Peran Dan Tanggung Jawab Wali Amanat Terkait Penerbitan Obligasi Dalam Pasar Modal (Tinjauan Terhadap UU N0.8 Tahun 1995 Dan Peraturan Lain Yang Terkait Dengan Pasar Modal Di Indonesia)

(1)

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB WALI AMANAT TERKAIT

PENERBITAN OBLIGASI DALAM PASAR MODAL

(Tinjauan terhadap UU N0.8 Tahun 1995 dan peraturan lain yang terkait dengan Pasar Modal di Indonesia)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapitugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana hukum

OLEH

Mutiara Siska Sitorus 050200330

Departemen Hukum Ekonomi

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB WALI AMANAT TERKAIT

PENERBITAN OBLIGASI DALAM PASAR MODAL

(Tinjauan terhadap UU N0.8 Tahun 1995 dan peraturan lain yang terkait dengan Pasar Modal di Indonesia)

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana hukum

OLEH

Mutiara Siska Sitorus 050200330

Departemen Hukum Ekonomi

Disetujui oleh,

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

(Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.) NIP: 195603291986011001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.) (Dr. Sunarmi, S.H,M.Hum) NIP: 195603291986011001 NIP: 196302151989032002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat, kasih karunia dan anugerah-Nya yang melimpah dalam hidup penulis, terlebih dalam pembuatan skripsi ini hingga dapat diselesaikan dengan baik.

Penulisan skripsi ini merupakan kewajiban dalam tahap akhir studi yang disusun dalam rangka memenuhi tugas-tugas dan melengkapi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul yang penulis bahas adalah “Peran dan Tanggung Jawab Wali Amanat Terkait Penerbitan Obligasi dalam Pasar Modal.”

Skripsi ini penulis persembahkan terkhusus buat yang terkasih, kedua orang tuaku, Papaku Agus Sitorus, dan adikku Feriandes Sitorus yang telah memberikan pengorbanan dan kasih tak terhingga kepada penulis, yang selalu mendoakan, memberi semangat, kasih sayang, dana, dukungan dan segenap perhatian kepada penulis selama ini.

Penulis juga menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini., baik itu melalui bimbingan, dorongan, doa serta bantuan lainnya. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu,S.H.,M.Hum.,selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta seluruh stafnya.


(4)

2. Bapak Prof.Dr.Bismar Nasution,S.H.,M.H.,selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dr.Sunarmi,S.H.,M.Hum., selaku Sekretari Jurusan Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Seluruh staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

Akhir kata, penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan segenap pembaca. Penulis juga mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang berminat dengan topik yang diangkat dalam skripsi ini, karena penulis menyadari kekurangan dan ketidaksempurnaan penulis. Semoga Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.

Medan, Agustus 2009 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………. I

DAFTAR ISI ……… iii

ABSTRAK ………... v

BAB I : PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ……….. 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……….……….. 6

D. Keaslian Penulisan ……… 8

E. Tinjauan Kepustakaan ………... 8

F. Metode Penulisan ……….. 12

G. Sistematika Penulisan ……… 13

BAB II : PENERBITAN OBLIGASI ……… 14

A. Definisi, Jenis dan Karakteristik Obligasi……….. 14

1. Definisi Obligasi………. 14

2. Jenis Obligasi……….. 21

3. Karakteristik Obligasi………. 32

B. Pihak-pihak dalam Penerbitan Obligasi……….. 34

C. Penerbitan Obligasi………. 43

BAB III: KEDUDUKAN WALI AMANAT DALAM PENERBITAN OBLIGASI DI PASAR MODAL……… 58


(6)

A. Terminologi dan Pengaturan tentang Wali Amanat……… 57

B. Kedudukan Wali Amanat dalam Penerbitan Obligasi di Pasar Modal………..64

C. Pihak-pihak yang Berhak Menjadi Wali Amanat dalam Penerbitan Obligasi di Pasar Modal……….…….. 69

BAB IV: PERAN DAN TANGGUNG JAWAB WALI AMANAT DALAM PENERBITAN OBLIGASI DI PASAR MODAL…………. 71

A. Perjanjian Perwaliamanatan………. 71

B. Peran Wali Amanat dalam Penerbitan Obligasi di Pasar Modal……….80

1. Kegiatan atau Tugas Wali Amanat………..……….83

2. Kewajiban Wali Amanat……….. 94

3. Larangan-larangan bagi Wali Amanat dalam Penerbitan Obligasi di Pasar Modal……….. 97

C. Batas-batas Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Penerbitan Obligasidi Pasar Modal……….. 99

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN……… 117

A. Kesimpulan……… 117

B. Saran………. 119 DAFTAR PUSTAKA


(7)

ABSTRAK Mutiara Siska Sitorus

Prof. Dr. Bismar Nasution. S.H,.M.H.Dr. Sunarmi. S.H.,M.Hum1

Saat ini cukup besar animo masyarakat untuk berinvestasi ke dalam obligasi. Hal ini tercermin dari tingginya permintaan atas obligasi dalam setiap pelaksanaan emisi yang sudah dilakukan, bahkan ada beberapa perusahaan yang harus melakukan penjatahan akibat tingginya permintaan dibandingkan dengan jumlah obligasi yang ditawarkan (over subscribe). Paling tidak, ada beberapa aspek yang sangat berpengaruh, sehingga perdagangan dan penerbitan obligasi mengalami lonjakan yang cukup berarti. Pertama, jumlah maupun keanekaragaman perusahaan yang memanfaatkan obligasi sebagai sumber alternatif pembiayaan di pasar modal. Kedua, kemampuan investor (pemodal) yang tertarik untuk berinvestasi dengan menggunakan obligasi, dan ketiga adalah kondisi serta situasi perkembangan pasar modal di tanah air yang lebih kondisif dan mempunyai prospek cerah, terutama dalam rangka menghadapi era perdagangan bebas di masa mendatang.

Pada dasarnya obligasi merupakan utang-piutang. Perbedaan antara obligasi dan utang piutang biasa adalah utang piutang biasanya orang perorangan, atau lembaga dengan orang perorangan secara individu, ataupun antara pemberi pinjaman berhadapan dengan satu peminjam perusahaan lainnya. Dengan demikian, dalam pinjam-meminjam, individu (lembaga atau perorangan) berhadapan dengan pemberi pinjaman (kreditor). Sementara itu, obligasi lebih bersifat antara satu peminjam dengan sekelompok pemberi pinjaman yang jumlahnya dapat ratusan, ribuan, atau puluhan ribu orang. Dengan demikian dalam sebuah penerbitan obligasi melibatkan banyak pemberi pinjaman (kreditor) sebagai pihak investor pemegang obligasi serta hanya melibatkan satu peminjam (debitor) sebagai pihak emiten.

Oleh karena dalam penerbitan obligasi melibatkan banyak investor pemegang obligasi, yang tidak mungkin dapat dihadapi satu per satu, maka kemudian diciptakanlah Lembaga Wali Amanat yang merupakan perantara para kreditur obligasi yang jumlahnya banyak tersebut dengan debitur obligasi yang dalam setiap penerbitan jumlahnya hanya satu. Wali Amanat sebagai perantara para kreditur obligasi (nvestor pemegang obligasi) yang jumlahnya banyak tersebut. pada prinsipnya ditunjuk oleh Emiten yang ingin menerbitkan obligasi sebelum melakukan emisi. Penunjukan ini tidak dilakukan oleh pemegang obligasi mengingat pada waktu penunjukan tersebut belum terdapat pemegang obligasi, karena pada saat itu obligasi tersebut belum ditawarkan kepada umum. Dari sifat hubungan antara wali amanat dan pemegang obligasi (kreditor) yang demikian, adanya wali amanat dalam suatu penerbitan obligasi merupakan suatu keharusan. Tidak mungkin obligasi tersebut dikeluarkan tanpa adanya wali

Mahasiswa

Dosen Pembimbing I 1 Dosen Pembimbing II


(8)

amanat yang mewakili kepentingan si pemegang obligasi (debitur). Hal ini terjadi karena wali amanat adalah lembaga, meskipun dibayar oleh penerbit obligasi, tetap merupakan lembaga yang dimaksudkan sebagai perantara untuk mengurus dan mewakili para pemegang obligasi (kreditor) tersebut. meskipun perwakilan tersebut baru akan berlaku efektif pada saat efek bersifat utang telah dialokasikan kepada para investor yang membeli obligasi tersebut.

Sehubungan dengan pentingnya fungsi wali amanat serta kedudukannya yang mewakili kepentingan pemegang efek utang maka sangat diperlukan adanya suatu regulasi untuk memberi aturan yang jelas dan tegas terhadap segala tindakan yang dilakukan oleh wali amanat dalam kapasitasnya sebagai wakil investor pemegang obligasi.


(9)

ABSTRAK Mutiara Siska Sitorus

Prof. Dr. Bismar Nasution. S.H,.M.H.Dr. Sunarmi. S.H.,M.Hum1

Saat ini cukup besar animo masyarakat untuk berinvestasi ke dalam obligasi. Hal ini tercermin dari tingginya permintaan atas obligasi dalam setiap pelaksanaan emisi yang sudah dilakukan, bahkan ada beberapa perusahaan yang harus melakukan penjatahan akibat tingginya permintaan dibandingkan dengan jumlah obligasi yang ditawarkan (over subscribe). Paling tidak, ada beberapa aspek yang sangat berpengaruh, sehingga perdagangan dan penerbitan obligasi mengalami lonjakan yang cukup berarti. Pertama, jumlah maupun keanekaragaman perusahaan yang memanfaatkan obligasi sebagai sumber alternatif pembiayaan di pasar modal. Kedua, kemampuan investor (pemodal) yang tertarik untuk berinvestasi dengan menggunakan obligasi, dan ketiga adalah kondisi serta situasi perkembangan pasar modal di tanah air yang lebih kondisif dan mempunyai prospek cerah, terutama dalam rangka menghadapi era perdagangan bebas di masa mendatang.

Pada dasarnya obligasi merupakan utang-piutang. Perbedaan antara obligasi dan utang piutang biasa adalah utang piutang biasanya orang perorangan, atau lembaga dengan orang perorangan secara individu, ataupun antara pemberi pinjaman berhadapan dengan satu peminjam perusahaan lainnya. Dengan demikian, dalam pinjam-meminjam, individu (lembaga atau perorangan) berhadapan dengan pemberi pinjaman (kreditor). Sementara itu, obligasi lebih bersifat antara satu peminjam dengan sekelompok pemberi pinjaman yang jumlahnya dapat ratusan, ribuan, atau puluhan ribu orang. Dengan demikian dalam sebuah penerbitan obligasi melibatkan banyak pemberi pinjaman (kreditor) sebagai pihak investor pemegang obligasi serta hanya melibatkan satu peminjam (debitor) sebagai pihak emiten.

Oleh karena dalam penerbitan obligasi melibatkan banyak investor pemegang obligasi, yang tidak mungkin dapat dihadapi satu per satu, maka kemudian diciptakanlah Lembaga Wali Amanat yang merupakan perantara para kreditur obligasi yang jumlahnya banyak tersebut dengan debitur obligasi yang dalam setiap penerbitan jumlahnya hanya satu. Wali Amanat sebagai perantara para kreditur obligasi (nvestor pemegang obligasi) yang jumlahnya banyak tersebut. pada prinsipnya ditunjuk oleh Emiten yang ingin menerbitkan obligasi sebelum melakukan emisi. Penunjukan ini tidak dilakukan oleh pemegang obligasi mengingat pada waktu penunjukan tersebut belum terdapat pemegang obligasi, karena pada saat itu obligasi tersebut belum ditawarkan kepada umum. Dari sifat hubungan antara wali amanat dan pemegang obligasi (kreditor) yang demikian, adanya wali amanat dalam suatu penerbitan obligasi merupakan suatu keharusan. Tidak mungkin obligasi tersebut dikeluarkan tanpa adanya wali

Mahasiswa

Dosen Pembimbing I 1 Dosen Pembimbing II


(10)

amanat yang mewakili kepentingan si pemegang obligasi (debitur). Hal ini terjadi karena wali amanat adalah lembaga, meskipun dibayar oleh penerbit obligasi, tetap merupakan lembaga yang dimaksudkan sebagai perantara untuk mengurus dan mewakili para pemegang obligasi (kreditor) tersebut. meskipun perwakilan tersebut baru akan berlaku efektif pada saat efek bersifat utang telah dialokasikan kepada para investor yang membeli obligasi tersebut.

Sehubungan dengan pentingnya fungsi wali amanat serta kedudukannya yang mewakili kepentingan pemegang efek utang maka sangat diperlukan adanya suatu regulasi untuk memberi aturan yang jelas dan tegas terhadap segala tindakan yang dilakukan oleh wali amanat dalam kapasitasnya sebagai wakil investor pemegang obligasi.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini salah satu lembaga keuangan yang sedang digalakkan dan dikembangkan sebagai salah satu motor bagi sumber pembiayaan usaha guna investasi suatu perusahaan adalah pasar modal. Pasar modal merupakan lembaga relatif baru yang memperkenalkan diri untuk dimanfaatkan oleh pencari dan penyedia dana. Banyak perusahan memanfaatkan pasar modal untuk memenuhi kebutuhan akan dananya. Keadaan ini memberi kesempatan kepada para pihak investor untuk dapat melakukan portofolio investasi modalnya dengan tingkat keuntungan yang bervariasi sesuai dengan pilihan investasi yang diminatinya.2 Ada beberapa pilihan investasi yang ditawarkan saat ini, yang diterbitkan dan diperdagangkan di pasar modal, misalnya: saham, saham preferen, obligasi, obligasi konversi, right, waran, reksadana, kontrak berjangka indeks saham, surat utang negara, instrumen syariah (obligasi dan reksadana syariah).3

Saat ini cukup besar animo masyarakat untuk berinvestasi ke dalam obligasi. Hal ini tercermin dari tingginya permintaan atas obligasi dalam setiap pelaksanaan emisi yang sudah dilakukan, bahkan ada beberapa perusahaan yang harus melakukan penjatahan akibat tingginya permintaan dibandingkan dengan jumlah obligasi yang ditawarkan (over subscribe). Paling tidak, ada beberapa aspek yang sangat berpengaruh, sehingga perdagangan dan penerbitan obligasi mengalami

2

Sumantoro, Pengantar Tentang Pasar Modal di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hlm. 14.

3 Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar Modal Indonesia, Pendekatan Tanya Jawab, (Jakarta: Salemba empat, 2006), hlm. 6.


(12)

lonjakan yang cukup berarti. Pertama, jumlah maupun keanekaragaman perusahaan yang memanfaatkan obligasi sebagai sumber alternatif pembiayaan di pasar modal. Kedua, kemampuan investor (pemodal) yang tertarik untuk berinvestasi dengan menggunakan obligasi, dan ketiga adalah kondisi serta situasi perkembangan pasar modal di tanah air yang lebih kondisif dan mempunyai prospek cerah, terutama dalam rangka menghadapi era perdagangan bebas di masa mendatang.4

Sebagai salah satu produk investasi di pasar modal sekarang ini, obligasi mengalami perkembangan yang cukup pesat sejak tahun 2000. Banyak perusahaan berkepentingan untuk menerbitkan obligasi karena sifat struktur obligasi itu sendiri dianggap cukup menarik, diantaranya tingkat suku bunga yang fleksibel dan relatif lebih rendah dari suku bunga perbankan. Proses penerbitan obligasi yang tidak terlalu ketat dibandingkan dengan prosedur meminjam utang lewat perbankan juga menjadi daya tarik bagi perusahaan.

Obligasi adalah surat berharga yang menunjukkan bahwa penerbit obligasi meminjam sejumlah dana kepada masyarakat dan memiliki kewajiban untuk membayar bunga secara berkala dan kewajiban melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentuan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Jadi, jika sebuah perusahaan menerbitkan obligasi senilai 500 miliar dengan tingkat suku bunga atau kupon sebesar 16% pertahun selama 5 tahun, maka pihak penerbit obligasi berkewajiban membayar kupon pada waktu yang telah ditentukan (misalnya setiap tiga bulan) selama lima tahun dan diakhir masa berlakunya obligasi (akhir

4 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.


(13)

tahun kelima), pihak perusahaan wajib mengembalikan pokok utang senilai 500 miliar tersebut, pihak yang membeli obligasi (bandholder) akan mendapat keuntungan melalui pembayaran kupon yang umumnya lebih besar dari tingkat suku bunga bank dan suatu ketika dapat pula memperoleh keuntungan lain, yaitu dengan menjual obligasi tersebut lebih tinggi dari harga belinya. Dalam hal ini investor memperoleh capital gain.5 Dengan kata lain obligasi merupakan surat yang menyatakan bahwa satu pihak berutang kepada pihak lainnya.

Jadi pada dasarnya obligasi merupakan utang-piutang. Perbedaan antara obligasi dan utang piutang biasa adalah utang piutang biasanya orang perorangan, atau lembaga dengan orang perorangan secara individu, ataupun antara pemberi pinjaman berhadapan dengan satu peminjam perusahaan lainnya. Dengan demikian, dalam pinjam-meminjam, individu (lembaga atau perorangan) berhadapan dengan pemberi pinjaman (kreditor). Sementara itu, obligasi lebih bersifat antara satu peminjam dengan sekelompok pemberi pinjaman yang jumlahnya dapat ratusan, ribuan, atau puluhan ribu orang. Dengan demikian dalam sebuah penerbitan obligasi melibatkan banyak pemberi pinjaman (kreditor) sebagai pihak investor pemegang obligasi serta hanya melibatkan satu peminjam (debitor) sebagai pihak emiten.

Oleh karena dalam penerbitan obligasi melibatkan banyak investor pemegang obligasi, yang tidak mungkin dapat dihadapi satu per satu, maka kemudian diciptakanlah Lembaga Wali Amanat yang merupakan perantara para kreditur


(14)

obligasi yang jumlahnya banyak tersebut dengan debitur obligasi yang dalam setiap penerbitan jumlahnya hanya satu.

Wali Amanat sebagai perantara para kreditur obligasi (investor pemegang obligasi) yang jumlahnya banyak tersebut. pada prinsipnya ditunjuk oleh Emiten yang ingin menerbitkan obligasi sebelum melakukan emisi. Penunjukan ini tidak dilakukan oleh pemegang obligasi mengingat pada waktu penunjukan tersebut belum terdapat pemegang obligasi, karena pada saat itu obligasi tersebut belum ditawarkan kepada umum. Setelah wali amanat ditunjuk oleh emiten, maka emiten dan wali amanat harus membuat suatu perjanjian yang disebut dengan perjanjian Perwaliamanatan (Trusts Indenture Agreement).

Secara implisit perjanjian perwaliamanatan yang dibuat antara emiten dengan wali amanat mengandung suatu janji untuk kepentingan pihak ketiga, yaitu investor pemegang obligasi. Hal ini sesuai dengan rumusan pasal 1317 ayat (1) KUH Perdata yang memperbolehkan dibuatnya suatu janji untuk kepentingan pihak ketiga dengan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi dalam perjanjian tersebut. Pengertian pihak ketiga harus dipahami sebagai pihak yang bukan bertindak sebagai pihak dalam perjanjian tersebut (yang menandatangani perjanjian) dan juga bukan sebagi penerima atau pengoper hak atau orang yang melaksanakan hak-hak dari salah satu pihak dalam perjanjian, seperti mandataris atau lasthebber, cessionaris, dan zaakwaarnemer.6 Sedangkan dari pasal 1317 ayat (2) KUH Perdata, dapat diketahui bahwa perjanjian perwaliamanatan yang dibuat oleh emiten dengan wali amanat tersebut dapat mengikatkan pemegang

6 J. Satrio, Hukum Perikatan yang Lahir dari Perjanjian (Buku I), Cet. 2., (Bandung:


(15)

obligasi yang telah menyatakan kehendaknya dengan mengisi Formulir Pemesanan Pembelian Obligasi (FPPO) dan melakukan pembayaran.

Oleh karena sifat hubungan antara wali amanat dan pemegang obligasi (kreditor) yang demikian, adanya wali amanat dalam suatu penerbitan obligasi merupakan suatu keharusan. Tidak mungkin obligasi tersebut dikeluarkan tanpa adanya wali amanat yang mewakili kepentingan si pemegang obligasi (debitur). Hal ini terjadi karena wali amanat adalah lembaga, meskipun dibayar oleh penerbit obligasi, tetap merupakan lembaga yang dimaksudkan untuk mengurus dan mewakili para pemegang obligasi (kreditor) tersebut. Jadi sejak ditandatanganinya kontrak perwaliamanatan antara emiten (penerbitan obligasi) dan wali amanat, tersebut telah sepakat dan mengikatkan diri untuk mewakili pemegang efek bersifat utang (obligasi) meskipun perwakilan tersebut baru akan berlaku efektif pada saat efek bersifat utang telah dialokasikan kepada para investor yang membeli obligasi tersebut.

Sehubungan dengan pentingnya fungsi wali amanat serta kedudukannya yang mewakili kepentingan pemegang efek utang maka sangat diperlukan adanya suatu regulasi untuk memberi aturan yang jelas dan tegas terhadap segala tindakan yang dilakukan oleh wali amanat dalam kapasitasnya sebagai wakil investor pemegang obligasi. Adapun regulasi yang masih berkembang saat ini dalam mengatur tentang wali amanat ada dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal beserta peraturan pelaksanaannya. Dilihat dari proses pembuatan surat utang, dalam undang-undang ini telah menaruh fokus bahwa untuk obligasi harus ada trustee atau perantara yang namanya wali amanat. Adanya


(16)

regulasi-regulasi tersebut sangat penting, karena seperti yang dikatakan, penunjukan wali amanat dilakukan oleh emiten melalui perjanjian perwaliamanatan tanpa diikutsertakannya pemegang obligasi sehingga sangat memungkinkan terjadi benturan kepentingan antara

Berdasarkan kondisi dan kenyataan di atas maka penulis tertarik untuk mencoba mengkaji sejauh mana regulasi yang telah ada dalam mengatur wali amanat tersebut dan menuangkannya ke dalam suatu karya ilmiah berbentuk skripsi yang diberi judul "Peran dan Tanggungjawab Wali Amanat Terkait Penerbitan Obligasi Dalam pasar Modal".

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang diuraikan di atas, maka dapatlah dirumuskan permasalahan-permasalahan yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana prosedur penerbitan obligasi di pasar modal?

2. Bagaimana kedudukan wali amanat dalam penerbitan obligasi di pasar modal?

3. Bagaimana peran dan tanggung jawab Wali Amanat terkait penerbitan obligasi di pasar modal ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Secara umum tujuan utama penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi kewajiban dalam memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).


(17)

Secara khusus lagi, tujuan penulisan skripsi ini disesuaikan dengan perumusan masalah yang telah dirumuskan. Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur penerbitan obligasi di pasar modal. 2. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan wali amanat dalam penerbitan

obligasi di pasar modal.

3. Untuk mengetahui bagaiama peran dan tanggung jawab Wali Amanat terkait penerbitan obligasi di pasar modal.

Disamping tujuan penulisan skripsi di atas diharapkan juga skripsi ini memberi manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah yang dikemukakan dalam skripsi ini diharapkan akan memberi masukan bagi ilmu pengetahuan terutama dalam bidang hukum khususnya hukum pasar modal. Skripsi ini juga diharapkan memberi masukan untuk penyempurnaan bagi para investor dan juga perusahaan dalam hal memperhatikan reputasi wali amanat yang akan mewakili kepentingan investor dalam berhadapan dengan emiten guna meneguhkan hak-hak investor dalam hal berinvestasi obligasi di pasar modal.

2. Secara praktis, pembahasan skripsi ini diharapkan dapat menjadi suatu masukan yang berarti bagi pembaca terutama para pelaku bisnis dan praktisi hukum sehingga dapat dimanfaatkan dalam mengenal peran dan tanggungjawab wali amanat terkait penerbitan obligasi di pasar modal.


(18)

D. Keaslian Penulisan

“Peran dan Tanggungjawab Wali Amanat terkait penerbitan obligasi dalam pasar modal” yang diangkat penulis sebagai judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti secara administrasi dan judul tersebut belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH-USU) sebelumnya. Jadi penulisan dan pembahasan skripsi ini dengan mengangkat judul tersebut di atas dapat dikatakan asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi ciri dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga pengangkatan judul di atas dapat juga dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa pengertian definisi mengenai obligasi. Obligasi atau bond, adalah surat utang jangka panjang yang dikeluarkan oleh peminjam, dengan kewajiban untuk membayar kepada bond holder (pemegang obligasi) sejumlah bunga tetap yang telah ditetapkan sebelumnya. Obligasi merupakan salah satu bentuk surat berharga yang saat ini sangat marak beredar dalam kegiatan pasar modal di Indonesa. Obligasi adalah suatu perikatan yang berisi janji. Obligasi merupakan surat yang berisi janji dimana salah satu pihaknya (principal atau penerbit) bisa berupa perusahaan maupun pemerintah. Janji di dalam obligasi merupakan janji untuk membayar sejumlah uang pada waktu tertentu, yaitu pada tanggal jatuh tempo yang telah ditentukan. Oleh karena itu, dalam obligasi memuat janji bahwa dalam utang tersebut akan diberikan bunga yang bentuknya


(19)

tergantung pada kesepakatan, apakah bunga mengambang atau bunga tetap. Pengertian yang hampir sama dinyatakan bahwa obligasi adalah surat perjnajian jangka panjang, dimana penerbit obligasi berjanji akan membayar bunga dan pokok utang pada waktu tertentu kepada pemegang obligasi.7

Berdasarkan pasal I huruf a Keputusan Menteri Keuangan No. 755/KMK.011/1982, bahwa obligasi adalah jenis efek, berupa surat pengakuan hutang atas pinjaman uang dari masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 3 tahun dengan menjanjikan imbalan bunga yang jumlah serta saat pembayarannya telah ditentukan terlebih dulu oleh emiten.

Menurut Pasal 1 butir 34 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548/KMK.013/1990 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1199/KMK.010/1991, obligasi adalah bukti utang dari emiten yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lainnya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo, sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sejak tanggal emisi.

Dengan demikian, secara umum pada hakikatnya obligasi adalah surat tagihan utang atas beban tanggungan pihak yang menerbitkan atau mengeluarkan obligasi. Obligasi dalam Undang-undang Nomor Tahun 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dimasukkan ke dalam pengertian efek.

Pada umumnya obligasi diterbitkan dalam bentuk surat atas unjuk. Atas dasar itu setiap pemegang obligasi dianggap sebagai pemilik sah obligasi dimaksud, dan

7

Irfan Iskandar, Pengantar Hukum Pasar Modal di Bidang Kustodian, (Jakarta: Djambatan), 2001. hlm. 151.


(20)

oleh karena itu perusahaan (debitur) wajib membayar bunga dan/atau pinjaman pokoknya pada waktu jatuh tempo kepada pemegang obligasi tersebut. Dalam hal ini pemegang obligasi cukup menunjukkan atau memeperlihatkan obligasi yang dimilikinya, maka kepada yang bersangkutan dapat diberikan bunga maupun pokok obligasi.

Penggunaan kata-kata “Wali Amanat” dalam Undang-undang Pasar Modal merupakan penggantian dari rumusan “Trustee”, yang sebelumnya digunakan dalam Keputusan menteri Keuangan No. 696/KMK.011/1985 tentang Lembaga Penunjang Pasar Modal.(Lihat Pasal 1 butir c Keputusan Menteri Keuangan No. 696/KMK.011/1985. Penggunaan istilah “Trustee” ini selanjutnya diubah dengan nama “Trustee Agent” dalam Keputusan menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990. Istilah Trust sendiri sebenarnya istilah yang berasal dari tradisi hukum Common Law. Trust adalah “a right of property, real or personal, held by one party, the person appointed or required by law to administer a trust, for benefit of another”.8 Dari definisi ini dapat diketahui bahwa trust dapat dibentuk berdasarkan pada perjanjian yang tunduk pada ketentuan Common Law. Pada negara-negara bagian di Amerika Serikat yang tidak mempunyai hukum “tertulis” yang mengatur mengenai trusts, trusts dimungkinkan untuk dibentuk dan dibuat melalui perjanjian. Dalam konteks yang demikian trusts sering kali disebutkan sebagai “a three party contract, a private legal agreement”. Perjanjian yang mengatur mengenai trusts tersebut disebut dengan nama Indenture”.9

8

James D. Fullarton, "Trust Fund Laws and Agreements", hlm. 2., http://www.fullartonlaw.com/Trustfundchap.htm.

9 Frequently Asked Question About Trusts", hlm. 4., http://www. asaprotection. com/faq.


(21)

Sebagai suatu bentuk trusts, Indenture trustee tidak dilahirkan dari suatu Declaration Of trusts, melainkan lahir dari perjanjian yang disebut dengan nama Indenture Deed atau Indenture Agreement.

Pada dasarnya Indenture bukanlah suatu pernyataan sepihak, yang melahirkan hanya kewajiban pada satu sisi. Indenture melibatkan dua atau lebih pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Perkembangan dunia menunjukkan bahwa dewasa ini, Indenture dalam bisnis digunakan sebagai dokumen atau perjanjian yang bertujuan untuk menerbitkan kewajiban pembayaran sejumlah uang tertentu yang ditawarkan kepada banyak orang. Indenture trustee adalah pihak yang mewakili kepentingan-kepentingan para investor pemegang bagian pecahan dari surat utang global, termasuk untuk melakukan eksekusi jaminan-jaminan kebendaan yang ada, yang diserahkan untuk kepentingan para investor yang terkait dengan penerbitan surat utang global yang dipecah-pecah ke dalam bagian surat-surat utang yang dimiliki oleh investor. Wali Amanat yang kita kenal di Indonesia dapat dikatakan merupakan bentuk perkembangan trusts yang terjadi di Amerika Serikat yang dikenal dengan istilah Indenture Trustee itu sendiri.. Dimana wali amanat berdasarkan definisi yang diberikan berdasarkan dari Penggunaan istilah “Trustee” ini selanjutnya diubah dengan nama “Trustee Agent” dalam Keputusan menteri Keuangan No.1548/KMK.013/1990. adalah pihak yang mewakili investor pemegang efek bersifat utang, yang dalm hal ini adalah investor pasar modal. Tindakan mewakili ini didasarkan dengan membuat suatu perjanjian dengan emiten, yang dibuat

juga Gwenn H. Wycoff, "What is a common Law Trust/", hlm. 1., http://www. socal. com. print/574.html, 30 Juni 2007.


(22)

sebelum penerbitan obligasi (sebelum penawaran obligasi dilaksanakan). Perjanjian yang dibuat tersebut dinamakan dengan perjanjian perwaliamanatan (Trusts Indenture Agreement). Meskipun perjanjian ini dibuat antara emiten dengan wali amanat, tetapi perjanjian ini mengikat para pemegang obligasi, yang tidak turut serta dalam pembuatan perjanjian tersebut.

F. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam rangka penulisan skipsi ini adalah dengan melakukan penelitian hukum yang mengacu kepada norma-norma hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain digunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian dengan hanya menggunakan data-data sekunder. Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.10

Dalam hal ini dilakukan studi kepustakaan yang segala sesuatunya berkaitan dengan hukum pasar modal obligasi dan wali amanat dalam penerbitan obligasi. Berhubung karena metode penelitian adalah penelitian hukum normatif maka data-data yang dipergunakan adalah data-data berupa bahan hukum yang menyangkut wali amanat terkait penerbitan obligasi di pasar modal seperti:

1. bahan hukum primer yaitu: bahan-bahan hukum atau dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang khususnya yang

10 Johnny Ibrahm, Teori Metode dan Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia


(23)

berkaitan dengan masalah pasar modal secara umum,obligasi pasar modal dan wali amanat di pasar modal

2. bahan hukum sekunder yaitu: yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku ,hasil seminar, jurnal hukum, karya ilmiah, artikel majalah maupun koran serta artikel-artikel yang didapat di internet

3. bahan hukum tersier yaitu: semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus-kamus atau ensiklopedia,dan lain-lain.

G. Sistematika Penulisan

Untuk dapat menguraikan skripsi ini, penulis telah membuat sistematika dengan mengadakan pembagian materinya atas lima bab dan tiap-tiap bab dibagi lagi atas bagian-bagian yang lebih kecil (sub-sub bab) sehingga mencerminkan keutuhan materi skripsi ini, dengan gambaran sebagai berikut:

Bab I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, perumusan masalah,tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan itu sendiri.

Bab II : Di dalam bab ini akan dibahas mengenai prosedur penerbitan obligasi di pasar modal antara lain memuat pengertian obligasi, jenis-jenis obligasi, prosedur penerbitan obligasi, pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan obligasi.


(24)

Bab III : Di dalam bab ini akan dibahas tentang kedudukan waliamanat terkait penerbitan obligasi di pasar modal antara lain memuat terminologi dan pengaturan wali amanat, kedudukan wali amanat, pihak pihak yang berhak menjadi wali amanat terkait penerbitan obligasi di pasar modal. Bab IV : Di dalam bab ini akan dibahas tentang peran dan tanggungjawab wali

amanat terkait dalam penerbitan obligasi di pasar modal antara lain memuat perjanjian perwaliamanatan, peran wali amanat dan batas-batas tanggungjawab wali amanat dalam penerbitan obligasi di pasar modal.

Bab V : Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini yang akan memuat kesimpulan dan saran-saran.


(25)

BAB II

PENERBITAN OBLIGASI

A. Pengertian, Jenis dan Karakteristik Obligasi 1. Pengertian Obligasi

Perkataan obligasi berasal dari bahasa Belanda “Obligatie” yang secara harafiah berarti utang atau kewajiban.11 Selain itu, Obligasi masih dalam bahasa Belanda dapat berarti pula suatu surat hutang (schuldbrief).12 Dalam pengertian surat hutang ini, Obligasi dalam terminologi hukum Belanda kerap disebut pula dengan istilah “Obligatie lening”, yaitu yang berarti secarik bukti pinjaman yang dikeluarkan oleh suatu perseroan atau badan hokum lain yang dapat diperdagangkan dengan cara menyerahkan surat tersebut.13

Dalam bahasa Inggris, obligasi disebut dengan istilah “bond”. Dalam dictionary of Accounting,14 bond diartikan sebagai “a written contract evidencing a long term, interest-bearing loan”. Sedangkan dalam Law Dictionary,15 bond diartikan sebagai evidence of debt. Selain itu, dalam kamus yang sama bond dapat berarti pula “obligation of a state, its subdivision, or a private corporation, represented by certificate for principal and detachable coupons for current interest; includes all interest-bearing obligations of persons, firms or

11 Van wely, Dr. F. P. H. Prick, Kramer’s Woordenboek: Engels, Van Goor Xonen, Den

Haag, 1964.)

12 Lihat misalnya, dalam Victor Lebesque, Juristen Taal : Een juridisch Woordenboek,

Academie Service Economie and Bedrijfskunde, Nederland, cp. 1991, hlm. 189. 13

De Groot. Mr. H., -prof.mr. P. A. Stein, Grondtrekken van het Handelsrecht, W.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle, 1978, hlm. 98. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa Obligasi merupakan suatu, “…stukken verdeelde geldlening aangegan door vennotschap of een andere rechtpersoon

ter zake waarvan verhendelbare papieren plegen te worden uitgegeven”.

14 Esters, Ralph, Dictionary of Accounting, MIT Press, Massachuessets, USA.


(26)

corporation”. Kedua pengertian bond di atas adalah sesuai dengan apa yang disebut dan dimaksud oleh kita sebagai obligasi. Di Negara-negara Anglo-Amerika bond termasuk dalam pengertian securities yang kurang lebih pengertiannya sama dengan effecten atau efek sebagaimana yang disebutkan di muka.

Namun demikian hendaknya kita tidak terkecoh dengan istilah bond, sebab dalam bahasa Inggris bond tidak selalu berarti obligasi seperti yang dimaksudkan di atas, tetapi dapat pula berarti “a cash or property deposit made to guarantee performance”.16 Jadi bond disini bukanlah berarti suatu surat hutang lagi melainkan suatu “written instrument with sureties” yang dimaksudkan untuk “guaranteeing faithful performance of acts or duties”. Bond dalam pengertian yang terakhir ini misalnya ialah performance bond atau surety bond yang biasa digunakan sebagai jaminan atas pelaksanaan suatu pekerjaan seperti pekerjaan pemborongan. Bond dalam pengertian ini termasuk dalam pengertian securities atau efek.

Dalam skripsi ini yang akan dibahas hanyalah mengenai obligasi dalam pengertian bond sebagai surat hutang (obligatie lening). Dalam skripsi ini kita tidak akan membicarakan bond dalam pengertian kedua (dalam pengertian jaminan), melainkan bond dalam pengertian pertama yaitu sebagai evidence of debt dan lebih terutama lagi bond yang diterbitkan melalui dan diperdagangkan di pasar modal Indonesia.


(27)

Undang-undang Pasar Modal yang baru tidak memberikan definisi mengenai obligasi, tetapi pengertian obligasi dapat kita temukan pada peraturan perundang-undangan lain yaitu yang menyatakan sebagai berikut:17

“Obligasi ialah hutang emiten yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lain serta pelunasan pokok pinjaman dilakukan pada tanggal jatuh tempo, sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sejak tanggal emisi”. Dari definisi tersebut di atas, kita dapat mengetahui unsur-unsur pokok obligasi. Unsur-unsur obligasi tersebut ialah sebagai berikut :

a) Obligasi ialah bukti hutang

Obligasi pada dasarnya merupakan bukti hutang dari penerbitnya. Dalam terminologi hukum perdata kata “hutang” diartikan sebagai suatu kewajiban untuk melakukan prestasi kepada orang lain. Hutang dalam pengertian hokum perdata adalah timbul karena suatu perikatan.(Perikatan ini dapat lahir karena Undang-undang maupun karena diperjanjikan.) Jadi pengertian hutang disini adalah sangat umum, karena hutang ini dapat timbul dari perikatan apa saja. Sedangkan hutang dalam obligasi ini yang dimaksud disini ialah pengertian hutang dalam arti sempit, yaitu hutang yang timbul karena perikatan pinjaman uang (gelschuld), tidak dari perikatan yang alin. Secara lebih tegas, hutang dalam definisi di atas harus diartikan sebagai hutang sejumlah uang.

17

Peraturan yang dimaksud tersebut ialah Keputusan Menteri Keuangan Republik Inonesia No. 1548/KMK.013/1990 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1199/KMK.010/1991 (kedua surat keputusan ini selanjutnya disebut “Keputusan Menkeu No. 1548”). Definisi obligasi diatur dalam Pasal 1 butir 34 keputusan tersebut. Kedua keputusan ini sampai sekarang masih berlaku dan dalam praktek menjadi dasar bagi penerbitan obligasi.


(28)

Obligasi sebagai “bukti” dapat dilihat dari dua segi. Dari segi pemegangnya, obligasi merupakan bukti hak, yaitu hak dari pemegang obligasi untuk memperoleh prestasi dari penerbitnya. Dalam hal ini, obligasi merupakan bukti adanya hak dari pemegangnya kepada penerbitnya. Dari segi penerbitnya, obligasi merupakan bukti adanya pengakuan hutang dari penerbitnya kepada pemegangnya.

b) Berisi janji-janji

Sebagaiman dikatakan di muka, obligasi merupakan bukti dari adanya kewajiban berprestasi dari penerbitnya. Adanya kewajibamn melakukan suatu prestasi menunjukkan bahwa di dalam obligasi tersebut ada suatu perikatan. Oleh karena itu maka dalam obligasi terkandung suatu janji, yaitu janji dari penerbitnya kepada pemegnag obligasi sebagai akibat dari adanya perikatan dan kewajiban berprestasi itu. Dari definisi, kita mengetahui bahwa janji tersebut harus terkandung dalam setiap sertifikat olbigasi. Maksudnya janji tersebut harus selalu terdapat dalam setiap obligasi. Hal ini dimaksudkan agar setiap pemegang obligasi mengetahui haknya tersebut. Janji yang terkandung obligasi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu janji pokok dan janji tambahan. Janji pokok ialah janji yang ada dan termuat dalam obligasi tersebut. Sedangkan janji tambahan adalah janji yang boleh ada disamping janji pokok, bergantung dari perjanjian penerbitan obligasi tersebut. Janji pokok yang harus termuat dalam obligasi ialah janji pelunasan pada saat jatuh tempo. Dari definisi, kita dapat melihat dengan jelas bahwa pada prinsipnya kewajiban penerbit


(29)

untuk melunasi hutang obligasi hanya timbul pada saat obligasi tersebut jatuh tempo.

Dari definisi di atas terlihat pula bahwa dalam obligasi di Indonesia, kewajiban pembayaran bunga juga termasuk merupakan kewajiban pokok dan karenanya harus selalu ada. Padahal, sebagaimana yang akan kita lihat nanti secara teoritis penerbit olbigasi bias saja tidak memberikan bunga, tetapi memberikan suatu imbalan yang lain, misalnya pembagian sebagian hasil atau keuntungan dari penggunaan dana hasil penerbitan olbigasi (index revenue bond atau profit-sharing bond). Jadi sebenarnya unsure bunga dalam obligasi bukan merupakan hal yang pokok. Mengenai janji-janji penerbit obligasi ini akan dibahas lebih lanjut dalan bab tentang Perjanjian Perwaliamanatan (trust agreement) antara emiten dan wali amanat.

c. Jangka Waktu

Jangka waktu merupakan unsure yang esensial. Unsure jangka waktu ini dapat menentukan apakah suatu surat hutang dapat disebut obligasi atau tidak. Menurut definisi suatu surat hutang dapat disebut sebagai obligasi apabila berjangka waktu jatuh tempo paling sedikit tiga tahun. Sehingga apabila ada suatu surat hutang berjangka waktu kurang dari tiga tahun, surat hutang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai obligasi, meskipun syarat-syarat lain sebagaimana halnya suatu obligasi terpenuhi. Pembedaan ini penting, karena dalam pasar modal Indonesia dikenal suatu jenis efek yang mirip dengan obligasi. Hanya saja efek tersebut tidak dapat


(30)

dikatakan obligasi, karena unsure jangka waktu tempo atas penerbitannya sebagaimana yang ditentukan dalam definisi tersebut tidak terpenuhi. Efek tersebut dikenal dengan nama ‘Sekuritas kredit’.18 Selain itu, dalam dunia bisnis dikenal pula surat hutang yan lain yang mirip obligasi, tetapi jangka waktunya lebih pendek lagi, yaitu yang disebut sebagai ‘commercial paper’.

Perikatan Dasar Obligasi

Telah disebutkan di atas bahwa obligasi pada prinsipnya adalah bukti atas suatu prestasi dari penerbit kepada pemegangnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa antara penerbit dan pemegang obligasi terdapat suatu perikatan. Sehingga pada pihak penerbit timbul suatu kewajiban untuk melakukan suatu prestasi. Dalam hal ini timbul pertanyaan, apakah perikatan antara penerbit dan pemegang obligasi ?

Dari uraian di atas, disinggung bahwa suatu hutang (schuld) atau suatu prestasi dapat ditimbulkan dari perikatan apa saja. Penjual mempunyai kewajiban berprestasi untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli. Demikian pula si peminjam uang mempunyai kewajiban berprestasi untuk mengembalikan jumlah yang dipinjamnya kepada si kreditur. Disini terlihat bahwa hutang dalam pengertian hokum sangat luas.19

18 Pasal 1 angka 73 Keputusan Menteri Keuangan No. 1548.

19

Sofwan, Soedewi Masjhoen, Prof. S. H., dalam Hukum Perhutangan Bagian A, Penerbit Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1984, bahkan mengartikan istilah hutang secara lebih luas lagi, yaitu suatu verbintenisseit.


(31)

Wirjono Prodjodikoro menyebutkan bahwa obligasi merupakan “tanda bahwa seorang turut serta dalam meminjamkan uang kepada perseroan bersama-sama lain-lain orang secara menerima tanda piutang dari perseroan”.20 Dari pendapat Wirjono ini kita dapat melihat bahwa hubungan antara penerbit dan pemegang obligasi adalah pinjam-meminjam uang. Penerbit meminjam uang kepada pemegang obligasi sehingga timbul kewajiban dari penerbit untuk mengembalikan uang yang dipinjamnya kepada pemegang obligasi. Atas kewajiban atau prestasinya tersebut, penerbit menerbitkan sepucuk surat-yang disebut surat olbigasi-sebagai bukti atas prestasi yang wajib dilakukannya. Sedangkan De Groot dan P.A. Stein mengatakan bahwa obligasi merupakan tanda bukti yang membuktikan peminjaman uang (geldlening) dari pemegangnya kepada penerbitnya.

Sebagai konsekuensi dari konstruksi bahwa perikatan penerbit dan pemegang obligasi adalah perikatan pinjam-meminjam uang, maka pemegang obligasi merupakan kreditur atas sejumlah uang yang dipinjamkannya kepada penerbit. Sedangkan penerbit merupakan debitur atas sejumlah uang yang dipinjamkannya kepada pemegang obligasi.

2. Jenis-jenis Obligasi

Ada beberapa macam obligasi yang dikenal dalam kehidupan pasar modal. Semua jenis obligasi tersebut pada dasarnya mempunyai sifat yang sama, yaitu sebagai suatu surat hutang. Hanya saja dalam perkembangan pasar modal, obligasi

20 Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perkumpulan, Perseroan dan Koperasi, Pradnya


(32)

tidak hanya semata-mata bersifat suatu surat hutang murni, tetapi dimodifikasi sedemikian rupa sehingga pemegang obligasi tidak saja memiliki hak atas pelunasan hutang pokok obligasi, tetapi juga memiliki hak-hak lain yang diberikan melalui perjanjian penerbitannnya.

Secara garis besar pada dasarnya ada dua kelompok obligasi. Pertama ialah apa yang disebut sebagai “plain ‘vanilla’ bonds” yaitu obligasi yang murni bersifat ‘hutang’. Sedangkan yang lain ialah apa yang disebut sebagai “equity-like bonds” atau obligasi yang menyerupai ekuitas atau penyertaan modal.21 Tujuan dari pembentukan derivative-derivatif obligasi ini tidak lain adalah agar para pemodal lebih tertarik untuk menginvestasikan dananya pada obligasi yang berbagai jenis tersebut, karena disamping sebagai kreditur dari penerbitnya maka pemegang equity-like bond juga diberi hak untuk berpartisipasi dalam modal penerbitnya. Pada selanjutnya akan dilakukan pengelompokan obligasi ke dalam beberapa kelompok. Tujuan dari pengelompokan tersebut adalah sebagai dasar pegangan untuk memudahkan pengenalan jenis-jenis obligasi tersebut.

1. Obligasi yang bersifat hutang Murni (Plain “Vanilla” Bonds)

Obligasi yang bersifat hutang murni ini dapat dikelompokan lagi menjadi beberapa sub kelompok, yaitu :

1.1.Berdasar Penerbitnya

Berdasarkan penerbit atau pihak yang mengeluarkannya (emiten), obligasi dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu :

21 Saban, Hairini, Corporate Debt Securitization : Regulation and Documentation,


(33)

a. Obligasi perusahaan (Corporate Bond). Obligasi perusahaan merupakan obligasi yang diterbitkan oleh suatu perusahaan atau badan hukum. Dalam Black’s Law Dictionary, Corporate Bond ini didefinisikan sebagai “a written promise by a corporation under seal to pay a fixed sum of money at some future time named, with stated interest payable at some fixed time or intervals, given in return form money or its equivalent received by the corporation, sometimes secured and sometimes not”. Corporate Bond ini biasanya diterbitkan untuk jangka panjang. Obligasi jenis ini ada yang dijamin dengan kekayaan tertentu perusahaan penerbitnya dan ada yang tidak dijamin dengan kekayaan tertentu, tetapi hanya dengan kekayaan penerbitnya secara umum. Obligasi jenis corporate bond ini biasanya menawarkan bunga yang cukup tinggi. Obligasi ini yang paling banyak diterbitkan di Indonesia, baik oleh perusahaan swasta nasional, joint venture maupun badan usaha pemerintah (persero).

b. Obligasi pemerintah (Government Bond). Obligasi ini merupakan obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah. Obligasi jenis ini biasanya diterbitkan oleh pemerintah pusat dalam rangka pembiayaan pembangunan dan biasanya pula berjangka panjang yaitu 10 sampai 20 tahun. Obligasi ini biasanya tidak dijamin dengan kekayaan tertentu. Namun demikian, dari segi keamanannya termasuk dalam kelompok “highest quality bond”, sebab penerbitnya adalah pemerintah. Tetapi Government bond ini biasanya memberikan keuntungan yang sangat kecil. Beberapa waktu yang lalu gencar diperdebatkan mengenai perlu tidaknya pemerintah Indonesia mengeluarkan government bond sebagai alternative pendanaan pembangunan sehubungan dengan hutang-huitang luar negerinya yang


(34)

sudah mendekati angka-angka psikologis. Di luar negeri, banyak pemerintah Negara lain yang sudah menerbitkan obligasi untuk membiayai pembangunan. Salah satu pemerintah yang pernah menerbitkan government bond ini misalnya ialah pemerintah Amerika Serikat yang menerbitkan government bond yang dikenal dengan nama treasury bond.

c. Municipal Bond. Obligasi ini pada dasarnya sama dengan government bond. Hanya saja, obligasi ini diterbitkan oleh pemerintah daerah (local government) atau pemerintah Negara bagian.

1.2.Berdasarkan jangka waktu

Berdasarkan jangka waktu penerbitannya, obligasi dibagi menjadi :

a. Obligasi Jangka Panjang (Long-term Bond). Obligasi ini merupakan obligasi yang jangka waktu temponya lama. Yang dimaksud dengan jangka panjang ini yaitu lebih dari satu periode akuntasi yang biasanya satu tahun.

b. Obligasi Jangka Pendek (Shor-term Bond). Obligasi jangka pendek merupakan obligasi yang jangka waktunya maksimal satu periode tahun pembukuan.

1.3.Berdasarkan penghitungan bunga obligasi

Obligasi biasanya memberikan keuntungan atau pendapatan bagi pemegangnya yang berupa bunga (interest). Dari segi penghitungan pendapatan yang diperoleh dari bunga obligasi ini, jenis obligasi dapat dibagi menjadi :

a. Obligasi dengan Bunga Tetap (Fiexed-rate Bond). Obligasi dengan bunga tetap merupakan obligasi yang memberikan bunga yang bersifat tetap selam jangka


(35)

waktu obligasi tersebut. Misalnya sebuah obligasi diterbitkan untuk jangka waktu 5 (lima tahun) dengan tingkat bunga 18% pertahun, ini berarti setiap tahun, mulai dari tahun pertama sampai tahun kelima, bunga atas obligasi tersebut adalah tetap, yaitu 18% pertahun.

b. Obligasi dengan Bunga Mengambang (Floating-rate Bond). Obligasi ini merupakan obloigasi yang perhitungan bunganya ditentukan dengan cara tertentu yang berubah-ubah (karena itu dikatakan mengambang atau floating). Biasanya ada beberapa cara yang digunakan untuk menentukan tingkat bunga mengambang ini. Misalnya ialah dengan m,engkaitkannya dengan suku bunga rata-rata deposito jangka waktu tertentu dibank-bank tertentu, atau rata-rata bunga antar bank dalam suatu jangka waktu tertentu atau dengan cara mengkaitkannya dengan tingkat penghasilan pihak yang menerbitkan obligasi tersebut pada suatu periode tertentu. Obligasi jenis yang terakhir ini lazim disebut dengan istilah revenue index bond. c. Obligasi Tanpa Bunga (Zero Coupon Bond). Obligasi jenis ini tidak memberikan bunga kepada pemegangnya. Sebagai gantinya biasanya pada saat penerbitan, pembeli obligasi diberikan suatu diskon. Pemegangnya pada saat membeli obligasi akan membayar dengan harga tertentu yang lebih rendah dari nilai nominal obligasi yang bersangkutan dan pada saat jatuh tempo, penerbitnya akan membayar sejumlah penubh nilai nominal obligasi. Sehingga pemegang obligasi tetap akan mendapatkan keuntungan meskipun tidak mendapatkan bunga.


(36)

1.4.Berdasarkan jaminan atau kolateral

Ditinjau dari segi jaminannya atau kolateralnya dikenal jenis-jenis obligasi sebagai berikut :

a. Obligasi Dengan Jaminan Tertentu (Secured Bond). Obligasi ini merupakan obligasi yang dijamin dengan kekayaan tertentu dari penerbitnya atau dengan jaminan lain dari pihak ketiga. Dalam kelompok ini termasuk di dalamnya adalah :- Guaranteed Bond (Obligasi Dengan Penanggungan), yaitu obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin dengan penanggungan atau borgtocht dari pihak ketiga. Perusahaan-perusahaan kecil yang belum dikenal atau tidak mempunyai harta yang mencukupi biasanya sulit untuk menerbitkan obligasi. Seringkali perusahaan ini berafiliasi atau merupakan anak perusahaan (subsidiary) dari perusahaan yang besar (parent company). Perusahaan besar inilah biasanya memberikan jaminan perusahaan (corporate guarantee) terhadap pelunasan hutang pokok dan bunganya atas obligasi tersebut. Dengan demikian apabila perusahaan penerbit obligasi tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar hutang pokok maupun bunganya, maka perusahaan penanggunglah yang akan memenuhi kewajibannya. Di Indonesia penangungan ini biasanya dilakukan dalam hal suatu perusahaan yang sudah menerbitkan obligasi hendak menerbitkan obligasi lagi (obligasi yang kedua). Penanggungan biasanya dilakukan oleh bank. - Mortgage Bond yaitu obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin dengan agunan hipotik atas property atau harta tetap. Atas harta tetap yang dijadikan jaminan ini biasanya dipasang hipotik atau dalam bahasa Inggris disebut mortgage. Nilai agunan yang diberikan biasanya diisyaratkan melebihi jumlah


(37)

pokok obligasi yang diterbitkan. Apabila penerbit obligasi tidak memenuhi kewajibannya, maka pemegang obligasi dapat mengeksekusi agunan tersebut dengan jalan melelangnya dan hasil penjualannya digunakan untuk melunasi kewajiban penerbit kepada pemegangnya.

Dalam klasifikasi mortgage bond ni dikenal mortgage bond yang terbuka (open-end) dan mortgage bond yang tertutup (closed-(open-end). Mortgage bond yang bersifat terbuka memberi peluang kepada penerbit obligasi untuk menerbitkan obligasi berikutnya dengan jaminan harta tetap/property yang tadinya dijadikan agunan bagi mortgage bond terdahulu. Kedudukan antara pemegang obligasi terdahulu dan berikutnya adalah sama terhadap jaminan tersebut. Artinya apabila penerbit wanprestasi, maka pemegnag obligasi pertama maupun berikutnya mem[eroleh bagian yang proporsional sesuai dengan besar kecilnya nilai obligasi yang dimiliki oleh masing-masing pemilik.

Sedangkan untuk obligasi yang bersifat tertutup (closed-end) agunan yang ada dapat digunakan sebagai agunan untuk obligasi selanjutnya tetapi pemegang obligasi terdahulu mempunyai kedudukan yang lebih senior dari pemegang obligasi yag diterbitkan berikutnya. Dengan demikian pemegang obligasi pertama harus mendapatkan prioritas untuk pelunasan dari harta yang dijaminkan dan jika sudah terbayar sepenuhnya baru beralih kepada pemegang obligasi kedua dan begitu seterusnya. Cara ini sama dengan pinjaman yang dijamin dengan hipotik. Pemegang hipotik pertama memperoleh pelunasan terlebih dahulu dari hasil pelelangan jaminan dan setelah mendapatkan pelunasan sepenuhnya, baru sisanya dibagikan kepada pemegang hipotik kedua, apabila ada. Sehingga jika benda


(38)

jaminan tidak mencukupi, maka pemegang hipotik pertama saja yang mendapatkan pembayaran. Obligasi jenis ini adalah paling menjamin kepentingan pemegang obligasi yang memegang hipotik pertama. Obligasi di Indonesia umumnya dijamin dengan hipotik disamping gadai, fiducia dan penanggungan (borgtocht).

- Collateral Trust Bond yaitu obligasi yang dijamin dengan efek yang dimiliki penerbit dalam portofolionya. Dalam hal ini penerbit dapat mengagunkan saham-saham anak perusahaan yang dimilikinya.

- Equipment Trust Bond yaitu obligasi yang dijamin dengan agunan berupa equipments (peralatan) yang dimiliki oleh penerbit dan dipergunakan untuk usahanya sehari-hari, misalnya pesawat untuk perusahaan penerbangan atau mesin-mesin untuk perusahaan industri. Di Indonesia obligasi yang dijamin dengan fidusia atau barang bergerak termasuk obligasi dalam jenis ini.

b. Obligasi Tanpa Jaminan (Unsecured Bond). Obligasi ini merupakan suatu jenis obligasi yang tidak dijamin dengan kekayaan tertentu tetapi dijamin dengan kekayaan penerbitnya berdasarkan titel umum atau dengan “earning power” penerbitnya. Dalam Law Dictionary,22 obligasi tanpa jaminan ini disebut sebagai debenture yaitu “a bond or long term loan not separately backed or secured by specific assets”. Dalam Dictionary of Accounting23 dikatakan bahwa “debenture are sometimes inappropriately described as ‘unsecured’, but they are actually secured by the total unmortgage resources and the potential earning power of the borrowing company”. Jadi, obligasi ini sebenarnya tidak berarti sama sekali tanpa

22 Giffis, Steven H., Op. Cit. 23Esters, Ralph, Op. Cit.


(39)

jaminan, teta[pi merupakan obligasi yang tidak dijamin dengan kekayaan tertentu, sebab pada prinsipnya setiap hutang penerbit dijamin dengan seluruh kekayaan penerbit.

Dalam konteks di Indonesia obligasi jenis ini berkaitan dengan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata mengenai jaminan umum. Dalam Pasal 1131 KUH Perdata berlaku asas bahwa “segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”. Sehingga jika penerbit obligasi adalah perusahaan yang memiliki banyak kekayaan maka dengan sendirinya jaminan terhadap pelunasan obligasi ini menjadi semakin baik. Hanya saja dalam kepailitan atau wanprestasi dari penerbit obligasi, pemegang obligasi akan merupakan kreditur yang konkuren dengan para kreditur lainnya. Obligasi jenis ini sampai saat ini sepanjang pengetahuan penulis belum diperbolehkan diterbitkan melalui penawaran umum di pasar modal Indonesia.

1.5.Berdasarkan cara peralihan

Ditinjau dari cara peralihannya obligasi dapat dibedakan menjadi :

a. Obligasi Atas Unjuk (Bearer Bond/Aan Toonder Obligatie). Obligasi ini merupakan obligasi yang tidak mencantumkan nama pemegangnya di dalam surat obligasi yang bersangkutan. Siapa yang memegang obligasi saat itu maka dialah yang dianggap sebagai pemiliknya dan dengan penunjukan sertifikat obligasi ini pada saat jatuh tempo sipemegangnya mendapatkan hak atas pelunasan pokok


(40)

maupun bunganya.(Mengenai sifat dari obligasi atas unjuk ini lebih lanjut lihat ketentuan Pasal 1977 tentang benda bergerak pada umumnya.)

Obligasi atas unjuk ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut : - nama pemilik tidak tercantum pada sertifikat obligasi;

- setiap sertifikat obligasi disertai dengan kupon bunga yang dapat dilepaskan dan diserahkan kepada penerbit atau agen pembayarannya setiap waktu jika bunga jatuh waktu untuk mendapatkan pembayaran;

- sangat mudah untuk dialihkan; berdasarkan Pasal 612 KUH Perdata peralihan obligasi atas unjuk ini cukup dialihkan dengan cara penyerahan sertifikat obligasinya saja;

- kertas sertifikat obligasi dibuat dari bahan yang berkualitas tinggi seperti halnya kertas untuk pembuat uang;

- bunga dan pokok obligasi hanya dibayarkan kepada orang yang dapat menunjukkan kupon bunga dan sertifikat obligasi;

- kupon bunga dan sertifikat obligasi yang rusak dapat diminta penggantian; - kupon bunga dan sertifikat obligasi yang hilang tidak dapat diminta penggantian. b. Obligasi Atas Nama (Registered Bond/Op Naam Obligatie) yaitu obligasi yang mencantumkan nama pemegangnya pada sertifikat obligasi yang bersangkutan. Obligasi atas nama ini dapat dibedakan menjadi :

- obligasi atas nama untuk pokok pinjaman; pada obligasi ini nama pemilik tercantum dalam sertifikat obligasi dan kupon bunga diletakkan padanya.


(41)

- obligasi atas nama untuk bunga; pada obligasi ini nama pemilik tidak tercantum dalam sertifikat obligasi, tetapi nama dan alamat pemilik dicatat di perusahaan penerbit untuk memudahkan dalam pengiriman bunga.

- obligasi atas nama untuk pokok pinjaman dan bunga; pada obligasi ini nama pemilik tercantum dalam sertifikat obligasi akan tetapi tidak pada kupon bunga. Pembayaran pokok dan bunga langsung disampaikan kepada pemilik yang namanya tercantum di perusahaan penerbit.

Peralihan obligasi atas nama ini menurut Pasal 613 KUH Perdata harus dilakukan dengan suatu akta baik otentik maupun di bawah tangan. Dengan akta ini hak-hak atas obligasi atas nama tersebut dilimpahkan kepada pihak lain. Penyerahan tersebut baru menimbulkan akibat hukum bagi penerbit obligasi setelah peralihan tersebut diberitahukan kepada penerbit atau secara tertulis disetujui dan diakui oleh penerbit obligasi.

2. Equity-Like Bonds

Equity like bonds merupakan obligasi yang tidak murni atau semata-mata surat hutang. Maksudnya ialah di samping sebagai suatu surat hutang, obligasi jenis ini suatu saat atas kehendak pemegangnya atau dengan syarat-syarat tertentu dapat ditukar menjadi penyertaan (ekuitas) pada emiten yang menerbitkan obligasi tersebut. Obligasi jenis ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa kelompok yaitu : 2.1. Obligasi konversi (convertible bond)

Obligasi konversi (convertible bond) merupakan suatu jenis obligasi yang disamping memberikan bunga juga memberikan hak opsi kepada pemegangnya


(42)

untuk menukar pokok pinjaman obligasi dengan saham atau equity dari emiten atau perusahaan penerbitnya dengan harga tertentu (rasio konversi tertentu) dan pada saat tertentu.

2.2. Stripped bond

Stripped bond pada dasarnya sama dengan obligasi konversi, yaitu merupakan obligasi yang pemegangnya diberi hak opsi untuk mengkonversikan pinjaman obligasi menjadi saham atau equity dari emitennya. Hanya saja bedanya dalam obligasi jenis ini hak opsi tersebut dapat dilepas dari obligasi pokoknya dan pemegang obligasi dapat memperdagangkan hak opsi tersebut secara terpisah atau sendiri.24 Dikatakan bahwa stripped bond merupakan obligasi yang “allow the holder to trade the option to convert the bond into equity separately as a detachable warrant”.

3. Karakteristik Obligasi

Secara umum obligasi merupakan produk pengembangan dari surat utang jangka panjang. Prinsip utang jangka panjang dapat dicerminkan dari karakteristik atau struktur yang melekat pada sebuah obligasi. Pihak penerbit obligasi pada dasarnya melakukan pinjaman kepada pembeli obligasi yang diterbitkannya. Pendapatan yang didapatkan oleh investor obligasi tersebut berbentuk tingkat suku bunga atau kupon. Selain aturan tersebut telah diatur pula perjanjian untuk melindungan kepentingan penerbit dan kepentingan investor obligasi tersebut.


(43)

Adapun karakteristik umum obligasi yang tercantum pada sebuah obligasi hampir mirip dengan karakteristik pinjaman utang pada umumnya yang meliputi: a. Nilai penerbitan obligasi (jumlah pinjaman dana)

Dalam penerbitan obligasi maka pihak emiten akan dengan jelas menyatakan beberapa jumlah dana yang dibutuhkan melalui penjualan obligasi. Istilah yang ada yaitu dikenal dengan “jumlah emisi obligasi”. Apabila perusahaan membutuhkan dana Rp 400,-milyar maka dengan jumlah yang sama akan diterbitkan obligasi senilai dana tersebut. Penentuan besar kecilnya jumlah penerbitan obligasi berdasarkan kemampuan aliran kas perusahaan serta kinerja bisnisnya.

b. Jangka waktu obligasi

Setiap obligasi mempunyai jangka waktu jatuh tempo (maturity). Masa jatuh tempo obligasi kebanyakan berjangka waktu 5 tahun.Untuk obligasi pemerintah bisa berjangka waktu lebih dari 5 sampai 10 tahun. Semakin pendek jangka waktu obligasi maka akan semakin diminati oleh investor karena dianggap risikonya semakin kecil. Pada saat jatuh tempo pihak penerbit obligasi berkewajiban melunasi pembayaran pokok obligasi tersebut.

c. Tingkat suku bunga

Untuk menarik investor membeli obligasi tersebut maka diberikan insentif berbentuk tingkat suku bunga yang menarik misalnya 17%,18% pertahunnya. Penentuan tingkat suku bunga perbankan pada umumnya.Istilah tingkat suku bunga obligasi biasanya dikenal dengan nama kupon obligasi. Jenis kupon berbentuk fixed rate dan variable rate untuk alternatif pilihan bagi investor.


(44)

d. Jadwal pembayaran suku bunga

Kewajiban pembayaran kupon (tingkat suku bunga obligasi) dilakukan secara periodik sesuai kesepakatan sebelumnya,bisa dilakukan triwulan atau semesteran. Ketepatan waktu pembayaran kopun merupakan aspek penting dalam menjaga reputasi penerbit obligasi.

e. Jaminan

Obligasi yang memberikan jaminan berbentuk aset perusahaan akan lebih mempunyai daya tarik bagi calon pembeli obligasi tersebut. Di dalamnya penerbitan obligasi sendiri kewajiban penyediaan jaminan tidak harus mutlak. Apabila memberikan jaminan berbentuk aset perusahaan ataupun tagihan piutang perusahaan dapat menjadi alternatif yang menarik investor.

B. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Penerbitan Obligasi

Dalam melakukan penerbitan suatu obligasi, tidak terlepas dari beberapa pihak yang berperan dalam penerbitan obligasi tersebut, antara lain:

a.Emiten (Issuer)

Emiten merupakan suatu perusahaan yang menjadi aktor utama yang bermaksud menerbitkan suatu obligasi. Pasal 1 Angka 6 UUPM, mendefinisikan Emiten sebagai berikut: “Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum”. Pihak adalah orang perseorangan, perusahaan usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi.25 Yang dapat bertindak menjadi Emiten adalah perusahaan, BUMD, BUMN, pemerintah daerah (misalnya) Pemerintah Daerah


(45)

Tingkat I Sumatera Utara), Negara (misalnya Republik Indonesia), bada-badan internasional (misalny World Bank, IFC), atau badan otonomi khusus (misalnya Badan Otonomi Pulau Batam). Untuk mencari dana dari masayraakat pemodal (investor), maka Emiten menerbitkan dan memperjualbelikan Efek yang bersifat utang (obligasi) di pasar modal. Ada 4 keharusan yang wajib dilakukan Emiten untuk beraktivitas di pasar modal, yaitu:26

1)Keterbukaan informasi

Setiap emiten yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif wajib menyampaikan kepada Bapepam dan mengumumkan ke[ada masyarakat secepat mungkin apabila terjadi suatu peristiwa, informasi, atau fakta material yang mungkin dapat mempeengaruhi nilai Efek perusahaaan atau kepetusan investasi pemodal. Pelaksanaan prinsip keterbukaan dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu: a) Tahap keterbukaan pada saat Emiten melakukan penawaran umum (primary market level).

b) Tahap keterbukaan setelah Emiten mencatat dan memperdagangkan sahamnya di bursa efek (secondary market level), di mana Emiten berkewajiban untuk menyampaikan secraa terus-menerus laporan berkala (continuosly disclosure) kepada Bapepam.

c) Tahap keterbukaan karena terjadi peristiwa penting yang laporannya harus disampaikan secara tepat waktu kepada Bapepam dan bursa Efek (timely disclosure).

26 Nasaruin, Aspek Hukum Pasar Modal di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media), 2004,


(46)

2) Peningkatan likuiditas

Emiten dapat meningkatkan likuiditas Efek di pasar modal melalui penambahan jumlah Efek yang beredar, yang dapat dilakukan melalui penawaran dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD), penerbitan obligasi konversi, dan lain-lain. Dengan meningkatnya transaksi Efek, berarti peningkatan likuiditas Efek di pasar modal.

3)Pemantauan harga Efek

Emiten harus selalu memantau harga efeknya di pasar modal karena harga Efek adalah cerminan dari kinerja dan kondisi suatu perusahaan. Harga Efek yang tinggi berarti kinerja Emiten baik dan sebaliknya harga Efek yang rendah menunjukkan kinerja Emiten yang buruk.

4)Menjaga hubungan baik dengan investor

Untuk meningkatkan kepercayaan pemegang saham ataupun calon investor kepada perusahaan, Emiten perlu terus-menerus membina hubungan baik pemegang saham dan calon investor. Sehingga apabila suatu saat Emiten memerlukan tambahan dana, Emiten tidak mengalami kendala komunikasi, karena hubungan baik telah terbangun melalui komunikasi. Dengan begitu calon investor atau pemegang saham telah mengenal, mengetahui, dan percaya kepada kinerja perusahaan.

b. Penjamin Emisi Efek (Underwriter)

Pasal 1 angka 17 UUPM memberikan definisi sebagai berikut: “Penjamin emisi Efek adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan


(47)

penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang tidak terjual”. Penjamin emisi adalah perusahaan yang menjamin penjualan obligasi. Pada dasarnya penjamin emisi merupakan mediator antara emiten dengan pemodal.

Dalam kegiatan underwriting, dikenal beberapa jenis dan cara penjamin emisi, sebagai berikut:27

1) Kesanggupan penuh (Full commitment under writing)

Full commitment atau sering juga disebut firm commitment underwriting, yaitu suatu perjanjian penjamin emisi efek dimana penjamin emisi mengikat diri untuk menawarkan efek kepada masyarakat dan pembeli sisa efek yang tidak laku terjual. Dari pengertian tersebut berlaku bahwa underwriter berusaha menjual sipasar, kemudian membeli efek yang ternyata tidak laku terjual dengan harga yang sama dengan harga penawaran pada pasar perdana.

2) Kesanggupan terbaik (Best effort commitment)

Dalam komitmen ini, penjamin emisi efek akan berusaha semaksimal mungkin menjual efek-efek emiten. Apabila efek yang belum habis terjual penjamin emisi efek tidak wajib membelinya, dan oleh karena itu mereka hanya membayar semua efek yang berhasil terjual dan mengembalikan sisanya kepada emiten.

3) Kesanggupan siaga (Standby commitment)

Dalam komitmen ini, penjamin emisi efek berusaha menawarkan efek semaksimalnya kepada investor. Kemudian apabila ada sisa yang belum terjual

27 Iskandar Z. Alwi, Pasar Modal Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Yayasan Pancur Siwah),


(48)

sampai batas waktu penawaran yang telah ditetapkan, maka penjamin emisi efek menyanggupi membeli sisa efek tersebut dengan harga tertentu sesuai dengan perjanjian yang besarnya di bawah harga penawaran pada pasar perdana.

4) Kesanggupan semua atau tidak sama sekali (All or none commitement)

Komitmen ini menyatakan bahwa apabila efek yang ditawarkan ternyata sebagian tidak terjual, maka penjualan efek tersebut dibatalakan sama sekali. Artinya, bagian efek yang telah laku dipesan oleh investor akan dibatalkan penjualannya dan semua sisa efek dikembalikan kepada emiten. Dalam konteks ini dikenal istilah komitmen minimum atau maksimum. Apbila penjualan efek telah mencapai batas minimum penjualan yang telah ditentukan, maka penjamin emisi efek dapat meneruskan penawaran sampai batas maksimum penjualan. Akan tetapi, apabila batas waktu tertentu efek yang etrjual belum memenuhi ketentuan jumlah minimum, maka penjualan efek dibatalkan..

Biaya atas pemberian jasa-jasa penjamin emisi efek terdiri atas:28 1) Management fee

Pada dasarnya management fee dibayarkan kepada penjamin pelaksana emisi (managing underwriter).

2) Underwriting fee

Underwriting fee, yaitu pembayaran fee kepada semua penjamin emisi secara proporsional, artinya besar kecilnya fee yang dibayarkan tergantung pada besarnya bagian efek yang dijamin oleh masing-masing underwriter.


(49)

3) Selling fee

Selling fee, yaitu pembayaran fee kepada agen penjual yang ditunjuk (broker atau perusahaan efek) berdasarkan perjanjian agen penjual yang besarnya sesuai dengan jumlah efek yang terjual.

c. Wali Amanat

Wali Amanat merupakan pihak yang ditunjuk oleh Emiten untuk mewakili kepentingan investor (para pemegang obligasi).

d. Penanggung (Guarantor)

Jasa penanggung (guarantor) diperlukan apabila suatu pihak (perusahaan, Negara, pemerintahan daerah) menerbitka obligasi. Tujuannya adalah untuk menjamin pelunasan seluruh pinjaman pokok beserta bunga, apabila ternyata di kemudian hari emiten tidak mampu membayar atau wanprestasi. Biasanya jasa pertanggungan ini dilaksanakan oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank yang mempunyai reputasi sangat baik.29

e. Investor (masyarakat pemodal)

Investor merupakan aktor utama yang berperan di dalam kegiatan pasar modal. Investor sebagi pihak yang menginvestasikan dananya di pasar modal, dengan cara membeli Efek yang bersifat utang (obligasi) maupun efek yang bersifat ekuitas. Investor yang terlibat dalam pasar modal Indonesia adalah

29 Levi Lana, Penerbitan Obligasi dan Pembangunan dengan Obligasi (Tinjauan Aspek Yuridis dan Praktis, (Jurnal Hukum Bisnis Vol. 10), 2002, hlm. 60.


(50)

investor domestik dan asing, perorangan dan institusi yang mempunyai karakteristik masing-masing.30

f. Lembaga Kliring

Lembaga ini berfungsi menyelesaikan semua hak-hak dan kewajiban yang timbul dari transaksi di bursa Efek. Lembaga kliring dapat juga bertindak sebagai agen pembayaran atas transaksi jual beli obligasi. Umumnya yang ditunjuk sebagai lembaga kliring adalah bank. Ia bertugas membayar bunga dan pinjaman pokok atas obligasi, namun keterlibatan hanya setelah obligasi masuk di bursa efek atau di pasar sekunder.31

g. Bursa Efek

Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka (pasal butir 4 UUPM). h. Profesi Penunjang Pasar Modal

Menurut UUPM Bab VIII dan PP No. 45 Tahun 1995 Bab X, profesi penunjang pasar modal memiliki ketentuan sebagai berikut:32

1) Profesi penunjang pasar modal wajib terdaftar di Bapepam.

2) Setiap profesi pasar modal wajib mentaati kode etik dan standar profesi yang ditetapkan asosiasinya masing-masing sepanjang tidak bertentangan dengan UU Pasar Modal dan/atau peraturan pelaksanaannya.

3) Dalam melaksanakan kegiatan usaha di bidang pasar modal profesi penunjang pasar modal wajib memberikan pendapat atau penilai independent.

30 Nasarudin, Aspek Hukum Pasar Modal di Indonesia, Op. Cit., hlm. 165. 31 Lana, Op. Cit., hlm. 62-63.


(51)

Profesi penunjang pasar modal terdiri dari: 1) Akuntan Publik

Akuntan publik merupakan profesi penunjang pasar modal yang berfungsi memeriksa kondisi keuangan emiten serta memberikan pendapatnya tentang kelayakan emiten dalam menerbitkan obligasi.33 Di samping itu , akuntan juga berperan dalam mendorong perusahaan untuk memenuhi prinsip-prinsip good corporate governance, khususnya mengenai keterbukaan dan transparansi.

2) Konsultan Hukum

Konsultan hukum yang ditunjuk oleh emiten berperan sebagai legal drafter and adviser. Dari segi keberpihakan, fungsi konsultan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:34

a) Inhouse lawyer

Sebagai inhouse lawyer, tugas konsultan hukum adalah menyiapkan semua dokumen untuk kepentingan emiten, terutama membantu emiten menyiapkan perjanjian penjaminan emisi, perjanjian perwaliamanatan, perjanjian penanggungan, perjanjian dengan lembaga kliring, perjanjian dengan akuntan publik, dan memberikan nasihat mengenai masalah-masalah hukum sehubungan dengan emisi obligasi. Tugas konsultan hukum sebagai inhouse lawyer ini, dapat mewakili emiten dalam melakukan negosiasi dengan pihak-pihak tertentu, dan berusaha mempertahankan kepentingan emiten dalam berbagai persoalan hokum.

33 Lana, Op. Cit., hlm. 63. 34 Ibid.


(52)

b) Independent lawyer

Sebagai independent lawyer, tugasnya adalah melakukan legal audit, dan memberikan pendapat hokum atas emisi obligasi. Ia harus bersikap netral dan objektif dalam melakukan tugas dan tanggungjawabnya.

3) Penilai

Penilai adalah pihak yang menerbitka dan menandatangani laporan penilai. Laporan penilai adalah penadapat atas nilai wajar aktiva yang disusun berdasarkan pemeriksaan menurut keahlian dari penilai.35

4) Notaris

Dalam rangka meningkatlan fungsi kenotarisan di pasar modal, notaries diharapkan dapat meningkatkan kualitas jasa pelayanannya antara lain dalam proses emisi efek dan penyusunan kontrak-kontrak penting di bidang pasar modal. Tugas pokok notaris adalah;36

a) Membuat berita acara RUPS.

b) Membuat konsep akta perubahan anggaran dasar c) Menyiapkan perjanjian dalam rangka emisi efek. 5) Agen Pembayaran (Paying Agent)

Agen pembayaran bertugas membayar bunga obligasi yang biasanya dilakukan setiap dua kali setahun dan pelunasan pada saat obligasi jatuh tempo.37 6) Agen Penjual (Selling Agent)

35 Alwi, Op. Cit., hlm. 31. 36

Ibid.

37 H. Heru Soepraptomo, Segi-segi Hukum Obligasi, (Jurnal Hukum Bisnis Vol. 23 No.

1), 2004, hlm. 52., mengutip Mr. N. E. Algra, et. Al., Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae (Jakarta: Binacipta), 1983.


(53)

Agen ini umumnya dilakukan oleh perusahaan efek dengan tugas;38 a) Melayani investor yang akan memesan saham;

b) Melaksanakan pengembalian uang pesanan (refund) kepada investor; c) Menyerahkan sertifikat efek kepada pemesan (investor)

C. Penerbitan Obligasi dalam Pasar Modal

Sebagaimana dikemukakan, pembicaraan penulis tentang obligasi hanya terbatas pada obligasi yang diterbitkan dalam rangka penawaran umum (public offering) melalui pasar modal Indonesia.

Pembatasan ini dibuat, sebab ada juga obligasi yang tidak ditawarkan kepada umum dan tidak diperdagangkan di bursa. Obligasi ini biasanya dikeluarkan melalui apa yang disebut dengan “private placement” atau penempatan terbatas yang dilakukan melalui suatu private offering atau penawaran terbatas. Penawaran terbatas merupakan penawaran suatu surat berharga (biasanya hanya berupa surat-surat hutang) yang dilakukan tidak kepada public, tetapi kepada pihak-pihak tertentu secara terbatas.39 Suatu penawaran efek dikatakan sebagai penawaran terbatas apabila jumlah kepada efek yang ditawarkan dan jumlah pihak kepada siapa efek tersebut ditawarkan tidak memenuhi ketentuan yang diharuskan oleh ketentuan tentang penawaran umum.

Menerbitkan obligasi atau dikenal dengan istilah emisi obligasi berarti menjual atau menawarkan kepada masyarakat obligasi yang bersangkutan. Untuk dapat melakukan penawaran obligasi melaului pasar modal, maka harus ditempuh

38 Ibid.

39 Saban, Hairini, Corporate Debt Securitization : Regulation and Docementation,


(54)

suatu prosedur yang disebut sebagai penawaran umum. Penawaran umum menurut Undang-undang Pasar Modal didefinisikan sebagai berikut :

“penawaran Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-undang ini dan dalam peraturan pelaksanaannya.”40

Dalam penjelasan undang-undang di atas pasal ini, dijelaskan lebih lanjut antara lain sebagai berikut :

“Penawaran Umum dalam rangka ini meliputi penawaran Efek oleh Emiten dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia atau kepada Warga Negara Indonesia dengan menggunakan media massa, atau ditawarkan kepada lebih dari 100 (seratus) atau telah dijual kepada 50 (lima puluh) pihak dan dalam batas nilai serba batas.41

Berbicara mengenai penawaran umum obligasi tidak akan lepas dari membicarakan mengenai ketentuan yang mengatur tentang prosedur penawaran umum itu sendiri. Secara hierarkis ketentuan yang mengatur tentang penawaran umum obligasi dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Undang-undang

Ketentuan utama yang mengatur mengenai penawaran umum obligasi ialah Undang-undang Pasar Modal atau Undang-undang No. 8 Tahun1995. Undang-undang ini merupakan pengganti dari Undang-undang tentang bursa, yaitu Undang-undang No. 15 Tahun 1952 tentang Penetapan

40 Pasal 1 angka 15 Undang-undang Pasar Modal.

41 Bandingkan dengan Pasal 1 angka 41 Keputusan Menkeu No. 1548 sebagaimana telah


(55)

Undang-undang tentang Bursa (LN Tahun 1951 Nomor 79) sebagai Undang-undang (LN Tahun 1952 Nomor 67).

b. Peraturan Pelaksana di bawah Undang-undang

Peraturan pelaksanaan dari undang-undang Pasar Modal sampai saat ini belum ada. Namun demikian ada beberapa peraturan yang dikeluarkan sebelum disahkannya Undang-undang pasar Modal yang sampai sekarang ini masih berlaku. Ketentuan tersebut terdiri dari Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Ketua Bapepam dan Peraturan Bursa Efek. Peraturan-peraturan ini yang dalam praktek sekarang dijadikan landasan operasional dalam penawaran umum obligasi.

Sebelum penulis membicarakan lebih jauh mengenai prosedur penerbitan obligasi berkaitan, maka ada baiknya kita membahas salah satu asas pokok yang sangat penting dalam pasar modal. Asas tersebut ialah apa yang disebut dengan istilah prinsip keterbukaan secara penuh (full disclosure). Asas ini sedemikian pentingnya sehingga apa yang akan dibahas dalam bab ini, yaitu mengenai penawaran umum obligasi melalui pasar modal, merupakan sebagian dari penjabaran prinsip keterbukaan ini. Dalam Undang-undang Pasar Modal prinsip keterbukaan didefinisikan sebagai berikut :

“Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi Material mengenai usahanya atau Efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga Efek tersebut.”42


(1)

akhirnya mengadakan RUPO. Dalam RUPO tidak akan langsung dinyatakan bahwa emiten dalam keadaan default. Dalam RUPO, pertama kali akan diberikan kesempatan kepada emiten untuk memberikan penjelasan tanpa ada keputusan apa pun. Sampai pada akhirnya jika memang emiten benar-benar “bandel”, barulah dalam RUPO dinyatakan bahwa emiten default, emiten tidak dapat langsung dibawa ke pengadilan. Dibuka kemungkinan bagi emiten untuk mengajukan usulan mengenai tindakan apa yang hendak dilakukan terhadap emiten, apakah ingin dilakukan restrukturisasi atau assetbsettlement. Ketika pada akhirnya ditempuh jalur pengadilan, hal ini berarti emiten memang benar-benar “bandel” dan tidak bersedia bekerja sama.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Banyak perusahaan berkepentingan untuk menerbitkan obligasi karena sifat struktur obligasi itu sendiri dianggap cukup menarik, diantaranya tingkat suku bunga yang fleksibel dan relatif lebih rendah dari suku bunga perbankan. Proses penerbitan obligasi yang tidak terlalu ketat dibandingkan dengan prosedur meminjam utang lewat lewat perbankan juga menjadi daya tarik bagi perusahaan.

2. Obligasi ialah hutang emiten yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lain serta pelunasan pokok pinjamannya dilakukan pada tanggal jatuh tempo, sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sejak tanggal emisi. Secara garis besar pada dasarnya ada dua kelompok obligasi. Pertama ialah apa yang disebut sebagai “plain vanilla bonds” yaitu obligasi yang murni bersifat ‘hutang’. Sedangkan yang lain ialah apa yang disebut sebagai “equity-like bonds” atau ‘obligasi yang menyerupai ekuitas atau penyertaan modal’.

3. Dalam melakukan penerbitan suatu obligasi, tidak terlepas dari beberapa pihak yang berperan dalam penerbitan obligasi tersebut. Salah satunya ialah Wali Amanat. Pada prinsipnya, Wali Amanat ditunjuk oleh Emiten yang ingin menerbitkan obligasi sebelum melakukan emisi. Penunjukan ini tidak dilakukan oleh pemegang obligasi mengingat pada waktu penunjukan tersebut belum terdapat pemegang obligasi, karena pada saat itu obligasi


(3)

tersebut belum ditawarkan kepada umum. Setelah Wali Amanat ditunjuk oleh Emiten, maka Emiten dan Wali Amanat harus membuat suatu perjanjian yang disebut dengan Perjanjian Perwaliamanatan. Sejak ditandatangani Perjanjian Perwaliamanatan tersebut, maka Wali Amanat telah sepakat dan mengikatkan diri untuk mewakili pemegang Efek bersifat utang (obligasi) tersebut, tetapi perwakilan tersebut baru berlaku efektif pada saat Efek tersebut telah dialokasikan kepada para pemodal. Wali Amanat berhak mewakili investor pemegang obligasi dalam melakukan tindakan hokum yang berkaitan dengan kepentingan investor pemegang obligasi termasuk dalam melakukan penuntutan hak-hak investor pemegang obligasi baik di dalam maupun di luar pengadilan.

4. Pada prinsipnya Wali Amanat memiliki dua bentuk kewajiban, yaitu kewajiban langsung kepada investor pemegang obligasi, dan pemenuhan kewajiban Emiten terhadap investor pemegang obligasi. Wali Amanat tidak memiliki kewajiban kepada Emiten oleh karena Wali Amanat tidaklah memiliki hubungan dengan Emiten. Walaupun Perjanjian Perwaliamanatan dibuat dan ditandatangani oleh Emiten dan Wali Amanat, penandatanganan tersebut dilakukan oleh Wali Amanat adalah kepentingan investor pemegang obligasi. Demikian juga,seluruh janji-janji yang diberikan oleh Emitman dalam Perjanjian Perwaliamanatan adalah janji yang melahirkan perikatan yang wajib dipenuhi oleh Emiten kepada investor pemegang obligasi yang dalam hal ini diwakili oleh Wali Amanat. Yang menjadi batas-batas tanggung jawab wali amanat adalah bahwa wali amanat


(4)

bertanggung jawab kepada pemegang obligasi untuk setiap kerugian yang diderita pemegang obligasi apabila wali amanat lalai dalam melakukan tindakan atau tindakan wali amanat tidak sesuai dengan perjanjian perwaliamanatan karena wali amanat lebih mementingkan hal yang lain atau karena telah terjadi conflict of interest.

B. Saran

1. Hendaknya telah ada peraturan yang benar-benar khusus mengatur tentang Wali Amanat, sehingga tidak terikat pada peraturan Pasar Modal saja. 2. Bagi para investor pemegang obligasi hendaknya juga memperhatikan

reputasi Wali Amanat yang akan mewakili kepentingan investor dalam berhadapan dengan Emiten, guna meneguhkan hak-hak investor. Jadi, hendaknya tidak hanya memperhatikan reputasi Emiten penerbit obligasi saja karena mengingat berbeda dengan jenis utang lainnya, dalam penerbitan obligasi, investor adalah merupakan aktor utama dalam berinvestasi di setiap penerbitan obligasi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Alwi, Iskandar Z., Pasar Modal Teori dan Aplikasi, Yayasan Pancur Siwah, Jakarta, 2003.

Cahyana, E. Jaka, Langkah Taktis Metodia Berinvestasi di Obligasi, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2004.

Iskandar, Irfan Pengantar Hukum Pasar Modal di Bidang Kustodian, Djambatan, Jakarta, 2001.

Ibrahm, Jonny, Teori Metode dan Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang 2005,

Koetin, Erwin, A., Instrumen Pasar Modal Indonesia, dalam Bagaimana Melakukan investasi di Pasar Modal Indonesia, Pusat Pengakjian Hukum, Jakarta, 1992.

Nasarudin, M. Irsan, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana, Jakarta, 2004

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perkumpulan, Perseroan dan Koperasi, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985.

Rahardjo, Sapto, Panduan Investasi Obligasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004.

Satrio., J., Hukum Perikatan yang Lahir dari Perjanjian (Buku I), Cet. 2., (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001

Setiadi, A., Obligasi dalam Perspektif Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

Sutedi Adrian, Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1984.

Sumantoro, Pengantar Tentang Pasar Modal di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hlm. 14.

Widjaja, Gunawan Penerbitan Obligasi dan Peran Serta Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Pasar Modal, Kencana, Jakarta 2006.


(6)

II. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 8 Tahun !995 tentang Pasar Modal.

Keputusan Ketua Bapepam No. Kep.77/PM/1996 tentang Laporan wali Amanat (Peraturan No. X.I.1

Keputusan Ketua Bapepam No. Kep.78/PM/1996 tentang Pemeliharaan Dokumen oleh Wali Amanat (Peraturan Nomor X.I.2.

III. Internet

Frequently Asked Question About Trusts", http://www. asaprotection. com/faq. htm# WHERE % 20 DO % 20 TRUSTS % 20 COME % 20 FROM?, 23 Juni 2007 (FAQ 1

Gwenn H. Wycoff, "What is a common Law Trust/", ., http://www. socal. com. print/574.html, 30 Juni 2007.

IV. Jurnal Ilmiah dan Surat Kabar

H. Heru Soepraptomo, Segi-segi Hukum Obligasi, (Jurnal Hukum Bisnis Vol. 23 No. 1), 2004,

Jimmy, Randiatmoko, “Mengenal Obligasi, Subordinasi: Trend dan Prospek”, Kompas, 26 Maret 2003.

Levi Lana, Penerbitan Obligasi dan Pembangunan dengan Obligasi (Tinjauan Aspek Yuridis dan Praktis, (Jurnal Hukum Bisnis Vol. 10), 2002.