Pengaruh Motif Berprestasi Terhadap Kecenderungan Bewirausaha Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sumatera Utara

(1)

PENGARUH MOTIF BERPRESTASI TERHADAP

KECENDERUNGAN BEWIRAUSAHA PADA MAHASISWA

PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

CORRY MARYANA SIAGIAN

031301084

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah bersama masyarakat mulai mengisi kemerdekaan dengan usaha pembangunan di berbagai bidang. Hal itu dilakukan karena kemerdekaan sebenarnya bukanlah merupakan tujuan akhir, melainkan jembatan emas dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, yaitu untuk membangun masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur baik materiil maupun spiritual. Namun kenyataannya, akibat krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997, sebagian besar penduduk Indonesia kini hidup di bawah garis kemiskinan yang penyebab utamanya adalah karena mereka tidak memiliki pekerjaan (Sudrajad, 1999). Krisis ekonomi telah menyebabkan tutupnya sejumlah besar perusahaan dan menyebabkan terjadinya peningkatan angka pengangguran secara drastis (Hidayat, 2000).

Indonesia, sampai saat ini, masih belum mampu secara maksimal untuk keluar dari krisis ekonomi. Bahkan secara nasional, krisis ini terkesan semakin memburuk. Hal ini mengakibatkan semakin tingginya jumlah pengangguran seiring dengan makin sempitnya lapangan pekerjaan untuk menampung para tenaga kerja baru. Padahal dari waktu ke waktu jumlah pencari kerja semakin banyak (Nasution, dkk., 2001).

Tobing (2006) mengatakan bahwa pertambahan angkatan kerja baru jauh lebih besar dibanding pertumbuhan lapangan kerja produktif yang dapat diciptakan


(3)

setiap tahun. Hingga akhir tahun 2005 diperkirakan ada 12 juta orang yang menganggur, yang berarti naik hampir 11 % dari tahun sebelumnya. Ironisnya, dari total pengangguran tersebut sekitar 10 % atau hampir 1 (satu) juta orang adalah kaum intelektual yang menyandang gelar sarjana (Kasmir, 2006).

H. Gamawan Fauzi, selaku gubernur Sumatera Barat, membenarkan bahwa masalah paling berat yang tengah dihadapi bangsa Indonesia adalah masalah kemiskinan, pengangguran dan sempitnya lapangan pekerjaan. Secara nasional jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 12 juta orang. Jumlah tersebut setiap tahun terus bertambah, sementara pemerintah belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk mengurangi angka pengangguran itu (”Gubernur”, 2007).t Pemerintah membutuhkan adanya gerakan kemasyarakatan yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat sendiri yang dapat memberikan sumbangan positif dalam rangka mengurangi angka pengangguran ini. Fenomena pengangguran ini akan terus berkembang selama pencari kerja tetap berpikir bahwa mereka seharusnya memperoleh lapangan kerja dan tidak berpikir secara lebih bijaksana dan futuristis untuk membuka lapangan kerja sendiri, yakni dengan berwirausaha (Yulia, 2005). Menurut Ifham (2002) pemikiran yang kreatif dan inovatif dari para pencari kerja harus lebih banyak dikembangkan guna menciptakan lapangan pekerjaan.

Dunia wirausaha adalah pilihan yang paling rasional dalam kondisi perekonomian yang sedang dilanda krisis dan untuk mengatasi besarnya jumlah pengangguran seperti yang terjadi sekarang ini (Hidayat, 2000). Astamoen (2005) menuturkan bahwa salah satu penyebab dari lemahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah karena masih sedikitnya jumlah wirausahawan sebagai pelaku


(4)

ekonomi, antara lain sebagai pengusaha, pedagang, industrialis, dan lain-lain. Dengan banyaknya jumlah wirausahawan, dua indikator penting dalam suatu negara maju dan makmur secara ekonomi akan terpenuhi, yaitu rendahnya angka pengangguran dan tingginya devisa yang dihasilkan.

Santoso (dalam Widiarto, 2004) menegaskan bahwa tidak ada satu negara pun di dunia yang bisa maju dan berkembang tanpa dukungan dunia usaha yang kuat. Kemapanan negara-negara yang ekonominya kuat tidak terlepas dari keberhasilan membangun kekuatan wirausaha karena para wirausahawan itulah yang menjadi pelaku sekaligus penggerak roda perekonomian. Rachbini (dalam Iwantono, 2002) menyebutkan bahwa suatu negara akan mencapai tingkat kemakmuran apabila jumlah wirausahawannya paling sedikit 2,5 % dari total jumlah penduduknya. Di Indonesia sendiri, keberadaan wirausahawannya diperkirakan baru sekitar 0,2 % dari jumlah penduduk. Itu artinya, Indonesia masih memerlukan banyak penggerak ekonomi di segala bidang dalam rangka mencapai kemakmuran yang dicita-citakan rakyatnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu terobosan yang menggerakkan munculnya wirausahawan baru. Gerakan itu dapat mulai diwujudkan dalam suatu lingkungan yang kecil terlebih dahulu, misalnya dari lingkungan rumah, perusahaan, pondok pesantren, dan tanpa terkecuali perguruan tinggi (Astamoen, 2005).

Gerakan kewirausahaan di Indonesia sebenarnya sudah mulai digalakkan sejak tahun 1995 lalu. Pemerintah melalui INPRES No.4 tahun 1995 telah mencanangkan sebuah Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan (GNMMK) yang tujuannya adalah menumbuhkembangkan budaya kreatif, inovatif, di masyarakat baik kalangan dunia usaha, pendidikan


(5)

maupun aparatur pemerintah. Namun dalam perjalanannya, gerakan tersebut kurang mendapat dukungan. Memang ketika itu pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tinggi dan dukungan kepada pembentukan wirausahawan baru serta Usaha Kecil dan Menengah (UKM) hanya bersifat politis. Meski banyak seminar, rakor, lokakarya diadakan, namun pada akhirnya Inpres tersebut tidak lebih dari sekedar retorika (Silalahi, 2005).:r : Jangan Bang

Apalagi dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak orang yang menafsirkan dan memandang wirausaha identik dengan kemampuan yang dimiliki atau yang dilakukan “pengusaha” semata. Pandangan itu tidaklah tepat karena jiwa dan sikap wirausaha tidak hanya dimiliki pengusaha tetapi dapat dimiliki oleh setiap orang yang berpikir kreatif dan bertindak inovatif, menyukai perubahan, kemajuan serta tantangan baik di kalangan pengusaha maupun masyarakat umum seperti petani, karyawan, pegawai pemerintahan, guru dan lain sebagainya termasuk di dalamnya mahasiswa, yang merupakan kaum intelektual bangsa (Suryana, 2003).

Mahasiswa dapat menjadi pionir dalam gerakan menumbuhkan kewirausahaan di Indonesia. Dengan demikian, di masa depan, akan terjadi keseimbangan antara bertambahnya pencari pekerjaan dan bertambahnya lapangan pekerjaan baru (Astamoen, 2005). Menurut Iwantono (2002) mahasiswa berwirausaha adalah salah satu antisipasi pengangguran di masa depan. Pengangguran bertitel sarjana menjadi suatu masalah karena mereka adalah kelompok cerdik pandai yang pertumbuhannya setiap tahun jauh lebih besar daripada kesempatan kerja yang sesuai dengan pendidikan mereka. Dengan berwirausaha, maka mahasiswa kelak


(6)

akan siap bersaing dalam pasar kerja tidak sebagai pencari kerja tetapi pencipta kerja sehingga dapat mengurangi angka pengangguran.

Baumassepe (dalam Ifham, 2002) berpendapat adalah sangat masuk akal bagi mahasiswa dengan atribut yang dimilikinya untuk berpola pikir sebagai seorang wirausahawan. Mahasiswa memiliki sikap berkorban dan berani mengambil resiko terhadap cita-cita yang diperjuangkannya, juga berpengetahuan dan berpandangan luas. Mahasiswa adalah golongan intelektual karena lahir dari tempat-tempat yang menjadi sumber ilmu pengetahuan (perguruan tinggi). Dengan bekal pengetahuan dan ilmu yang dimiliki setidaknya menjadi embrio untuk lahir menjadi wirausahawan sejati. Inilah saatnya, mahasiswa ditantang untuk menjadi agen perubahan di bidang ekonomi maupun di berbagai bidang kehidupan masyarakat lainnya.

Lebih lanjut Ifham (2002) mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan alternatif pilihan yang tepat bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensinya. Malah sebenarnya, mahasiswa telah melakukan kegiatan atau perilaku yang sesuai dengan ciri-ciri seorang wirausahawan. Perilaku mahasiswa yang mencerminkan kewirausahaan tersebut bisa dilihat pada saat mahasiswa melakukan kegiatan-kegiatan dalam organisasi kemahasiswaan, yang terkait dengan kemahasiswaan maupun dengan pihak luar, misalnya saat ia harus memutuskan sesuatu untuk kegiatannya, mengadakan kegiatan seminar atau workshop, memutuskan untuk mendirikan unit kegiatan tertentu, tentunya dengan segala resiko yang harus ditanggungnya.

Munculnya para wirausahawan muda Indonesia yang merintis usahanya sejak masih menjalani pendidikannya di perguruan tinggi juga membuktikan bahwa


(7)

mahasiswa dapat berwirausaha. Anne Ahira Dewi, seorang pakar Internet Marketing Muda Indonesia adalah cerminan wirausahawan Indonesia yang memulai usaha Internet Marketing-nya sejak ia masih berstatus mahasiswa. Usaha ini dipelajarinya secara otodidak pada awal masa kuliahnya di perguruan tinggi. Begitu pula dengan Freddy Mudjianto, direktur PT. Vilour Promo Indonesia yang juga alumni dari Universitas Parahyangan ini mulai berwirausaha pada saat ia masih menjadi mahasiswa. Bermula ketika ia diminta menyediakan kaos untuk kegiatan perpeloncoan mahasiswa baru di kampusnya. Komisi yang ia terima dari pemilik toko konveksi ternyata membuatnya semakin giat untuk mencari order pesanan. Setelah lulus kuliah, ia memutuskan untuk berusaha sendiri dengan mendirikan perusahaan konveksi yang khusus memproduksi kaos untuk kegiatan promosi. Produknya sendiri kini sudah diekspor hingga ke mancanegara (Setiati, 2005).

Fenomena mahasiswa berwirausaha dapat pula diamati pada mahasiswa/i Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Pada saat acara Dies Natalis mahasiswa mengadakan kegiatan berwirausaha dengan membentuk kelompok-kelompok usaha, membuka stand, menawarkan produk/jasa dalam segala bentuk usaha inovatif dan kreatif yang diharapkan dapat memberikan keuntungan. Kegiatan kewirausahaan ini telah menjadi agenda rutin tahunan yang dilakukan oleh para mahasiswa. Selain pada acara tahunan tersebut, berbagai jenis usaha dilakukan oleh sejumlah mahasiswa, di antaranya usaha yang menawarkan jasa terjemahan, fotokopi harga mahasiswa, rental buku, berjualan buku dengan sistem bayar angsuran sertapemberian diskon; menjual pakaian, alat elektronik, voucher pulsa, sampai pada bisnis Multi Level Marketing (MLM). Mahasiswa mulai


(8)

menjalankan ide usahanya karena jeli melihat peluang dan kesempatan untuk menawarkan produk/jasa tersebut di lingkungan kampus. Produk/jasa yang ditawarkan umumnya adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh konsumen yang notabene adalah para mahasiswa namun tidak menutup kemungkinan untuk ditawarkan kepada masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Astamoen (2005) bahwa setiap kegiatan wirausaha yang dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan atau keinginan konsumen, peluang yang dapat diraih dan lingkungan yang dihadapi.

Namun meski begitu, contoh-contoh di atas tidak cukup mewakili ribuan mahasiswa di seluruh Indonesia. Kenyataannya mahasiswa yang berwirausaha masih terlalu sedikit jumlahnya (Hidayat, 2000). Padahal kewirausahaan sangatlah baik bila dikembangkan oleh mahasiswa mengingat munculnya aneka ragam kesempatan berusaha di era perkembangan teknologi ini (Sutanto, 2002). Sayangnya, pola pikir mahasiswa kebanyakan adalah ingin menyelesaikan kuliahnya dengan cepat lalu menjadi pegawai sampai pensiun. Hal ini bisa saja dikarenakan berkembangnya mitos-mitos negatif seputar kewirausahaan, seperti mitos terlalu muda untuk mulai menjalankan usaha, berwirausaha butuh modal yang besar, tidak punya bakat, tidak punya pengalaman dan takut gagal (Astamoen, 2005). Seperti yang dikatakan oleh Hidayat (2000) bahwa mitos-mitos negatif kewirausahaan belum terhapus dari skema kognitif sivitas akademika

Winardi (2003) menjelaskan bahwa kewirausahaan merupakan perilaku dinamik, mengandung resiko, kreatif serta berorientasi pada pertumbuhan. Seorang wirausahawan merupakan seorang individu yang menerima resiko, dan


(9)

yang melaksanakan tindakan-tindakan untuk mengejar peluang-peluang dalam situasi dimana pihak lain tidak melihat atau merasakannya, bahkan ada kemungkinan bahwa pihak lain tersebut menganggapnya sebagai problem atau ancaman. Wirausahawan adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil resiko, artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi yang tidak pasti. Nasution dkk (2001) menyatakan bahwa wirausahawan selalu berusaha mencari peluang yang bisa diambil dari kemampuan yang ada pada dirinya maupun dengan cara menjalin kerjasama dengan orang lain serta memanfaatkan kebutuhan dari lingkungan sekitar.

Chandra (2001) mengatakan bahwa seorang wirausahawan adalah orang yang berani untuk mencoba. Wirausahawan tidak mudah percaya sebelum mencoba, membuka mata dan telinga terhadap suatu kesempatan atau peluang, memiliki keberanian untuk mengambil resiko, tidak takut membuat kesalahan sehingga punya keberanian membuka usaha. Dalam situasi sesulit apa pun, wirausahawan akan semakin tertantang untuk tidak berhenti mencoba, ia tidak mudah terpuruk dalam keputusasaan sampai akhirnya meraih kemenangan atau kesuksesan. Obsesi dalam menekuni usahanya bukan selalu karena uang. Banyak dari mereka yang maju karena visi dan mendapat dampak sosial yang positif. Dengan memiliki visi itu, maka meskipun usaha yang dijalankan tidak mendapat untung, tetapi tetap diusahakan berjalan.

Drucker (1985) mengartikan kewirausahaan sebagai semangat, kemampuan, sikap dan perilaku individu dalam menangani usaha/kegiatan yang mengarah pada


(10)

upaya mencari, menciptakan menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.

Untuk menjadi wirausahawan memang tidaklah mudah, karena penuh tantangan dan mengandung resiko. Masrun (1986) mengatakan agar manusia dapat menghadapi tantangan dan mampu memainkan perannya, dalam hal ini menjadi seorang wirausahawan, perlu adanya peningkatan kualitas kepribadian. Sejalan dengan itu, Drucker (1985) menyatakan bahwa seorang wirausahawan memiliki kepribadian dan sifat spesifik. Hidayat (2000) menyebutkan ada beberapa karakteristik kepribadian yang mempengaruhi seseorang untuk menjadi wirausahawan, yaitu motif (dorongan) berprestasi, kemandirian, toleransi terhadap perubahan, serta sikap terhadap uang.

Motif berprestasi merupakan komponen yang penting dalam kepribadian yang membuat individu berbeda satu sama lain (Morgan, 1986). Mc. Clelland (1987) menyatakan bahwa motif (dorongan) berprestasi adalah unsur kepribadian yang menyebabkan seseorang ingin selalu berbuat lebih baik dan terus maju, selalu berpikir untuk berbuat lebih baik dan memiliki tujuan yang realistik. Individu dengan motif berprestasi menyukai situasi-situasi kerja yang dapat mereka ketahui apa akan mengalami kemajuan atau tidak dan guna mengoptimalkan kepuasannya individu akan cenderung menetapkan tujuan untuk dirinya sendiri yang harus dicapai. Dengan kata lain, motif berprestasi merupakan keinginan individu untuk meraih sukses yang optimal dan bertanggung jawab dalam mencapai tujuan hidupnya.


(11)

Motif berprestasi membuat individu mengembangkan keinginan yang kuat untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik dan lebih efisien dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan sebelumnya. Individu merasa bertanggungjawab secara pribadi atas keberhasilan maupun kegagalan yang dialaminya. Oleh karena itu, individu dengan motif berprestasi yang tinggi cenderung meningkatkan kinerja dan produktivitasnya serta terus melakukan evaluasi terhadap performansi kerjanya dengan cara membandingkan performansinya dengan orang lain atau standarisasi tertentu (Mc. Clelland, 1987).

Motif berprestasi biasanya dikaitkan dengan sikap positif dan keberanian mengambil resiko yang diperhitungkan untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan. Menurut Mc. Clelland (1987) karakteristik yang menonjol pada individu dengan motif berprestasi yang tinggi adalah mereka bekerja dengan memperhitungkan resiko. Mereka tidak suka mengerjakan tugas yang terlalu mudah atau tugas-tugas rutin, karena hal itu tidak banyak memberikan tantangan dan kepuasan. Akan tetapi, mereka juga tidak suka mengerjakan tugas yang terlampau sukar karena kemungkinan berhasil kecil dan tugas itu di luar jangkauan kemampuannya. Oleh sebab itu, mereka akan cenderung menetapkan tujuan menengah (moderate) yang sebanding dengan kemampuannya sendiri. Pada mereka juga tampak keinginan untuk selalu mengetahui hasil nyata dari tindakannya sebagai umpan balik, sehingga dengan segera mereka dapat memperbaiki kesalahan serta mendorong untuk bekerja lebih baik dengan menggunakan cara-cara baru yang dia peroleh (As’ad, 1995).

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kewirausahaan merupakan pilihan yang tepat dan rasional untuk perekonomian bangsa Indonesia yang


(12)

sedang dilanda krisis. Kewirausahaan dapat juga dilakukan oleh mahasiswa (Suryana, 2003). Untuk menjadi seorang wirausahawan, dipengaruhi oleh beberapa faktor kepribadian yang salah satunya adalah motif berprestasi (Hidayat, 2000). Motif berprestasi adalah unsur kepribadian yang akan mendorong individu untuk terus maju, melakukan sesuatu dengan lebih baik dan lebih efisien, bertanggungjawab dan berani mengambil resiko yang merupakan sesuatu yang diperlukan dalam berwirausaha (Mc.Clelland, 1987). Atas dasar itulah, maka peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa besar pengaruh motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha pada mahasiswa. Penelitian ini akan dilakukan pada mahasiswa/i Fakultas Psikologi USU karena kegiatan kewirausahaan sudah tidak asing lagi di dalam lingkungan Fakultas Psikologi USU.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan kajian permasalahan yang dikemukakan dalam latar belakang masalah, maka motif berprestasi yang dimiliki individu dapat menunjukkan potensi untuk menjadi seorang wirausahawan. Motif berprestasi merupakan unsur kepribadian yang diperlukan seseorang, dalam hal ini mahasiswa, untuk menjadi wirausahawan. Hal inilah yang menyebabkan peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa besarkah pengaruh motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha pada mahasiswa.


(13)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan membawa 2 (dua) manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan bidang ilmu Psikologi terutama Psikologi Industri dan Organisasi.

b. Memperkaya kajian empiris mengenai kecenderungan berwirausaha dalam kaitannya dengan motif berprestasi.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai gambaran kecenderungan berwirausaha dan gambaran motif berprestasi pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU.

b. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang kewirausahaan, serta mau dan mampu untuk mewujudkannya.

c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada perguruan tinggi dan mahasiswa tentang pentingnya motif berprestasi terutama untuk mampu berwirausaha sehingga mahasiswa dapat terus menumbuhkan motif berprestasi di dalam dirinya.


(14)

E. Sistematika Penulisan

Proposal penelitian ini disajikan dalam beberapa bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Dalam latar belakang masalah dibahas tentang krisis ekonomi yang semakin parah melanda Indonesia, yang menyebabkan angka pengangguran meningkat. Solusi yang terbaik adalah dengan menggalakkan wirausaha. Namun untuk menjadi seorang wirausahawan dipengaruhi oleh faktor kepribadian, yang salah satunya adalah motif berprestasi, karena individu dengan motif berprestasi adalah individu yang selalu berpikir untuk terus maju, bertanggungjawab dan berani mengambil resiko. Motif berprestasi merupakan unsur kepribadian yang diperlukan seseorang, dalam hal ini mahasiswa, untuk menjadi wirausahawan.

Bab II : Landasan Teori

Landasan teori berisi uraian teoritik variabel-variabel penelitian yang meliputi landasan teori tentang kewirausahaan, motif berprestasi dan hubungan antara motif berprestasi dengan kecenderungan berwirausaha pda mahasiswa. Bab ini juga mengajukan hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang menjelaskan pengaruh motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha pada mahasiswa.


(15)

Bab III : Metode Penelitian.

Bab ini berisi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel, subjek penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisis yang digunakan untuk mengolah data penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah motif berprestasi sebagai variabel bebas dan kecenderungan berwirausaha sebagai variabel tergantung. Alat ukur yang digunakan adalah skala, yang terdiri dari 2 (dua) buah skala, yaitu skala kecenderungan berwirausaha dan skala motif berprestasi yang daya beda aitemnya akan diuji dengan menggunakan Pearson Product Moment dan uji reliabilitas dengan metode koefisien Alpha Cronbach. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier. Sementara untuk teknik pengambilan sampel adalah dengan teknik nonrandom secara incidental.

Bab IV : Analisis Data dan Interpretasi

Pada bab ini akan diuraikan mengenai analisis data dan interpretasi hasil sesuai dengan data yang diperoleh. Pembahasan diawali dengan gambaran umum subjek penelitian, yang meliputi gambaran mengenai ciri-ciri demografi, yakni usia, dan jenis kelamin kemudian dilanjutkan dengan hasil utama penelitian dan hasil analisis tambahan atas data yang ada.

Bab V : Diskusi, Kesimpulan dan Saran


(16)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kewirausahaan

1. Pengertian Kewirausahaan

Kata wirausaha dalam bahasa Indonesia merupakan gabungan dari kata “wira” yang artinya gagah berani, perkasa dan kata “usaha”, sehingga secara harfiah wirausahawan diartikan sebagai orang yang gagah berani atau perkasa dalam berusaha (Riyanti, 2003). Wirausaha atau wiraswasta menurut Priyono dan Soerata (2005) berasal dari kata “wira” yang berarti utama, gagah, luhur berani atau pejuang; “swa” berarti sendiri; dan kata ”sta” berarti berdiri. Dari asal katanya “swasta” berarti berdiri di atas kaki sendiri atau berdiri di atas kemampuan sendiri. Kemudian mereka menyimpulkan bahwa wirausahawan atau wiraswastawan berarti orang yang berjuang dengan gagah, berani, juga luhur dan pantas diteladani dalam bidang usaha, atau dengan kata lain wirausahawan adalah orang-orang yang mempunyai sifat-sifat kewirausahaan atau kewiraswastaan seperti: keberanian mengambil resiko, keutamaan dan keteladanan dalam menangani usaha dengan berpijak pada kemauan dan kemampuan sendiri.

Drucker (1985) mengartikan kewirausahaan sebagai semangat, kemampuan, sikap dan perilaku individu dalam menangani usaha (kegiatan) yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.


(17)

Hisrich dan Brush (dalam Winardi, 2003) menyatakan bahwa kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan jalan mengorbankan waktu dan upaya yang diperlukan untuk menanggung resiko finansial, psikologikal serta sosial dan menerima hasil-hasil berupa imbalan moneter dan kepuasan pribadi sebagai dampak dari kegiatan tersebut.

Kao (1997) mendefinisikan kewirausahaan sebagai suatu proses penciptaan sesuatu yang baru (kreasi) dan/atau membuat sesuatu yang berbeda (inovasi), yang tujuannya adalah tercapainya kesejahteraan individu dan nilai tambah bagi masyarakat. Hal senada disampaikan oleh Schumpeter (dalam Winardi, 2003) dengan menyatakan bahwa kewirausahaan merupakan sebuah proses dan para wirausahawan adalah seorang inovator yang memanfaatkan proses tersebut.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan adalah semangat, kemampuan dan perilaku individu yang berani menanggung resiko, baik itu resiko finansial, psikologikal, maupun sosial dalam melakukan suatu proses penciptaan sesuatu yang baru (kreasi baru) dan membuat sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada (inovasi) dengan menerima hasil berupa imbalan moneter dan kepuasan pribadi.

2. Ciri-Ciri Wirausahawan

Bygrave (dalam Ifham, 2002) mengemukakan beberapa ciri-ciri seorang wirausahawan, yaitu:

a. Mimpi (dreams), yakni memiliki visi masa depan dan kemampuan mencapai visi tersebut.


(18)

b. Ketegasan (decisiveness), yakni tidak menangguhkan waktu dan membuat keputusan dengan cepat.

c. Pelaku (doers), yakni melaksanakan secepat mungkin.

d. Ketetapan hati (determination), yakni komitmen total, pantang menyerah. e. Dedikasi (dedication), yakni berdedikasi total, tidak kenal lelah.

f. Kesetiaan (devotion), yakni mencintai apa yang dikerjakan. g. Terperinci (details), yakni menguasai rincian yang bersifat kritis.

h. Nasib (destiny), yakni bertanggungjawab atas nasib sendiri yang hendak dicapainya.

i. Uang (dollars), yakni kaya bukan motivator utama, uang lebih berarti sebagai ukuran sukses.

j. Distribusi (distributif), yakni mendistribusikan kepemilikan usahanya kepada karyawan kunci yang merupakan faktor penting bagi kesuksesan usahanya.

3. Aspek-Aspek Kewirausahaan

Drucker (1985) menguraikan aspek-aspek kewirausahaan, yaitu:

a. Kemampuan mengindera peluang usaha, yakni kemampuan melihat dan memanfaatkan peluang untuk mengadakan langkah-langkah perubahan menuju masa depan yang lebih baik.

b. Percaya diri dan mampu bersikap positif terhadap diri dan lingkungannya, yakni berkeyakinan bahwa usaha yang dikelolanya akan berhasil.

c. Berperilaku memimpin, yaitu mampu mengarahkan, menggerakkan orang lain, dan bertanggungjawab untuk meningkatkan usaha.


(19)

d. Memiliki inisiatif untuk menjadi kreatif dan inovatif, yaitu mempunyai prakarsa untuk menciptakan produk/metode baru yang lebih baik mutu atau jumlahnya agar mampu bersaing.

e. Mampu bekerja keras, yaitu memiliki daya juang yang tinggi, bekerja penuh energi, tekun, tabah, melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan tanpa mengenal putus asa.

f. Berpandangan luas dengan visi ke depan yang baik, yaitu berorientasi pada masa yang akan datang dan dapat memperkirakan hal-hal yang dapat terjadi sehingga langkah yang diambil sudah dapat diperhitungkan.

g. Berani mengambil resiko, yaitu suka pada tantangan dan berani mengambil resiko walau dalam situasi dan kondisi yang tidak menentu. Resiko yang dipilih tentunya dengan perhitungan yang matang.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kewirausahaan

Menurut Hidayat (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi kewirausahaan, yaitu:

a. Variabel situasional 1). Lama studi.

Lama studi didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan studi S1.

2). Status kerja

Status kerja adalah tingkat keterlibatan responden pada kegiatan-kegiatan yang memberikan pendapatan bagi dirinya, baik dalam status sebagai karyawan maupun pemilik modal.


(20)

3). Status pernikahan

Status pernikahan adalah tingkat konsekuensi ekonomis status pernikahan yang sedang dialami oleh responden.

b. Variabel latar belakang 1) Latar belakang orang tua

Latar belakang orang tua adalah tingkat keterlibatan lingkungan keluarga dalam aktivitas kewirausahaan. Pengalaman berusaha dapat diperoleh dari bimbingan sejak kecil yang diberikan oleh orang tua yang berprofesi sebagai wirausahawan (Staw dalam Riyanti, 2003).

2) Usia

Pengertian usia adalah usia kronologis dari subjek penelitian. c. Variabel karakteristik kepribadian

1) Dorongan berprestasi

Dorongan berprestasi mengacu pada preferensi terhadap tingkat kesulitan, standar pencapaian, dan persistensi dalam proses pencapaian tujuan.

2) Kemandirian

Kemandirian mengacu pada dua faktor, yaitu kemandirian emosional dan kemandirian ekonomis. Kemandirian emosional adalah tingkat kecenderungan individu untuk memutuskan sendiri hal-hal yang bersifat penting bagi dirinya. Kemandirian ekonomis adalah kemampuan individu untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan ekonomis dirinya sendiri.


(21)

3) Toleransi pada perubahan

Toleransi pada perubahan mengacu kepada tingkat kemampuan untuk menghadapi perubahan-perubahan pada situasi kerja dan situasi hubungan sosial. Individu cenderung untuk mencari atau membutuhkan situasi-situasi baru untuk menjaga vitalitas dirinya. Menganggap perubahan bukan sesuatu yang menakutkan atau mengancam, tetapi sesuatu yang menantang atau sebuah peluang. 4) Sikap terhadap uang

Uang adalah medium pertukaran (medium of exchange). Sikap terhadap uang merupakan penerimaan individu terhadap uang sebagai medium dalam aktivitas-aktivitas pertukaran, seperti transaksi ekonomi, dan transaksi sosial.

d. Citra kewirausahaan

Citra kewirausahaan merupakan konstruksi kognitif tentang kewirausahaan. Konstruksi ini meliputi faktor-faktor: persepsi tentang sikap masyarakat terhadap wirausaha, persepsi tentang potensial payoff dari dunia usaha dan konstruksi realitas kewirausahaan.

e. Convictionand career preference

Conviction dan career preference didefinisikan sebagai persepsi individu tentang kemampuan dirinya untuk berhasil dalam bidang kewirausahaan. Konstruk ini meliputi persepsi tentang tingkat kesulitan dalam memulai sebuah usaha dan sumber yang potensial yang dimiliki.


(22)

Konstruk lingkungan universitas maksudnya manifestasi dari konstruk dukungan sosial terhadap kewirausahaan. Komponen dari dukungan universitas terhadap kewirausahaan meliputi: dukungan informasional, dukungan emosional, dukungan instrumental, dan dukungan evaluatif. g. Niat menjadi wirausaha

Niat menjadi wirausaha merujuk pada rencana untuk membuka sebuah usaha dalam jangka pendek (1 tahun) dan jangka panjang (5 tahun).

B. Motif Berprestasi 1. Pengertian Motif

Motif berasal dari bahasa Latin, yaitu movere yang berarti bergerak, karena itu motif dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang mendorong untuk berbuat atau merupakan driving force (Branca dalam Walgito, 1997).

As’ad (1995) mengartikan motif dengan dorongan. Dorongan merupakan gerakan jiwa dan jasmani untuk berbuat sehingga motif merupakan “driving force” yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.

Menurut Morgan et al (1986) setiap tingkah laku mempunyai dasar, yaitu motif. Motif adalah suatu dorongan yang membuat individu bertingkah laku secara menetap yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Senada dengan itu Irwanto, dkk. (1996) mengatakan bahwa motif adalah seluruh aktivitas mental yang didasarkan/dialami yang memberikan kondisi hingga terjadinya perilaku.


(23)

Lebih lanjut Santrock (1998) menguraikan bahwa motif adalah alasan individu berperilaku, berpikir dan merasa sesuai dengan cara mereka, yang secara khusus mempertimbangkan pergerakan dan arah dari perilaku mereka tersebut.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa motif adalah dorongan yang menggerakkan individu untuk bertingkah laku dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Pengertian Motif Berprestasi

Konsep motif berprestasi pertama kali dikemukakan oleh Murray (dalam Schultz, 1993) dengan menggunakan istilah kebutuhan berprestasi yang kemudian dipopulerkan oleh Mc. Clelland dengan sebutan n-ach.

Mc. Clelland (1987) mendefinisikan motif berprestasi sebagai dorongan yang ada pada diri individu untuk meraih sukses yang optimal, yang melebihi prestasinya di masa lalu dan prestasi orang lain.

Heckhausen (dalam Djaali, 2000) mengatakan bahwa motif berprestasi adalah suatu dorongan yang terdapat dalam diri individu sehingga individu selalu berusaha atau berjuang untuk meningkatkan atau memelihara kemampuannya setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan.

Atkinson seperti dikutip Houston (dalam Djaali, 2000) menyatakan dorongan berprestasi sebagai suatu dorongan untuk mengatasi hambatan, melatih kekuatan, dan berusaha melakukan suatu pekerjaan yang sulit dengan cara sebaik dan secepat mungkin. Bahkan motif berprestasi bukan sekedar dorongan untuk berbuat tetapi mengacu pada kesuksesan atas pekerjaan yang dilakukan. Chaplin


(24)

(1997) mengartikan motif berprestasi sebagai kecenderungan untuk memperjuangkan kesuksesan atau memperoleh hasil yang sangat didambakan. Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motif berprestasi adalah dorongan yang terdapat dalam diri individu yang membuat individu berusaha mencapai kesuksesan, yang melebihi prestasinya di masa lalu dan prestasi orang lain dengan cara meningkatkan atau memelihara kemampuannya setinggi mungkin dalam semua aktivitas.

3. Aspek-Aspek Motif Berprestasi

Menurut Mc. Clelland (1987) aspek-aspek motif berprestasi adalah sebagai berikut:

1. Umpan balik, yaitu keinginan untuk mengetahui tentang seberapa baik pekerjaan telah dilakukan dan seberapa baik individu dalam mengatasi masalahnya yang dapat dilakukan dengan cara membandingkan performansinya dengan orang lain atau suatu standarisasi tertentu.

2. Tanggung jawab, yaitu kemauan untuk menanggung konsekuensi atas keputusan yang diambil atau hasil dari pekerjaan yang telah dilakukan juga kinerja yang menunjukkan loyalitas. Tanggung jawab tidak hanya ditunjukkan pada diri sendiri tetapi juga pada orang lain..

3. Perbaikan performansi, yaitu hasrat untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik dan lebih efisien daripada yang telah dilakukan sebelumnya, mencari informasi baru untuk menemukan cara terbaik melakukan sesuatu.

4. Resiko moderat, yaitu realistis menilai tantangan dengan menyesuaikan antara kemampuan dengan tuntutan (resiko) pekerjaan.


(25)

4. Dampak Motif Berprestasi

Menurut Morgan et al. (1986) motif berprestasi merupakan salah satu motif sosial karena motif ini dipelajari dalam lingkungan dan melibatkan orang lain, serta merupakan komponen yang penting dalam kepribadian yang membuat individu berbeda satu sama lain. Motif berprestasi merupakan suatu faktor peramal kesuksesan seseorang, baik itu dalam lingkup pekerjaan dan pendidikan

Weiner (dalam Djiwandono, 2002) menyatakan bahwa individu yang memiliki motif berprestasi ingin dan mengharapkan kesuksesan. Jika mereka gagal, mereka akan berusaha lebih keras lagi sampai sukses. Individu yang mempunyai motif berprestasi akan mendapat nilai yang baik, aktif di sekolah dan masyarakat serta ulet dalam pekerjaan. Martaniah (dalam Uyun, 1998) mengatakan bahwa motif berprestasi juga merupakan faktor yang membuat individu mampu meraih sukses di perguruan tinggi.

C. Mahasiswa

Salim & Salim (2002) mendefinisikan mahasiswa sebagai orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan di perguruan tinggi.

Winkel (1997) menyatakan bahwa masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun. Rentang umur mahasiswa ini masih dapat dibagi-bagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I sampai dengan semester IV; dan periode waktu 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari semester V sampai dengan semester VIII. Pada rentang umur yang pertama pada umumnya tampak ciri-ciri sebagai berikut: stabilitas dalam kepribadian mulai meningkat; pandangan yang lebih realistis


(26)

tentang diri sendiri dan lingkungan hidupnya; kemampuan untuk menghadapi segala permasalahan secara lebih matang; gejolak-gejolak dalam alam perasaan mulai berkurang. Meskipun demikian ciri khas dari masa remaja masih sering muncul, tergantung dari laju perkembangan masing-masing mahasiswa. Pada rentang umur yang kedua, pada umumnya tampak ada usaha untuk memantapkan diri terhadap keahlian yang dipilih dan dalam membina hubungan percintaan; memutarbalikkan pikiran untuk mengatasi beranekaragam masalah. Pada masa ini terdapat kebutuhan-kebutuhan yang harus diperhatikan terutama yang bersifat psikologis, seperti mendapat penghargaan dari teman, dosen, dana sesama anggota keluarga yang lainnya; mempunyai pandangan spritual tentang makna kehidupan manusia; memiliki rasa harga diri dengan mendapatkan tanggapan dari lawan jenis dan menikmati rasa puas karena sukses dalam studi akademik.

D. Hubungan Antara Motif Berprestasi dengan Kecenderungan Berwirausaha Pada Mahasiswa

Krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997, menimbulkan berbagai masalah, di antaranya yaitu rendahnya pertumbuhan ekonomi, tingginya inflasi, menurunnya pendapatan perkapita serta bertambahnya jumlah pengangguran (Riyanti, 2003). Sampai saat ini, Indonesia masih belum mampu secara maksimal untuk keluar dari krisis yang secara nasional terkesan semakin memburuk ini (Nasution, dkk., 2001).

Menurut Hidayat (2000) dalam kondisi perekonomian yang sedang dilanda krisis, dunia wirausaha adalah pilihan yang paling rasional. Keberadaan kelompok wirausahawan berperan mendinamisasikan bahkan menjadi penopang


(27)

perekonomian pada masa resesi (Rachbini dalam Iwantono, 2002). Selain itu, wirausahawan juga memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, yakni mengurangi pengangguran, meningkatkan kesejahteraan serta perilakunya menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat. Pembangunan akan lebih mantap jika ditunjang oleh wirausahawan karena kemampuan pemerintah sangat terbatas. Pemerintah tidak akan mampu menggarap semua aspek pembangunan yang sangat membutuhkan anggaran belanja, personalia, dan pengawasan (Alma, 2002).

Holt (dalam Riyanti, 2003) menyebut wirausahawan sebagai agen perubahan dari ekonomi yang progresif. Oleh karena itulah, Indonesia perlu menggerakkan munculnya wirausahawan-wirausahawan baru. Gerakan itu dapat mulai diwujudkan dalam suatu lingkungan yang kecil terlebih dahulu, misalnya dari lingkungan rumah, perusahaan, pondok pesantren, dan tidak terkecuali perguruan tinggi (Astamoen, 2005).an Bang

Menurut Suryana (2003) kewirausahaan dapat dikembangkan oleh mahasiswa yang merupakan kaum intelektual bangsa. Hal ini dikarenakan jiwa dan sikap wirausaha dimiliki setiap orang yang berpikir kreatif dan bertindak inovatif, menyukai perubahan, kemajuan serta tantangan baik di kalangan usahawan maupun masyarakat umum seperti petani, karyawan, pegawai pemerintahan, guru dan termasuk di dalamnya mahasiswa.

Hal ini dipertegas oleh Baumassepe (dalam Ifham, 2002) yang menyatakan bahwa adalah sangat masuk akal bagi mahasiswa untuk berpola pikir sebagai seorang wirausahawan. Mahasiswa memiliki sikap berkorban dan berani mengambil resiko terhadap cita-cita yang diperjuangkannya, juga berpengetahuan


(28)

dan berpandangan luas. Dengan bekal pengetahuan dan ilmu yang dimiliki setidaknya menjadi embrio untuk lahir menjadi wirausahawan sejati.

Namun untuk menjadi wirausahawan memang tidaklah mudah, karena penuh tantangan dan mengandung resiko (Winardi, 2003). Menurut Drucker (1985) seorang wirausahawan memiliki kepribadian dan sifat spesifik. Hidayat (2000) menyebutkan ada beberapa karakteristik kepribadian yang mempengaruhi seseorang untuk menjadi wirausahawan, yaitu motif (dorongan) berprestasi, kemandirian, toleransi terhadap perubahan, dan sikap terhadap uang.

Mc. Clelland (1987) mengemukakan bahwa motif berprestasi adalah unsur kepribadian yang menyebabkan seseorang ingin selalu berbuat lebih baik dan terus maju, selalu berpikir untuk berbuat lebih baik dan memiliki tujuan yang realistik. Individu dengan motif berprestasi yang tinggi adalah individu yang mencari tantangan dan tidak menyukai keberhasilan yang diperoleh dengan sangat mudah, menyukai situasi-situasi kerja yang memiliki tanggung jawab pribadi, dan merasa bertanggung jawab secara pribadi atas keberhasilan maupun kegagalan yang dialaminya.

Motif berprestasi juga biasanya dikaitkan dengan sikap positif dan keberanian mengambil resiko yang diperhitungkan untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan. Menurut Mc. Clelland (1987) karakteristik yang menonjol pada individu dengan motif berprestasi yang tinggi adalah mereka bekerja dengan memperhitungkan resiko. Mereka akan cenderung menetapkan tujuan menengah (moderate) yang sebanding dengan kemampuannya sendiri. Pada mereka juga tampak keinginan untuk selalu mengetahui hasil nyata dari tindakannya sebagai umpan balik, sehingga dengan segera mereka dapat memperbaiki kesalahan serta


(29)

mendorong untuk bekerja lebih baik dengan menggunakan cara-cara baru yang dia peroleh (As’ad, 1995).

Dengan demikian, maka motif berprestasi yang dimiliki individu dapat menunjukkan potensi individu untuk menjadi seorang wirausahawan. Motif berprestasi merupakan unsur kepribadian yang diperlukan seseorang, dalam hal ini mahasiswa, untuk berani mengambil resiko menjadi wirausahawan.

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah:

Gambar 1

Kerangka Berpikir Penelitian

Keterangan:

diperlukan berhubungan

Krisis Ekonomi: - Pengangguran - Kemiskinan

Pemerintah

Mahasiswa

Faktor Kepribadian:

a. Motif (dorongan) Berprestasi

b. Kemandirian c. Sikap terhadap uang d. Toleransi terhadap

perubahan

Perguruan Tinggi Masyarakat

Kecenderungan Berwirausaha


(30)

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: ”Ada pengaruh positif motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha pada mahasiswa”. Artinya, semakin tinggi motif berprestasi yang dimiliki oleh mahasiswa maka akan semakin tinggi pula kecenderungannya untuk berwirausaha, dan sebaliknya semakin rendah motif berprestasi yang dimiliki oleh mahasiswa maka akan semakin rendah pula kecenderungannya untuk berwirausaha.


(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur yang penting dalam suatu penelitian ilmiah karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisis data dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat korelasional, yang bertujuan untuk melihat pengaruh satu variabel terhadap variabel yang lain. Pembahasan dalam metode penelitian ini meliputi; identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan data dan metode analisis data (Hadi, 2000).

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Identifikasi variabel utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas : motif berprestasi

2. Variabel tergantung : kecenderungan berwirausaha

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kecenderungan Berwirausaha

Kewirausahaan merupakan kemampuan dan perilaku individu yang berani menanggung resiko, baik itu resiko finansial, psikologikal, maupun sosial dalam melakukan suatu proses penciptaan sesuatu yang baru (kreasi baru) dan membuat


(32)

sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada (inovasi) dengan menerima hasil berupa imbalan moneter dan kepuasan pribadi.

Kecenderungan berwirausaha dalam penelitian ini akan diungkap dengan menggunakan alat ukur berupa skala yang dikembangkan sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kewirausahaan yang dikemukakan oleh Drucker (1985), yaitu (1) kemampuan mengindera peluang usaha, (2) percaya diri dan mampu bersikap positif, (3) berperilaku memimpin, (4) inisiatif untuk menjadi kreatif, dan inovatif, (5) bekerja keras, (6) berpandangan luas dengan visi ke depan, dan (7) berani mengambil resiko.

Kecenderungan individu untuk berwirausaha dapat dilihat dari skor yang diperoleh dari skala tersebut. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek penelitian menunjukkan semakin tinggi kecenderungannya untuk berwirausaha dan sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subjek penelitian menunjukkan semakin rendah pula kecenderungannya untuk berwirausaha.

2. Motif Berprestasi

Motif berprestasi adalah dorongan yang terdapat dalam diri individu yang membuat individu berusaha mencapai kesuksesan yang melebihi prestasinya di masa lalu dan prestasi orang lain dengan cara meningkatkan atau memelihara kemampuannya setinggi mungkin dalam semua aktivitas.

Motif berprestasi dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan alat ukur berupa skala motif berprestasi yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Mc. Clelland (1987), yaitu (1) umpan balik, (2) tanggung jawab, (3) perbaikan performansi, dan (4) resiko moderat.


(33)

Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek penelitian menunjukkan semakin tinggi motif berprestasinya dan sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subjek penelitian menunjukkan semakin rendah pula motif berprestasinya.

C. Subjek Penelitian 1. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan kumpulan atau keseluruhan subjek penelitian (Azwar, 1999). Menurut Hadi (2000), populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 Fakultas Psikologi USU.

Karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Belum mengikuti pendidikan atau menerima mata kuliah kewirausahaan. 2. Belum menikah.

3. Belum terikat kerja/ikatan dinas.

Mengingat keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya memilih sebagian dari keseluruhan populasi untuk dijadikan sebagai subjek penelitian yang disebut sampel (Hadi, 2000). Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu. Dari seluruh populasi yang ada hanya diambil sampel yang memenuhi kriteria saja (Nawawi, 1998). Tidak ada batasan berapa jumlah sampel yang ideal, yang seharusnya dalam suatu penelitian. Statistika menganggap bahwa sampel yang lebih dari 60 subjek sudah cukup banyak. Semakin banyak jumlah sampel akan semakin baik karena diharapkan dapat diperoleh skor-skor yang variasinya menyebar secara normal (Azwar, 2000).


(34)

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu agar diperoleh sampel yang dapat mewakili populasi (Hadi, 2000).

Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik nonrandom secara incidental, yaitu pemilihan sampel dari populasi didasarkan pada faktor kebetulan dan kemudahan dijumpainya sampel yang sesuai dengan karakteristik tertentu (Hadi, 2000). Dengan demikian, menurut Sugiyono (2006), siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.

Menurut Hadi (2000) teknik incidental sampling memiliki kelebihan dan kelemahan di dalam membuat kesimpulan dari suatu penelitian. Kelebihan teknik ini adalah kemudahan di dalam menemukan sampel, menghemat waktu, tenaga, biaya dan adanya keterandalan subjektifitas peneliti, yaitu kemampuan peneliti untuk melihat bahwa subjek yang dipilih sudah sesuai dengan karakteristik subjek penelitian yang telah ditetapkan. Kelemahan teknik ini adalah tidak dapat memberikan taraf keyakinan yang tinggi sehingga sulit untuk menarik kesimpulan ataupun menggeneralisasikannya ke populasi lain. Selain itu, keterandalan subjektifitas peneliti juga memiliki resiko kemungkinan terjadinya bias dalam hal pemilihan sampel.


(35)

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan skala atau disebut dengan metode skala (Azwar, 2000). Hadi (2000) menyatakan bahwa skala dapat digunakan dalam penelitian berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

2. Apa yang dinyatakan oleh subjek dalam penelitian adalah benar dan dapat dipercaya.

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya sama dengan yang dimaksudkan peneliti.

Dalam penelitian ini menggunakan dua buah skala, yaitu skala kecenderungan berwirausaha dan skala motif berprestasi.

1. Skala Kecenderungan Berwirausaha

Skala kecenderungan berwirausahadibuat dalam bentuk skala Likert. Aitem-aitem dalam skala ini disusun berdasarkan 7 (tujuh) aspek kewirausahaan yang dikemukakan oleh Drucker (1985), yakni kemampuan mengindera peluang usaha, percaya diri dan mampu bersikap positif, berperilaku memimpin, inisiatif, kreatif, dan inovatif, bekerja keras, berpandangan luas dengan visi ke depan, dan berani mengambil resiko.

Skala ini terdiri dari 2 (dua) kategori aitem, yaitu aitem favorable (aitem yang mendukung variabel yang hendak diukur) dan aitem unfavorable (aitem yang tidak mendukung variabel yang hendak diukur) dengan 5 (lima) pilihan jawaban, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak


(36)

Sesuai (STS). Skor yang diberikan bergerak dari 1 sampai 5 dimana bobot penilaian untuk aitem favorabel, yaitu: SS = 5, S = 4, N = 3, TS = 2 dan STS = 1, sedangkan bobot penilaian untuk aitem unfavorabel adalah: SS = 1, S = 2, N = 3, TS = 4, dan STS = 5.

Tabel 1

Blue Print Skala Kecenderungan Berwirausaha Saat Uji Coba

No Aspek-Aspek Kecenderungan Berwirausaha Aitem Jumlah % Favorable Unfavorable

Nomor Jumlah Nomor Jumlah

1.

Kemampuan mengindera peluang usaha

1,12,26,

48. 4

18,31,45,

56. 4 8 14.29

2. Percaya diri 2,10,34,

55.

4 14,25,37,

49.

4 8 14.29

3.

Berperilaku memimpin

4,17,30,

38. 4

6,22,41,

54. 4 8 14.29

4. Inisiatif 7,19,32,

46.

4 9,11,23,

35. 4 8 14.29

5. Bekerja keras 5,16,24, 43.

4 13,28,44

47. 4 8 14.29

6.

Berpandangan luas dengan visi ke depan

8,27,42,

51. 4

20,33,39

53. 4 8 14.29

7.

Berani mengambil resiko

3,29,40,

50. 4

15,21,36,

52. 4 8 14.29

Total 56 100

Keterangan:

 Aitem yang dicetak tebal adalah aitem yang gugur.

2. Skala Motif Berprestasi

Alat ukur yang digunakan dalam mengukur motif berprestasi adalah skala motif berprestasi yang dirancang oleh peneliti dengan menggunakan 4 (empat) aspek yang dikemukakan oleh Mc.Clelland (1987), yakni umpan balik, tanggung


(37)

skala Likert dengan 5 (lima) pilihan jawaban, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skor yang diberikan bergerak dari 1 sampai 5 dimana bobot penilaian untuk aitem favorabel, yaitu: SS = 5, S = 4, N = 3, TS = 2, dan STS = 1, sedangkan bobot penilaian untuk aitem unfavorabel adalah: SS = 1, S = 2, N = 3, TS = 4, dan STS = 5.

Tabel 2

Blue Print Skala Motif Berprestasi Saat Uji Coba

No Aspek-Aspek Motif Berprestasi Aitem Jumlah % Favorable Unfavorable

Nomor Jumlah Nomor Jumlah

1. Umpan balik 1,4,8,

32. 4

5,21,25,

31. 4 8 25

2. Tanggung jawab 2,10,18,

26 4

6,14,27,

30. 4 8 25

3.

Perbaikan

performansi 3,11,19,

22. 4

7,15,23,

29. 4 8 25

4. Resiko moderat 16,17,20,

24. 4

9,12,13,

28. 4 8 25

Total 32 100

Keterangan:

 Aitem yang dicetak tebal adalah aitem yang gugur.

3. Uji Coba Alat Ukur

Alat ukur penelitian tersebut sebelum digunakan untuk memperoleh data-data penelitian, diujicobakan terlebih dahulu agar diperoleh alat ukur yang valid dan reliabel.Hal-hal yang dilakukan pada saat uji coba alat ukur adalah:


(38)

a. Validitas alat ukur

Validitas alat ukur adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat tes atau instrumen pengukuran dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut mampu menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2002).

Dalam penelitian ini, uji validitas yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi bertujuan untuk mengungkap sejauh mana aitem-aitem dalam dalam alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi yang diukur. Validitas isi dicapai dengan melakukan validitas tampilan dan validitas logik. Validitas tampilan adalah validitas yang didasarkan pada penilaian format tampilan ukur yang dilakukan dengan cara membuat tampilan fisik alat ukur yang rapi, penggunaan kata, dan petunjuk pengerjaan yang sederhana agar subjek penelitian termotivasi untuk mengisi alat ukur tersebut. Pada penelitian ini, peneliti memperkuat validitas isi alat ukur dengan meminta pertimbangan professional judgement, yaitu dosen pembimbing peneliti. Sedangkan validitas logik dilakukan untuk melihat sejauh mana isi tes tersebut merepresentasikan ciri-ciri atribut yang hendak diukur. Pada penelitian ini dilakukan melalui pembuatan blue print pada setiap skala (Azwar, 2002).

b. Uji daya beda aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini


(39)

adalah dengan memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Dengan kata lain, memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes secara keseluruhan (Azwar, 2000).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment yang dianalisis dengan bantuan aplikasi komputer SPSS versi 12.0. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien aitem total yang dikenal dengan indeks diskriminasi aitem (Azwar, 2000). Uji daya beda aitem dilakukan pada alat ukur dalam penelitian ini, yaitu skala kecenderungan berwirausaha dan skala motif berprestasi.

c. Reliabilitas alat ukur

Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Seberapa baik reliabilitas alat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama (Azwar, 2002).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal, yaitu single trial administration yang mana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini digunakan karena dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2002). Selain itu dengan menyajikan tes hanya satu kali, maka masalah yang mungkin timbul bila menggunakan pendekatan reliabilitas tes ulang dapat


(40)

dihindari, yakni terjadinya efek bawaan. Alasan lainnya adalah dirancangnya alat ukur oleh peneliti tanpa mempertimbangkan adanya alat ukur lain yang sejajar atau pararel (Azwar, 2000). Teknik estimasi reliabilitas yang digunakan untuk menguji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini adalah teknik koefisien Alpha Cronbach dengan bantuan aplikasi komputer SPSSversi12.0.

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Skala motif berprestasi dan kecenderungan berwirausaha diujicobakan kepada 60 orang mahasiswa Fakultas Psikologi USU.

a. Hasil uji coba skala kecenderungan berwirausaha

Setelah dilakukan uji coba, maka dari 56 aitem skala kecenderungan berwirausaha terdapat 46 aitem yang sesuai dengan harga kritik r Product Moment ( 0.275). Nilai daya beda aitem bergerak dari 0.311 sampai dengan 0.784 dengan reliabilitas

α

sebesar 0.934. Tetapi dari 46 aitem yang sahih tersebut hanya 39 aitem yang diikutsertakan dalam penelitian ini. Blue print skala kecenderungan berwirausaha dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3

Blue Print Skala Kecenderungan Berwirausaha Setelah Uji Coba

No Aspek-Aspek Kecenderungan Berwirausaha Aitem Jumlah % Favorable Unfavorable

Nomor Jumlah Nomor Jumlah

1.

Kemampuan mengindera peluang usaha

1,12(9) 2

18(15), 31(23), 45(32), 56(39).

4 6 15.38

2. Percaya diri 2,34(25),

54(37). 3

14(11), 25(20), 37(27).


(41)

3. Berperilaku memimpin

4,17(14),

30(22). 3 6(5), 46. 2 5 12.82

4. Inisiatif

7(6), 19(16), 32(24). 3 9(8), 23(19), 35(26).

3 6 15.38

5. Bekerja keras 16(13),

43(30). 2

13(10), 44(31), 47(33).

3 5 12.82

6.

Berpandangan luas dengan visi ke depan

8(7), 27(21), 51(35).

3 20(17),

39(28). 2 5 12.82

7.

Berani mengambil resiko

3,40(29),

50(34). 3

21(18), 15(12), 52(36).

3 6 15.38

Total 39 100

Keterangan:

 Nomor yang dalam kurung/ ( ) adalah penomoran baru alat ukur saat melakukan penelitian.

c. Hasil uji coba skala motif berprestasi

Setelah dilakukan uji coba, maka dari 32 aitem skala motif berprestasi terdapat 17 aitem yang sesuai dengan harga kritik r Product Moment ( 0.275). Nilai daya beda aitem bergerak dari 0.282 sampai 0.573 dengan dengan reliabilitas

α

sebesar 0.745. Blue print skala motif berprestasi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4

Blue Print Skala Motif Berprestasi Setelah Uji Coba

No Aspek-Aspek Motif Berprestasi Aitem Jumlah % Favorable Unfavorable

Nomor Jumlah Nomor Jumlah

1. Umpan balik 1,8(6),

32(17). 3

5(4),

25(13). 2 5 29.41

2. Tanggung

jawab 2,26(14) 2

6(5),

27(10). 2 4 23.53

3. Perbaikan performansi

3,19(9),


(42)

23(11), 29(16).

4. Risiko

moderat 24(12). 1 12(7). 1 2 11.76

Total 17 100

Keterangan:

 Nomor yang dalam kurung/ ( ) adalah penomoran baru alat ukur saat melakukan penelitian.

E. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan

Dalam tahap persiapan penelitian ini yang dilakukan peneliti adalah:

a. Pembuatan alat ukur

Pada tahap ini, alat ukur yang terdiri dari skala kecenderungan berwirausaha dan skala motif berprestasi dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang telah diuraikan. Peneliti membuat 88 aitem, yang terdiri dari 56 butir aitem untuk skala kecenderungan berwirausaha dan 32 butir aitem untuk skala motif berprestasi. Skala kecenderungan berwirausaha dan skala motif berprestasi dibuat dalam bentuk booklet. Penyusunan aitem-aitem dalam skala penelitian mengacu pada blue print yang telah dibuat sebelumnya.

b. Uji coba alat ukur

Uji coba skala kecenderungan berwirausaha dan skala motif berprestasi dilakukan pada tanggal 25 - 27 Agustus 2008. Uji coba dilakukan dengan cara memberikan skala tersebut secara langsung kepada mahasiswa yang memenuhi karakteristik sampel dalam penelitian ini.


(43)

c. Revisi alat ukur

Hasil uji coba kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis korelasi koefisien Pearson Product Moment sehingga diperoleh aitem-aitem yang layak untuk dijadikan alat ukur. Reliabilitas alat ukur dilakukan dengan teknik koefisien Alpha Cronbach. Seluruhnya dilakukan dengan bantuan aplikasi komputer SPSS versi 12.0. Selanjutnya, peneliti menggunakan aitem-aitem tersebut untuk disajikan dalam skala penelitian yang sebenarnya.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada tanggal 29 - 30 Agustus 2008. Penyebaran skala dilakukan dengan membagikan skala secara langsung kepada mahasiswa Fakultas Psikologi USU yang memenuhi karakteristik sampel dalam penelitian ini.

3. Tahap Pengolahan Data Penelitian

Setelah kedua skala terkumpul, maka untuk pengolahan data selanjutnya, peneliti menggunakan aplikasi komputer SPSS versi 12.0.

F. Metode Analisis Data

Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah analisis statistik. Alasan yang mendasari dipakainya analisis statistik adalah karena statistik dapat menunjukkan kesimpulan (generalisasi) penelitian. Pertimbangan lain yang mendasari adalah karena statistik bekerja dengan angka, statistik bersifat objektif, dan bersifat universal (Hadi, 2000).


(44)

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui skor minimum, skor maksimum, jangkauan (range), mean, median, modus, standar deviasi dan varian dari masing-masing variabel. Selanjutnya, hasil perhitungan tersebut dideskripsikan dalam daftar frekuensi untuk masing-masing variabel. Sedangkan analisis statistik inferensial diperlukan untuk pengujian hipotesis dan generalisasi penelitian.

Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah uji analisa regresi linier dengan bantuan program SPSS versi 12.0. Peneliti menggunakan analisis statistik uji analisa regresi karena dalam penelitian ini peneliti ingin melihat apakah ada hubungan atau korelasi antara dua variabel yang diteliti, selain itu juga untuk melihat sumbangan efektif (SE) dari variabel bebas (motif berprestasi) terhadap variabel tergantung (kecenderungan berwirausaha) dan garis persamaan regresinya.

Sebelum melakukan pengujian hipotesis maka peneliti terlebih dahulu melakukan uji asumsi yang meliputi:

1. Uji normalitas sebaran

Uji normalitas sebaran digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian dari masing-masing variabel, yakni kecenderungan berwirausaha (variabel tergantung) dan motif berprestasi (variabel bebas) telah terdistribusi secara normal. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan one-sample Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan aplikasi komputer SPSS versi 12.0. Data penelitian dapat dapat dikatakan terdistribusi secara normal apabila p > 0.05 dan sebaliknya, tidak terdistribusi dengan normal apabila p < 0.05 (Hadi, 2000).


(45)

2. Uji linieritas hubungan

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah data pada variabel bebas (motif berprestasi) berkorelasi secara linier terhadap data pada variabel tergantung (kecenderungan berwirausaha). Uji linieritas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji F. Data penelitian dikatakan berkorelasi secara linier apabila p < 0.05 (Santoso, 2000).


(46)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI

Pada bab ini akan diuraikan analisis dan interpretasi hasil sesuai dengan data yang diperoleh. Pembahasan pada bab ini akan diawali dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian, hasil utama, dan hasil tambahan yang turut memperkaya hasil penelitian.

A. Gambaran Subjek Penelitian

Dari subjek penelitian dengan jumlah total sebanyak 62 mahasiswa Fakultas Psikologi USU, diperoleh gambaran subjek penelitian menurut jenis kelamin dan usia.

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel berikut ini menggambarkan penyebaran jenis kelamin subjek penelitian yaitu, sebagai berikut:

Tabel 5

Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin N Persentase (%)

Laki-laki 9 14.5

Perempuan 53 85.5

Total 62 100

Berdasarkan pada tabel 5 dapat diketahui jumlah subjek dengan jenis kelamin perempuan adalah yang tertinggi (85.5 %), sedangkan yang terendah adalah jenis kelamin laki-laki (14.5 %).


(47)

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Tabel berikut ini menggambarkan penyebaran usia subjek penelitian yaitu, sebagai berikut:

Tabel 6

Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia (dalam tahun)

Usia N Persentase (%)

18 16 25,8

19 33 53,2

20 11 17,8

21 2 3,2

Total 62 100

Berdasarkan tabel 6 diperoleh gambaran bahwa subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini terbanyak pada kategori usia 19 tahun (53.2 %) dan yang paling sedikit berada pada kategori usia 21 tahun (3.2 %).

B. Hasil Penelitian

Berikut ini akan dipaparkan hasil uji asumsi normalitas, linearitas dan hasil pengolahan data pengaruh motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha.

1. Hasil Uji Asumsi a. Uji Normalitas

(1). Uji normalitas sebaran pada skala kecenderungan berwirausaha dilakukan dengan metode statistik one sample Kolmogorov-Smirnov test. Data dapat dikatakan terdistribusi normal jika memiliki nilai p > 0.05. Hasil uji


(48)

normalitas diperoleh nilai Z = 1.025 dan p = 0.244. Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa distribusi data skala kecenderungan berwirausaha telah menyebar secara normal.

(2). Uji normalitas pada skala motif berprestasi dilakukan dengan metode statistik one sample Kolmogorov-Smirnov test. Data dapat dikatakan terdistribusi normal jika memiliki nilai p > 0.05. Hasil uji normalitas diperoleh nilai Z = 0.651 dan p = 0.790. Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa distribusi data skala motif berprestasi telah menyebar secara normal.

Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7

Hasil Uji Normalitas

Variabel Z p Keterangan

Kecenderungan Berwirausaha

1.025 0.244 Sebaran Normal Motif Berprestasi 0.651 0.790 Sebaran Normal

b. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan uji F, yang menunjukkan bahwa data variabel bebas (motif berprestasi) berkorelasi secara linier terhadap data variabel tergantung (kecenderungan berwirausaha). Data penelitian dikatakan berkorelasi secara linier apabila p < 0.05 (Santoso, 2000). Dari hasil uji linieritas diperoleh nilai F = 10.845 dan ρ = 0.002. Hasil tersebut menunjukkan variabel motif berprestasi memiliki hubungan yang linier dengan kecenderungan berwirausaha.


(49)

Hubungan linieritas positif antara motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 8 Hasil Uji Linieritas

Variabel df F Sig. Keterangan

Hubungan antara motif berprestasi dengan

kecenderungan berwirausaha

1 10,845 ,002 Linier

Hubungan linier di atas dapat pula dilihat pola penyebaran skor skalanya dengan menggunakan teknik interactive graph, yang menghasilkan diagram pencar (scatter plot), seperti terlihat pada gambar 2 berikut ini.

Gambar 2

Linearitas Hubungan Motif Berprestasi dengan Kecenderungan Berwirausaha

Linear Regression

50 60 70 80

MB 100 125 150 175 KB                                                             

KB = 61,54 + 1,12 * MB


(50)

2. Hasil Utama Penelitian

Berikut ini akan dijelaskan hasil pengolahan data mengenai hubungan antara variabel motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha yang diperoleh dengan menghitung koefisien korelasi. Metode yang dipilih untuk mengkorelasikan data adalah uji analisis regresi dengan bantuan program SPSS 12.0. Hasil perhitungan menyatakan bahwa koefisien korelasi sebesar R = 0.391 (tabel 9). Ini menunjukkan adanya hubungan positif antara motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU. Dengan demikian, maka hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara motif berprestasi dengan kecenderungan berwirausaha diterima.

Dari hasil analisis regresi pada tabel 9, koefisien determinan (R-square) yang diperoleh dari pengaruh motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha adalah sebesar 0.153 (R-square = 0.153). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha adalah sebesar 15.3 %. Artinya, motif berprestasi memberikan sumbangan efektif sebesar 15.3 % dalam membentuk kecenderungan berwirausaha pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU, sedangkan sisanya yang sebesar 84.7 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kemandirian, toleransi terhadap perubahan, sikap terhadap uang, citra kewirausahaan, conviction & career preferences, lingkungan universitas, dan niat menjadi wirausaha (Hidayat, 2000) yang tidak diteliti pada penelitian ini.


(51)

Tabel 9

Hasil Analisa Regresi

R R Square Persamaan Regresi

0.391 0.153 KB =61,54 + 1,12*MB

Selain itu, garis persamaan regresi yang dihasilkan, yaitu kecenderungan berwirausaha = 61,54 + 1,12* motif berprestasi, artinya nilai kecenderungan berwirausaha akan bertambah sebesar 61,54 + 1,12*jika nilai motif berprestasi = 1 satuan, dengan kata lain bahwa semakin tinggi motif berprestasi maka akan semakin tinggi pula kecenderungan mahasiswa untuk berwirausaha.

3. Hasil Tambahan

a. Kategorisasi Data Penelitian

Berdasarkan deskripsi data penelitian dapat dilakukan pengelompokkan yang mengacu pada kriteria kategorisasi. Azwar (2000) menyatakan bahwa kategorisasi ini didasarkan pada asumsi bahwa skor subjek penelitian terdistribusi normal. Kriterianya terbagi atas tiga kategori, yaitu: tinggi, sedang, rendah. Tabel 10 berikut ini menunjukkan deskripsi data penelitian motif berprestasi.

Tabel 10

Deskripsi Data Penelitian Motif Berprestasi

Variabel Skor Empirik Skor Hipotetik

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

Motif Berprestasi 44 79 66.7 6.25 17 85 42.5 11.3 Berdasarkan tabel 10 diperoleh mean empirik skala motif berprestasi adalah 66.7 dengan standard deviasi empirik 6.25 dan mean hipotetiknya adalah 42.5


(52)

dengan standard deviasi hipotetik sebesar 11.3. Dari perbandingan mean empirik dan mean hipotetik terlihat bahwa mean empirik lebih besar dari mean hipotetik (66.7 > 42.5 ), yang berarti bahwa secara umum motif berprestasi subjek penelitian lebih tinggi daripada rata-rata motif berprestasi populasi pada umumnya.

Tabel 11

Kriteria Kategorisasi Jenjang Data Hipotetik Pengaruh Motif Berprestasi Terhadap Kecenderungan Berwirausaha

Variabel Kriteria Jenjang Kategori

Motif Berprestasi

X < (XH-1.0SDH) Rendah

(XH-1.0SDH) ≤ X < (XH+1.0SDH) Sedang

(XH+1.0SDH) ≤ X Tinggi

Kecenderungan Berwirausaha

X < (XH-1.0SDH) Rendah

(XH-1.0SDH) ≤ X < (XH+1.0SDH) Sedang

(XH+1.0SDH) ≤ X Tinggi

Tabel 12

Kategorisasi Data Hipotetik Motif Berprestasi

Variabel Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase Motif

Berprestasi

X < 39.7 Rendah 0 0 % 39.7 ≤ X < 62.3 Sedang 12 19.35 % 62.3 ≤ X Tinggi 50 80.65 %

Berdasarkan kategorisasi pada tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar mahasiswa termasuk dalam kategorisasi motif berprestasi tinggi (80.65 %). Sedangkan selebihnya (19.35 %) tergolong sedang dan tidak ada yang tergolong rendah. Pada data empirik motif berprestasi (tabel 12), mean empirik


(53)

menunjukkan angka 66.7, yang mana dalam kategorisasi termasuk dalam kategorisasi tinggi. Artinya, dari keseluruhan, mahasiswa Fakultas Psikologi yang menjadi subjek dalam penelitian ini memiliki motif berprestasi yang tinggi.

Deskripsi data penelitian kecenderungan berwirausahadapat dilihat pada tabel 13 berikut.

Tabel 13

Deskripsi Data Penelitian Kecenderungan Berwirausaha

Variabel Skor Empirik Skor Hipotetik

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

Kecenderungan

Berwirausaha 99 190 136.2 17.87 39 195 117 26

Berdasarkan tabel 13 diperoleh mean empirik skala kecenderungan berwirausaha adalah 136.2 dengan standard deviasi empirik 17.87 dan mean hipotetiknya adalah 117 dengan standard deviasi hipotetik sebesar 26. Dari perbandingan mean empirik dan mean hipotetik terlihat bahwa mean empirik lebih besar dari mean hipotetik (136.2 > 117), yang berarti bahwa secara umum kecenderungan berwirausaha subjek penelitian lebih tinggi daripada rata-rata kecenderungan berwirausaha populasi pada umumnya. Kriteria untuk variabel kecenderungan berwirausaha dengan jumlah frekuensi dan persentase individu di dalamnya dapat dilihat pada tabel 14 berikut.


(54)

Tabel 14

Kategorisasi Data Hipotetik Kecenderungan Berwirausaha

Variabel Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase

Kecenderungan Berwirausaha

X < 91 Rendah 0 0 % 91 ≤ X < 143 Sedang 35 56.45 % 143 ≤ X Tinggi 27 43.55 % Kategorisasi pada tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa termasuk dalam kategorisasi sedang (56.45 %) dalam kecenderungannya berwirausaha. Selebihnya (43.55 %) tergolong sedang dan tidak ada yang rendah. Artinya, dari keseluruhan subjek yang diteliti, mahasiswa yang tergolong pada tingkat kecenderungan berwirausaha sedang lebih besar daripada yang tergolong tingkat rendah dan tinggi. Pada data empirik kecenderungan berwirausaha (tabel 13) juga terlihat mean empiriknya bernilai 136.2. sehingga termasuk dalam kategorisasi sedang. Artinya, mahasiswa yang menjadi subjek penelitian memiliki kecenderungan untuk berwirausaha yang tergolong kategori sedang. Untuk melihat penyebaran variabel dalam bentuk matriks kategori dapat ditunjukkan pada tabel 15.

Tabel 15

Matriks Hubungan Antar Variabel Dalam Bentuk Kategori

Motif Berprestasi

Rendah Sedang Tinggi

Kecenderungan Berwirausaha

Rendah 0 0 % 0 0 % 0 0 %

Sedang 0 0 % 11 17.7 % 24 38.7 %

Tinggi 0 0 % 1 1.6 % 26 42 %


(55)

Matriks di atas menunjukkan bahwa hubungan variabel yang memiliki persentase terbesar terlihat pada frekuensi motif berprestasi tinggi dan kecenderungan berwirausaha yang tinggi pula yaitu sebanyak 26 orang (42 %). Frekuensi mahasiswa yang memiliki motif berprestasi tinggi dan kecenderungan berwirausaha yang sedang sebanyak 24 orang (38.7 %). Hasil ini menunjukkan bahwa motif berprestasi berkorelasi positif dengan kecenderungan berwirausaha. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini, yakni ada hubungan positif antara motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha.

Frekuensi mahasiswa yang memiliki motif berprestasi sedang dan kecenderungan berwirausaha yang sedang terdapat 11 orang (17.7 %). Frekuensi mahasiswa yang memiliki motif berprestasi sedang dan kecenderungan berwirausaha yang tinggi terdapat 1 orang (1.6 %). Hasil ini menunjukkan bahwa selain motif berprestasi ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecenderungan berwirausaha, seperti kemandirian, toleransi terhadap perubahan, sikap terhadap uang, citra kewirausahaan, conviction & career preferences, lingkungan universitas, dan niat menjadi wirausaha (Hidayat, 2000) yang tidak diteliti pada penelitian ini.

Sementara frekuensi mahasiswa yang memiliki motif berprestasi rendah dan kecenderungan berwirausaha rendah, frekuensi mahasiswa yang memiliki motif berprestasi rendah dan kecenderungan berwirausaha sedang, frekuensi mahasiswa yang memiliki motif berprestasi rendah dan kecenderungan berwirausaha tinggi, frekuensi mahasiswa yang memiliki motif berprestasi sedang dan kecenderungan berwirausaha rendah, dan frekuensi mahasiswa yang memiliki motif berprestasi tinggi dan kecenderungan berwirausaha rendah adalah sebesar 0 %. Hasil ini


(56)

menunjukkan bahwa motif berprestasi dan kecenderungan berwirausaha hanya memiliki korelasi positif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa ada hubungan positif antara motif berprestasi dan kecenderungan berwirausaha.

Kesimpulannya adalah penyebaran hubungan variabel motif berprestasi dan kecenderungan berwirausaha tidak pada semua level ada, sebagian besar bertumpu pada pada level-level yang berkorelasi. Hal ini sejalan dengan hasil utama penelitian, yakni ada pengaruh positif motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha.


(57)

BAB V

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan kesimpulan atas hasil-hasil yang telah diperoleh dalam penelitian. Kesimpulan tersebut akan didiskusikan berdasarkan teori-teori penelitian. Pada akhir bab ini akan dikemukakan juga saran-saran yang dapat dipergunakan untuk penelitian berikutnya yang berkaitan dengan topik penelitian ini.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan mengenai hasil penelitian, bahwa :

1. Berdasarkan analisa regresi dari variabel motif berprestasi (X) dengan kecenderungan berwirausaha (Y), diperoleh persamaan garis regresi: Y = 61,54 + 1,12* X. Selanjutnya, koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 0.153 (15.3 %). Hal ini berarti, motif berprestasi menyumbang 15.3 % dalam membentuk kecenderungan berwirausahapada mahasiswa.

2. Berdasarkan deskripsi data penelitian pada variabel kecenderungan berwirausaha, diperoleh bahwa secara umum kecenderungan berwirausaha yang dimiliki oleh subjek penelitian tergolong sedang.

3. Berdasarkan deskripsi data penelitian pada variabel motif berprestasi, diperoleh bahwa secara umum motif berprestasi yang dimiliki oleh subjek penelitian tergolong tinggi.


(58)

B. Diskusi

Hasil penelitian pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU, menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha. Besarnya pengaruh motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha adalah sebesar 15.3 %. Artinya, motif berprestasi memberikan sumbangan efektif sebesar 15.3 % dalam membentuk kecenderungan berwirausaha pada mahasiswa. Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Mc. Clelland (1987) bahwa motif berprestasi yang tinggi akan membuat individu lebih tertarik untuk menjalankan usaha serta akan mampu dengan baik untuk menjalankan usaha tersebut.

Lebih lanjut Mc. Clelland (1987) berpendapat bahwa individu dengan motif berprestasi akan bekerja lebih baik dalam bidang usaha karena dunia usaha mensyaratkan setiap orang yang terlibat di dalamnya untuk mengambil resiko, memiliki tanggung jawab pribadi terhadap hasil yang dicapainya dan menemukan cara-cara baru atau inovatif untuk membuat produk/pelayanan baru.

Individu dengan motif berprestasi menyukai situasi-situasi kerja yang dapat mereka ketahui apa akan mengalami kemajuan atau tidak dan guna mengoptimalkan kepuasannya individu akan cenderung menetapkan tujuan untuk dirinya sendiri yang harus dicapai. Menurut Mc. Clelland (1987) karakteristik yang menonjol pada individu dengan motif berprestasi yang tinggi adalah mereka bekerja dengan memperhitungkan resiko. Motif berprestasi biasanya dikaitkan dengan sikap positif dan keberanian mengambil resiko yang diperhitungkan untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan.


(1)

kecenderungan berwirausaha yang tinggi pula sebanyak 26 orang (42 %). Penyebaran hubungan variabel motif berprestasi dan kecenderungan berwirausaha tidak pada semua level ada, sebagian besar bertumpu pada pada level-level yang berkorelasi. Hal ini sejalan dengan hasil utama penelitian, yakni ada pengaruh positif motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha.

C. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran. Saran-saran ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan kelanjutan studi ilmiah untuk bidang kajian yang sama.

1. Saran Metodologis

1. Mengacu pada nilai koefisien determinasi, menunjukkan kecenderungan berwirausaha dipengaruhi oleh motif berprestasi sebesar 15.3 %, selebihnya kecenderungan berwirausaha pada mahasiswa dibentuk oleh variabel lain yang dalam penelitian ini tidak diteliti. Sehubungan dengan hal itu, maka disarankan kepada peneliti berikutnya yang berminat meneliti kecenderungan berwirausaha untuk mengkaji faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi kecenderungan berwirausaha, misalnya kemandirian, toleransi terhadap perubahan, sikap terhadap uang, citra kewirausahaan, conviction & career preferences, lingkungan universitas, dan niat menjadi wirausaha (Hidayat, 2000) yang tidak dilihat peranannya dalam penelitian ini.

2. Peneliti perlu lebih dahulu menemukan lebih banyak fakta yang berkaitan dengan subjek penelitian, yang dapat diperoleh dengan melakukan wawancara


(2)

baik yang terstruktur atau dengan menanyakan pendapat subjek atas suatu masalah yang terkait dengan penelitian, untuk dapat menemukan masalah-masalah baru yang mungkin relevan dengan materi penelitian.

3. Peneliti yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai kecenderungan berwirausaha pada mahasiswa sebaiknya melakukan metode pengumpulan data yang berbeda, seperti metode wawancara untuk memperoleh data mengenai dinamika kecenderungan berwirausaha yang dirasakan oleh mahasiswa.

2. Saran Praktis

1. Perguruan Tinggi dapat menjadikan pemahaman mengenai pentingnya motif berprestasi pada mahasiswanya sehingga pada akhirnya akan dapat meningkatkan jumlah wirausahawan baru yang berasal dari lingkungan universitas. Selain itu, motif berprestasi sangat penting dimiliki oleh mahasiswa karena motif berprestasi akan membuat mahasiswa tersebut sukses di perguruan tinggi.

2. Mahasiswa semakin memahami akan pentingnya motif berprestasi sehingga mengarahkan diri mereka sendiri untuk mencapai pertumbuhan motif berprestasi yang lebih baik lagi. Motif berprestasi mencakup keinginan untuk mengacu pada standar keunggulam, semangat dan ketekunan, serta berani mengambil resiko. Hal ini dapat dilakukan melalui seminar dan sosialisasi mengenai pentingnya motif berprestasi bagi para mahasiswa.


(3)

3. Dalam pengkategorisasian data, mahasiswa rata-rata memiliki motif berprestasi yang tinggi dan kecenderungan berwirausaha yang tergolong sedang. Hal ini perlu dipertahankan oleh baik mahasiswa maupun pihak kampus, dengan cara memberikan reward pada mahasiswa yang berprestasi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alma, B. (2002). Kewirausahaan. Bandung: AlfaBeta.

As’ad, M. (1995). Seri Ilmu Sumber Daya Manusia: Psikologi Industri. Edisi Keempat.Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Astamoen, M. P. (2005). Entrepreneurship: Dalam Perspektif Kondisi Bangsa Indonesia. Bandung: AlfaBeta.

Azwar, S. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ________ (2000). Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ________ (2002). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Chandra, P.E. (2001). Menjadi Entrepreneur Sukses. Jakarta: PT. Grasindo. Chaplin, J.P. (1997). Kamus Lengkap Psikologi. Terjemahan Dr. Kartini Kartono.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Djaali, H. (2000). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta.

Djiwandono, S.E.W. (2002). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Drucker, P.F. (1985). Innovation and Entrepreneurship: Practice and Principles. Heinneman: London.

Gubernur Sumbar: Sarjana Jangan Bangga Hanya dengan Titel. http://www.bunghatta.info/news.php?extend.234. Tanggal akses 5 Januari 2008.


(5)

Hidayat, R. (2000). Skema Kognitif Kewirausahaan pada Mahasiswa. Laporan Penelitian No.15. Universitas Gajah Mada..

Ifham, A. (2002). Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kewirausahaan Pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi No. 02 halaman . Universitas Gajah Mada. Irwanto, dkk. (1996). Psikologi Umum: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Iwantono, S. (2002). Kiat Sukses Berwirausaha: Strategi Baru Mengelola Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta: PT Grasindo.

Kao, R.W.Y. (1997). An Entrepreneurial Approach to Corporate Management. Singapore: Prentice Hall.

Kasmir. (2006). Kewirausahaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Masrun. dkk. (1986). Studi Mengenai Kemandirian pada Penduduk dari Tiga Suku Bangsa (Jawa, Batak, Bugis). Laporan Penelitian. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Mc. Clelland, D.C. (1987). Human Motivation. Cambridge: Cambridge University Press.

Morgan, C.T., et al. (1986). Introduction to Psychology. Seventh Edition. Singapore: Mc. Graw-Hill.

Nasution, A.H., Noer, B.A., & Suef, M. (2001). Membangun Spirit Entrepreneur Muda. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Nasution, D.P., dkk. (2001). Pengembangan Wirausaha Baru. Medan: Yayasan Humaniora.

Nawawi, H. (1998). Metode Penelitian Bidang Sosial. Cetakan 6. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Priyono, S. & Soerata, M. (2005). Kiat Sukses Wirausaha. Yogyakarta: Palem. Riyanti, B.P.D. (2003). Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi

Kepribadian. Jakarta: PT Grasindo.

Salim, P., & Y. Salim. (2002). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Modern English Press.

Santoso, S. (2000). Buku Latihan SPSS: Statistik Parametrik. Jakarta: Elex Media Komputindo.


(6)

Setiati, E. (2005). Tujuh Jurus Memulai Usaha. Yogyakarta: Penerbit Andi. Silalahi, G.J. (2005). Kesempatan Wirausaha bagi Lulusan Perguruan Tinggi.

http://sinarharapan.co.id/ekonomi/usaha/2005/0108/ukm3.html. Tanggal akses 05 Januari 2008.

Sudrajad. (1999). Kiat Mengentaskan Pengangguran Melalui Wirausaha. Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono. (2006). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suryana. (2003). Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat.

Sutanto, A. (2002). Kewiraswastaan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Tobing, E. (2006). Pengangguran Tenaga Kerja Terdidik. http://theindonesianinstitute.org/glabo01,htm. Tanggal akses 28 Februari 2008.

Uyun, Q. (1998). Religiusitas dan Motif Berprestasi Mahasiswa. Psikologika. No. 6 Tahun III. Fakultas Psikologi UII.

Walgito, B. (1997). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi. Widiarto, A. (2004). Wirausaha Tak Butuh Ijazah.

http://www.suaramerdeka.com/harian/0403/08/eko7.htm

.

Tanggal akses 28 Februari 2008.

Winardi, J. (2003). Entrepreneur & Entrepreneurship. Jakarta: Prenada Media. Winkel, W.S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta:

Grasindo.

Yulia. (2005). Psycho Global Networking. Artikel Psikologi Populer. Medan: Fakultas Psikologi USU.