilai lebih hemat energi karena dapat berlangsung pada suhu 10-250C. Selain itu, proses ini juga dapat dilakukan pada fase padat. Namun, hidrolisis enzimatik mempunyai kekurangan pada kelambatan prosesnya yang berlangsung 2-3 har. Asam lemak yang dihasilkan dihidrogenasi, lalu didestilasi, dan selanjutnya difraksinasi sehingga dihasilkan asam-asam lemak murni. Asam-asam lemak tersebut digunakan sebagai bahan untuk detergen, bahan softener (pelunak) untuk produksi makanan, tinta tekstil, aspal dan perekat (Fauzi,2002).

Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak inti sawit dinyatakan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit

Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (%) Minyak Inti Sawit (%) Asam kaprilat Asam kaproat Asam laurat Asam miristat Asam palmitat Asam stearat Asam oleat Asam linoleat - - - 1,1 – 2,5

40 – 46 3,6 – 4,7

39 – 45 7 – 11

3 – 4 3 - 7 46 - 52 14 – 17 6,5 – 9 1 - 2,5 13 – 19


(32)

Kandungan karoten dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak dari jenis tenera kurang lebih 500 – 700 ppm, kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi (Ketaren,1986).

2.14. Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas adalah asam yang dibebaskan pada hidrolisis lemak. Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar asam lemak bebas yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain:

- Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu

- Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah - Penumpukan buah yang terlalu lama

- Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik

Kenaikan kadar asam lemak bebas ditentukan mulai dari saat tandan di panen sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan kadar asam lemak bebas disebabkan adanya reaksi hidrolisia pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan asam lemak bebas. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya factor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis. Semakin lama rekasi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar asam lemak bebas yang terbentuk.


(33)

O

CH2 – O – C – R CH2 – OH

O O

CH – O – C – R panas, air CH – OH + 3R – C – OH O keasaman, enzim

CH2 – O – C – R CH2 – OH

Minyak Sawit Gliserol ALB

Gambar 1. Reaksi hasil hidrolisa pada minyak

Pemanenan pada waktu yang tepat merupakan salah satu usaha untuk menekan kadar asam lemak bebas sekaligus menaikkan rendemen minyak (Tim Penulis,1997).

2.15. Standar Mutu

Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain ttitk lebur angka penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan yang kedua, yaitu mutu minyak sawit yang dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB,FFA), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang kedua lebih penting (Tim Penulis,1997).


(34)

Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa factor yang menentukan standar mutu yaitu: kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida.

Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang), bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam (Ketaren,1986).


(35)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1. Alat-alat

- Labu Alas 250 ml Pyrex- Alat Destilasi -

- Alat Soklet Pyrex

- Beaker Glass 500 ml Pyrex

- Blender Waring Commercial

- Buret Digital 50 ml Brand - Cawan Petridish -

- Corong Kaca -

- Desikator -

- Erlenmeyer 250 ml Pyrex - Gelas Ukur 50 ml Pyrex - Heating Mantel -

- Kapas -

- Neraca Analitis Mettler Toledo

- Oven Memmert

- Penyaring Timbal -


(36)

3.2. Bahan-bahan

- Alkohol

- Indikator Phenolftalein -Inti Sawit

- KOH 0,0522 N - Minyak Inti Sawit - n-heksana

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Penyediaan Sampel

- Inti sawit yang baru diproduksi dihaluskan ± 10 gram dengan menggunakan blender - Setelah halus ditimbang cawan petridish kosong untuk mengetahui beratnya

- Inti sawit yang sudah halus diletakkan ke atas cawan petridish

- Inti sawit yang sudah halus dan cawan petridish ditimbang kembali untuk mengetahui beratnya

- Inti sawit dipanaskan ke dalam oven ± 2 jam pada temperatur 1050C untuk mengurangi kadar air nya

- Inti sawit dikeluarkan dan didinginkan

- Inti sawit dimasukkan kedalam penyaring timbal kemudian ditutupi kapas - Labu alas kosong ditimbang kemudian dimasukkan ± 200 ml larutan n-heksana - Penyaring timbel yang berisi inti sawit dan kapas dimasukkan kedalam alat soklet

kemudian ditambahkan n-heksan lalu alat soklet dirangkai pada heating mantel - Inti sawit diekstraksi sampai pelarut n-heksana dalam alat soklet sudah bening - Pelarut diuapkan hingga diperoleh minyak inti sawit


(37)

- Labu alas yang berisi minyak dipanaskan kedalam oven ± 2 jam pada temperatur 1050C untuk menghilangkan n-heksana yang tinggal

- Labu alas dikeluarkan dan didinginkan di desikator, sehingga diperoleh minyak inti sawit yang baru diproduksi

- Minyak inti sawit digunakan dalam menganalisa kadar asam lemak bebas

- Perlakuan yang sama dilakukan terhadap inti sawit yang disimpan selama 1 malam, 2 malam, 3 malam, 4 malam, dan 5 malam

3.3.2. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas

- Gelas erlenmeyer kosong ditimbang untuk mengetahui berat kosongnya

- Minyak inti sawit yang baru diproduksi dimasukkan kedalam erlenmeyer 125 ml - Minyak inti sawit dan gelas erlenmeyer ditimbang kembali untuk mengetahui beratnya - Larutan n-heksana ditambahkan 20 ml dan diaduk

- Larutan alkohol ditambahkan 40 ml dan diaduk kembali - Indikator phenolftalein ditambahkan 3 tetes

- Minyak inti sawit dititrasi dengan larutan KOH 0,0522 N sampai terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah rose dan dicatat volume KOH 0,0522 N yang terpakai dan dihitung kadar asam lemak bebasnya dengan menggunakan rumus: BM. Asam Laurat x N.KOH x V.KOH

% Asam lemak bebas = x 100%

W x 1000


(38)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data

Dari hasil analisa yang telah dilakukan, maka diperoleh data dalam table berikut: Tabel 4.1. Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas dari Inti Sawit

Sampel Berat Sampel (g)

N.KOH (ml)

V.KOH (ml)

ALB (%)

Inti Sawit (A) 3,2735 0,0522 1,23 0,39

Inti Sawit (B) 4,3567 0,0522 2,99 0,72

Inti Sawit (C) 4,3034 0,0522 3,26 0,79

Inti Sawit (D) 4,3191 0,0522 3,45 0,83

Inti sawit (E) 4,6340 0,0522 3,86 0,87

Inti Sawit (F) 4,8298 0,0522 4,32 0,93

Keterangan:

A = Inti sawit yang baru diproduksi

B = Inti sawit yang disimpan selama 1 malam C = Inti sawit yang disimpan selama 2 malam D = Inti sawit yang disimpan selama 3 malam E = Inti sawit yang disimpan selama 4 malam F = Inti sawit yang disimpan selama 5 malam


(39)

4.2. Perhitungan

4.2.1. Penentuan Asam Lemak Bebas

BM. Asam Laurat x N.KOH x V.KOH

% Asam lemak bebas = x 100 %

W x 1000 Keterangan:

BM. Asam Laurat = 200

N.KOH = Normalitas KOH yang terpakai V.KOH = Volume KOH yang terpakai W = Berat sampel

Contoh: Perhitungan asam lemak bebas pada inti sawit yang baru diproduksi W = 3,2735

V.KOH = 1,23 ml N.KOH = 0,522 N

BM. Asam Laurat x N.KOH x V.KOH

% Asam lemak bebas = x 100%

W x 1000 200 x 0,0522 x 1,23

= x 100 % 3,2735 x 1000

12,8


(40)

% Asam lemak bebas pada inti sawit yang disimpan selama 1 malam, 2 malam, 3 malam, 4 malam dan 5 malam dapat dilihat pada tabel 4.1.

4.3. Pembahasan

Minyak inti sawit diperoleh dengan menghaluskan inti sawit yang kemudian dipanaskan pada suhu 1050C untuk mengurangi kadar air pada inti sawit tersebut serta mengalami proses ekstraksi yang menggunakan pelarut n-heksana dimana pelarut n-heksana tersebut harus dihilangkan kembali dengan proses pemanasan kembali pada suhu 1050C sehingga dapat diperoleh minyak inti sawit yang baik. Penentuan kadar asam lemak bebas dari minyak inti sawit tersebut dapat dilakukan dengan proses titrasi yang menggunakan larutan n-heksana dan alkohol, indikator phenolftalein, dan larutan standar KOH 0,0522 N. Dimana proses titrasi sendiri dapat berakhir ketika terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah rose pada titik akhir titrasi. Sehingga kadar asam lemak bebas dari minyak inti sawit tersebut dapat ditentukan.

Dari hasil percobaan diperoleh asam lemak bebas dari inti sawit, masih memenuhi standart mutu yang ditetapkan yaitu 1%. Faktor yang mempengaruhi dalam peningkatan kadar asam lemak bebas selama penyimpanan disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak, dimana reaksi ini dipercepat dengan adanya faktor-faktor seperti panas, air, keasaman, katalisator (enzim) dan proses pengeringan yang tidak baik serta kadar air akhir dalam inti sawit kering. Adapun faktor lain yaitu kadar inti pecah dan inti berjamur. Sehingga untuk penyimpanan inti sawit perlu dilakukan usaha untuk memnurunkan kandungan air sehingga tidak terjadi proses penurunan mutu. Proses penurunan mutu umumnya terjadi selama proses penyimpanan, oleh sebab itu perlu diperhatikan proses dan kondisi penyimpanan.


(41)

Hal ini dapat terlihat jelas pada inti sawit yang semakin lama disimpan semakin meningkat asam lemak bebasnya, yaitu asam lemak bebas pada inti sawit yang baru diproduksi sebesar 0,39% sedangkan asam lemak yang disimpan selama 1 – 5 hari yaitu sebesar 0,72%; 0,79%; 0,83%; 0,87%; dan 0,93%.


(1)

3.2. Bahan-bahan

- Alkohol

- Indikator Phenolftalein

-Inti Sawit

- KOH 0,0522 N

- Minyak Inti Sawit

- n-heksana

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Penyediaan Sampel

- Inti sawit yang baru diproduksi dihaluskan ± 10 gram dengan menggunakan blender - Setelah halus ditimbang cawan petridish kosong untuk mengetahui beratnya

- Inti sawit yang sudah halus diletakkan ke atas cawan petridish

- Inti sawit yang sudah halus dan cawan petridish ditimbang kembali untuk mengetahui

beratnya

- Inti sawit dipanaskan ke dalam oven ± 2 jam pada temperatur 1050C untuk

mengurangi kadar air nya

- Inti sawit dikeluarkan dan didinginkan

- Inti sawit dimasukkan kedalam penyaring timbal kemudian ditutupi kapas

- Labu alas kosong ditimbang kemudian dimasukkan ± 200 ml larutan n-heksana

- Penyaring timbel yang berisi inti sawit dan kapas dimasukkan kedalam alat soklet

kemudian ditambahkan n-heksan lalu alat soklet dirangkai pada heating mantel

- Inti sawit diekstraksi sampai pelarut n-heksana dalam alat soklet sudah bening


(2)

- Labu alas yang berisi minyak dipanaskan kedalam oven ± 2 jam pada temperatur

1050C untuk menghilangkan n-heksana yang tinggal

- Labu alas dikeluarkan dan didinginkan di desikator, sehingga diperoleh minyak inti

sawit yang baru diproduksi

- Minyak inti sawit digunakan dalam menganalisa kadar asam lemak bebas

- Perlakuan yang sama dilakukan terhadap inti sawit yang disimpan selama 1 malam, 2

malam, 3 malam, 4 malam, dan 5 malam

3.3.2. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas

- Gelas erlenmeyer kosong ditimbang untuk mengetahui berat kosongnya

- Minyak inti sawit yang baru diproduksi dimasukkan kedalam erlenmeyer 125 ml

- Minyak inti sawit dan gelas erlenmeyer ditimbang kembali untuk mengetahui beratnya

- Larutan n-heksana ditambahkan 20 ml dan diaduk

- Larutan alkohol ditambahkan 40 ml dan diaduk kembali

- Indikator phenolftalein ditambahkan 3 tetes

- Minyak inti sawit dititrasi dengan larutan KOH 0,0522 N sampai terjadi perubahan

warna dari kuning menjadi merah rose dan dicatat volume KOH 0,0522 N yang

terpakai dan dihitung kadar asam lemak bebasnya dengan menggunakan rumus:

BM. Asam Laurat x N.KOH x V.KOH

% Asam lemak bebas = x 100%

W x 1000

- Perlakuan yang sama dilakukan terhadap inti sawit yang disimpan selama 1 malam, 2

malam, 3 malam, 4 malam, dan 5 malam


(3)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data

Dari hasil analisa yang telah dilakukan, maka diperoleh data dalam table berikut:

Tabel 4.1. Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas dari Inti Sawit

Sampel Berat Sampel (g)

N.KOH (ml)

V.KOH (ml)

ALB (%)

Inti Sawit (A) 3,2735 0,0522 1,23 0,39

Inti Sawit (B) 4,3567 0,0522 2,99 0,72

Inti Sawit (C) 4,3034 0,0522 3,26 0,79

Inti Sawit (D) 4,3191 0,0522 3,45 0,83

Inti sawit (E) 4,6340 0,0522 3,86 0,87

Inti Sawit (F) 4,8298 0,0522 4,32 0,93

Keterangan:

A = Inti sawit yang baru diproduksi

B = Inti sawit yang disimpan selama 1 malam

C = Inti sawit yang disimpan selama 2 malam

D = Inti sawit yang disimpan selama 3 malam

E = Inti sawit yang disimpan selama 4 malam


(4)

4.2. Perhitungan

4.2.1. Penentuan Asam Lemak Bebas

BM. Asam Laurat x N.KOH x V.KOH

% Asam lemak bebas = x 100 %

W x 1000

Keterangan:

BM. Asam Laurat = 200

N.KOH = Normalitas KOH yang terpakai

V.KOH = Volume KOH yang terpakai

W = Berat sampel

Contoh: Perhitungan asam lemak bebas pada inti sawit yang baru diproduksi

W = 3,2735

V.KOH = 1,23 ml

N.KOH = 0,522 N

BM. Asam Laurat x N.KOH x V.KOH

% Asam lemak bebas = x 100%

W x 1000

200 x 0,0522 x 1,23

= x 100 % 3,2735 x 1000

12,8

= x 100%

3273,5 = 0,39%


(5)

% Asam lemak bebas pada inti sawit yang disimpan selama 1 malam, 2 malam, 3 malam, 4

malam dan 5 malam dapat dilihat pada tabel 4.1.

4.3. Pembahasan

Minyak inti sawit diperoleh dengan menghaluskan inti sawit yang kemudian dipanaskan

pada suhu 1050C untuk mengurangi kadar air pada inti sawit tersebut serta mengalami

proses ekstraksi yang menggunakan pelarut n-heksana dimana pelarut n-heksana tersebut

harus dihilangkan kembali dengan proses pemanasan kembali pada suhu 1050C sehingga

dapat diperoleh minyak inti sawit yang baik. Penentuan kadar asam lemak bebas dari

minyak inti sawit tersebut dapat dilakukan dengan proses titrasi yang menggunakan larutan

n-heksana dan alkohol, indikator phenolftalein, dan larutan standar KOH 0,0522 N. Dimana

proses titrasi sendiri dapat berakhir ketika terjadi perubahan warna dari kuning menjadi

merah rose pada titik akhir titrasi. Sehingga kadar asam lemak bebas dari minyak inti sawit

tersebut dapat ditentukan.

Dari hasil percobaan diperoleh asam lemak bebas dari inti sawit, masih memenuhi

standart mutu yang ditetapkan yaitu 1%. Faktor yang mempengaruhi dalam peningkatan

kadar asam lemak bebas selama penyimpanan disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada

minyak, dimana reaksi ini dipercepat dengan adanya faktor-faktor seperti panas, air,

keasaman, katalisator (enzim) dan proses pengeringan yang tidak baik serta kadar air akhir

dalam inti sawit kering. Adapun faktor lain yaitu kadar inti pecah dan inti berjamur.

Sehingga untuk penyimpanan inti sawit perlu dilakukan usaha untuk memnurunkan

kandungan air sehingga tidak terjadi proses penurunan mutu. Proses penurunan mutu

umumnya terjadi selama proses penyimpanan, oleh sebab itu perlu diperhatikan proses dan


(6)

Hal ini dapat terlihat jelas pada inti sawit yang semakin lama disimpan semakin

meningkat asam lemak bebasnya, yaitu asam lemak bebas pada inti sawit yang baru

diproduksi sebesar 0,39% sedangkan asam lemak yang disimpan selama 1 – 5 hari yaitu