2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah bersama masyarakat mulai mengisi kemerdekaan
dengan usaha pembangunan di berbagai bidang. Hal itu dilakukan karena kemerdekaan sebenarnya bukanlah merupakan tujuan akhir, melainkan jembatan
emas dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, yaitu untuk membangun masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur baik materiil maupun spiritual.
Namun kenyataannya, akibat krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997, sebagian besar penduduk Indonesia kini hidup di bawah garis kemiskinan yang
penyebab utamanya adalah karena mereka tidak memiliki pekerjaan Sudrajad, 1999. Krisis ekonomi telah menyebabkan tutupnya sejumlah besar perusahaan
dan menyebabkan terjadinya peningkatan angka pengangguran secara drastis Hidayat, 2000.
Indonesia, sampai saat ini, masih belum mampu secara maksimal untuk keluar dari krisis ekonomi. Bahkan secara nasional, krisis ini terkesan semakin
memburuk. Hal ini mengakibatkan semakin tingginya jumlah pengangguran seiring dengan makin sempitnya lapangan pekerjaan untuk menampung para
tenaga kerja baru. Padahal dari waktu ke waktu jumlah pencari kerja semakin banyak Nasution, dkk., 2001.
Tobing 2006 mengatakan bahwa pertambahan angkatan kerja baru jauh lebih besar dibanding pertumbuhan lapangan kerja produktif yang dapat diciptakan
Universitas Sumatera Utara
3 setiap tahun. Hingga akhir tahun 2005 diperkirakan ada 12 juta orang yang
menganggur, yang berarti naik hampir 11 dari tahun sebelumnya. Ironisnya, dari total pengangguran tersebut sekitar 10 atau hampir 1 satu juta orang
adalah kaum intelektual yang menyandang gelar sarjana Kasmir, 2006. H. Gamawan Fauzi, selaku gubernur Sumatera Barat, membenarkan bahwa
masalah paling berat yang tengah dihadapi bangsa Indonesia adalah masalah kemiskinan, pengangguran dan sempitnya lapangan pekerjaan. Secara nasional
jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 12 juta orang. Jumlah tersebut setiap tahun terus bertambah, sementara pemerintah belum mampu menyediakan
lapangan pekerjaan untuk mengurangi angka pengangguran itu ”Gubernur”, 2007.
t Pemerintah membutuhkan adanya gerakan kemasyarakatan yang
dilakukan secara swadaya oleh masyarakat sendiri yang dapat memberikan sumbangan positif dalam rangka mengurangi angka pengangguran ini. Fenomena
pengangguran ini akan terus berkembang selama pencari kerja tetap berpikir bahwa mereka seharusnya memperoleh lapangan kerja dan tidak berpikir secara
lebih bijaksana dan futuristis untuk membuka lapangan kerja sendiri, yakni dengan berwirausaha Yulia, 2005. Menurut Ifham 2002 pemikiran yang kreatif
dan inovatif dari para pencari kerja harus lebih banyak dikembangkan guna menciptakan lapangan pekerjaan.
Dunia wirausaha adalah pilihan yang paling rasional dalam kondisi perekonomian yang sedang dilanda krisis dan untuk mengatasi besarnya jumlah
pengangguran seperti yang terjadi sekarang ini Hidayat, 2000. Astamoen 2005 menuturkan bahwa salah satu penyebab dari lemahnya pertumbuhan ekonomi
Indonesia adalah karena masih sedikitnya jumlah wirausahawan sebagai pelaku
Universitas Sumatera Utara
4 ekonomi, antara lain sebagai pengusaha, pedagang, industrialis, dan lain-lain.
Dengan banyaknya jumlah wirausahawan, dua indikator penting dalam suatu negara maju dan makmur secara ekonomi akan terpenuhi, yaitu rendahnya angka
pengangguran dan tingginya devisa yang dihasilkan. Santoso dalam Widiarto, 2004 menegaskan bahwa tidak ada satu negara pun
di dunia yang bisa maju dan berkembang tanpa dukungan dunia usaha yang kuat. Kemapanan negara-negara yang ekonominya kuat tidak terlepas dari keberhasilan
membangun kekuatan wirausaha karena para wirausahawan itulah yang menjadi pelaku sekaligus penggerak roda perekonomian. Rachbini dalam Iwantono, 2002
menyebutkan bahwa suatu negara akan mencapai tingkat kemakmuran apabila jumlah wirausahawannya paling sedikit 2,5 dari total jumlah penduduknya. Di
Indonesia sendiri, keberadaan wirausahawannya diperkirakan baru sekitar 0,2 dari jumlah penduduk. Itu artinya, Indonesia masih memerlukan banyak
penggerak ekonomi di segala bidang dalam rangka mencapai kemakmuran yang dicita-citakan rakyatnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu terobosan yang
menggerakkan munculnya wirausahawan baru. Gerakan itu dapat mulai diwujudkan dalam suatu lingkungan yang kecil terlebih dahulu, misalnya dari
lingkungan rumah, perusahaan, pondok pesantren, dan tanpa terkecuali perguruan tinggi Astamoen, 2005.
Gerakan kewirausahaan di Indonesia sebenarnya sudah mulai digalakkan sejak tahun 1995 lalu. Pemerintah melalui INPRES No.4 tahun 1995 telah
mencanangkan sebuah Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan GNMMK yang tujuannya adalah menumbuhkembangkan
budaya kreatif, inovatif, di masyarakat baik kalangan dunia usaha, pendidikan
Universitas Sumatera Utara
5 maupun aparatur pemerintah. Namun dalam perjalanannya, gerakan tersebut
kurang mendapat dukungan. Memang ketika itu pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tinggi dan dukungan kepada pembentukan wirausahawan baru serta Usaha
Kecil dan Menengah UKM hanya bersifat politis. Meski banyak seminar, rakor, lokakarya diadakan, namun pada akhirnya Inpres tersebut tidak lebih dari sekedar
retorika Silalahi, 2005. :r : Jangan Bang
Apalagi dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak orang yang menafsirkan dan memandang wirausaha identik dengan kemampuan yang dimiliki atau yang
dilakukan “pengusaha” semata. Pandangan itu tidaklah tepat karena jiwa dan sikap wirausaha tidak hanya dimiliki pengusaha tetapi dapat dimiliki oleh setiap
orang yang berpikir kreatif dan bertindak inovatif, menyukai perubahan, kemajuan serta tantangan baik di kalangan pengusaha maupun masyarakat umum
seperti petani, karyawan, pegawai pemerintahan, guru dan lain sebagainya termasuk di dalamnya mahasiswa, yang merupakan kaum intelektual bangsa
Suryana, 2003. Mahasiswa dapat menjadi pionir dalam gerakan menumbuhkan kewirausahaan
di Indonesia. Dengan demikian, di masa depan, akan terjadi keseimbangan antara bertambahnya pencari pekerjaan dan bertambahnya lapangan pekerjaan baru
Astamoen, 2005. Menurut Iwantono 2002 mahasiswa berwirausaha adalah salah satu antisipasi pengangguran di masa depan. Pengangguran bertitel sarjana
menjadi suatu masalah karena mereka adalah kelompok cerdik pandai yang pertumbuhannya setiap tahun jauh lebih besar daripada kesempatan kerja yang
sesuai dengan pendidikan mereka. Dengan berwirausaha, maka mahasiswa kelak
Universitas Sumatera Utara
6 akan siap bersaing dalam pasar kerja tidak sebagai pencari kerja tetapi pencipta
kerja sehingga dapat mengurangi angka pengangguran. Baumassepe dalam Ifham, 2002 berpendapat adalah sangat masuk akal bagi
mahasiswa dengan atribut yang dimilikinya untuk berpola pikir sebagai seorang wirausahawan. Mahasiswa memiliki sikap berkorban dan berani mengambil
resiko terhadap cita-cita yang diperjuangkannya, juga berpengetahuan dan berpandangan luas. Mahasiswa adalah golongan intelektual karena lahir dari
tempat-tempat yang menjadi sumber ilmu pengetahuan perguruan tinggi. Dengan bekal pengetahuan dan ilmu yang dimiliki setidaknya menjadi embrio
untuk lahir menjadi wirausahawan sejati. Inilah saatnya, mahasiswa ditantang untuk menjadi agen perubahan di bidang ekonomi maupun di berbagai bidang
kehidupan masyarakat lainnya. Lebih lanjut Ifham 2002 mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan
alternatif pilihan yang tepat bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensinya. Malah sebenarnya, mahasiswa telah melakukan kegiatan atau perilaku yang sesuai
dengan ciri-ciri seorang wirausahawan. Perilaku mahasiswa yang mencerminkan kewirausahaan tersebut bisa dilihat pada saat mahasiswa melakukan kegiatan-
kegiatan dalam organisasi kemahasiswaan, yang terkait dengan kemahasiswaan maupun dengan pihak luar, misalnya saat ia harus memutuskan sesuatu untuk
kegiatannya, mengadakan kegiatan seminar atau workshop, memutuskan untuk mendirikan unit kegiatan tertentu, tentunya dengan segala resiko yang harus
ditanggungnya. Munculnya para wirausahawan muda Indonesia yang merintis usahanya sejak
masih menjalani pendidikannya di perguruan tinggi juga membuktikan bahwa
Universitas Sumatera Utara
7 mahasiswa dapat berwirausaha. Anne Ahira Dewi, seorang pakar Internet
Marketing Muda Indonesia adalah cerminan wirausahawan Indonesia yang memulai usaha Internet Marketing-nya sejak ia masih berstatus mahasiswa. Usaha
ini dipelajarinya secara otodidak pada awal masa kuliahnya di perguruan tinggi. Begitu pula dengan Freddy Mudjianto, direktur PT. Vilour Promo Indonesia yang
juga alumni dari Universitas Parahyangan ini mulai berwirausaha pada saat ia masih menjadi mahasiswa. Bermula ketika ia diminta menyediakan kaos untuk
kegiatan perpeloncoan mahasiswa baru di kampusnya. Komisi yang ia terima dari pemilik toko konveksi ternyata membuatnya semakin giat untuk mencari order
pesanan. Setelah lulus kuliah, ia memutuskan untuk berusaha sendiri dengan mendirikan perusahaan konveksi yang khusus memproduksi kaos untuk kegiatan
promosi. Produknya sendiri kini sudah diekspor hingga ke mancanegara Setiati, 2005.
Fenomena mahasiswa berwirausaha dapat pula diamati pada mahasiswai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Pada saat acara Dies Natalis
mahasiswa mengadakan kegiatan berwirausaha dengan membentuk kelompok- kelompok usaha, membuka stand, menawarkan produkjasa dalam segala bentuk
usaha inovatif dan kreatif yang diharapkan dapat memberikan keuntungan. Kegiatan kewirausahaan ini telah menjadi agenda rutin tahunan yang dilakukan
oleh para mahasiswa. Selain pada acara tahunan tersebut, berbagai jenis usaha dilakukan oleh sejumlah mahasiswa, di antaranya usaha yang menawarkan jasa
terjemahan, fotokopi harga mahasiswa, rental buku, berjualan buku dengan sistem bayar angsuran serta pemberian diskon; menjual pakaian, alat elektronik, voucher
pulsa, sampai pada bisnis Multi Level Marketing MLM. Mahasiswa mulai
Universitas Sumatera Utara
8 menjalankan ide usahanya karena jeli melihat peluang dan kesempatan untuk
menawarkan produkjasa tersebut di lingkungan kampus. Produkjasa yang ditawarkan umumnya adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh konsumen yang
notabene adalah para mahasiswa namun tidak menutup kemungkinan untuk ditawarkan kepada masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh
Astamoen 2005 bahwa setiap kegiatan wirausaha yang dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan atau keinginan konsumen, peluang yang dapat
diraih dan lingkungan yang dihadapi. Namun meski begitu, contoh-contoh di atas tidak cukup mewakili ribuan
mahasiswa di seluruh Indonesia. Kenyataannya mahasiswa yang berwirausaha masih terlalu sedikit jumlahnya Hidayat, 2000. Padahal kewirausahaan sangatlah
baik bila dikembangkan oleh mahasiswa mengingat munculnya aneka ragam kesempatan berusaha di era perkembangan teknologi ini Sutanto, 2002.
Sayangnya, pola pikir mahasiswa kebanyakan adalah ingin menyelesaikan kuliahnya dengan cepat lalu menjadi pegawai sampai pensiun. Hal ini bisa saja
dikarenakan berkembangnya mitos-mitos negatif seputar kewirausahaan, seperti mitos terlalu muda untuk mulai menjalankan usaha, berwirausaha butuh modal
yang besar, tidak punya bakat, tidak punya pengalaman dan takut gagal Astamoen, 2005. Seperti yang dikatakan oleh Hidayat 2000 bahwa mitos-
mitos negatif kewirausahaan belum terhapus dari skema kognitif sivitas akademika
Winardi 2003 menjelaskan bahwa kewirausahaan merupakan perilaku dinamik, mengandung resiko, kreatif serta berorientasi pada pertumbuhan.
Seorang wirausahawan merupakan seorang individu yang menerima resiko, dan
Universitas Sumatera Utara
9 yang melaksanakan tindakan-tindakan untuk mengejar peluang-peluang dalam
situasi dimana pihak lain tidak melihat atau merasakannya, bahkan ada kemungkinan bahwa pihak lain tersebut menganggapnya sebagai problem atau
ancaman. Wirausahawan adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil
resiko, artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi yang tidak pasti. Nasution dkk 2001
menyatakan bahwa wirausahawan selalu berusaha mencari peluang yang bisa diambil dari kemampuan yang ada pada dirinya maupun dengan cara menjalin
kerjasama dengan orang lain serta memanfaatkan kebutuhan dari lingkungan sekitar.
Chandra 2001 mengatakan bahwa seorang wirausahawan adalah orang yang berani untuk mencoba. Wirausahawan tidak mudah percaya sebelum mencoba,
membuka mata dan telinga terhadap suatu kesempatan atau peluang, memiliki keberanian untuk mengambil resiko, tidak takut membuat kesalahan sehingga
punya keberanian membuka usaha. Dalam situasi sesulit apa pun, wirausahawan akan semakin tertantang untuk tidak berhenti mencoba, ia tidak mudah terpuruk
dalam keputusasaan sampai akhirnya meraih kemenangan atau kesuksesan. Obsesi dalam menekuni usahanya bukan selalu karena uang. Banyak dari mereka
yang maju karena visi dan mendapat dampak sosial yang positif. Dengan memiliki visi itu, maka meskipun usaha yang dijalankan tidak mendapat untung, tetapi tetap
diusahakan berjalan. Drucker 1985 mengartikan kewirausahaan sebagai semangat, kemampuan,
sikap dan perilaku individu dalam menangani usahakegiatan yang mengarah pada
Universitas Sumatera Utara
10 upaya mencari, menciptakan menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru
dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Untuk menjadi wirausahawan memang tidaklah mudah, karena penuh tantangan dan mengandung resiko. Masrun 1986 mengatakan agar manusia
dapat menghadapi tantangan dan mampu memainkan perannya, dalam hal ini menjadi seorang wirausahawan, perlu adanya peningkatan kualitas kepribadian.
Sejalan dengan itu, Drucker 1985 menyatakan bahwa seorang wirausahawan memiliki kepribadian dan sifat spesifik. Hidayat 2000 menyebutkan ada
beberapa karakteristik kepribadian yang mempengaruhi seseorang untuk menjadi wirausahawan, yaitu motif dorongan berprestasi, kemandirian, toleransi terhadap
perubahan, serta sikap terhadap uang.
Motif berprestasi merupakan komponen yang penting dalam kepribadian yang
membuat individu berbeda satu sama lain Morgan, 1986. Mc. Clelland 1987
menyatakan bahwa motif dorongan berprestasi adalah unsur kepribadian yang menyebabkan seseorang ingin selalu berbuat lebih baik dan terus maju, selalu
berpikir untuk berbuat lebih baik dan memiliki tujuan yang realistik. Individu dengan motif berprestasi menyukai situasi-situasi kerja yang dapat mereka ketahui
apa akan mengalami kemajuan atau tidak dan guna mengoptimalkan kepuasannya individu akan cenderung menetapkan tujuan untuk dirinya sendiri yang harus
dicapai. Dengan kata lain, motif berprestasi merupakan keinginan individu untuk meraih sukses yang optimal dan bertanggung jawab dalam mencapai tujuan
hidupnya.
Universitas Sumatera Utara
11 Motif berprestasi membuat individu mengembangkan keinginan yang kuat
untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik dan lebih efisien dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan sebelumnya. Individu merasa bertanggungjawab
secara pribadi atas keberhasilan maupun kegagalan yang dialaminya. Oleh karena itu, individu dengan motif berprestasi yang tinggi cenderung meningkatkan
kinerja dan produktivitasnya serta terus melakukan evaluasi terhadap performansi
kerjanya dengan cara membandingkan performansinya dengan orang lain atau
standarisasi tertentu Mc. Clelland, 1987. Motif berprestasi biasanya dikaitkan dengan sikap positif dan keberanian
mengambil resiko yang diperhitungkan untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan. Menurut Mc. Clelland 1987 karakteristik yang menonjol pada
individu dengan motif berprestasi yang tinggi adalah mereka bekerja dengan memperhitungkan resiko. Mereka tidak suka mengerjakan tugas yang terlalu
mudah atau tugas-tugas rutin, karena hal itu tidak banyak memberikan tantangan dan kepuasan. Akan tetapi, mereka juga tidak suka mengerjakan tugas yang
terlampau sukar karena kemungkinan berhasil kecil dan tugas itu di luar jangkauan kemampuannya. Oleh sebab itu, mereka akan cenderung menetapkan
tujuan menengah moderate yang sebanding dengan kemampuannya sendiri. Pada mereka juga tampak keinginan untuk selalu mengetahui hasil nyata dari
tindakannya sebagai umpan balik, sehingga dengan segera mereka dapat memperbaiki kesalahan serta mendorong untuk bekerja lebih baik dengan
menggunakan cara-cara baru yang dia peroleh As’ad, 1995. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kewirausahaan merupakan
pilihan yang tepat dan rasional untuk perekonomian bangsa Indonesia yang
Universitas Sumatera Utara
12 sedang dilanda krisis. Kewirausahaan dapat juga dilakukan oleh mahasiswa
Suryana, 2003. Untuk menjadi seorang wirausahawan, dipengaruhi oleh beberapa faktor kepribadian yang salah satunya adalah motif berprestasi Hidayat,
2000. Motif berprestasi adalah unsur kepribadian yang akan mendorong individu untuk terus maju, melakukan sesuatu dengan lebih baik dan lebih efisien,
bertanggungjawab dan berani mengambil resiko yang merupakan sesuatu yang diperlukan dalam berwirausaha Mc.Clelland, 1987. Atas dasar itulah, maka
peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa besar pengaruh motif berprestasi terhadap kecenderungan berwirausaha pada mahasiswa. Penelitian ini akan
dilakukan pada mahasiswai Fakultas Psikologi USU karena kegiatan kewirausahaan sudah tidak asing lagi di dalam lingkungan Fakultas Psikologi
USU.
B. Rumusan Masalah