Penerapan Manajemen Risiko Sehubungan dengan Pengelolaan Risiko Kredit Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk

(1)

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SEHUBUNGAN

DENGAN PENGELOLAAN RISIKO KREDIT

PADA PT. BANK MANDIRI (PERSERO) TBK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi Tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

OLEH

NEWY EARIANI E. R. SARAGI

060200006

(Hukum Ekonomi)

Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Medan


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan atas segala kasih dan berkat Tuhan Yesus yang melimpah sehingg Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: ” Penerapan Manajemen Risiko Sehubungan dengan Pengelolaan Risiko Kredit Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk”, sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelah Sarjana Hukum di Jurusan Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, oleh karena itu dengan sepenuh hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak. DR. Runtung Sitepu, SH.M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Bapak DR. Suhaidi, SH. MH selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Bapak Syafruddin Hsb SH, MH, DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dan Bapak Muhammad Husni, SH, MH selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. DR. Bismar Nasution, SH. MH selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi juga selaku Dosen Pembimbing I, dan Ibu Prof. DR. Sunarmi SH. M.Hum selaku Sekretaris Jurusan Hukum Ekonomi dan dosen Pembimbing II, yang keduanya dengan penuh kesabaran membimbing Penulis selama melakukan penulisan skripsi ini hingga selesai.


(3)

3. Bapak Muhammad Husni, SH, MH selaku dosen penasehat akademik, dosen-dosen yang telah mendidik saya selama masa kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan para pegawai yang juga telah membantu Penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Keluarga saya tercinta: Kedua orang tua saya Alam Saragi, dan Hotmaida Marpaung, atas segala kasih sayang, kesabaran, motivasi, dukungan serta doa-doanya yang telah menjadi sumber kekuatan bagi saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih sedalam-dalamnya atas kasih sayang kalian yang tanpa henti membimbingku hingga saat ini. Serta terima kasih juga kepada adik-adikku, Alekson R. Saragi, Novita Briliani, Yohanes Marulitua, yang juga telah mendukungku di setiap hariku.

5. Kepada sahabat-sahabatku dan teman-teman di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara terutama angkatan 2006, terima kasih atas segala pengertian dan dukungannya selama ini.

Penulis menyadari sebagai seorang pemula dalam penulisan suatu karya ilmiah masih mempunyai banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan baik dalam isi, penyusunan kalimat, maka Penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat membuat karya ilmiah yang lebih sempurna kemudian.

Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih, Semoga Tuhan kiranya memberi perlindungan, petunjun dan anugerah-Nya bagi kita sekalian dalam kehidupan sehari-hari di dalam mengemban tugas yang akan datang.


(4)

Medan, April 2010

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...i

Daftar Isi...iv

Abstraksi...vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Perumusan Masalah...9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan...10

D. Keaslian Penulisan...11

E. Tinjauan Kepustakaan...11

F. Metode Penulisan...13

G. Sistematika Penulisan...14

BAB II PENGATURAN DAN PEDOMAN MENGENAI MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM BERDASARKAN PBI NO. 5/8/2003 Jo. 11/25/2009 A. Dasar Hukum...17

B. Pengertian dan Ruang Lingkup Manajemen Risiko...18

C. Pengawasan secara Aktif Oleh Dewan Komisaris dan Direksi Bank. 1. Kedudukan Direksi & Tanggung Jawabnya dalam Perseroan...24

2. Kedudukan Dewan Komisaris dan Tanggung Jawabnya dalam Perseroan...30

3. Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi dalam Mengelola Risiko pada Ruang Lingkup Manajemen Risiko...36


(6)

E. Proses Pelaksanaan Manajemen Risiko...56

F. Pengendalian Intern dalam Pelaksanaan Manajemen Risiko...66

G. Peranan Komite Audit, Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko serta Audit Intern dalam Penerapan Manajemen Risiko 1. Komite Audit...68

2. Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko...72

3. Audit Intern (Auditur Internal)...74

H. Pelaporan dan Penilaian Penerapan Manajemen Risiko...79

BAB III PENGENDALIAN DAN PENGGUNAAN RISIKO KREDIT DALAM PERBANKAN A. Pengertian Risiko Kredit dan Aspek dalam Risiko Kredit...81

B. Penggunaan Analisis Kredit (Credit Analysis)...87

C. Pengendalian Portofolio...93

D. Pengelolaan Risiko dan Program Pengendalian Risiko Kredit...96

BAB IV PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SEHUBUNGAN DENGAN PENGELOLAAN RISIKO KREDIT PADA PT. BANK MANDIRI TBK A. Visi, Misi, dan Strategi Bank Mandiri Menghadapi Risiko...131

B. Tata Kelola Risiko secara Terpadu...134

C. Kebijakan, Limit, Profil Risiko dan Tenaga Profesional Bidang Risiko...137

D. Persiapan Implementasi Basel II dan Dampaknya...140

E. Pengelolaan Risiko Kredit 1. Pengelolaan Risiko Kredit Segmen Corporate & Commercial...144


(7)

2. Pengelolaan Risiko Kredit & Mikro...146 F. Risiko Kredit

1. Individual Credit Risk...149 2. Risk Based Pricing...151 3. Risiko Portofolio – Analisis dan Guideline...152

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...155 B. Saran...160


(8)

ABSTRAKSI

Bank merupakan salah satu komponen utama yang mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara. Salah satu fokus utama bisnis perbankan adalah laba. Untuk menghasilkan laba paling tidak ada 3 (tiga) hal yang perlu menjadi fokus utama, salah satunya adalah pelaksanaan manajemen risiko. Bank Indonesia sebagai bank sentral dan regulator juga telah mengeluarkan peraturan melalui PBI No. 5/8/2003 jo. PBI No. 11/25/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

Manajemen risiko adalah adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Dalam menerapkan manajemen risiko tersebut terdapat beberapa permasalahan yang diatur dalam tugas akhir ini yaitu bagaimana pengaturan manajemen risiko melalui Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/2003 jo Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, apa pengertian risiko dan bagaimana pengendalian dan analisis mengenai risiko, dan bagaimana penerapan manajemen risiko sehubungan dengan pengelolaan risiko kredit pada PT. Bank Mandiri (PERSERO) Tbk. Metode penulisan yang dilakukan dalam pengerjaan skripsi ini menggunakan metode penulisan normatif.

Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/2009 adalah mengatur mengenai pengertian dari manajemen risiko, menetapkan kewajiban pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi dalam menjalankan manajemen risiko dalam sebuah bank. PBI juga mengatur mengenai kebijakan risiko dan rencana strategik yang harus dilaksanakan bank sesuai dengan visi dan misi yang terfokus pada risiko dan relevan dengan aktivitas fungsional Bank, mengatur proses pelaksanaan Manajemen Risiko dan pengendalian intern dalam Manajemen Risiko pada bank yang sekurang-kurangnya harus mampu secara tepat waktu mendeteksi segala kecurangan dan penyimpangan yang terjadi. Dalam PBI juga diatur mengenai Komite Audit, Komite Manajemen Risiko, dan Audit Intern. Dalam pengaturannya, Bank Indonesia telah mengeluarkan pengaturan penerapan manajemen risiko bagi bank umum dalam PBI No. 5/8/2009 jo. PBI No. 11/25/2009 dan Surat Edaran Bank Indonesia yang berupa pedoman bagi Bank. Bank wajib melaksanakan manajemen risiko tersebut untuk dapat bersaing dalam globalisasi sekarang ini. Tetapi dalam pengaturannya, secara tegas belum ada sanksi apabila penerapan manajemen risiko tidak dilaksanakan oleh Bank. Selain itu, tidak hanya Bank, Korporasi juga memerlukan manajemen risiko untuk menghindari dan mengatasi risiko, walaupun risiko yang dialami oleh bank dengan korporasi berbeda dan lebih variatif tetapi sampai saat ini pengaturan tersebut belum hadir dan direalisasikan untuk dijalankan oleh korporasi walaupun sebagian korporasi telah melakukan manajemen risiko.


(9)

ABSTRAKSI

Bank merupakan salah satu komponen utama yang mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara. Salah satu fokus utama bisnis perbankan adalah laba. Untuk menghasilkan laba paling tidak ada 3 (tiga) hal yang perlu menjadi fokus utama, salah satunya adalah pelaksanaan manajemen risiko. Bank Indonesia sebagai bank sentral dan regulator juga telah mengeluarkan peraturan melalui PBI No. 5/8/2003 jo. PBI No. 11/25/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

Manajemen risiko adalah adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Dalam menerapkan manajemen risiko tersebut terdapat beberapa permasalahan yang diatur dalam tugas akhir ini yaitu bagaimana pengaturan manajemen risiko melalui Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/2003 jo Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, apa pengertian risiko dan bagaimana pengendalian dan analisis mengenai risiko, dan bagaimana penerapan manajemen risiko sehubungan dengan pengelolaan risiko kredit pada PT. Bank Mandiri (PERSERO) Tbk. Metode penulisan yang dilakukan dalam pengerjaan skripsi ini menggunakan metode penulisan normatif.

Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/2009 adalah mengatur mengenai pengertian dari manajemen risiko, menetapkan kewajiban pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi dalam menjalankan manajemen risiko dalam sebuah bank. PBI juga mengatur mengenai kebijakan risiko dan rencana strategik yang harus dilaksanakan bank sesuai dengan visi dan misi yang terfokus pada risiko dan relevan dengan aktivitas fungsional Bank, mengatur proses pelaksanaan Manajemen Risiko dan pengendalian intern dalam Manajemen Risiko pada bank yang sekurang-kurangnya harus mampu secara tepat waktu mendeteksi segala kecurangan dan penyimpangan yang terjadi. Dalam PBI juga diatur mengenai Komite Audit, Komite Manajemen Risiko, dan Audit Intern. Dalam pengaturannya, Bank Indonesia telah mengeluarkan pengaturan penerapan manajemen risiko bagi bank umum dalam PBI No. 5/8/2009 jo. PBI No. 11/25/2009 dan Surat Edaran Bank Indonesia yang berupa pedoman bagi Bank. Bank wajib melaksanakan manajemen risiko tersebut untuk dapat bersaing dalam globalisasi sekarang ini. Tetapi dalam pengaturannya, secara tegas belum ada sanksi apabila penerapan manajemen risiko tidak dilaksanakan oleh Bank. Selain itu, tidak hanya Bank, Korporasi juga memerlukan manajemen risiko untuk menghindari dan mengatasi risiko, walaupun risiko yang dialami oleh bank dengan korporasi berbeda dan lebih variatif tetapi sampai saat ini pengaturan tersebut belum hadir dan direalisasikan untuk dijalankan oleh korporasi walaupun sebagian korporasi telah melakukan manajemen risiko.


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Pesatnya perkembangan lingkungan eksternal dan internal perbankan juga menyebabkan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan. Oleh karena itu agar mampu beradaptasi dalam lingkungan bisnis perbankan, Bank dituntut untuk menerapkan manajemen risiko1

Sebelum krisis moneter (7 Juli 1997), hampir seluruh bank swasta dikendalikan oleh pemiliknya merangkap pengurus komisaris/direksi. Bank-bank milik negara pun “dikendalikan” oleh oknum pejabat. Manajemen risiko kurang dikembangkan. Pemilik bank leluasa meminjamkan dana ke kelompok usahanya sendiri/kolega sehingga menghancurkan pondasi industri perbankan nasional. BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) lagi-lagi disalahgunakan konglomerat.

.

Situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan mengalami perkembangan pesat yang diikuti dengan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan sehingga meningkatkan kebutuhan praktek tata kelola Bank yang sehat (good corporate governance) dan penerapan manajemen risiko yang meliputi pengawasan aktif pengurus Bank, kebijakan, prosedur dan penetapan limit risiko, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, sistem informasi, dan pengendalian risiko, serta sistem pengendalian intern.

1

Masyhud Ali, Manajemen Risiko (Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, Jakarta: (PT RajaGrafindo Persada, 2006),hlm.xiii.


(11)

Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pun kesulitan menangani kredit macet sehingga pemulihan sektor-sektor industri lain masih tersendat-sendat. Krisis moneter menyebabkan sektor perbankan nasional mengalami seleksi ketat untuk mempertahankan kegiatannya. Bank umum yang tadinya berjumlah 238 (Tahun 1997) menjadi 149 (2001) yang sebagian dimegerkan (BUMN, Bank swasta nasional). Jumlah kantor (pusat, cabang, dan cabang pembantu) juga menyusut dari 7781 (Tahun 1997) menjadi 6623 (Tahun 2001). Di tengah upaya perbaikan kinerja perbankan nasional, beberapa orang pengusaha dan oknum pejabat/karyawan bank masih berhasil membobol bank BNI dengan L/C fiktif dan BRI sehingga menambah kerugian kedua bank tersebut yang jumlah totalnya hampir Rp. 2.000.000.000.000.000 (dua triliun rupiah). Publik makin kuatir dan mempertanyakan citra perbankan nasional2

Salah satu aspek penting dalam Good Corporate Governance adalah perlu diterapkannya manajemen risiko terlebih dalam dunia perbankan. Bank sebagai lembaga keuangan memegang aspek krusial dalam mendukung perekonomian nasional sehingga perlu suatu pengaturan yang sistematis dan menyeluruh dalam menyikapi berbagai risiko perbankan yang muncul dan yang akan muncul setiap saat. Untuk menentukan berhasil atau tidaknya penerapan manajemen risiko dalam suatu bank, mutlak diperlukan peranan secara aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi sebaga pengawas dan penyelenggara pelaksanaan pengelolaan Bank tersebut. Ibaratnya tubuh manusia, maka Direksi dan Dewan Komisaris

.

2

Mas Achmad Daniri, Good Corporate Governance (Konsep dan Penerapannya Dalam Konteks Indonesia), (Jakarta: Ray Indonesia, 2005), hal 142-143


(12)

merupakan “otak” bagi berjalannya fungsi dan metabolisme tubuh manusia secara baik3

Manajemen risiko dimulai dengan adanya kesadaran Manajemen menyadari bahwa risiko pasti ada di dalam suatu perusahaan, oleh karena itu risiko tersebut harus dapat dikendalikan

.

4

manajemen risiko dapat meningkatkan shareholder value, memberikan gambaran kepada pengelola Bank mengenai kemungkinan kerugian Bank di masa datang, meningkatkan metode dan proses pengambilan keputusan yang sistematis yang didasarkan atas ketersediaan informasi, digunakan sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat mengenai kinerja Bank, digunakan untuk menilai risiko yang melekat pada instrumen atau kegiatan usaha Bank yang relatif kompleks serta menciptakan infrastruktur manajemen risiko yang kokoh dalam rangka meningkatkan daya saing Bank. Bagi otoritas pengawasan Bank, penerapan manajemen risiko akan mempermudah penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank yang dapat mempengaruhi permodalan Bank dan sebagai salah satu dasar penilaian dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan Bank.

. Tidak mungkin dalam menjalankan kinerjanya suatu perusahaan tidak menemui risiko, karena risiko erat kaitannya dengan keberhasilan juga kegagalan. Disinilah perlu kesadaran dari pihak manajemen suatu perusahaan untuk dapat mengenali, memantau dan mengendalikan risiko tersebut.

Penerapan manajemen risiko tersebut akan memberikan manfaat, baik kepada perbankan maupun otoritas pengawasan Bank. Bagi perbankan, penerapan

3

Ibid,hal.34 4

Husein Umar, Manajemen Risiko Bisnis (Pendekatan Finansial dan Non Finansial), (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1998), Hal. 17.


(13)

Esensi dari penerapan manajemen risiko adalah kecukupan prosedur dan metodologi pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha Bank tetap dapat terkendali (manageable) pada batas/limit yang dapat diterima serta menguntungkan Bank. Namun demikian mengingat perbedaan kondisi pasar dan struktur, ukuran serta kompleksitas usaha Bank, maka tidak terdapat satu sistem manajemen risiko yang universal untuk seluruh Bank sehingga setiap Bank harus membangun sistem manajemen risiko sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko pada Bank5

eksposur risiko yang melekat pada kegiatan usahanya sehingga Bank dapat memperkirakan dampaknya terhadap permodalan yang seharusnya dipelihara dalam rangka mendukung kegiatan usaha dimaksud. Sementara itu, dalam rangka melaksanakan pemantauan risiko, Bank harus melakukan evaluasi terhadap

.

Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan

(unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan

Bank. Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, maka pada tahap awal Bank harus secara tepat mengidentifikasi risiko dengan cara mengenal dan memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent risks) maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru Bank, termasuk risiko yang bersumber dari perusahaan terkait dan afiliasi lainnya.

Setelah dilakukan identifikasi risiko secara akurat, selanjutnya secara berturut-turut Bank perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. Pengukuran risiko tersebut dimaksudkan agar Bank mampu mengkalkulasi

5

Surat Edaran Bank Indonesia No./21/DPNP/2003 tentang Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.


(14)

eksposur risiko, terutama yang bersifat material dan atau yang berdampak pada permodalan Bank.

Manajemen menyadari bahwa risiko pasti ada didalam suatu perusahaan, oleh karena itu risiko tersebut harus dapat dikendalikan. Tidak mungkin dalam menjalankan kinerjanya tersebut suatu perusahaan tidak menemui risiko, karena risiko erat kaitannya dengan keberhasilan atau kegagalan suatu perusahaan. Disinlah perlunya kesadaran dari pihak manajemen suatu perusahaan untuk dapat mengenali, memantau dan mengendalikan risiko tersebut.

Ketidakpastian dan risiko merupakan kenyataan yang harus dihadapi perusahan dalam upayanya menciptakan nilai. Semakin tinggi tingkat ketidakpastian, semakin tinggi pula risikonya. Tantangan bagi Direksi dan Dewan Komisaris adalah memahami aspek-aspek yang terkait dengan pengelolaan risiko tersebut secara efektif sehingga perusahaan dapat memperbesar kemungkinan keberhasilan pencapaian sasaran-sasarannya baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Efektivitas kerja Dewan Komisaris dan Direksi dipengaruhi oleh beberapa faktor penentuan dan prasyarat komposisi anggota kedua organ tersebut, komite-komite yang dimiliki Dewan Komisaris, pembagian fungsi, wewenang, tanggung jawab setiap anggota Dewan komisaris maupun Direksi, komunikasi yang baik diantara kedua organ dan dengan pemegang saham dan para pemangku kepentingan dukungan fungsi dan peran sekretaris perusahaan, adanya penilaian kerja yang dilakukan secara obyektif, independen yang dikaitkan dengan remunerasi6

6

Mas Achmad Daniri,OpCit, hal 143. .


(15)

Seandainya Dewan Komisaris dan Direksi pro aktif mengawasi, melihat kecukupan kebijakan, prosedur penetapan limit, kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko dengan menggunakan sistem informasi serta pengendalian intern bank itu secara menyeluruh sesuai dengan ruang lingkup manajemen risiko ketentuan Bank Indonesia, pembobolan bank tersebut mungkin dapat dihindari setidak-tidak potensi kerugiannya diminimalisasi7

Munculnya kasus-kasus tersebut bertepatan dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia mengenai kewajiban bagi semua bank untuk menerapkan manajemen risiko

.

8

. Berdasarkan pengalaman pahit yang dihadapi industri perbankan saat krisis tersebut, Bank Indonesia telah mengeluarkan serangkaian kebijakan yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung pelaksanaan Good Corporate Governance bagi dunia perbankan. Beberapa di antaranya yang saling berhubungan adalah Penugasan Direktur Kepatuhan, Pedoman Penerapan Manajemen Risiko, Sistem Pengendalian Intern, Tingkat Kesehatan Bank, serta Rencana Bisnis Bank Umum di samping beberapa kebijakan lainnya9

Terjadinya, kasus-kasus tersebut di atas pada tahun yang sama, yang diharapkan tidak muncul secara bersamaan (mutually exchasive) harus dijadikan sebagai sebuah pelajaran berharga yaitu bahwa Manajemen Risiko memiliki manfaat yang besar dan perlu segera diterapkan secara konsekuen dan konsisten oleh semua bank yang beroperasi di Indonesia. Kesadaran akan perlunya

.

7

Robert Tampubolon, Risk Management (Manajemen Risiko): Pendekatan Kualitatif Untuk Bank Komersial), (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004),.hal.vii-viii

8

Ibid, hal.xi 9

Jimmy E. Elias, Peranan Manajemen Risiko Strategik Dalam Mendukung Good Corporate Governance, Jurnal Hukum Bisnis Vol.23 No.3 Tahun 2004, hal.52


(16)

Manajemen Risiko menjadi semakin penting ketika masih banyak manajemen bank yang berpendapat bahwa pembangunan sebuah manajemen risiko hanyalah menambah beban bank dan bukan sebagai sesuatu yang memiliki nilai tambah dan mendatangkan manfaat10. Manajemen risiko merupakan proses yang berlangsung terus-menerus. Jika digunakan dengan wajar, manajemen risiko dapat membantu perusahaan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan perusahaan. Manajemen risiko dapat membantu perusahaan untuk mengatur kembali dirinya sendiri dan membuatnya menjadi lebih kompetitif. Manajemen risiko merupakan suatu alat yang dapat membuat perusahaan menjadi kuat11

Beberapa kegunaan yang dapat diperoleh perbankan dari penerapan Manajemen Risiko, yaitu

.

12

a. Penyempurnaan tata kelola bank. Bahwa proses sistemasi manajemen risiko bank akan melibatkan semua komponen dalam organisasi bank dimulai dari baris terdepan satuan kerja lini hingga para auditor dari satuan kerja audit intern. Salah satu program komunikasi yang paling awal dilaksanakan dalam penerapam manajemen risiko adalah program “risk awareness”. Kesadaran

terhadap risiko (risk awareness) merupakan modal utama dalam

pengembangan budaya risiko (risk culture). :

b. Pemahaman yang lebih baik terhadap titik-titik rawan dalam value chain

bisnis dalam pengelolaan laba dan rugi bank. Bahwa identifikasi risiko memungkinkan kita untuk memahami bagian-bagian kritis dalam value chain

yang berpotensi menghambat pencapaian target kinerja yang telah ditetapkan.

10

Robert Tampubolon,. Loc.Cit. 11

Husein Umar, Op.cit, hal.12. 12

Rudjito, Kegunaan Penerapan Risk Management Untuk Perbankan, Jurnal Hukum Jurnal Hukum Bisnis Vol. 23 No. 3, Tahun 2004, hal 14-21.


(17)

Tugas manajemen bank selanjutnya adalah menciptakan metode dan prosedur pengendalian risiko secara memadai sehingga dampak kerugian yang dialami menjadi semakin rendah.

c. Pemenuhan regulasi. Bahwa perbankan sebagai lembaga kepercayaan telah diatur secara ketat oleh otoritas jasa perbankan, sehingga sangat wajar jika manajemen bank menetapkan kepatuhan terhadap regulasi sebagai salah satu fokus operasional bank. Penerapan manajemen risiko bank juga dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban kepatuhan dimaksud.

d. Pengembangan kompetensi SDM Bank. Bahwa penerapan manajemen risiko perbankan merupakan suatu inisiatif yang komprehensif diantaranya meliputi program komunikasi. Program komunikasi meningkatkan kemampuan SDM, meningkatkan profesionalisme, dan mengembangkan budaya kerja.

e. Penyamaan Level Playing Field – peningkatan reputasi. Bahwa mengingat pengembangan dan praktik manajemen risiko yang sistematis dimulai oleh perbankan di negara-negara maju, penerapan praktik-praktik oleh perbankan domestik merupakan salah satu upaya untuk menunjukkan bahwa kualitas dan kelengkapan tata kelola organisasi bank domestik sejajar dengan perbankan internasional lainnya.

f. Pengembangan Early Warning System. Bahwa kerangka kerja manajemen risiko bank dikembangkan dengan memanfaatkan data dan informasi historis namun memiliki perspektif ke masa depan. Hal tersebut tercermin pada perancangan piranti-piranti pemantauan dan pelaporan risiko yang juga merupakan fasilitas yang dapat digunakan oleh manajemen bank.


(18)

g. Pengintegrasian pengelolaan risiko. Bahwa penerapan manajemen risiko yang strategis biasanya sejak awal dirancang untuk memastikan bahwa proses pengelolaan atas seluruh jenis risiko bank dapat dilakukan secara terpadu. Proses manajemen risiko dimaksud akan memberikan informasi secara komprehensif tentang eksposur risiko yang ada dan kualitas sistem pengendaliannya.

h. Fasilitas proses pengambilan keputusan yang lebih baik. Bahwa pada dasarnya, manajemen risiko yang sistematis memang disusun dengan tujuan untuk memberikan informasi dan masukan yang dapat meningkatkan kualitas keputusan manajemen bank.

i. Perencanaan bisnis bank yang lebih baik. Bahwa kemampuan sistem informasi manajemen risiko bank untuk memberikan perspektif masa depan tentang eksposur risiko dan sistem pengendalian risiko yang dimiliki bank merupakan sumber daya yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam membuat perencanaan bisnis bank.

j. Mendukung implementasi Risk Based Audit. Bahwa risk based audit

merupakan suatu pola kerja audit yang memfokuskan kepada aktivitas-aktivitas bisnis bank yang memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi jika dibandingkan lainnya. Manajemen risiko bank diharapkan dapat mendukung penerapan risk based audit dengan menyediakan hasil pemetaan risiko (risk map) dan profil risiko (risk profile) bank secara keseluruhan.

k. Peningkatan stakeholder value. Bahwa penerapan manajemen risiiko yang dilakukan sebuah bank telah banyak dimanfaatkan sebagai salah satu selling point untuk mendapat dana, baik yang berjangka panjang seperti penerbitan


(19)

subordinate debt dan penjualan saham. Selama ini, upaya dimaksud cukup mendapatkan sambutan yang baik dari para calon investor, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan judul skripsi ini, yaitu “ Penerapan Manajemen Risiko Sehubungan dengan Pengelolaan Risiko Kredit”, maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan mengenai manajemen risiko bagi Bank Umum

berdasarkan PBI No. 5/8/2003?

2. Apa pengertian risiko kredit dan bagaimana penggunaan dan pengendalian risiko kredit dalam perbankan?

3. Bagaimana penerapan manajemen risiko sehubungan dengan risiko kredit pada Bank Mandiri?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang dapat dijadikan tujuan dari pembahasan dalam skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan dan pedoman mengenai manajemen risiko bagi Bank Umum berdasarkan PBI No. 5/8/2003.

2. Untuk mengetahui pengendalian risiko kredit dan penggunaan analisi kredit dalam perbankan.

3. Untuk mengetahui penerapan manajemen risiko sehubungan dengan risiko kredit pada Bank Mandiri.


(20)

Manfaat penulisan yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis

Secara teoritis, diharapkan pembahasan terhadap masalah-masalah yang akan dibahas melahirkan pemahaman akan pentingnya Penerapan Manajemen Risiko pada Bank sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia dan secara khusus dapat mengetahui bagaimana pengelolaan risiko kredit pada PT. Bank Mandiri ( Persero ) Tbk.

2. Secara praktis

Secara praktis, pembahasan dalam skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca, dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi kalangan akademisi dalam menambah wawasan pengetahuan mengenai Manajemen Risiko dalam dunia perbankan, khususnya tentang Penerapan Manajemen Risiko Sehubungan Dengan Pengelolaan Risiko Kredit Pada PT. Bank Mandiri.

D. Keaslian Penulisan

“Penerapan Manajemen Risiko Sehubungan Dengan Pengelolaan Risiko Kredit Pada PT. Bank Mandiri” yang diangkat menjadi judul dari skripsi ini merupakan karya ilmiah yang sejauh ini belum pernah ditulis di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), terutama yang berkaitan dengan Penerapan Manajemen Risiko Sehubungan Dengan Pengelolaan Risiko Kredit Pada PT. Bank Mandiri. Penulis skripsi ini berdasarkan riset, referensi buku-buku, media cetak dan elektronik, juga melalui bantuan dari berbagai pihak.


(21)

E. Tinjauan Kepustakaan

Defenisi Risiko menurut Pasal 1 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 adalah potensi terjadinya suatu peristiwa (event) yang dapat menimbulkan kerugian bank. Dalam Webster’s Desk Dictionary risiko didefenisikan sebagai berikut: “risk is eksposure ti chance of injury or loss”.13

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Sedangkan pengertian Manajemen Risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Manajemen risiko adalah upaya untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengelola sedemikian rupa sehingga perusahaan (bank) senantiasa dapat menerapkan pengendalian atas kondisi saat ini maupun mengantisipasi potensi risiko yang timbul sehingga bank dapat memenuhi tujuan dan sasarannya.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dikatakan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Pasal 1 ayat (3) UU Perbankan menyatakan bahwa Bank adalah badan usaha yang melaksanakan kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

13


(22)

Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang dikatakan bahwa bank pada saat ini diwajibkan untuk melakukan penerapan manajemen risiko dalam kegiatan operasional bank. Salah satu kegiatan yang penting adalah menangani risiko kredit. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/2003 jo Peraturan Bank Indonesia No.11/25/BI/2009 Risiko Kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Sedangkan menurut H. Masyhud Ali risiko kredit14

F. Metode Penulisan

adalah risiko kerugian yang diderita bank, terkait dengan kemungkinan bahwa pada saat jatuh tempo,

counterparty-nya gagal memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank.

Kebijakan pemberikan kredit yang sehat, merupakan salah satu contoh implementatif dari pengendalian risiko kredit yang dilakukan oleh perbankan. Penilaian kelayakan pengajuan pembiayaan yang berdasarkan oleh analisa 5C juga merupakan hasil adaptasi dari penerapan pengendalian risiko kredit perbankan. Demikian juga tahapan pengikatan yang dilakukan terhadap masing-masing tipe jaminan juga tidak dapat lepas dari pengaruh bagaimana selama ini perbankan melakukannya.

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini dengan tujuan agar dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain:

14


(23)

1. Jenis Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah dan menggunakan data-data sekunder. Sedangkan yang bersifat deskriptif maksudnya penelitian tersebut kadangkalan dilakukan dengan melakukan suatu survei ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung teori yang telah ada.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan dilakukan dengan cara: 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Yaitu melakukan penelitian dengan meneliti bahan pustaka seperti: bukum internet, pendapat sarjana, jurnal, majalah, dokumen-dokumen pemerintah termasuk peraturan perundang-undangan.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Suatu pengumpulan data dengan penelitian langsung ke lapangan yaitu di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, Kantor Wilayah I Medan.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk mempermudah penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab-bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:


(24)

Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan sistematika penulisan.

BAB II : PENGATURAN TENTANG MANAJEMEN RISIKO BAGI

BANK UMUM BERDASARKAN PBI NO. 5/8/2003 JO. PBI 11/25/2009

Bab ini akan menjabarkan hal-hal umum yang berkaitan dengan penerapan manajemen risiko yang ditinjau dari Peraturan Bank Indonesia dan pedoman umumnya yaitu mengenai dasar hukum, ruang lingkup, pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris, proses pelaksanaan, pengendalian intern, peranan Komite Audit dan Komite Manajemen Risiko serta pelaporan dan penilaian penerapan Manajemen Risiko.

BAB III : PENGENDALIAN DAN PENGGUNAAN RISIKO KREDIT

DALAM PERBANKAN

Bab ini akan menjabarkan hal-hal yang berkenaan dengan risiko kredit yaitu mengenai pengertian, penggunaan analisis risiko kredit, aspek risiko kredit dan pengendalian risiko kredit dalam bidang perbankan secara umum.

BAB IV : PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SEHUBUNGAN

DENGAN PENGELOLAAN RISIKO KREDIT (STUDI PADA PT. BANK MANDIRI TBK

Bab ini akan mengulas secara deskriptif bagaimana Penerapan Manajemen Risiko sehubungan dengan pengelolaan risiko kredit


(25)

yang diterapkan oleh PT. Bank Mandiri (PERSERO) Tbk, Kantor Wilayah I Medan dimulai dengan visi dan misi Bank Mandiri dalam Risiko, kebijakan dan limit risiko, persiapan implementasi Basel II serta Pengelolaan Risiko Kredit.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab terakhir ini dirumuskan suatu kesimpulan dari pembahasan permasalahan yang dilanjutkan dengan memberikan saran yang diharapkan mungkin akan dapat berguna dalam prakteknya.


(26)

BAB II

PENGATURAN MENGENAI MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM BERDASARKAN PBI NO. 5/8/2003

I. Dasar Hukum

Pengaturan mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum merupakan salah satu ketentuan dari Bank Indonesia yaitu mengenai ketentuan

Self Regulatory Banking (SRB)15

1. PBI No 5/8/PBI/2003 tertanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Untuk Bank Umum Jo. PBI No 11/25/PBI/2009.

.

Terdapat beberapa ketentuan dasar hukum pengaturan manajemen risiko yaitu:

Berdasarkan PBI No.11/25/PBI/2009, pengaturan manajemen risiko bagi bank umum diatur atas dasar pertimbangan:

a. bahwa dengan semakin kompleksnya produk dan aktivitas Bank maka risiko yang dihadapi Bank akan semakin meningkat;

b. bahwa peningkatan risiko yang dihadapi Bank perlu diimbangi dengan kualitas penerapan manajemen risiko yang memadai;

c. bahwa transparansi merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pengendalian risiko yang dihadapi Bank;

d. bahwa peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko akan

mendukung efektivitas kerangka pengawasan bank berbasis risiko;

15

Booklet Perbankan Indonesia (Jakarta: Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan,2008),hal.141.


(27)

Bank Indonesia meminta kepada bank umum untuk mengatur risiko – risiko dalam suatu struktur manajemen yang terintregasi dan membangun sistem dan struktur manajemen yang dibutuhkan dalam mencapainya.

2. PBI No. 7/25/PBI/2005 tertanggal bulan Agustus 2005 tentang Sertifikasi Manajemen Risiko Bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum Jo.PBI No. 11/19/PBI 2009 Tertanggal 4 Juni 2009.

Bank wajib mengisi jabatan komisaris dan manajer risiko bank dengan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keahlian di bidang manajemen risiko yang dibuktikan dengan sertifikat manajemen risiko. Bank diwajibkan menyusun rencana dan melaksanakan program pengembangan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kompetensi di bidang manajemen risiko.

J. Pengertian dan Ruang Lingkup Manajemen Risiko

Menurut Pasal 1 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 pengertian Risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan kerugian bank.

Sedangkan pengertian Manajemen Risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank16

Manajemen risiko adalah upaya untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengelola sedemikian rupa sehingga perusahaan (bank) senantiasa dapat menerapkan pengendalian atas kondisi saat ini maupun mengantisipasi potensi

.

16


(28)

risiko yang timbul sehingga bank dapat memenuhi tujuan dan sasarannya. Menurut Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 ruang lingkup Manajemen Risiko pada penerapannya sekurang-kurangnya mencakup:

1. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, terutama dalam

mengidentifikasi, mengukur serta mengendalikan setiap jenis risiko yang bisa terjadi pada setiap aspek kegiatan bank.

2. Kecukupan kebijakan, prosedur, penetapan limit. Semua kebijakan dan prosedur tertulis harus mencerminkan risiko yang timbul dari semua kegiatan usaha bank. Prosedur harus menyajikan pedoman rinci untuk pengimplementasian strategi harian perusahaan, yang harus mencakup limit-limit yang dirancang unutk melindungi perusahaan dari risiko yang berlebihan atau yang tidak prudent17

3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian Risiko serta sistem informasi Manajemen Risiko. Pengukuran risiko mengacu pada proses yang digunakan untuk menguantifikasi kandungan risiko. Proses pengukuran ini harus dapat menjawab kebutuhan pemakai informasi yang akan bervariasi antar bank ataupun antar unit di dalam sebuah bank. Pemantauan risiko mencakup perbandingan ancaman risiko terhadap

benchmark, limit, atau parameter yang ditetapkan terlebih dahulu dan

memerlukan pengecualian bagi pengambil keputusan. Berarti Manajaemen risiko telah dimulai saat corporate strategy disiapkan, dimana benchmark, limit, parameter yang ada kaitannya dengan risiko dan pengendaliannya telah mulai dipertimbangkan

.

18

17

Robert Tampubolon, Op.Cit, hal. 40. 18

Ibid, hal 40-41.


(29)

4. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh. Sistem Pengendalian Intern harus dibangun secara baik dan harus meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasi, laporan keuangan dan laporan ke Regulator yang dapat dipercaya, dan mematuhi undang-undang, hukum, regulasi dan kebijakan intern bank yang berlaku. Lingkungan pengendalian intern yang sehat meliputi proses-proses untuk mengidentifikasi, menganalisa dan mengelola risiko, sistem informasi manajemen dan ketaatan pada kegiatan pengendalian seperti

approvals, konfirmasi dan rekonsiliasi19

Penerapan Manajemen Risiko wajib disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan bank

.

20

a. Risiko kredit (yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan

counterparty memenuhi kewajibannya);

. Kompleksitas usaha antara lain keragaman dalam jenis transaksi/produk/jasa dan jaringan usaha. Sedangkan kemampuan bank antara lain kemampuan keuangan, infrastruktur pendukung dan kemampuan sumber daya manusia.

Jenis-jenis (pengelompokan) risiko berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 terbagi atas :

b. Risiko Pasar (yaitu risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Variabel pasar dalam ayat ini adalah suku bunga dan nilai tukar);

c. Risiko Likuiditas (yaitu risiko yang antara lain disebabkan karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu);

19

Ibid hal.41. 20


(30)

d. Risiko Operasional (yaitu risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank);

e. Risiko Hukum (yaitu risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis yang disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna);

f. Risiko Reputasi (yaitu risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank);

g. Risiko Strategik ( yaitu risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal );

h. Risiko Kepatuhan (yaitu risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Pengelolaan Risiko Kepatuhan dilakukan melalui penerapan sistem pengendalian intern secara konsisten).

Bank yang memiliki ukuran dan kompleksitas usaha yang tinggi wajib menerapkan Manajemen Risiko untuk seluruh jenis risiko21

21

Pasal 4 ayat (2) PBI No 5/8/PBI/2003


(31)

memiliki ukuran dan kompleksitas usaha yang tinggi antara lain apabila memenuhi salah satu kondisi berikut:

1. Bank yang memiliki total aktiva sebesar Rp. 10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah);

2. Bank yang aktif secara internasional (internationally active banks), yaitu bank yang memiliki kantor cabang di beberapa negara lain atau bank yang merupakan kantor cabang dari bank yang berkantor pusat di luar negeri; 3. Bank yang memiliki 30 (tiga puluh) kantor cabang atau lebih;

4. Bank yang memiliki 150.000 (seratus lima puluh ribu) nasabah atau lebih; dan atau

5. Bank yang memiliki tingkat keragaman yang tinggi dalam

transaksi/produk/jasa.

Sedangkan yang tidak memiliki ukuran dan kompleksitas usaha yang tinggi wajib menerapkan Manajemen Risiko sekurang-kurangnya untuk 4 (empat) jenis risiko22. Sementara dalam hal bank memiliki pengalaman risiko berupa Risiko Hukum, Risiko Reputasi, Risiko Strategik, dan atau Risiko Kepatuhan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, bank wajib menerapkan Manajemen Risiko terhadap risiko dimaksud23

K. Pengawasan secara Aktif Oleh Dewan Komisaris dan Direksi Bank. .

Dewan Komisaris dan Direksi merupakan garis pertahanan utama untuk mendapat kepastian bahwa Bank yang mereka pimpin berjalan secara sehat dan mematuhi semua ketentuan hukum maupun regulasi yang berlaku secara nasional

22

Pasal 4 ayat (3) PBI No 5/8/PBI/2003 23


(32)

maupun internasional. Dewan Komisaris dan Direksi wajib memiliki dasar pengetahuan sebagai penanya yang cerdik (intelligent questioners) terhadap semua risiko yang diambil oleh bank-bank yang mereka pimpin, dan sebagai penilai apakah sistem manajemen risiko yang ada telah memungkinkan mereka menjalankan tugas sebagai pengawas (oversight) atas semua kegiatan bank yang beresiko berikut pengelolaan risiko yang ada secara efektif24

Komisaris dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada RUPS. Sebagai salah satu organ perusahaan, Dewan Komisaris harus memiliki tanggung jawab dan wewenang dalam mengawasi tindakan Direksi. Bukan hanya itu, Dewan Komisaris juga berhak memberi nasihat kepada Direksi jika sewaktu-waktu diperlukan. Pendek kata, Dewan Komisaris mengawasi Direksi dalam hal melaksanakan tugas sebaik-baiknya demi kepentingan perusahaan dan pemegang saham, memastikan perusahaan selalu melaksanakan tanggung jawab sosialnya dan memantau efektivitas penerapan GCG yang dilaksanakan perusahaan

.

25

Sementara Direksi adalah organ perusahaan pemegang kekuasaan eksekutif di perusahaan. Direksi mengendalikan operasi perusahaan sehari-hari dalam batas-batas yang ditetapkan oleh UUPT, Anggaran Dasar dan RUPS serta di bawah pengawasan Dewan Komisaris. Tugas dan fungsi utama Direksi adalah menjalankan roda manajemen perseroan secara menyeluruh. Dengan demikian setiap anggota Direksi haruslah orang yang berwatak baik, berpengalaman, mempunyai kompetensi menduduki jabatan tersebut, dan melaksanakan setiap kegiatan semata-mata untuk kepentingan perusahaan

.

26 .

24

Robert Tampubolon, Op.Cit, hal.49. 25

Mas Achmad Daniri, Op.Cit, hal.125 26


(33)

1. Kedudukan Direksi & Tanggung Jawabnya dalam Perseroan

Tugas dan fungsi utama Direksi adalah menjalankan roda manajemen perseroan. Dengan demikian, setiap anggota Direksi haruslah orang yang berwatak baik, berpengalaman, mempunyai kompetensi menduduki jabatan tersebut, dan melaksanakan setiap kegiatan semata-mata untuk kepentingan perusahaan. Direksi juga mempunyai tugas utama lain yaitu mengupayakan perusahaan dapat melaksanakan tanggung jawab sosialnya dan juga harus memperhatikan berbagai kepentingan stakeholder. Yang tidak kalah penting adalah senantiasa mendorong penerapan Good Corporate Governance yang dilaksanakan dengan konsisten27

Tanggung jawab Direksi adalah . 28

a. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan peseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan (persona standi in judicio).

:

b. Setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.

c. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

Anggota Direksi juga tidak diperkenankan memanfaatkan jabatan pentingnya di Perusahaan untuk mengambil keuntungan pribadi selain dari remunerasi yang diterima mereka sebagai anggota Direksi sesuai standar yang

27

Mas Achmad Daniri,Op.Cit,hal.129. 28

I.G.Ray Widjaja,Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas,(Jakarta: Pradnya Paramita.1995) hal.54.


(34)

berlaku. Direksi juga harus menetapkan prosedur rapat Direksi dan mencantumkan prosedur tersebut secara jelas dalam risalah rapat29

Selain menjalankan roda manajemen, yang berbeda dengan Dewan Komisaris adalah Direksi harus menetapkan suatu sistem pengawasan internal yang efektif untuk menjaga investor dan aset perusahaan. Direksi juga harus menetapkan suatu sistem pengendalian informasi internal yang memadai, dengan tujuan setiap informasi penting perusahaan dapat dengan cepat disampaikan ke

Corporate Secretary dan juga disampaikan ke Dewan Komisaris. Kemudian

Direksi wajib memberitahukan Komite Audit jika memerlukan “Second Opinion” mengenai masalah akuntasi yang penting

.

30

Pendelegasian wewenang dan perseroan kepada Direksi untuk mengelola Perseroan lazim disebut sebagai fiduciary duty

.

31

. Menurut pendapat Henry Campbell Black, fiduciary duty merupakan suatu tindakan untuk dan atas nama orang lain, dimana seseorang mewakili kepentingan orang lain yang merupakan standar tertinggi dalam hukum. Pendapat lain menyatakan Perseroan Terbatas (PT) adalah sebab bagi keberadaan (raison d’etre) Direksi. Oleh karena itu, tidak salah bila dikatakan Direksi32

Prinsip fiduciary duties sangat berkaitan erat dengan adanya tanggung jawab Direksi sebagai pelaksana suatu Perseoran, yaitu dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya seorang Direksi terkait juga dengan asas kepercayaan yang dibentuk oleh perusahaan tersebut, sehingga Direksi itu harus

.

29

Mas Achmad Daniri,Loc.cit. 30

Ibid,hal.129-130. 31

Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas (Keberadaan, Tugas, Wewenang & Tanggung Jawab), (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hal.8.

32


(35)

mengutamakan kepentingan Perseroan sebagai prioritas utama dan melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik, karena ia dipercayakan untuk itu.

Prinsip fiduciary duty berlaku bagi Direksi dalam menjalankan tugasnya, baik fiduciary duty dalam menjalankan fungsinya sebagai manajemen (tugas memimpin perusahaan) maupun sebagai representasi dari perseroan ( mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan). Seseorang mempunyai tugas

fiduciary duty manakala ia mempunyai kapasitas fiduciary (fiduciary capacity).

Seseorang dikatakan memiliki fiduciary capacity jika bisnis yang

ditransaksikannya atau uang /properti yang di handle bukan miliknya atau bukan untuk kepentingannya, melainkan milik orang lain tersebut, dimana orang lain tersebut mempunyai kepercayaan yang besar (great trust) kepadanya. Sementara itu, di lain pihak dia wajib mempunyai itikad baik yang tinggi (high degree of good faith) dalam menjalankan tugasnya33

Tanggung jawab Direksi wajib dilakukan berdasarkan 3 (tiga) prinsip yang terjalin dalam suatu sistem, yaitu prinsip fiduciary duty, prinsip duty of care and skill, dan prinsip standard of care. Prinsip duty of care and skill dan prinsip

standard of care hakikatnya merupakan implementasi lebih lanjut dari prinsip

fiduciary duty. Ini berarti Direktur harus mempunyai duty of care and skill, itikad baik, kejujuran, dan loyalitas kepada perusahan. Duty of care tersebut mengharuskan Direksi bersikap hati-hati. Artinya, Direksi harus mengikut i prosedur yang berlaku dan dengan pertimbangan yang rasional

.

34

Dengan kata lain, fiduciary duty meliputi: duty of skill and care (prinsip kehati-hatian dalam tindakan Direksi), Duty of Loyalty (itikad baik Direksi yang

.

33

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal.32-33.

34


(36)

semata demi tujuan Perseroan), No Secret Profit Rule Doctrine of Corporate Oppurtunity (tidak menggunakan kesempatan pribadi atas kesempatan milik atau peruntukan bagi Perseroan)35. Dalam hal ini, pada akhirnya fiduciary juga bermanfaat bagi pemegang saham secara keseluruhan karena kepentingan Perseroan adalah identik dengan kepentingan pemegang saham dan juga termasuk di dalamnya kepentingan pihak kreditor perseroan36

Doktrin fiduciary duty sangat erat dengan prinsip kehati-hatian. Oleh karena itu prinsip kehati-hatian ini merupakan prinsip yang utama dalam mengelola perseroan. Dalam dunia perbankan, prinsip kehati-hatian ini sangat penting yang dikenal dengan prudential banking. Prinsip kehati-hatian atau

Prudential Banking ini didasarkan pada Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang

Perbankan yang menyatakan, bank wajib memelihara tingkat kesehatan Bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuidasi, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank serta wajib melakukan kegiatan usaha dengan prinsip kehati-hatian

. Sehingga apabila Direksi sungguh-sungguh menjalankan fiduciary duty dengan baik, maka kinerja perseroan tersebut akan terlaksana dengan baik pula, dan akhinrya berdampak positif terhadap para stakeholder dan shareholder.

37

Prinsip kehati-hatian dalam usaha perbankan diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 6/PBI/10/2004 tanggal 12 April 2004 tentang sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Di samping itu, tentunya berkaitan dengan

.

35

Robintan Sulaiman dan Joko Prabowo, Lebih Jauh Tentang Kepailitan (Tanggung Jawab Komisaris, Direksi dan Pemegang Saham Terhadap Perusahaan Pailit): Tinjauan Yuridis, (Jakarta: PT. Deltacitra Grafindo, 2000), hal.8.

36

I.G.Ray Widjaya, Op.Cit,hal.75. 37


(37)

Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

Dalam lembaga perbankan, berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab Direksi bank, prinsip kehati-hatian yang dilihat dari sisi hasil diwujudkan adanya berbagai ukuran yang berkaitan dengan penilaian kesehatan bank, yaitu: rentabilitas (earning), likuiditas (liquidity), sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk) dan bank harus melakukan Manajemen Risiko terhadap 8 aspek risiko. Berdasarkan Pasal 2 PBI tentang Kesehatan Bank, Komisaris, dan Direksi bank wajib memantau dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar tingkat kesehatan bank sebagaimana tersebut dapat dipenuhi38

Doktrin lain yang penting adalah doctrine business judgement rule, guna mengukur kepercayaan yang diberikan oleh perseroan kepada Direksi, berdasarkan prinsip ficudiary duty, maka sebagai organ perseroan yang menjalankan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dan tujuan perseroan, Direksi tentu dihadapkan kepada risiko bisnis. Risiko itu terkadang berada di luar

kemampuan maksimal Direksi. Oleh karena itu, guna melindungi

ketidakmampuan yang disebabkan oleh adanya keterbatasan manusia, maka Direksi dilindungi oleh doctrine business judgement rule. Seorang Direksi bagaimanapun tidak mungkin selalu benar dalam manjalankan usahanya, karena

error (kekeliruan) adalah kelengkapan manusia. Jadi, sudah sepantasnya jika

seorang Direksi perseroan tidak di generalisasi untuk bertanggung jawab atas kesalahan dalam mengambil keputusan (more errors of judgement) tanpa mempertimbangkan unsur manusianya, juga karena kesalahan yang jujur (honest

.

38


(38)

mistake) doctrine business judgement rule memberikan perlindungan kepada Direksi Perseroan atas kemungkinan adanya kesalahan yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang wajar dan manusiawi39

Doctrine business judgement rule ini pada mulanya terdapat dalam

peradilan Amerika/US Jucial Review dimana maksudnya adalah suatu aturan yang melindungi pada Direktur dari tanggung jawab pribadi, bilamana mereka

.

40

a. Bertindak berdasarkan itikad baik (in good faith)

:

b. Telah selayaknya memperoleh informasi yang cukup (well informed), c. Secara masuk akal dapat dipercaya bahwa tindakan yang diambil adalah

yang terbaik untuk kepentingan perseroan (the best interests of the corporate).

Doktrin business judgement rule ini sangat penting bagi Direksi khususnya para Direksi Bank. Hal ini disebabkan bisnis dalam dunia perbankan sering kali harus memilih berbagai risiko bisnis yang tinggi. Doktrin ini dapat dijadikan landasan-landasan Direksi yang baik untuk dengan leluasa melakukan tugas dan tanggung jawabnya dalam mengelola Perseroan, tanpa adanya rasa takut mendapatkan gugatan dari pihak ketiga. Sekalipun perseroan yang dipimpin oleh Direksi tersebut mengalami kerugian, maka berdasarkan doktrin business judgement rule terhadap Direksi tersebut tidak dapat dituntut41

Para Direksi yang akan dimintakan tanggung jawabnya lebih besar terkait dengan doktrin business judgement rule adalah: Direksi Bank, Direksi Perusahaan

.

39

Ibid,hal.46-47 40

I.G.Ray Widjaya,Op.Cit,hal.78. 41


(39)

Trust; Direksi Perusahaan Asuransi; Direksi Perusahaan Pengelola Dana, seperti

mutual funds; dan Direksi Perusahaan Publik/Perusahaan Terbuka42

Terhadap Direksi-direksi tersebut memang mesti dimintakan pertanggungjawaban hak yang lebih besar ketimbang jenis-jenis Direksi lainnya, dengan berdasarkan kepada argumentasi yuridis sebagai berikut

.

43

a. Para Direksi tersebut mengelola dana masyarakat yang sudah pada tempatnya harus lebih dituntut tingkat kebijaksanaan, kehati-hatian yang lebih tinggi dan putusan yang lebih tepat dan akurat.

:

b. Para Direksi tersebut merupakan Direksi profesional dengan latar belakang, pengalaman, dan pendidikan yang baik dan tingkat gaji yang tinggi serta merupakan Direksi yang bekerja full time untuk perusahaan

2. Kedudukan Dewan Komisaris dan Tanggung Jawabnya dalam Perseroan Sebelum keluarnya Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, keberadaan organ Komisaris pada PT tidak merupakan suatu keharusan atau tidak mutlak harus ada atau bersifat fakultatif. Dengan keluarnya Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, keberadaan Komisaris tidak lagi bersifat fakultatif bahkan sudah merupakan suatu keharusan. Hal ini bisa dilihat di dalam Pasal 4 ayat (1) yang bunyinya sebagai berikut: ”Perseroan memiliki Komisaris yang wewenang dan kewajibannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar44

42

Munir Fuady,Op.Cit,hal.203. 43

Ibid,hal.204. 44

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), hal.70.


(40)

Peran Dewan Komisaris dirasakan semakin penting karena sering terdapatnya peranan dan wewenang Direksi yang melebihi batas tanggung jawabnya, sehingga Dewan Komisaris bersifat “mandul” dan hanya sebagai simbol perseroan semata. Padahal seharusnya terdapat Check and balances antara kedua organ perseroan tersebut dalam pencapaian keberhasilan kinerja suatu perseroan45

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 menyebutkan fungsi Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan untuk kepentingan perseroan. Pengawasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh atasan untuk melakukan penilaian terhadap hasil pekerjaan bawahan apakah sesuai dengan suatu pedoman atau kebijaksanaan yang ditetapkan sebelumnya. Jika terjadi penyimpangan perlu dilakukan tindakan untuk memperbaikinya. Penilaian terhadap bawahan hanya dapat dilakukan apbila tersedia informasi yang diperlukan. Sumber informasi yang paling sering digunakan oleh Dewan Komisaris adalah berbagai jenis laporan berkala atau insidentil yang diterima dari Direksi

. Sehingga Dewan Komisaris harus dimaksimalkan, karena Dewan Komisaris juga memiliki andil yang cukup besar demi terlaksananya pengelolaan perseroan dengan baik.

46

Komisaris pada umumnya bertugas untuk mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam mengurus perseroan serta memberikan nasehat-nasehat kepada Direksi, dimana tugas pengawasan itu bisa merupakan bentuk pengawasan preventif atau represif. Pengawasan preventif ialah melakukan tindakan dengan menjaga sebelumnya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang akan merugikan perseroan. Sedangkan pengawasan reperesif ialah pengawasan yang dimaksudkan

.

45

Moenaf H. Regar, Dewan Komisaris (Peranannya Sebagai Organ Perseroan), (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000),hal.61.

46


(41)

untuk menguji perbuatan Direksi apakah semuap perbuatan yang dilakukan oleh Direksi itu tidak menimbulkan kerugian bagi perseroan dan tidak bertentangan dengan undang-undang dan anggaran dasar)47

Pengawasan secara umum dan menyeluruh yang dilakukan oleh Dewan Komisaris lazimnya bertitik tolak dari anggaran keuangan atau budget. Anggaran keuangan yang disusun dengan baik merupakan perangkat yang efektif untuk melakukan pengawasan. Semua penyimpangan yang dilaporkan dapat dianalisis dan tindakan perbaikan dapat segera dilakukan sehingga dapat mengurangi atau mencegah timbulnya kerugian

.

48

. Sebagian fungsi Dewan Komisaris tersebut sebenarnya termasuk fungsi manajemen atau fungsi pengambilalihan keputusan yang berada di luar wewenang Direksi atau manajemen perusahaan49

Mengenai tanggung jawab Komisaris dapat dibagi dalam

. 50

a. Tanggung jawab ke luar terhadap pihak ketiga. Tanggung jawab ini tidak sebesar tanggung jawab Direksi, karena Komisaris bertindak ke luar berhubungan dengan pihak ketiga hanya dalam keadaan-keadaan yang sangat istimewa, yaitu dalam hal Komisaris dibutuhkan Direksi sebagai saksi atau pemberi izin dalam hal Direksi menurut Anggaran Dasar terlebih dahulu mendapat izin dari Komisaris dalam perbuatan penguasaan (beschikking), seperti misalnya menjual, menggadaikan, dan lain-lain.

:

b. Tanggung jawab ke dalam terhadap perseroan. Tanggung jawab ke dalam, sama dengan Direksi, pertanggungjawaban itu bersifat kolektif atau majelis.

47

Agus Budiarto,Op.Cit,hal.71 48

Moenaf H. Regar,Op.Cit,hal.66-67. 49

Ibid,hal.68-69. 50


(42)

Jika Komisaris ikut serta dalam pengurusan biasanya ia lalu ikut memberikan pertanggungjawaban kepada RUPS bersama-sama dengan Direksi.

Tugas mengawasi dan memberi nasehat tersebut masih ditambah lagi dengan suatu kewenangan yang diberikan kepada Komisaris apabila Anggaran Dasar menentukan hal itu. Sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 100 ayat (1) dan (2) UUPT, kewenangan yang dimaksud adalah:

a. Wewenang memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.

b. Wewenang melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan

tertentu untuk jangka waktu tertentu. Hal ini merupakan suatu pengecualian atas pertimbangan tertentu. Dalam hal ini berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga.

Dewan Komisaris diharapkan untuk bertindak independen dan kritis, baik antara satu sama lain, maupun terhadap Direksi. Independen di sini berarti Komisaris bukan sekedar rubberstamp dari Direksi tetapi aktif dalam mempertimbangkan (review) bahkan mengkritisi (challenge) kebijakan strategi Direksi; dengan kata lain Komisaris harus mampu untuk memberikan pandangan yang bersifat independen terhadap Direksi51

Dewan Komisaris secara teratur wajib mengikuti perkembangan kegiatan perusahaan dan segera melaporkan kepada RUPS dengan disertai saran langkah perbaikan dalam hal perusahaan menunjukkan gejala kemunduran. Pelaksanaan penerapan Good Corporate Governance wajib pula diawasinya dengan baik dan

.

51


(43)

hasil-hasil penerapan tersebut perlu disampaikan kepada RUPS. Mereka juga perlu berhati-hati terhadap berbagai jenis kompensasi baik langsung atau tidak langsung yang dapat mempengaruhi mereka dalam pengambilan keputusan. Sebaiknya diatur agar anggota Dewan Komisaris tidak diperkenankan menerima selain gaji dan fasilitas yang telah diberikan kepadanya sebagai anggota Komisaris Perusahaan yang bersangkutan52

Dengan tugas Komisaris sebagai pengawas kebijaksanaan Direksi serta memberikan nasehat kepada Direksi mengenai pelaksanaan tugas kepengurusan, maka terjadi interaksi antara tugas Direksi dan Komisaris pada saat sebelum dan sesudah menjalankan aktivitas perusahaan. Direksi tidak dapat melaksanakan tugas sekehendak hatinya atau dengan sewenang-wenang karena Komisaris mengawasinya. Sebaliknya Komisaris dapat memberi nasehat kepada Direksi tetapi tidak dapat melakukan pengurusan. Sejauh mana nasehat itu harus diterima oleh Direksi, tergantung pada kepentingan dan tujuan perseroan yang sepenuhnya merupakan tugas dan tanggung jawab Direksi. Nasehat itu dapat saja tidak dituruti apabila bertentangan dengan tujuan dan kepentingan perseroan dalam batas-batas ketentuan undang-uadang dan anggaran dasar

.

53

Pelaporan keuangan yang berkualitas merupakan wujud nyata dari penerapan prinsip akuntabilitas GCG. Adalah sangat penting bagi Direksi dan Dewan Komisaris untuk menjaga hubungan perusahaan dengan seluruh pemangku . Dengan kata lain, harus ada mekanisme check and balance antara Dewan Komisaris dan Direksi dalam upaya pengelolaan suatu bank sehingga dapat terwujud Good Corporate Governance

dalam bank tersebut.

52

Ibid, hal.128-129. 53


(44)

kepentingan perusahaan dan hal tersebut dapat dilakukan melalui pelaporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan merupakan salah satu bagian dari komunikasi berkelanjutan dengan para pemangku kepentingan. Dalam hal ini, informasi yang disajikan haruslah merupakan laporan yang berimbang antara penyajian kinerja dan prospek bisnis perusahaan54

Dewan Komisaris dna Direksi juga diharapkan mempunyai kemampuan dan keahlian (skill) yang terus-menerus di–up grade sesuai perkembangan zaman serta lingkungan yang terus berubah. Tambahan pengetahuan dan pendidikan, baik bersifat informasi (seperti seminar, workshop, studi banding) maupun formal (pendidikan bersertifikat, diploma, bahkan jenjang post graduate) perlu dilakukan dalam rangka memenangkan persaingan global

.

55

Terkait dengan masalah governance di perusahaan, setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi sangat perlu memahami pengertian dan prinsip dasar GCG, mekanisme yang dapat mendorong efektivitas GCG di perusahaan, faktor-faktor penghambat penerapan GCG, pilar pendukung suksesnya GCG di perusahaan, implikasi GCG bagi kemajuan usaha, pedoman penerapan GCG, beberapa fungsi dan peranan elemen penting GCG seperti komite-komite dan sekretaris perusahaan, dan pengalaman perusahan lain, baik domestik maupun mancanegara

.

Masalah kemampuan (skill) dari Dewan Komisaris dan Direksi yang harus

di-up grade ini merupakan suatu keharusan agar dapat tercipta SDM yang

berkualitas dari pihak manajemen Bank dalam pelaksanaan Good Corporate Governance, serta meminimalisir terjadinya berbagai penyimpangan operasional Bank itu sendiri.

54

Mas Achmad Dairi,Op.Cit,hal.145. 55


(45)

dalam penerapan GCG secara konsisten dan komprehensif beserta kendala serta cara mereka mengatasinya56

3. Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi dalam Mengelola Risiko pada Ruang Lingkup Manajemen Risiko

.

Dalam ruang lingkup Manajemen Risiko, salah satu aspek yang tercakup dalam Manajemen Risiko adalah adanya pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi. Dalam hal ini DewanKomisaris dan Direksi harus57

a. Menimbulkan “selera” perusahaan akan Risiko (risk appetite) yang konsisten dengan strategi usaha. Selera (kemauan yang diikuti kemampuan) ini harus digambarkan secara konservatif, moderat, agresif, atau posisi dalam rentang atau spektrum Risiko yang dapat diterima.

:

b. Mendefenisikan secara spesifik Risiko yang mengancam Bank. Risiko ini harus berada dalam batasan regulasi dan masih punya ruang untuk ditambah atau dikurangi sesuai kebutuhan perusahaan.

c. Mengidentifikasi, memahami dan menilai jenis-jenis Risiko yang melekat pada aktivitas kegiatan Bank yang telah ada maupun produk dan aktivitas baru yang masih akan diluncurkan.

d. Menetapkan strategi Manajemen Risiko.

e. Memberi persetujuan atas kerangkan kerja Manajemen Risiko yang harus konsisten dengan selera dan strategi kegiatan usaha bank.

f. Menetapkan agar kerangka kerja Manajemen Risiko tersebut diterapkan dan dipelihara secukupnya.

56

Ibid. 57


(46)

g. Secara berkala mengkaji kerangka kerja Manajemen Risiko untuk menentukan bahwa kerangka kerja tersebut tetap memadai untuk kegiatan usaha yang ada.

h. Menentukan bahwa telah tersedia garis pelaporan dan pertanggungajawaban fungsi Manajemen Risiko secara jelas.

i. Memelihara kewaspadaan (awareness) yang berkelanjutan atas setiap perubahan yang terjadi pada profil Risiko Bank.

j. Menyetujui pengalokasian dan pemenuhan sumber daya (misalnya dana, teknologi informasi, tenaga ahli, dan lain-lain) yang dibutuhkan Satuan Kerja Operasional maupun non Operasional dalam rangka membangun dan memelihara selera Risiko serta mengelola Risiko.

Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, dinyatakan bahwa wewenang dan tanggung jawab bagi Dewan Komisaris adalah sekurang-kurangnya:

a. Menyutujui dan mengevaluasi kebijakan Manajemen Risiko (evaluasi kebijakan Manajemen Risiko dilakukan oleh Dewan Komisaris sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun atau frekuensi yang lebih tinggi dalam hal terdapat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan usaha Bank secara signifikan);

b. Mengevaluasi pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf a (evaluasi pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko dilakukan oleh Dewan Komisaris sekurang-kurangnya secara triwulanan);


(47)

c. Mengevaluasi dan memutuskan persetujuan Dewan Komisaris yang berkaitan dengan transaksi yang memerlukan persetujuan Dewan Komisaris (transaksi yang memerlukan persetujuan Dewan Komisaris adalah transaksi yang telah melampui kewenangan Direksi untuk memutuskan transaksi dimaksud sesuai dengan kebijakan dan prosedur intern Bank yang berlaku). Sementara menurut Pasal 7 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 jo Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 ini disebutkan wewenang dan tanggung jawab bagi Direksi adalah sekurang-kurangnya:

a. Menyusun kebijakan dan strategi Manajemen Risiko secara tertulis dan komprehensif (termasuk dalam kebijakan dan strategi Manajemen Risiko adalah penetapan dan persetujuan limit Risiko baik Risiko secara keseluruhan, per jenis Risiko, maupun per aktivitas fungsional. Kebijakan dan strategi Manajemen Risiko disusun sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun atau frekuensi yang lebih tinggi dalam hal terdapat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan usaha Bank secara signifikan); b. Bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko dan

eksposur Risiko yang diambil oleh Bank secara keseluruhan (termasuk tanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko adalah mengevaluasi dan memberikan arahan berdasarkan laporan yang disampaikan oleh satuan kerja manajemen risiko, serta penyampaian laporan pertangunggjawaban kepada Dewan Komisaris secara triwulanan);

c. Mengevaluasi dan memutuskan persetujuan Direksi (transaksi yang memerlukan persetujuan Direksi antara lain transaksi yang telah melampui


(48)

kewenangan pejabat Bank satu tingkat di bawah Direksi, sesuai dengan kebijakan dan prosedur intern yang berlaku);

d. Mengembangkan budaya Manajemen Risiko pada seluruh jenjang

organisasi (pengembangan budaya Manajemen Risiko antara lain meliputi komunikasi yang memadai kepada seluruh jenjang organisasi tentang pentingnya pengendalian intern yang efektif);

e. Memastikan peningkatan kompetensi sumber daya manusia yang terkait dengan Manajemen Risiko (peningkatan kompetensi sumber daya manusia antara lain melalui program pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan mengenai penerapan Manajemen Risiko);

f. Memastikan bahwa fungsi Manajemen Risiko telah beroperasi secara independen (pengertian independen maksudnya adanya pemisahan fungsi antara satuan kerja Manajemen Risiko yang melakukan identifikasi, pengukuran dan pemantauan Risiko dengan satuan kerja yang melakukan dan menyelesaikan transaksi);

g. Melaksanakan kaji ulang secara berkala untuk memastikan: 1. Keakuratan metodologi penilaian Risiko;

2. Kecukupan implementasi sistem informasi manajemen; dan 3. Ketetapan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit Risiko.

(kaji ulang secara berkala antara lain dimaksudkan untuk mengantisipasi apabila terjadi perubahan faktor eksternal dan faktor internal).

Sedangkan dalam Pasal 7 ayat (2) dijelaskan bahwa dalam rangka melaksanakan wewenang dan tanggung jawab tersebut, maka Direksi harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai risiko yang melekat pada seluruh


(49)

aktivitas fungsional Bank dan mampu mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan profil Risiko Bank.

Untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab di atas Dewan Komisaris dan Direksi diwajibkan untuk58

1. memiliki pemahaman yang jelas mengenai jenis-jenis Risiko yang terjadi dan dikelola di Bank dan menerima laporan-laporan yang menggambarkan bobot dan kepentingan dan pengambilan Risiko-risiko dimaksud sesuai terminologi yang telah ditetapkan.

:

2. mengkaji ulang dan meyetujui kebijakan yang cukup untuk membatasi Risiko yang melekat pada kegiatan utama atau produk-produk banknya. Umumnya hal ini mencakup pemberian kredit, penempatan non kredit, asset-liability management, trading dan kegiatan lain seperti derivative dan lain-lain.

3. secara berkala mengkaji ulang dan menyetujui risk eksposure limits yang mengikuti perubahan strategi perusahaan, untuk produk baru dan untuk mengikuti perubahan kondisi pasar.

4. mengidentifikasi dan memiliki pemahaman yang jelas mengenai risiko yang melekat pada kegiatan Bank yang ditunjukkan dari cara kelola yang baik

(good governance), mengambil tindakan-tindakan untuk tetap terinformasi

mengenai risiko-risiko ini karena pasar-pasar uang, praktek-praktek Manajemen Risiko dan kegiatan usaha Bank yang terus berkembang.

5. memahami dan menggunajan sistem pencatatan dan pelaporan yang memadai untuk mengukur dan memantau sumber risiko utama terhadap organisasi Bank.

58


(50)

6. memastikan bahwa jumlah dan kualifikasi pegawai sudah memadai untuk melakukan operasi Bank secara optimal yang menampilkan kinerjanya yang terbaik karena memiliki integritas, nilai-nilai etika dan berkemampuan sehingga memenuhi filosofi atau prinsip-prinsip kehati-hatian gaya manajemen yang khas.

7. memberikan perhatian berupa supervise secukupnya atas kegiatan harian pada pegawainya, tidak terkecuali mulai dari yang paling atas sampai yang terendah.

8. mengidentifikasi dan mengkaji ulang semua Risiko yang relevan untuk memastikan bahwa sebelum masuk ke kegiatan baru atau meluncurkan produk baru, infrastruktur dan pengendalian intern yang dibutuhkan untuk mengelola risiko yang ada/mungkin ada, telah terlebih dahulu tersedia dan berfungsi secara cukup.

Bank for International Settlement (BIS) menetapkan prinsip-prinsip

pengendalian internal (internal control) untuk menjadi acuan bagi bank dalam organisasi bank sehubungan dengan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi, yaitu59

1. Dewan Komisaris bertanggung jawab untuk menyetujui dan mengkaji ulang (review) secara periodik semua strategi bisnis bank dan kebijakan-kebijakan penting; memahami risiko-risiko utama yang dijalani bank, menetapkan tingkatan risiko yang aman dan dapat diterima dan meyakini bahwa Dewan Direksi bank telah mengambil langkah yang perlu untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko; menyetujui struktur

:

59

Z.Dunil, Bank Auditing: Risk Based Audit Dalam Pemerikasaan Perkreditan Bank Umum , (Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia, 2995),hal.31-32.


(51)

organisasi bank, dan meyakini bahwa Direksi bank memantau efektivitas sistem pengendalian intern bank. Dewan Komisaris adalah penanggung jawab tertinggi untuk meyakini bahwa sistem pengendalian intern sudah efektif, berjalan baik, cukup dan dipertahankan.

2. Direksi bank bertanggung jawab untuk melaksanakan strategi kebijakan yang telah disetujui oleh Dewan komisaris, mengembangkan proses bahwa identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko yang dilakukan bank, menyelenggarakan struktur organisasi yang secara jelas mengatur tanggung jawab, kewenangan dan hubungan pelaporan; meyakini bahwa pendelegasian tanggungjawab dilaksanakan secara efektif; mengatur kebijaksanaan pengendalian intern yang sesuai dan memantau kecukupan dan efektivitas dari sistem pengendalian intern bank.

3. Dewan komisaris dan Direksi bank bertanggung jawab untuk

mempromosikan kode etik dan standar integritas dan mengembangkan budaya perusahaan pada segenap tingkatan organisasi dan personal tentang pentingnya pengendalian intern. Semua personal dalam organisasi bank perlu memahami peranan mereka dalam proses pengendalian intern dan terlibat penuh dalam melaksanakannya.

Sedangkan tanggung jawab Dewan komisaris dan Direksi sehubungan kedudukannya pada proses Internal Audit, Bank for International Settlement (BIS) menetapkan prinsip-prinsip sebagai berikut60

60

Ibid,hal.55-57


(52)

1. Dewan Komisaris adalah penanggung jawab akhir untuk meyakini bahwa Direksi bank melaksanakan dan memelihara sistem pengendalian intern yang cukup dan efektif, sistem pengukuran (measurement) dalam melakukan assessment segala bentuk risiko yang dapat terjadi dalam kegiatan bank, sistem untuk mengaitkan risiko dengan tingkat kebutuhan modal bank, dan menggunakan metode yang memadai untuk memantau kesesuaian pelaksanaan dengan undang-undang dan peraturan, ketentuan Otoritas Pengawas Bank serta kebijakan internal. Sekurang-kurangnya sekali dalam setahun Dewan Komisaris harus melakukan kaji ulang sistem. Pengendalian intern dan prosedur assessment dalam penghitungan kebutuhan modal Minimum Bank.

2. Direksi Bank bertanggung jawab untuk mengembangkan proses identifikasi, pengukuran, monitoring, dan pengendalian risiko yang timbul dalam kegiatan Bank. Sekurang-kurangnya sekali dalam setahun Direksi bank melaporkan kepada Dewan Komisaris tentang cakupan dan kinerja dari sistem pengendalian intern dan prosedur assessment penghitungan Kebutuhan Modal Minimum.

3. Setiap bank harus mempunyai fungsi audit yang permanen. Dalam memenuhi tugas dan tanggung jawabnya Direksi bank harus menetapkan luas cakupan audit yang diperlukan sehingga bank secara berkesinambungan dapat mengandalkan fungsi internal audit sesuai kebutuhan sebanding dengan ukuran dan sifat dari operasional bank. Dalam cakupan audit tersebut, termasuk penyediaan sarana dan staf untuk internal


(53)

audit tersebut, termasuk penyediaan sarana dan staf untuk internal audit sehingga dapat melaksanakan tujuannya sebagaimana mestinya.

Dalam hal Program Pengendalian Risiko, maka ada beberapa aspek tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi, yaitu61

a. Rencana Strategik Bank

:

Strategi yang berkaitan dengan Manajemen Risiko menekankan perlunya kewaspadaan penuh dan kedisplinan yang tinggi dalam proses mengamati dan menindaklanjuti peluang maupun ancaman yang ada. McKinsey menawarkan tiga pedoman dalam menyusun rencana strategik Bank, yaitu sebagai berikut:

1. Strategi sebuah Bank seharusnya ditentukan oleh ada tidaknya keterampilan yang terlebih dahulu diyakini akan selalu melampaui keterampilan pesaing.

2. Waspada terhadap perilaku destruktif pesaing.

3. Tingkat pertumbuhan usaha agar ditentukan oleh kecukupan

kemampuan manajerial dalam memahami dan mengendalikan Risiko untuk jenis yang akan dikembangkan tersebut.

Jadi, fungsi ini bertanggung jawab untuk megembangkan dan menyempurnakan strategi perusahaan, dengan menyadari bahwa setiap perubahan terhadap strategi seperti luas dan cakupan kegiatan usaha akan mengubah profil Risiko perusahaan.

61


(54)

b. Organisasi berbasis Risiko dengan komitmen penuh

Kunci sukses sebuah Bank adalah manajemen yang berkualitas pada semua tingkatan. Manajemen bisa didukung dan juga bisa dibatasi oleh organisasi yang mengelilingi dan mengawasi mereka. Sebagai pengambil keputusan di tingkat transaksi, mereka akan melaksanakan pekerjaan mereka dengan semakin baik apabila didukung oleh budaya organisasi, sistem, struktur dan lain-lain, yang juga harus baik. McKinsey menawarkan lima hal yang perlu mendapat perhatian Dewan Komisaris dan Direksi dalam membangun organisasi Bank sebagai lembaga pengambil Risiko seperti berikut62

1. Defenisikan dan komunikasikan filosofi dan tujuan organisasi yang kegiatan usahanya memang harus mengambil Risiko.

:

2. Buat Risiko terlihat nyata dengan cara mengembangkan bahasa Risiko yang bersifat umum bagi organisasi.

3. Identifikasi pengambil Risiko terbaik dan bangun struktur organisasi yang kondusif di sekitar mereka.

4. Selaraskan tujuan setiap individu dalam organisasi dengan tujuan perusahaan.

5. Evaluasi ulang sistem-sistem limit secara berkala.

Oleh karena itu menjadi tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi untuk membangun organisasi yang kondusif bagi penggambil keputusan yang menguntungkan di tingkat transaksi dan bagi terbangunnya komitmen berorganisasi secara totalitas (total organizational commitment).

62


(1)

Manajemen Risiko yang terdiri dari Direktur Manajemen Risiko, Komisaris Manajemen Risiko dan sub-sub Komite Manajemen Risiko, Komite Assetdan Liability, Komite Capital & Investment. Tujuannya adalah dengan adanya unit manjemen risiko ini, maka orientasinya tertuju pada manajemen risiko.

b. Bank Mandiri telah menetapkan kebijakan manajemen risiko, prosedur terkait manajemen risiko dan penetapan berbagai limit dalam rangka memitigasi risiko. Beberapa kebijakan tersebut kebijakan trading book, kebijakan kredit, kebijkan transaksi derivatif, kebijakan aktiva dan passiva.

c. Dalam mempersiapkan implementasi dari Basel II, Bank Mandiri telah membentuk Basel-II Compliance Committe, yang menjadi penanggung jawab dari seluuh inisiatif strategis bank dalam upaya mencapai tujuan tersebut. Dalam rangka tersebut, Bank telah melakukan secara bertahap yaitu dengan menerapkan Standard Model kemudian Internal Model. Persiapan Bank meliputi praktek manajemen risiko yang efektif, mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten, meng-update teknologi informasi dan sumber data yang dapat diandalkan, dan mempersiapkan elemen-elemen penunjang lainnya.

d. Dalam implementasi risiko kredit Bank Mandiri telah membagi pengelolaan risiko kredit dalam 2 (dua) segmen yaitu Pengelolaan Risiko Kredit Segmen Corporate & Commercial yang bertujuan khusus untuk mengantisipasi dampak krisis finansial global dan


(2)

Pengelolaan Risiko Consumer & Micro dalam rangka menghadapi krisis global untuk meningkatkan ekspansi kredit. Melengkapi hal tersebut, Bank Mandiri juga telah siap dengan penerapan risiko kredit dengan membagi dalam tiga bagian yaitu, individual credit risk, risk based pricing, risiko portofolio.

B.Saran

Adapun saran yang dapat Penulis berikan sesuai dengan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam pengaturannya, Bank Indonesia telah mengeluarkan pengaturan penerapan manajemen risiko bagi bank umum dalam PBI No. 5/8/2009 jo. PBI No. 11/25/2009 dan Surat Edaran Bank Indonesia yang berupa pedoman bagi Bank. Bank wajib melaksanakan manajemen risiko tersebut untuk dapat bersaing dalam globalisasi sekarang ini. Tetapi dalam pengaturannya, secara tegas belum ada sanksi apabila penerapan manajemen risiko tidak dilaksanakan oleh Bank. Selain itu, tidak hanya Bank, Korporasi juga memerlukan manajemen risiko untuk menghindari dan mengatasi risiko, walaupun risiko yang dialami oleh bank dengan korporasi berbeda dan lebih variatif tetapi sampai saat ini pengaturan tersebut belum hadir dan direalisasikan untuk dijalankan oleh korporasi walaupun sebagian korporasi telah melakukan manajemen risiko.

2. Risiko kredit merupakan salah satu risiko yang penting dalam pelaksanaan manajemen risiko. Oleh karena itu, pihak bank harus senantiasa memperhatikan penggunaan dan pengendalian risiko kredit khususnya


(3)

dalam menganalisis kredit agar segala kredit yang disalurkan bank tetap dapat diawasi penggunaannya oleh debitur.

Melihat berbagai hal yang telah diterapkan oleh bank dalam mengendalikan risiko kredit dan bagaimana menggunakan analisis kredit berdasarkan scoring dan rating, sangat kecil kemungkinan impact yang ditimbulkan atau diderita oleh bank, tetapi tetap saja celah itu masih ada bagi pada debitur untuk lolos dan melarikan diri dari tanggung jawabnya. Untuk itu, selain Bank wajib melaksanakan penerapan manajemen risiko, Bank juga harus menetapkan kebijakan-kebijakan di luar itu agar Bank dapat lebih berhati-hati terhadap debitur destruktif.

3. Berdasarkan visi Bank Mandiri dimana Manajemen Risiko merupakan bagian dari proses bisnis yang dapat memberikan kontribusi melalui penerapan manajemen risiko untuk mencapai return yang optimal bagi stakeholder (masyarakat, pemegang saham, pemerintah, nasabah, dan pihak-pihak yang berhubungan dengan bank). Untuk itu sebagai aplikasinya Bank Mandiri telah menerapkan Penerapan Manajemen Risiko tata kelola risiko yang terpadu dimana Bank Mandiri telah membentuk Direktorat Manajemen Risiko, Komite-Komite yang berhubungan dengan risiko. Khususnya dalam mengelola risiko kredit, Bank Mandiri selalu meng-up grade segala kebijakan, prosedur, dan tools yang dianggap dapat memberikan hasil yang optimal, salah satunya yaitu kredit yang sehat. Oleh karena itu, Bank Mandiri harus selalu melakukan stress test dan menetapkan rencana strategis untuk tetap menjaga kondisi yang stabil dan lebih baik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ali, Masyhud, Manajemen Risiko (Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.

Budiarto, Agus, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009.

Daniri, Mas Achmad, Good Corporate Governance (Konsep dan Penerapannya Dalam Konteks Indonesia), Jakarta: Ray Indonesia, 2005. De Kare Silver, Michael, Strategi in Crisis, England, Macmilian Press, Ltd.,1997.

Dunil, Z, Bank Auditing: Risk Based Audit Dalam Pemerikasaan Perkreditan Bank Umum, Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia, 2005.

E. Elias, Jimmy, Peranan Manajemen Risiko Strategik Dalam Mendukung Good Corporate Governance, Jurnal Hukum Bisnis Vol.23 No.3 Tahun 2004.

E, John. McKinley and John R. Barrickman, Strategic Credit Risk Management,New York, Macmilan Publishing Company, 1998.

Forest, E. Myers, Basics for Bank Directors, Division of Supervision and Risk Mangement Federal Reserve Bank of Kansas City, 2001.

Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 202.

Regar, Moenaf H., Dewan Komisaris (Peranannya Sebagai Organ Perseroan), Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000

Saunders, Anthony and Maria Millon Cornett, Financial Institutions

Management,A Risk Management Approach, Mc Graw – Hill International

Edition, 5th dition, 2006.


(5)

Sulaiman, Robintan dan Joko Prabowo, Lebih Jauh Tentang Kepailitan(Tanggung Jawab Komisaris, Direksi dan Pemegang Sahamt Terhadap Perusahaan Pailit): Tinjauan Yuridis, Jakarta: PT. Deltacitra Grafindo, 2000.

Tagiman, Hiro, Standar Profesional Audit Internal, Yogayakarta: Kanisius, 1997.

Tampubolon, Robert, Risk Management (Manajemen Risiko): Pendekatan Kualitatif Untuk Bank Komersial), Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004.

_________________, Risk and Systems-Based Internal Auditing (Audit Intern Berbasis Risiko). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2005.

Tjager, I Nyoman, dkk, Corporate Governance: Tantangan & Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia. Jakarta: PT. Prenhallindo,2003.

Umar, Husein, Manajemen Risiko Bisnis (Pendekatan Bisnis dan Nonfinansial), Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama, 1998.

Walsh, Ciaran,” Key Management Ratios”, Master The Management Matrics That Drive and Control Your Business, Prentice Hall, Financial Times, 2003.

Widjaja, I.G.Ray, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas (Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1995)

Widiyono, Try, Direksi Perseroan Terbatas (Keberadaan, Tugas, Wewenang & Tanggung Jawab), Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.

Perundang-undangan

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum jo. Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009.

Peraturan Bank Indonesia No. 7/25/PBI/2005 tentang Sertifikasi Manajemen Risiko bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum.

Surat Edaran Bank Indonesia No./21/DPNP/2003 tentang Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.


(6)

Booklet Perbankan Indonesia, Jakarta: Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan,2008

Makalah dan Laporan

GARP/INDEF/BSMR, Pelatihan Manajemen Risiko, November 2005

One day:Commitment to Service Excellence. (Laporan Tahunan 2008 Bank Mandiri), Jakarta: PT. Bank Mandiri ( Persero) Tbk, 2008.

Fundamental Credit Risk Management (Basel II) : Materi Pendidikan LSDP Batch I. Jakarta: PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.2009.

Rudjito, Kegunaan Penerapan Risk Management Untuk Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 23 No. 3, Tahun 2004.

Internet