PENGENDALIAN RISIKO KREDIT DAN PENGGUNAAN ANALISIS KREDIT DALAM PERBANKAN
E. Pengertian Risiko Kredit dan Aspek dalam Risiko Kredit
1. Pengertian Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko kerugian yang diderita bank, terkait dengan kemungkinan bahwa pada saat jatuh tempo, counterparty-nya gagal memenuhi
kewajiban-kewajibannya kepada bank. Singkat kata, risiko kredit adalah risiko kerugian bagi bank karena debitur tidak melunasi kembali pokok pinjamannya
yang disertai dengan bunganya
112
Namun bagi bank, risiko kerugian menyusul terjadinya risiko kredit merupakan risiko yang wajar terjadi mengingat hal itu terkait dengan bisnis
intinya berupa lending-based business. Tambahan pula, sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bank merupakan lembaga dengan tingkat
leverage atau debt-equity ratio yang tinggi. Fakta itu telah menyebabkan .
Sesungguhnya risiko kerugian ini dapat dialami oleh pihak-pihak lain pula di luar bank. Sebagai contoh, personal investor para penabung yang menempatkan
pendanaannya pada suatu investasi tertentu diluar cash products, apakah berupa tabungan, dana reksa, obligasi, saham dan sebagainya. Risiko kredit ini telah
menyebabkan harapan investor memperoleh bunga serta pokok investasi maupun tabungannya ataupun capital gain berubah menjadi kerugian bila bank jatuh
bangkrut atau unit dana reksa gagal membayar redemption atau bila harga saham dan obligasi jatuh.
112
H. Masyhud Ali.Op.Cit. hal.199.
Universitas Sumatera Utara
permodalan bank dapat tergerus habis seketika dalam waktu singkat bila para debiturnya default rates yang tinggi.
Risiko kredit juga merupakan risiko yang paling signifikan dari semua risiko yang menyebabkan kerugian potensial. Risiko kredit adalah risiko yang terjadi
karena kegagalan debitur, yang menyebabkan tak terpenuhinya kewajiban untuk membayar hutang
113
2. Beberapa aspek dalam Risiko Kredit
. Beberapa risiko kredit tak dapat dihindari, karena tanpa risiko tidak akan ada
pendapatan. Bank dapat mengkompensasikan dengan mengatur, bahwa pemberian kredit yang mempunyai risiko tinggi harus diimbangi dengan pendapatan yang
lebih tinggi, dengan suku bunga di atas normal. Namun, pemberian putusan kredit harus dapat dijamin, apakah akan lebih banyak memberikan kredit dengan tingkat
pendapatan dan pengembalian tinggi, atau terlalu berisiko, karena dapat mengakibatkan risiko potensial dalam bisnis. Manajeman Risiko Kredit akan
membantu dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima, dengan membuat sistem, guna menentukan risiko yang dapat diterima sebelum kredit
diberikan, sehingga dapat diketahui apakah sebaiknya semua permintaan kredit akan diterima atau ditolak. Sekali kredit diberikan, kondisi dari nasabah harus
dapat dipantau, dan bilamana terjadi tanda-tanda kemunduran terhadap posisi nasabah akan dapat diketahui, sehingga risiko kemungkinan pembayaran
terlambat dapat diantisipasi secara dini.
a Kerangka berpikir Bank dalam pengambilan keputusan kredit
113
Ibid. hal 203
Universitas Sumatera Utara
Terdapat perbedaan utama antara bidang industri pada umumnya dengan industri perbankan. Dalam bidang industri, pengusaha dapat menentukan
sendiri secara independen mengenai berapa dan kapan harus mencari pendanaan untuk modal kerja, berapa dan kapan memulai kegiatan
produksinya. Posisi independen yang demikian itu tidak terdapat dalam bidang industri perbankan. Dengan peranannya yang utama sebagai lembaga
intermediasi, bank hampir dapat dikatakan tidak berada dalam posisi yang independen seperti terjadi pada bidang industri lain pada umumnya. Perbankan
setiap hari berada di tengah antara arus cash-inflow dan arus cash outflow yang harus dihadapinya. Dalam posisi yang demikian itu, sisi aktiva dan pasiva pada
neraca bank telah menjadi ajang yang tidak hanya mencerminkan transaksi yang dilakukan pada masyarakat pula
114
Bersamaan waktunya ketika bank menerima masuknya cash inflow berupa penempatan dana giro, deposito, tabungan, transfer dana masuk, dan
lain-lain, bank juga harus mengendalikan arus cash outflow-nya. Untuk itu, bank tidak dapat berdiam diri dengan terjadinya akumulasi cash-inflow tersebut
mengingat dana neto yang berada pada sisi pasiva tersebut justru merupakan porsi yang jauh lebih besar 8 - 15 saja. Dengan terdapatnya dana masuk
secara neto tersebut bank harus juga setiap saat mengambil keputusan berupa penyediaan dana bagi para pemohon kredit yang datang padanya. Dalam
kaitan itulah bank memerlukan “risk-reward decision framework” atau kerangka berpikir yang tepat ketika mengambil keputusan sesuatu pemberian
kredit. .
114
Ibid. hal 220
Universitas Sumatera Utara
Dalam risk-reward decision framework tersebut selayaknya dimuat pedoman bagaimana bank melakukan seleksi atas permohonan kredit,
bagaimana bank menyikapi peluang yang terbuka bagi kemungkinan penyediaan dana serta pembelian sekuritas tertentu. Pedoman ini pun
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari credit appraisal techniques yang ditunjang oleh berbagai perhitungan statistik.
Dalam memperhitungkan probability of default yang dilakukan borrower, bank harus mempertimbangkan seberapa jauh hal tersebut dapat berpengaruh
terhadap permodalan bank. Probability of default tersebut adalah bahwa debitur tidak membayar bunga dan melunasi pokok pinjaman. Oleh karena itu,
di satu sisi bank harus membuat pencadangan tersebut harus diperhitungkan sebagai unsur pengurang atas modal bank. Di sisi lainnya, bank juga dapat
membandingkannya dengan seberapa jauh reward yang dapat digali oleh bank berupa penerimaan margin dan fee dari kegiatan lending bila debitur
melakukan default. Dengan demikian, lending atau invesment decision dibuat dengan mencari
titik keseimbangan antara risk dan reward tersebut karena berapa pun risiko yang harus dipikul akibat probability of default itu, bank mungkin tetap
melakukan lending karena harga yang harus dibayar itu masih sebanding dengan reward yang akan diperoleh. Di sini berlaku hukum dagang universal
di mana makin besar reward makin besar pula risiko atau sebaliknya. b
Gejala Mewabahnya Risiko Kredit Terdapat gejala yang wajib diwaspadai dalam risiko kredit. Gejala yang
dimaksud adalah meluasnya pengaruh berantai yang memicu terjadinya risiko
Universitas Sumatera Utara
likuiditas yang merupakan risiko kredit sistemik pada seluruh jajaran perbankan. Risiko kredit berupa probability of default tersebut mengakibatkan cash inflow
bank dari penerimaan bunga dan pelunasan pokok pinjaman tidak cukup untuk melayani cash-outflow penarikan dana-dana masyarkat dari bank. Masalah
likuiditas yang pada awalnya bersifat temporer ini dapat berubah menjadi struktural bila surutnya cash inflow tersebut disebabkan pula oleh merosotnya
kualitas aktiva produktif yang dikelola bank. Permasalahan likuiditas yang sttuktural ini memerlukan waktu dan kucuran tambahan permodalan baru untuk
mencegah terjadinya efek domino. Efek ini dapat menimpa jajaran perbankan lainnya yang dapat mengakibatkan timbulnya masalah likuiditas yang meluas
115
115
Ibid.hal 223
. Melalui efek domino ini juga terbentuk rantai yang menjalari seluruh
perbankan dengan permasalah likuitas yang struktural yang berakar dari terjadinya peningkatan non-performing loan NPL itu. Gejala itu dikenal sebagai systemic
credit risk. Oleh karena itu, ketika diketahui bahwa sebuah bank mengalami
peningkatan NPL, fakta itu segera mendorong Bank Sentral dan para supervisor bank untuk segera turun tangan. Bila gejala itu terus meluas sehingga seluruh
jajaran perbankan terkena, pada saat yang sama seluruh perekonomian akan mengahadapi imbas negatifnya pula. Hal inilah yang secara potensial
menimbulkan suatu severe economic downturn karena seluruh jajaran perbankan menjadi lumpuh. Artinya, perbankan menjadi tidak mampu lagi melakukan
ekspansi kredit karena peningkatan NPL tersebut dapat menggerus besaran modal bank sehingga tidak lagi memenuhi persyaratan modal.
Universitas Sumatera Utara
c “Zero Sum Game” dalam Market Transaction Contract
Setiap kali suatu bank melakukan market transaction contract, sesungguhnya bank tersebut berada dalam “zero sum game” dengan para
counterparty-nya itu. Artinya, salah satu diantaranya pasti ada yang menghasilkan keuntungan dari kerugian yang diderita pihak lainnya dalam kontrak tersebut.
Tergantung pada posisi kedua belah pihak yang berkontrak, jenis kontrak yang dilakukan dan perkembangan harga pasar underlying insturments yang melandasi
kontrak tersebut. Di luar kemungkinan kerugian yang diderita bank dalam “zero sum game”
tersebut diatas terdapat pula risiko lainnya yang wajib diwaspadai, Risiko itu dikenal sebagai traded counterparty credit risk.
Adapaun traded counterparty credit risk melalui penetapan cash on delivery system sebagaimana dilakukan dalam dunia bisnis, pada kasus perbankan ini tidak
dapat dapat diterapkan. Mengapa? Terdapat tiga alasan, yaitu sebagai berikut
116
1 Jumlah kewajiban counterparty itu baru jatuh tempo justru ketika kontrak
berhasil menentukan siapa di antara bank dan counterparty tersebut yang menjadi pemenang dalam “zero sum game” tersebut. Dengan demikian, kredit
baru terjadi justru ketika kontrak berakhir. :
2 Jumlah kewajiban counterparty terhadap bank terus-menerus mengalami
perubahan sepanjang waktu kontrak berjalan, sesuai dengan perkembangan harga dari underlying instruments yang melandasi kontrak.
3 Pemenang “zero sum game” dapat berubah sepanjang periode kontrak
tergantung pada kemungkinan terjadinya perubahan arah tren harga dari
116
Ibid.. hal 224
Universitas Sumatera Utara
underlying instruments yang melandasi kontrak. Dengan demikian, siapa berkewajiban membayar kepada siapa, baru diketahui pada masa akhir
kontrak. Ada tiga langkah yang dapat ditempuh bank untuk memperkecil tingkat
kerugian bagi salah satu pihak yang terkait dengan kontrak itu sebagai akibat dari traded markets counterparty credit risk tersebut, yaitu sebagai berikut:
1 Antara para pihak yang terkait dalam kontrak tersebut melakukan settlement
pelunasan secara regular. 2
Masing-masing pihak terkait dengan kontrak tersebut memperjanjikan saling menyerahkan agunan dari salah satu pihak kepada pihak lainnya sebesar nilai
neto tagihan, yaitu ketika settlement atas kontrak tersebut jatuh waktu. 3
Para pihak yang terkait membuat perjanjian untuk melakukan “netting”. “Netting” adalah suatu proses off setting atas keuntungan dan kerugian yang
terjadi antara pihak-pihak terkait itu. Netting tersebut mencakup sejumlah jenis kontrak yang sejenis atau bahkan dapat diterapkan pula atas jenis
kontrak yang berbeda sekalipun.
F. Penggunaan Analisis Kredit Credit Analysis