PRAKTIK MANAJEMEN LABA TERKAIT EMISI OBLIGASI BUKTI EMPIRIS DARI PASAR MODAL INDONESIA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PRAKTIK MANAJEMEN LABA TERKAIT EMISI OBLIGASI
BUKTI EMPIRIS DARI PASAR MODAL INDONESIA
TESIS
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
SYARIFAH RATIH KARTIKA SARI
NIM: S4309021
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
(2)
(3)
(4)
(5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, peneliti panjatkan atas terselesaikannya proses penyusunan tesis ini. Tesis yang berjudul “Praktik Manajemen Laba Terkait Emisi Obligasi: Bukti Empiris dari Pasar Modal Indonesia” ini disusun untuk memenuhi persyaratan guna mencapai derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Peneliti menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan Tesis ini. Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kerendahan hati, peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret.
2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.
3. Dr. Wisnu Untoro, M.S. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
4. Dr. Bandi, M.Si., Ak. selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta dan dosen pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan, serta memotivasi peneliti selama proses penyusunan tesis.
(6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5. Drs. Muhammad Agung Prabowo, M.Com (Hons)., Ph.D., Ak., selaku
Sekretaris Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Christiyaningsih Budiwati, SE., M.Si., Ak. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan waktu dan segala kemudahan serta kesabaran mengarahkan dalam proses penyusunan tesis.
7. Drs. Djoko Suhardjanto M.Com (Hons)., Ph.D., Ak. dan Dra. Y Anni Aryani M.
Prof. Acc., Ph.D., Ak. selaku dosen penguji yang telah memberikan koreksi, kritik dan saran yang membangun sehingga tesis ini menjadi lebih baik.
8. Bapak Ibu Dosen beserta staf di Program Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan bimbingan keilmuan, khususnya dalam disiplin Ilmu Akuntansi.
9. Orang tua tercinta, Ibunda Sri Maryatun, Bapak Tri Wandadiyo, S.Pd. dan Ayahanda Widodo (Alm) teristimewa peneliti persembahkan sebagai rasa hormat dan penghargaan atas doa, perhatian, didikan serta dukungan yang diberikan kepada peneliti.
10. Kakak dan adik-adik tercinta yang selalu memberikan perhatian, kritik dan semangat kepada peneliti.
11. Kepada yang teristimewa dan tersayang, yang selalu memberikan segala cinta dan perhatian yang begtu besar sehingga peneliti merasa terdorong untuk menyelesaikan tesis ini.
12. Nurharibnu Wibisono, SE., M.Si selaku Kaprodi dan Fatchur Rochman, SE. selaku Sekprodi Universitas Merdeka Madiun yang telah memberikan ijin serta
(7)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id rekan-rekan yang telah memberikan dukungan secara moril untuk menyelesaikan tesis ini.
13. Teman-teman yang telah memberikan persahabatan dan kerjasama yang baik selama menjadi mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Peneliti menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, sehingga segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan, demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang.
Surakarta, Juni 2011
(8)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
ABSTRAKSI ... xiv
ABSTRACT ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS ... 6
A. Teori Signal ... 6
B. Teori Keagenan ... 7
C. Manajemen Laba ... 8
(9)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. Motivasi Manajemen Laba ... 9
3. Pola Manajemen Laba ... 12
4. Pendekatan Manajemen Laba ... 13
D. Peringkat Obligasi ... 15
1. Definisi Peringkat Obligasi ... 15
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peringkat Obligasi ... 18
3. Manfaat Peringkat Obligasi ... 20
E. Penelitian Terdahulu ... 21
F. Pengembangan Hipotesis ... 24
G. Kerangka Berfikir ... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 27
A. Metode Penelitian ... 27
B. Pengumpulan Data dan Pemilihan Sampel ... 27
C.Definisi Operasional Variabel ... 28
D. Analisis Data ... 31
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 38
A. Hasil Pengumpulan Data ... 38
B. Statistik Deskriptif ... 39
C. Pengujian Hipotesis ... 40
D. Pembahasan ... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55
A. Kesimpulan ... 55
B. Keterbatasan ... 56
(10)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAMPIRAN ... 63
(11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Skala Peringkat Obligasi ... 30
2. Sampel Penelitian ... 38
3. Statistik Deskriptif ... 39
4. Hasil Pengujian Estimasi Akrual Kelolaan ... 41
5. Hasil Uji Multikolinieritas ... 42
6. Hasil Uji Multikolinieritas ... 43
7. Hasil Uji Autokorelasi ... 44
8. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 46
9. Hasil Uji Normalitas ... 48
10. Hasil Analisis Regresi Berganda ... 49
11. Hasil Analisis Regresi Berganda ... 49
(12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Teoritis Pengujian Hipotesis ... 26
2. Uji Heteroskedastisitas ... 45
3. Uji Normalitas ... 47
(13)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. SK-024/LGL/BES/XI/2004 Tanggal 25 November 2004 Tentang
Pencatatan Efek Bersifat Utang ... 63
2. Nama dan Peringkat Obligasi Perusahaan Sampel ... 65
3. Hasil Perhitungan Estimasi Akrual Kelolaan ... 67
4. Statistik Deskriptif Estimasi Discretionary Accruals ... 69
5. Uji Multikolinieritas ... 70
6. Uji Autokorelasi ... 71
7. Uji Heteroskedastisitas ... 72
8. Uji Normalitas ... 73
(14)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAKSI
PRAKTIK MANAJEMEN LABA TERKAIT EMISI OBLIGASI BUKTI EMPIRIS DARI PASAR MODAL INDONESIA
SYARIFAH RATIH KARTIKA SARI NIM: S4309021
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris mengenai praktik manajemen laba terkait emisi obligasi pada pasar modal di Indonesia. Data penelitian ini adalah 69 obligasi perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia yang terbit pada tahun 2004-2009. Metode sampling menggunakan metode purposive sampling. Deteksi perilaku manajemen laba dalam penelitian ini menggunakan Model Modifikasi Jones (1995). Teknik analisis data menggunakan uji asumsi klasik, yaitu: uji multikolinieritas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi cross section.
Hasil penelitian membuktikan adanya praktik manajemen laba pada periode pengamatan. Dengan memasukkan variabel kontrol yaitu leverage dan ukuran penerbitan, menunjukkan bahwa: manajemen laba berpengaruh negatif terhadap peringkat emisi obligasi dibuktikan dengan koefisien beta sebesar -0,441 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000, leverage berpengaruh negatif terhadap peringkat emisi obligasi yang dibuktikan dengan koefisien beta sebesar -0,172 dan tingkat signifikansi sebesar 0,037; dan ukuran penerbitan berpengaruh positif terhadap peringkat emisi obligasi yang dibuktikan dengan koefisien beta sebesar 0,621 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000.
Kata kunci : manajemen laba, kinerja keuangan, emisi obligasi, peringkat
emisi obligasi
Ketersediaan data : data base OTC-FIS (Over The Counter-Fixed Income
(15)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penelitian mengenai manajemen laba telah banyak dilakukan baik di luar negeri maupun di Indonesia terutama yang dikaitkan dengan peristiwa Initial Public Offerings (Dechow, Sloan dan Sweeney, 1995; Teoh, Welch dan Wong, 1998a; Gumanti, 2001; Ball dan Shivakumar, 2006; dan Bachrudin, 2005), serta penawaran Seasoned Equity Offerings (Teoh et al., 1998b dan Astuti, 2005). Beberapa literatur tersebut menunjukkan bukti empiris munculnya praktik manajemen laba pada perspektif pasar saham. Berdasarkan penelitian terdahulu yang penulis kemukakan di atas maka, penelitian ini dimaksudkan untuk memperluas penelitian terdahulu dengan melakukan studi praktik manajemen laba terkait emisi obligasi.
Obligasi merupakan salah satu instrumen pasar modal yang memberikan pendapatan tetap bagi pemegangnya. Salah satu bentuk informasi yang dapat mempengaruhi harga dari sekuritas adalah pengumuman yang berhubungan dengan utang misalnya peringkat utang (Hartono, 2003). Namun obligasi memiliki risiko gagal bayar (default risk) ketika emiten gagal memenuhi kewajiban pembayaran kupon atau bunga obligasi yang sudah jatuh tempo.
Obligasi dianalisis dengan menggunakan peringkat obligasi. Informasi peringkat obligasi mempunyai peranan penting sebagai signal dari kinerja suatu perusahaan. Signal ini digunakan sebagai salah satu dasar pembuatan keputusan pengguna informasi. Penelitian yang dilakukan oleh Klinger dan Sarig (1999) menemukan bukti empiris bahwa kandungan informasi dalam peringkat tidak
(16)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id berdampak terhadap nilai perusahaan namun berdampak pada kenaikan (penurunan) nilai utang dan nilai ekuitas. Elayan, Hsu dan Mayer (2003) menguji reaksi pengumuman peringkat obligasi untuk small market dan large market. Penelitian ini menemukan bukti empiris adanya reaksi positif pada penempatan pengumuman positif dari obligasi pada pasar modal di New Zealand. Dalam penelitiannya, Zuhrotun dan Baridwan (2005) menemukan bukti ada perbedaan kinerja obligasi sebelum dan sesudah pengumuman peringkat pada obligasi yang mengalami downgrade, hal ini mengindikasikan bahwa pengumuman downgrade memiliki kandungan informasi. Jorion dan Zhang (2006) menguji kandungan informasi dalam perubahan peringkat obligasi terhadap harga saham, yang menunjukkan hasil efek informasi yang lebih kuat untuk perubahan peringkat yang menurun. Penelitian Karyani dan Manurung (2006) menguji pengaruh perubahan peringkat obligasi
terhadap return saham perusahaan di Bursa Efek Jakarta yang membuktikan bahwa
secara parsial, variabel Earning Per Share perusahaan yang mengalami peningkatan (upgrade) peringkat obligasi berpengaruh secara signifikan terhadap average abnormal return saham. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa peringkat obligasi memuat kandungan informasi yang dapat mempengaruhi persepsi investor.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan berusaha menyusun standar yang tepat, agar laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan mencerminkan realitas dari suatu entitas bisnis. Pada kenyataannya, kelonggaran dari standar yang ditetapkan seringkali disalahgunakan oleh pihak manajemen untuk melakukan perekayasaan laba. Cara pandang dalam memahami manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan terkait emisi obligasi adalah manajemen laba yang
(17)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id bertujuan untuk memberikan keuntungan kepada semua pihak yang terkait dalam kontrak (efficient contracting perspective) (Scott, 2000).
Penelitian ini penting dengan alasan investor memerlukan informasi peringkat obligasi yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengambil keputusan investasi. Informasi keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan emiten diharapkan benar-benar mencerminkan kinerja keuangan penerbit sehingga peringkat obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat dapat memberikan gambaran mengenai kemampuan emiten dalam memenuhi kewajibannya. Mengacu pada ketentuan Bapepam SK-024/ LGL/ BES/ XI/ 2004 tanggal 25 November 2004 yang menyatakan bahwa hasil pemeringkatan Efek dari lembaga pemeringkat Efek yang terdaftar di Bapepam sekurang-kurangnya BBB- (investment grade), maka manajemen laba dipandang sebagai tindakan rasional manajer untuk mempengaruhi peringkat obligasi pada saat emisi. Laba merupakan faktor penting yang mempengaruhi peringkat obligasi karena laba merupakan proksi kemampuan kas untuk pembayaran pokok dan bunga obligasi. Perusahaan yang melakukan emisi obligasi diduga akan melakukan manajemen laba agar memperoleh hasil pemeringkatan yang baik. Adanya praktik manajemen laba menyebabkan informasi yang terkandung dalam laporan keuangan menjadi bias.
Bukti empiris dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pengguna laporan keuangan dalam memahami praktik manajemen laba mengingat laporan keuangan merupakan sarana komunikasi yang dimanfaatkan oleh perusahaan kepada pemakainya.
(18)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
B. Perumusan Masalah
Bukti empiris adanya praktik manajemen laba di sekitar Initial Bond Offering pada kasus di luar Indonesia dilakukan oleh Demirtas, Ghosh, Rodgers dan Sokibin (2006), Gu dan Zhao (2006) dan Caton, Chiyachantana, Tse dan Goh (2008). Di Indonesia penelitian serupa dilakukan oleh Adel (2004) dan Yasa (2010). Penelitian yang dilakukan oleh Adel (2004) menguji keberadaan manajemen laba pada perusahaan setelah mengalami penurunan atau perolehan peringkat obligasi perusahaannya ke dalam non-investment grade, sedangkan Yasa (2010) melakukan pengujian terkait obligasi yang diterbitkan perdana.
Berdasarkan riset di atas, masih sedikit riset yang menguji praktik manajemen laba terhadap peringkat penerbitan obligasi di Indonesia. Penelitian ini akan menganalisis pengaruh manajemen laba terhadap peringkat obligasi dari perusahaan yang akan melakukan emisi obligasi. Berdasarkan penjelasan singkat sebelumnya, dapat dirumuskan pertanyaan riset sebagai berikut ini.
1. Apakah terjadi praktik manajemen laba pada saat emisi obligasi?
2. Apakah manajemen laba mempunyai pengaruh terhadap peringkat emisi
obligasi?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian akan dijelaskan sebagai berikut ini.
1. Untuk membuktikan secara empiris apakah terjadi praktik manajemen laba pada
(19)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. Untuk membuktikan secara empiris apakah manajemen laba berpengaruh
terhadap peringkat emisi obligasi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak.
1. Bagi investor dan calon investor
Dapat memberikan gambaran dan tambahan informasi mengenai pengaruh manajemen laba terhadap peringkat obligasi perusahaan, sehingga diharapkan dapat digunakan oleh investor maupun calon investor sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan aktivitas investasi.
2. Bagi perusahaan
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan manajemen perusahaan untuk telaah lebih lanjut mengenai manajemen laba terhadap peringkat obligasi sehingga diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan.
3. Bagi literatur
Dapat memberikan pengetahuan dan referensi tambahan mengenai sejauh mana manajemen laba berpengaruh terhadap peringkat obligasi perusahaan di Indonesia.
(20)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Banyak teori yang menjelaskan tentang teori signal, teori keagenan, manajemen laba dan peringkat obligasi. Masing-masing teori tersebut akan penulis paparkan sebagai berikut.
A. Teori Signal
Teori signal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal (Wolk, Teraney dan Dodd, 2001). Karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar, maka perusahaan mempunyai kepentingan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak lain yang berkepentingan terkait informasi tertentu. Asimetri informasi akan terjadi jika manajemen perusahaan tidak secara penuh menyampaikan semua informasi yang diperolehnya tentang hal-hal yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan ke pasar modal, sehingga jika manajemen menyampaikan suatu informasi ke pasar, maka umumnya pasar akan merespon informasi tersebut sebagai suatu signal terhadap adanya suatu peristiwa (event) tertentu yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan, yang tercermin dari perubahan harga dan volume perdagangan yang terjadi (Baridwan dan Budiarto, 1999). Perusahaan dapat memberikan informasi yang terkait dengan obligasi misalnya peringkat obligasi. Peringkat obligasi yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat memberikan informasi yang belum diketahui oleh publik (Lutfi dan Purnamasari, 2004). Peringkat obligasi diharapkan dapat menjadi signal kondisi keuangan perusahaan dan menggambarkan kemungkinan yang terjadi terkait dengan utang yang dimiliki.
(21)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
B. Teori Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) perusahaan. Hubungan ini sering menimbulkan masalah pada saat masing-masing pihak mempunyai kepentingan berbeda. Manajemen sebagai pihak yang menyediakan informasi keuangan dan terlibat dalam kegiatan perusahaan akan cenderung untuk melaporkan sesuatu yang memaksimalkan utilitasnya dan hal ini memicu terjadinya konflik keagenan.
Masalah keagenan dapat timbul antara manajer dengan pemegang saham, pemegang saham dan kreditur, serta antara perusahaan dengan konsumen. Yasa (2010) mengungkapkan bahwa masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham timbul karena pemegang saham bertujuan untuk memaksimumkan kekayaannya dengan melihat nilai sekarang dari arus kas investasi perusahaan, sedangkan manajer bertujuan pada peningkatan pertumbuhan dan ukuran perusahaan. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan penggunaan utang dalam struktur modal perusahaan, namun hal ini akan menimbulkan konflik bondholders-shareholders terkait dengan masalah kebijakan dividen (Jensen dan Meckling, 1976). Pembayaran dividen yang terlalu tinggi akan
menyebabkan ancaman bagi debtholder karena akan mengurangi aktiva yang
seharusnya disediakan untuk pelunasan utang. Hasil penelitian Sari (2004) mengkonfirmasi bukti empiris bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara konservatisme yang diterapkan perusahaan dengan fluktuasi ROA dan rasio dividen kas yang merupakan indikator konflik bondholders-shareholders seputar kebijakan dividen yang dihadapi oleh perusahaan.
(22)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
C. Manajemen Laba
1. Definisi Manajemen Laba
Schipper (1989:92) mengartikan manajemen laba sebagai “a purposeful intervention in the external financial reporting process, with the intent of obtaining some private gain.” Healy dan Wahlen (1999:368) mengartikan manajemen laba sebagai:
“earnings management occurs when managers use judgment in financial reporting and in structuring transactions alter financial report to either mislead some stockholder about underlying economic performance of the company or to influence contractual outcomes that depend on reported accounting numbers.”
Scott (2000:344) mengartikan manajemen laba “is the choice by a manager of accounting policies so as to some specific objective.”
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen laba adalah proses memanipulasi laporan keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan posisi perusahaan, namun informasi tersebut tidak merefleksikan informasi yang sebenarnya.
Laporan keuangan yang disusun berdasarkan akuntansi akrual memberikan keunggulan yaitu informasi laba perusahaan dan pengukuran komponennya mempunyai indikasi yang lebih baik dibandingkan informasi yang dihasilkan dari akuntansi berbasis kas (FASB 1978). Dalam pelaksanaannya, Standar Akuntansi memperbolehkan manajer untuk memilih kebijakan akuntansi dalam pelaporan laba, namun kebijakan ini menimbulkan peluang bagi manajer untuk mengelola laba.
Gumanti (2000) menyatakan bahwa manajemen laba muncul sebagai konsekuensi langsung dari upaya-upaya manajer atau pembuat laporan keuangan
(23)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id untuk melakukan manajemen informasi akuntansi, khususnya laba (earnings), demi kepentingan pribadi dan/atau perusahaan.
2. Motivasi Manajemen Laba
Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan ada berbagai motivasi yang mendorong dilakukannya manajemen laba. Teori akuntansi positif (Positif Accounting Theory) mengusulkan tiga hipotesis motivasi manajemen laba yaitu: 1. Bonus Plan Hypothesis
Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan. Dalam suatu perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, maka seorang manajer perusahaan akan menaikkan laba saat ini yakni dengan memilih metode akuntansi yang mampu menggeser laba dari masa depan ke masa kini. Tindakan ini dilakukan dikarenakan manajer termotivasi untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi untuk masa kini.
Scott (2000) menyatakan penelitian Healy (1985) dengan judul “The Effect of Bonus Schemes on Accounting Decisions,” merupakan investigasi empiris yang paling baik mengenai manajemen laba. Makalah ini berusaha untuk menjelaskan dan memprediksi pemilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh manajer. Penelitian yang dilakukan Healy (1985) terbatas pada perusahaan yang memiliki compensation plan berdasarkan atas net income yang dilaporkan pada tahun yang bersangkutan (current). Manajer dianggap memiliki inside information terkait net income perusahaan sebelum melakukan manajemen laba.
(24)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Healy (1985) memprediksi manajer berusaha untuk mengelola net income secara oprtunistik untuk memaksimumkan bonus yang akan mereka terima. Sampel penelitian terdiri dari 94 perusahaan industri terbesar di Amerika Serikat meliputi 447 observasi yang memiliki bogey maupun cap. Hasil penelitian mengkonfirmasi bukti empiris bahwa manajer perusahaan yang memiliki net income di bawah bogey (Portfolio LOW) dan di atas cap (Portfolio UPP) akan cenderung untuk mengadopsi income-decreasing accruals dan hanya manajer dengan net income di antara bogey dan cap (Portfolio MID) yang cenderung mengadopsi income-increasing accruals. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka prediksi Healy terhadap manajemen laba merupakan sasaran skema bonus didukung oleh hasil empiris. Pendekatan kedua dilakukan dengan menguji perubahan voluntary dalam kebijakan akuntansi. Healy menemukan 242 perubahan kebijakan akuntansi selama tahun 1968 sampai dengan 1980. Perubahan kebijakan akuntansi yang tidak sesuai tersebut merupakan alat manajemen laba oportunistik yang bersifat akrual.
2. Debt Covenant Hypothesis
Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba. Hal ini untuk menjaga reputasi mereka terhadap pandangan pihak eksternal. Apabila suatu perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity cukup tinggi, maka akan mendorong manajer perusahaan untuk cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan berakibat menimbulkan kesulitan
(25)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor dan bahkan perusahaan dapat terancam melanggar perjanjian utang.
Menurut Scott (2000) kasus penting yang terjadi dalam kontrak utang jangka panjang, pada umumnya mencakup perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman dari tindakan manajer yang merugikan, seperti misalnya dividen yang berlebihan, tambahan pinjaman, serta membiarkan modal kerja atau shareholder’s equity jatuh di bawah tingkat tertentu. Penelitian terkait manajemen laba dalam konteks perjanjian utang untuk memaksimalkan penerimaan bonus diinvestigasi oleh Sweeney (1994) yang menemukan bukti empiris bahwa perusahaan yang dinyatakan melanggar perjanjian utang akan melakukan manajemen laba dengan pola penaikan laba. DeFond dan Jiambalvo (1994) menemukan bukti empiris penggunaan discretionary accruals untuk menaikkan income yang dilaporkan pada periode sebelum dan pada periode pelanggaran kontrak. DeAngelo dan Skinner (1994) mengkonfirmasi bukti empiris bahwa perusahaan menutupi pelanggaran perjanjian dividen dengan perubahan metode akuntansi, estimasi akuntansi, atau akrual.
3. Political Cost Hypothesis
Dalam suatu perusahaan yang memiliki biaya politik tinggi, akan mendorong manajer untuk memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Adanya biaya politik dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen. Munculnya masalah keagenan sebenarnya lebih dikarenakan adanya
(26)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang tentu sangat berlawanan sekali dengan kepentingan principal. Sebagai pengelola perusahaan, manajer memiliki dorongan dan mempunyai kemampuan untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dinilai dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik sehingga tujuannya untuk mendapatkan bonus dari principal akan terpenuhi.
Banyak perusahaan yang berpandangan politik terutama pada kasus perusahaan-perusahaan besar serta perusahaan-perusahaan industri strategik, misalnya perusahaan minyak dan gas, perusahaan penerbangan serta perusahaan energi (Scott, 2000). Perusahaan-perusahaan tersebut bersifat monopolistik atau mendekati monopolistik. Beberapa perusahaan mungkin ingin mengelola earnings untuk mengurangi visibilitas mereka. Hal tersebut memerlukan praktik dan prosedur akuntansi yang dapat meminimumkan net income yang dilaporkan, terutama selama periode yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi. Selain itu, tekanan publik juga dapat menyebabkan pemerintah memperketat regulasi atau menurunkan profitabilitas. Penelitian yang mendukung hipotesis political cost tersebut antara lain Jones (1991).
3. Pola Manajemen Laba
Scott (2000) mengemukakan beberapa pola manajemen laba yang dilakukan oleh manajer antara lain:
1. Taking a bath
Pola ini terjadi selama periode pada saat terjadinya reorgenerasi misalnnya pergantian CEO baru. Jika manajer harus melaporkan kerugian, maka akan dilaporkan dalam jumlah yang besar dan berharap dapat meningkatkan laba
(27)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pada periode yang akan datang sehingga kerugian perusahaan dilimpahkan kepada manajer lama.
2. Income minimization
Cara ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi, sehingga jika periode yang akan datang diperkirakan laba turun dapat ditutup dengan mengambil laba dari periode sebelumnya.
3. Income maximization
Dilakukan pada saat laba menurun dengan tujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang besar. Pola ini dilakukan terkait pelaggaran perjanjian utang.
4. Income smoothing
Dilakukan dengan cara perataaan laba yang dilaporkan untuk mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar hal ini disebabkan karena investor pada umumnya lebih menyukai laba yang relatif stabil.
4. Pendekatan Manajemen Laba
Secara umum ada tiga kelompok model empiris manajemen laba yang diklasifikasikan atas dasar basis pengukuran yang digunakan (McNichols, 2000). 1. Model berbasis akrual
Merupakan model yang menggunakan discretionary accruals sebagai proksi manajemen laba. Model manajemen laba ini dikembangkan oleh Healy (1985), DeAngelo (1986), Jones (1991), serta Dechow et al. (1995).
(28)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Model ini dikembangkan oleh McNichols dan Wilson (1988), Moyer (1990), Petroni (1992), Beaver dan McNichols (1998), Nelson (2000). Model berbasis specific accruals adalah pendekatan yang menghitung akrual sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item laporan keuangan tertentu dari industri tertentu pula.
3. Model distribution of earning
Pendekatan ini dikembangkan dengan melakukan pengujian secara sttistik terhadap komponen-komponen laba untuk mendeteksi faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan laba. Model ini terfokus pada pergerakan laba di sekitar benchmark yang dipakai, misalkan laba pada kuartal sebelumnya. Model ini dikembangkan oleh Burgstahler dan Dichev (1997) serta Degeorge, Patel dan Zeckhauser (1999).
Dalam penyusunan laporan keuangan, dasar akrual dipilih karena lebih rasional dan adil dalam mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara riil, namun disisi lain pengunaan dasar akrual dapat memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen dalam memilih metode akuntansi selama tidak menyimpang dari aturan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.
Menurut Sulistyanto (2008), salah satu teknik manajemen laba yang biasa digunakan oleh manajemen adalah akrual. Ada dua alasan yang mendasari mengapa model akrual yang memproksikan manajemen laba dengan discretionary accruals lebih dapat diterima dan dipergunakan dalam berbagai penelitian manajemen laba yaitu:
(29)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1. Akuntansi berbasis akrual
Model ini sejalan dengan basis akuntansi yang selama ini banyak dipergunakan di berbagai negara, yaitu akuntansi berbasis akrual. Secara konseptual, akuntansi berbasis akrual merupakan basis akuntansi yang mengakui dan mencatat semua transaksi dan peristiwa berdasarkan waktu terjadinya dan bukan pada saat kas diterima atau dikeluarkan.
2. Menggunakan seluruh komponen keuangan
Model ini merupakan model yang menggunakan komponen laporan keuangan yang secara langsung mendeteksi obyek rekayasa akuntansi. Akuntansi berbasis akrual mengakibatkan munculnya beberapa komponen non-kas dalam laporan keuangan yang merupakan penyebab munculnya komponen akrual dalam laporan keuangan. Komponen ini ditengarai digunakan sebagai obyek permainan manajer ketika mengelola dan mengatur laba yang dilaporkan.
D. Peringkat Obligasi
1. Definisi Peringkat Obligasi
Bursa Efek Indonesia (2010) mengartikan obligasi sebagai surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Dengan kata lain obligasi adalah salah satu instrumen pasar modal yang memberikan pendapatan tetap (fixed-income securities) bagi pemegang obligasi.
(30)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Obligasi yang diterbitkan akan mendapatkan penilaian peringkat secara berkala yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat. Definisi peringkat obligasi antara lain sebagai berikut.
1. PT. Pefindo (1997) menyatakan bahwa pada umumnya peringkat obligasi
merupakan indikator kemungkinan pembayaran bunga dan utang tepat waktu, sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
2. Demirtas et al. (2006) menyatakan bahwa peringkat obligasi merefleksikan opini yang spesifik dari lembaga pemeringkat terkait risiko kredit suatu perusahaan. 3. Standar dan Poor’s (2009), menyatakan bahwa peringkat utang perusahaan
adalah penilaian terkait risiko kredit perusahaan emiten dan obligasi.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa peringkat obligasi adalah suatu skala penilaian yang menunjukkan kemampuan suatu emiten dalam memenuhi kewajiban finansialnya secara tepat waktu.
Seorang investor yang hendak membeli obligasi seharusnya memperhatikan peringkat obligasi. Investor dapat menggunakan jasa agen pemeringkat untuk mendapatkan informasi mengenai peringkat obligasi sehingga dapat mengetahui kualitas investasi obligasi yang diminati. Di Indonesia lembaga pemeringkat yang diberi otoritas oleh Bapepam untuk melakukan evaluasi obligasi adalah PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) dan PT Kasnic Credit Rating Indonesia (KCRI). Proses pemeringkatan didasarkan pada kinerja keuangan dan kinerja non keuangan.
Reilly dan Brown (2006:658) mendefinisikan peringkat obligasi yang digunakan untuk menilai perusahaan dan efek utang jangka menengah-panjang antara lain sebagai berikut.
(31)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
AAA = Merupakan rating tertinggi yang mengindikasikan perusahaan dengan risiko
investasi paling rendah, berkemampuan paling baik untuk membayar bunga dan utang pokok utang dari seluruh kewajiban finansialnya sesuai dengan perjanjian
AA = Obligasi dengan kualitas bagus, mengindikasikan perusahaan dengan risiko investasi sangat rendah dan berkemampuan sangat baik untuk membayar bunga dan pokok utang dari seluruh kewajiban finansialnya sesuai dengan yang dijanjikan dan tidak mudah dipengaruhi oleh perubahan keadaan.
A = Perusahaan dengan risiko investasi rendah dan berkemampuan baik untuk membayar bunga dan pokok utang dari seluruh kewajiban finansialnya sesuai dengan yang dijanjikan dan hanya sedikit dipengaruhi oleh perubahan keadaan yang merugikan
BBB = Merupakan perusahaan dengan risiko investasi cukup rendah dan
berkemampuan cukup baik dalam membayar bunga dan pokok utang dari seluruh kewajiban finansialnya sesuai dengan yang dijanjikan, meskipun kemampuan tersebut cukup peka terhadap perubahan keadaan yang merugikan.
BB = Perusahaan yang masih mampu membayar bunga dan pokok utang dari seluruh kewajiban finansialnya sesuai dengan yang dijanjikan, namun risiko investasi cukup tinggi dan sangat peka terhadap perubahan keadaan yang merugikan.
B = Perusahaan dengan risiko investasi sangat tinggi dan berkemampuan sangat terbatas untuk membayar bunga dan pokok utang dari seluruh kewajiban finansialnya sesuai dengan yang dijanjikan
(32)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
CCC = Perusahaan yang tidak mampu lagi untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya
D = Utang efek yang macet atau perusahaan yang sudah berhenti berusaha
Berdasarkan ketentuan Bapepam SK-024/ LGL/ BES/ XI/ 2004 tanggal 25 November 2004 emiten yang akan melakukan Pencatatan Efek Bersifat Utang di Bursa wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. memenuhi ketentuan umum pencatatan Efek sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pencatatan Efek Nomor I.A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Nomor I.A.1 tentang Perjanjian Pendahuluan Pencatatan Efek dan Nomor I.A.2 tentang Pencatatan Awal Efek,
2. berbentuk Badan Hukum,
3. telah beroperasi sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun,
4. ekuitas sekurang-kurangnya Rp 20.000.000.000,- (dua puluh miliar Rupiah), 5. menghasilkan laba usaha untuk 1 (satu) tahun terakhir,
6. pernyataan Pendaftaran telah Efektif,
7. laporan keuangan telah diperiksa Akuntan Publik yang terdaftar di Bapepam untuk periode 3 (tiga) tahun terakhir berturut-turut dengan sekurangkurangnya memperoleh pendapat Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan
8. hasil pemeringkatan Efek dari lembaga pemeringkat Efek yang terdaftar di Bapepam sekurang-kurangnya BBB- (investment grade).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peringkat Obligasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi peringkat obligasi menurut Brigham dan Houston (1999) adalah sebagai berikut.
(33)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1. Berbagai macam rasio-rasio keuangan, termasuk debt ratio, current ratio,
profitability dan fixed charge coverage ratio. Semakin baik rasio-rasio keuangan tersebut semakin tinggi peringkat obligasi tersebut.
2. Mortage provision: jaminan aset untuk obligasi yang diterbitkan. Apabila obligasi dijamin dengan aset yang bernilai tinggi, maka rating obligasi akan membaik.
3. Kedudukan obligasi dengan jenis utang lain. Apabila kedudukan obligasi lebih rendah dari utang lainnya maka peringkat akan ditetapkan satu tingkat lebih rendah dari yang seharusnya.
4. Penjamin. Emiten obligasi yang lemah namun dijamin oleh perusahaan yang kuat maka emiten diberi peringkat yang kuat.
5. Adanya sinking fund (provisi bagi emiten untuk membayar pokok pinjaman sedikit demi sedikit setiap tahun).
6. Umur obligasi. Ceteris Paribus, obligasi dengan umur yang lebih pendek mempunyai risiko yang lebih kecil.
7. Stabilitas laba dan penjualan emiten.
8. Peraturan yang berkaitan dengan industri emiten. 9. Faktor-faktor lingkungan dan tanggungjawab produk. 10. Kebijakan akuntansi.
Alwi dan Riyanto (2007) menyatakan bahwa peringkat obligasi dipengaruhi oleh:
1. proporsi modal terhadap utang, 2. tingkat profitabilitas perusahaan,
(34)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4. besar kecilnya perusahaan, dan
5. jumlah pinjaman subordinasi yang dikeluarkan perusahaan.
3. Manfaat Peringkat Obligasi
Enam fungsi dari pemeringkatan utang perusahaan menurut Foster (1986) adalah sebagai berikut.
1. Sumber informasi atas kemampuan perusahaan, pemerintah daerah atau
pemerintah dalam menaati ketepatan waktu pembayaran kembali pokok utang dan tingkat bunga yang dipinjam. Superioritas ini muncul dari kemampuan untuk menganalisis informasi umum atau mengakses informasi rahasia.
2. Sumber informasi dengan biaya rendah bagi keluasan informasi kredit yang terkait dengan cross section antar perusahaan, pemerintah daerah, dan pemerintah. Biaya yang dibutuhkan untuk mengumpulkan informasi sejumlah perusahaan swasta, perusahaan pemerintah daerah, dan perusahaan pemerintah, sangat mahal. Bagi investor, akan sangat efektif jika ada agen yang mengumpulkan, memproses, dan meringkas informasi tersebut dalam suatu format yang dapat diinterpretasikan dengan mudah (misalnya dalam bentuk skala peringkat).
3. Sumber legal insurance untuk pengawas investasi. Membatasi investasi pada sekuritas utang yang memiliki peringkat tinggi (misalnya peringkat BBB ke atas).
4. Sumber informasi tambahan terhadap keuangan dan representasi manajemen lainnya. Ketika peringkat utang perusahaan ditetapkan, hal itu merupakan reputasi perusahaan yang berupa risiko. Peringkat merupakan insentif bagi
(35)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id perusahaan yang bersangkutan, mengenai kelengkapan dan ketepatan waktu laporan keuangan dan data lain yang mendasari penentuan peringkat.
5. Sarana pengawasan terhadap aktivitas manajemen.
6. Sarana untuk memfasilitasi kebijakan umum yang melarang investasi spekulatif oleh institusi seperti bank, perusahaan asuransi, dan dana pensiun.
Peringkat obligasi bermanfaat bagi investor menurut Brigham dan Houston (1999) karena:
1. peringkat obligasi merupakan suatu indikator mengenai resiko gagal bayar, peringkat obligasi merupakan pengukuran langsung terkait tingkat bunga obligasi dan biaya utang perusahaan, dan
2. pembelian obligasi oleh investor institusional lebih banyak dibandingkan oleh investor individual, dan pembelian oleh beberapa institusi terbatas pada sekuritas investment grade.
E. Penelitian Terdahulu
Adel (2004) menguji mengenai keberadaan manajemen laba pada
perusahaan setelah mengalami penurunan/ perolehan peringkat obligasi
perusahaannya kedalam non-investment grade. Pengujian hipotesis alternatif penelitian yang dilakukan dengan menggunakan alat uji beda parametrik T-Test menemukan bahwa terdapat bukti empiris yang menyatakan manajemen perusahaan
merespon penurunan/ perolehan peringkat obligasi non-investment grade
perusahaannya dengan melakukan praktik manajemen laba yang meningkatkan laba melalui discretionary accrual positif.
(36)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengujian praktik manajemen laba di sekitar Initial Bond Offering dilakukan oleh Demirtas et al. (2006) melakukan pengujian terhadap 1.257 perusahaan manufaktur yang menerbitkan obligasi tahun 1980 sampai tahun 2003 dan diperingkat oleh Moody’s Investor Service pada saat emisi. Hasil penelitian menunjukkan bukti empiris bahwa issuer melakukan kebijakan akuntansi dan keputusan pelaporan dengan tingkat akrual yang meningkat pada periode emisi. Peningkatan akrual tersebut terjadi namun berubah terbalik pada periode pemeringakatan berikutnya. Bukti ini menunjukkan bahwa perusahaan laba yang meningkat pada periode saat penerbitan peringkat perdana dengan maksud untuk mendapatkan pola laba yang menguntungkan pada saat penerbitan peringkat perdana. Secara spesifik, penelitian tersebut menemukan bukti yang kuat bahwa issuer menggunakan abnormal akrual pada periode yang sekarang untuk menaikan laba yang dilaporkan pada saat penerbitan peringkat obligasi.
Pengujian pengaruh akrual dan income smoothing terhadap peringkat obligasi dilakukan oleh Gu dan Zhao (2006), dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa penelitian dalam perspektif pasar obligasi menggunakan pengukuran kinerja yang sama dengan perspektif pasar saham. Penelitian tersebut dilakukan dengan pengujian Ordered probit model. Hasil penelitian keduanya menunjukkan bahwa peringkat obligasi secara signifikan berhubungan dengan efek akrual dan perataan laba. Secara relatif, akrual berdasar laba berada berada pada tingkat atau volatilitas yang melebihi arus kas. Pada kenaikan arus kas, akrual menjadi lebih tinggi atau membuat perataan laba berhubungan lebih besar terhadap peringkat obligasi. Akrual juga memberikan bobot yang lebih besar terhadap peringkat obligasi ketika
(37)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id manajemen melakukan perataan laba. Manajemen akrual mungkin memberikan kecenderungan tren peringkat obligasi yang menurun.
Hasil penelitian Caton et al. (2008) menunjukkan bahwa issuer melakukan window dressing pada kinerja sebelum sampai saat penerbitan. Peningkatan peringkat obligasi merupakan kondisi yang penting dari upaya manajemen laba untuk menyesatkan lembaga pemeringkat dan pasar. Hal ini manunjukkan adanya peningkatan pengelolaan laba pada periode setelah penurunan dengan mengelola laba secara agresif terkait informasi yang disoroti. Penelitian ini menemukan proporsi yang rendah dari penurunan periode berikutnya untuk perusahaan dengan aktivitas manajemen laba yang agresif. Hasil regresi mengindikasikan upaya manajemen laba yang agresif berasosiasi dengan rendahnya peringkatan pada saat emisi.
Yasa (2010) melakukan pengujian terhadap obligasi yang diterbitkan perdana pada perusahaan-perusahaan selain industri keuangan dan perbankan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan terdaftar di Bursa Efek Surabaya dari tahun 1999 sampai dengan 2006 serta diperingkat oleh PT. PEFINDO dan PT. KASNIC Credit Rating Indonesia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan discriminant analysis beberapa informasi dan rasio keuangan seperti log natural laba operasi, laba yang ditahan, aliran kas operasi, dan likuiditas mampu membedakan antar kelompok peringkat obligasi. Pengujian hipotesis kedua menunjukkan perusahaan penerbit obligasi melakukan manajemen laba dengan cara menaikkan jumlah akrual diskresioner saat publikasi laporan keuangan auditan sebelum perioda penerbitan obligasi. Manajemen laba yang dilakukan oleh
(38)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id perusahaan penerbit obligasi lebih besar daripada perusahaan non penerbit obligasi pada saat perioda yang sama.
F. Pengembangan Hipotesis
Penelitian ini akan menganalisis pengaruh manajemen laba terhadap peringkat obligasi dari perusahaan yang akan melakukan emisi obligasi. Pelaporan laba menurut Caton et al. (2008) merupakan hal penting dilakukan dalam obligasi terkait dua alasan yaitu laba sebagai proksi kemampuan kas untuk pembayaran pokok dan bunga oligasi, serta pelaporan laba merupakan faktor penting dalam menentukan peringkat obligasi. Hal ini didukung oleh penelitian Ashbaugh-Skaife et al. (2006) yang menemukan bukti bahwa pelaporan laba secara signifikan berhubungan terhadap peringkat obligasi.
Dalam penelitian Demirtas et al. (2006) dikatakan bahwa penerbitan peringkat pada saat emisi menyediakan alasan yang kuat untuk menguji apakah perusahaan mengelola laba untuk memperoleh peringkat yang tinggi, serta karena lembaga pemeringkat mengandalkan pada informasi laporan keuangan perusahaan emiten (S&P congressional testimony pada bagian B.2 dan Blume et al. (1998)). Besarnya perilaku manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan yang diproksikan dengan discretionary accruals dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan peringkat obligasi perusahaan (Adel, 2004).
Hasil penelitian Andry (2005) dan Purwaningsih (2008) mengkonfirmasi bukti empiris bahwa laporan keuangan dengan cakupan rasio-rasio keuangan berpengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi. Alasan ini mendorong manajemen perusahaan untuk melakukan manajemen laba pada saat emisi obligasi
(39)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id supaya memperoleh peringkat obligasi yang tinggi sehingga diharapkan membantu penawaran obligasi tersebut.
Persyaratan Pencatatan Obligasi dan Sukuk yang ditetapkan oleh Bapepam SK-024/ LGL/ BES/ XI/ 2004 tanggal 25 November 2004 mensyaratkan hasil pemeringkatan Efek dari lembaga pemeringkat Efek yang terdaftar di Bapepam sekurang-kurangnya BBB- (investment grade). Apabila peringkat obligasi perusahaan berada pada kategori non investment grade, maka akan mempersulit kondisi perusahaan karena mendapat reaksi negatif dari investor.
Manajemen laba dipandang sebagai tindakan rasional manajer yang mempunya insentif untuk mengelola laba dengan melaporkannya secara agresif di sekitar periode pemeringkatan obligasi dengan tujuan untuk memberikan signal kepada agen pemeringkat mengenai kinerja positif perusahaan sehingga perusahaan emiten akan mendapatkan peringkat obligasi yang tinggi. Terkait dengan pemeringkatan obligasi yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat, manajemenen cenderung akan melakukan pengaturan laba yang menaikkan laba seperti pada kasus penawaran saham perdana. Dengan menaikan laba menggunakan akrual diskresioner, manajer berharap untuk memperoleh keuntungan lebih dari peringkat obligasi sehingga menurunkan biaya utang perusahaan.
Untuk membuktikan tindakan manajemen tersebut maka hipotesisnya adalah sebagai berikut.
H1: Discretionary accruals berpengaruh positif terhadap perolehan peringkat emisi
(40)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
G. Kerangka Berfikir
Dari penjelasan tersebut, maka dapat digambarkan kaitan antara praktik manajemen laba terhadap peringkat obligasi dengan kerangka pemikiran pada gambar 1 sebagai berikut.
Gambar 1
Kerangka teoritis pengujian hipotesis
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah manajemen laba. Adapun variabel dependen dalam penelitian ini adalah peringkat obligasi. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah leverage dan ukuran penerbitan obligasi.
H1
Manajemen laba
Emisi obligasi
Variabel Kontrol · Leverage
(41)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh obligasi perusahaan yang terdaftar pada OTC-FIS Bursa Efek Indonesia, diterbitkan (emisi) pada tahun 2004 sampai dengan 2009. Periode pengamatan dalam penelitian ini adalah satu tahun sebelum emisi obligasi. Periode pengamatan tersebut dipilih karena pada tahun 2004 perkembangan pasar obligasi secara keseluruhan menunjukkan perkembangan yang meningkat, tercermin dari indikator pasar seperti yield, volume, dan frekuensi perdagangan di pasar sekunder.
B. Pengumpulan Data dan Pemilihan Sampel
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu database laporan keuangan yang tersedia di pojok BEI Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta dan database Bursa Efek Indonesia yang tersedia secara online pada situs http://www.idx.co.id serta database peringkat obligasi perusahaan yang terdaftar pada OTC-FIS Bursa Efek Indonesia yang dipublikasikan dalam Indonesia Bond Market Directory tahun 2005-2010.
Sampel diambil dengan menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria antara lain sebagai berikut:
1. perusahaan yang termasuk dalam industri non finansial,
2. perusahaan yang melakukan emisi obligasi dan hasil peringkatnya
(42)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3. perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan audit lengkap selama
periode pengamatan, dan
4. tidak termasuk perusahaan dalam daftar de-listing dan dihentikan
perdagangannya oleh Bapepam.
Perusahaan sektor finansial tidak dimasukkan ke dalam sampel dimaksudkan untuk mengurangi bias yang ditimbulkan dari perbedaan jenis perusahaan terkait dengan aktivitas utamanya.
C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Variabel Independen penelitian ini adalah Manajemen Laba
Pengukuran manajemen laba akrual menggunakan discretionary accruals
sebagai proksi manajemen laba dihitung dengan Modified Jones Model (Dechow et
al., 1995). Alasan pemilihan model Jones yang dimodifikasi ini karena model ini dianggap sebagai model yang paling baik dalam mendeteksi manajemen laba dibandingkan dengan model lain serta memberikan hasil yang paling kuat (Dechow et al., 1995).
Langkah-langkah dalam menghitung discretionary accruals sebagai berikut:
TA (total accrual) = Net income – Cash flow from operation………….(1)
Nilai total accrual (TA) diestimasi dengan persaman regresi OLS sebagai berikut:
Tat/At-1=α1 (1/At-1) + α2 (ΔREVt/At-1) + α3 (PPEt/At-1) + ε…..….(2)
Keterangan:
At-1 = Total aset pada periode t-1,
ΔREVt = Perubahan pendapatan dalam periode t, PPEt = Property, Plan, and Equipment, dan
(43)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
α1, α2, α3 = koefisien regresi.
Dengan menggunakan koefisien regresi di atas, nilai non discretionary accruals (NDA) dapat dihitung dengan rumus:
NDA = α1 (1/At-1) + α2 (ΔREVt-ΔRECt)/At-1) + α3 (PPEt/At-1)…….(3)
Keterangan:
ΔRECt = Perubahan piutang bersih dalam periode t
Selanjutnya discretionary accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut:
DACit = TAt /At-1-NDA………..………..(4)
Keterangan:
DACit = Discretionary accruals pada periode t, dan NDA = Non discretionary accruals.
2. Variabel Dependen penelitian ini adalah Peringkat obligasi
Peringkat obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat berupa skala huruf, sehingga agar dapat digunakan dalam permodelan dan diolah maka dilakukan mekanisme konversi peringkat ke dalam bentuk angka. Pengukuran peringkat obligasi menggunakan interpretasi dari penelitian Gu dan Zhao (2006) yang menggunakan kode 19 sampai dengan 1 dengan maksud bobot yang tinggi lebih merepresentasikan peringkat yang lebih tinggi.
(44)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel 1
Skala Peringkat Obligasi
Peringkat Obligasi Skala
AAA 19
AA+ 18
AA 17
AA- 16
A+ 15
A 14
A- 13
BBB+ 12
BBB+ 11
BBB- 10
BB+ 9
BB 8
BB- 7
B+ 6
B 5
B- 4
CCC+ 3
CCC+ 2
CCC- 1
3. Variabel Kontrol
Variabel kontrol digunakan untuk melengkapi atau mengontrol hubungan kausalnya supaya lebih baik untuk didapatkan model empiris yang lebih baik. Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah leverage dan ukuran penerbitan.
a. Leverage
Variabel leverage adalah rasio utang total terhadap aset. Utang total adalah jumlah dari utang lancar ditambah utang jangka panjang perusahaan. Proksi ini digunakan dalam penelitian Demirtas et al. (2006) dan Caton et al. (2008). Perusahaan yang memiliki tingkat leverage tinggi mendapatkan
(45)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id peringkat obligasi yang rendah karena memiliki kemungkinan yang besar untuk bangkrut.
b. Ukuran Penerbitan (Issue Size)
Ukuran perusahaan dihitung dengan transformasi logaritma dari nilai nominal (face value) dari obligasi yang diterbitkan. Dalam penelitian Demirtas et al. (2006) dan Caton et al. (2008) proksi ini terbukti berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi.
D. Analisis Data
Data yang telah diperoleh selanjutnya akan diolah menjadi data variabel agar siap dilakukan pengujian hipotesis. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer program Statistical Package for Social Science (SPSS) 16.0.
Sebelum melakukan pengujian pengaruh antara pengaruh manajemen laba terhadap peringkat obligasi, terlebih dahulu dilakukan pengujian untuk membuktikan terjadinya manajemen laba pada tahun yang diamati. Pengukuran manajemen laba akrual Modified Jones Model (Dechow et al., 1995). Discretionary accruals yang bernilai positif menunjukkan indikasi perusahaan melakukan manajemen laba dengan cara-cara tertentu dengan tujuan menaikkan laba, sebaliknya jika nilai discretionary accruals negatif mengindikasikan perusahaan melakukan manajemen laba dengan cara-cara tertentu dengan tujuan menurunkan laba.
Pengujian pengaruh manajemen laba terhadap peringkat obligasi menggunakan cross-sectional regressions, merujuk pada penelitian Demirtas et al. (2006) dan Caton et al. (2008). Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah leverage
(46)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dan ukuran penerbitan. Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Peringkat obligasi = α+ β1DCA+ β2LEV + β3ISSUE SIZE + ε
Untuk menguji validasi model tersebut maka dilakukan pengujian sebagai berikut.
1. Uji Asumsi Klasik
Dalam melakukan analisis cross-sectional regressions, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap empat asumsi klasik, yaitu: multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas.
a. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel independen (Ghozali, 2009). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Cara untuk mendeteksi adanya multikolinearitas adalah dengan melihat berbagai informasi sebagai berikut.
1) Adanya pair-wise correlation yang tinggi antar variabel independen. Jika pair-wise atau zero order correlation antar dua variabel independen tinggi (umumnya diatas 0,80), maka multikolinearitas merupakan masalah serius. Hal ini dapat dideteksi dengan melihat matrik korelasi antar variabel independen.
(47)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2) Nilai tolerance dan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran
ini menunjukkan setiap variabel independen mana yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai yang dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10. Multikolinearitas juga dapat dideteksi dengan menganalisis matriks korelasi variabel independen. Apabila antar variabel independen terdapat korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas (Ghozali, 2009).
b. Uji Autokorelasi
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (t-1). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan problem autokorelasi. Cara untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW test). Bila nilai DW terletak antara batas upper bound (du) dan (4-du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi (Ghozali, 2009).
c. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2009). Cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah sebagai berikut.
(48)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1) Metode Grafik
Model ini dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Dasar analisis grafik scatterplot adalah jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
2) Uji Glejser
Pengujian ini mengusulkan untuk meregres nilai absolute residual terhadap variabel independen lainnya. Jika nilai signifikansi dari regresi atas absolute residual dan tiap-tiap variabel independen tersebut lebih dari nilai signifikansi 0,01 maka model regresi tersebut tidak mengalami heteroskedastisitas.
d. Uji Normalitas
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel pengganggu atau residual dalam model regresi memiliki distribusi normal (Ghozali, 2009). Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak adalah dengan menggunakan analisis grafik dan uji statistik.
(49)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1) Analisis Grafik
Normalitas dapat dideteksi dengan melihat grafik histogram dari residualnya atau dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik normal plot. Dasar analisis grafik histogram dan grafik normal plot adalah jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal pada grafik normal plot atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal pada grafik normal plot atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
2) Uji Kolmogorof-Smirnov (KS)
Normalitas juga dapat dideteksi dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Kriteria yang digunakan adalah dengan pengujian dua arah (two tailed test) yaitu dengan membandingkan nilai ρ value yang diperoleh dengan derajat signifikansi yang ditentukan yaitu 0,05. Kriteria pengambilan keputusannya adalah apabila nilai ρ > 0,05 maka data residual terdistribusi normal dan sebaliknya apabila nilai ρ < 0,05 maka data residual tidak terdistribusi normal (Ghozali, 2009).
2. Pengujian Hipotesis
Uji hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis cross-sectional regressions. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu manajemen laba terhadap nilai perusahaan dengan
(50)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id a. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan sebuah model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil
berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada
saat mengevaluasi mana model regresi terbaik. Tidak seperti R2 , nilai
Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen
ditambahkan kedalam model (Ghozali, 2009). b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara bersama dapat berpengaruh terhadap variabel dependen (goodness of fit model). Adapun hipotesis dirumuskan sebagai berikut:
H0 : ρ = 0
(51)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Artinya :
H0 = Tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari variabel
independen terhadap variabel dependen
H1 = Terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari variabel
independen terhadap variabel dependen
Untuk pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Uji F (F test). Hasil F hitung dibandingkan dengan F tabel dengan α = 5%
Jika:
- F hitung > F tabel maka seluruh variabel independen secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
- b. F hitung < F tabel maka seluruh variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. c. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen secara individual berpengaruh terhadap variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan uji t, yaitu dengan membandingkan t table dan t hitung dengan α = 5%.
(52)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengumpulan Data
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris apakah manajemen laba berpengaruh terhadap emisi obligasi perusahaan. Rincian jumlah data perusahaan yang terkumpul dan dapat diproses adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Sampel Penelitian
Kriteria Jumlah
Obligasi yang terbit (emisi) tahun 2004-2009 154 unit
Obligasi perusahaan finansial 60 unit
Total obligasi perusahaan non finansial 94 unit
Obligasi dengan data tidak lengkap 8 unit
Obligasi dengan peringkat default 8 unit
Obligasi dengan data outlier 9 unit
Total sampel penelitian 69 unit
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah anggota sampel penelitian adalah sebanyak 154 unit obligasi perusahaan yang terbit (emisi) selama tahun 2004 - 2009, tetapi terdapat 60 unit obligasi perusahaan finansial, 8 unit obligasi dengan data tidak lengkap, 8 unit obligasi dengan peringkat default, serta 9 unit obligasi dengan data outlier, sehingga jumlah anggota sampel penelitian adalah sebanyak 69 unit obligasi. Data emisi obligasi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Indonesia Bond Market Directory tahun 2005-2010 yang diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia.
(53)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
B. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif merupakan pengujian statistik yang bertujuan untuk melihat distribusi data dari variabel yang digunakan dalam penelitian. Pada tabel 3 disajikan statistik deskriptif untuk seluruh sampel yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini.
Tabel 3
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian untuk Perusahaan Sampel (n=69)
Keterangan N Mean Median Minimum Maximum
Rating 69 14,99 15,00 12 18
DA t-1 69 0,061123 0,044400 -0,0728 0,4887
LEV t-1 69 0,747973 0,618428 0,1473 13,3311
ISSUE SIZE t-1 69 196,6087* 109,0000* 1,0* 987,00*
Catatan: * angka dalam milyaran rupiah Sumber: Hasil Pengolahan Data
Nilai rata-rata dari koefisien peringkat obligasi pada periode pengamatan sebesar 14,99. Nilai ini menunjukkan bahwa rata-rata peringkat obligasi berada pada skala A (mendekati A+). Skala peringkat ini menunjukkan rata-rata peringkat obligasi pada saat emisi berada pada tingkat investment grade atau berada pada kategori layak investasi. Nilai maksimum peringkat obligasi yang diterbitkan bernilai 18 (berada pada kategori AA+) sedangkan nilai minimum peringkat obligasi yang diterbitkan berada pada nilai 12 (berada pada kategori BBB+).
Nilai rata-rata variabel leverage sebesar 0,747973. Rasio ini digunakan untuk mengukur proporsi antara aktiva yang didanai oleh kreditor (utang) dan yang didanai oleh pemilik perusahaan (ekuitas). Jika rasio leverage cukup tinggi, maka hal
(54)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id tersebut menujukkan tingginya penggunaan utang, sehingga hal ini dapat membuat perusahaan mengalami kesulitan keuangan, dan biasanya memiliki resiko kebangkrutan yang cukup besar. Ukuran penerbitan (issue size) adalah nilai pokok dari suatu obligasi yang akan diterima oleh bondholder pada saat obligasi tersebut jatuh tempo. Nilai minimum emisi obligasi pada periode pengamatan sebesar 1 milyar rupiah dan nilai maksimum sebesar 987 milyar rupiah.
C. Pengujian Hipotesis
Proksi manajemen laba dihitung dengan menggunakan model Jones Modifikasi (Dechow et al., 1995) dengan mengembangkan model prediksi akrual dengan mengestimasi akrual kelolaan sebagai total akrual. Regresi dilakukan dengan data cross section, merujuk pada penelitian Demirtas et al. (2006). Nilai parameter yang diperlukan untuk mengestimasi non discretionary accruals dari pengujian regresi menghasilkan nilai 0,103 untuk koefisien perubahan pendapatan dan -0,234 untuk Property, Plan, and Equipment. Hasil pengujian terhadap estimasi akrual kelolaan disajikan dalam tabel 4.
Tabel 4
Hasil Pengujian Estimasi Akrual Kelolaan
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Keterangan N Mean
t -1 t 0
Total Accrual 69 -0,061077 -0,030536 Non Discretionary Accruals 69 -0,122200 0,023019 Discretionary Accruals 69 0,061123 -0,053535
(55)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 4 menunjukkan hasil estimasi akrual kelolaan dari sampel yang terdiri dari perusahaan yang melakukan manajemen laba. Nilai rata-rata total akrual pada periode satu tahun sebelum emisi obligasi dan pada periode saat penerbitan obligasi bernilai negatif yang mengindikasikan adanya kecenderungan bahwa perusahaan dalam industri non finansial lebih banyak arus kas yang masuk dibandingkan dengan laba bersih yang diperoleh.
Rata-rata koefisien estimasi akrual kelolaan yang bernilai positif pada model Jones Modifikasi menunjukkan bahwa pada periode tersebut terdeteksi adanya praktik manajemen laba dengan menggunakan cara-cara tertentu untuk menaikkan laba (income increasing accrual), nilai rata-rata koefisien estimasi akrual bernilai negatif mengindikasikan manajemen melakukan upaya untuk menurunkan atau mengurangi laba (income decreasing accrual).
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa pada periode satu tahun sebelum penerbitan obligasi, perusahaan terbukti melakukan income increasing accruals yang ditunjukkan oleh nilai koefisien rata-rata yang bernilai positif yaitu sebesar 0,061123. Nilai estimasi akrual kelolaan pada periode saat penerbitan obligasi digunakan sebagai pembanding. Pada periode saat penerbitan obligasi menunjukkan nilai estimasi akrual kelolalan sebesar -0,053535, nilai koefisien yang bertanda negatif menunjukkan pada tahun penerbitan obligasi perusahaan melakukan income decreasing accruals.
a. Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik digunakan sebelum melakukan pengujian regresi yang dilakukan untuk menguji hipotesis. Adapun pengujian asumsi klasik yang digunakan adalah uji multikolonieritas, autokorelasi, heterokedastisitas dan
(56)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id normalitas. Berdasarkan pengujian data terhadap asumsi klasik, hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.
1) Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel independen (Ghozali, 2009). Hasil uji multikolinearitas dengan menggunakan nilai tolerance dan nilai VIF dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5
Hasil Uji Multikolinearitas
Model Tolerance VIF
DAt_1 0,999 1,001
LEVt_1 0,982 1,018
ISSUE 0,983 1,017
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Hasil uji multikolinearitas pada tabel 5 menunjukkan bahwa semua variabel dalam penelitian ini mempunyai nilai tolerance > 0,10 dan semua variabel memiliki nilai VIF < 10. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi yang digunakan dalam penelitian ini.
Multikolinearitas juga dapat dideteksi dengan menganalisis matriks korelasi variabel-variabel bebas, jika antar variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0,90) maka hal ini merupakan indikasi
adanya multikolinearitas (Ghozali, 2009). Hasil uji multikolinearitas dengan menggunakan koefisien korelasi dapat dilihat pada tabel 6.
(57)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 6
Hasil Uji Multikolinearitas
Model ISSUE DAt_1 LEVt_1
Correlation ISSUE 1,000 -0,002 -0,129
DAt_1 -0,002 1,000 -0,033
LEVt_1 -1,129 -0,033 1,000
Covariances ISSUE 0,069 0,000 -0,003
DAt_1 0,000 1,634 -0,004
LEVt_1 -0,003 -0,004 0,007
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Variabel leverage memiliki koefisien korelasi sebesar -0,033 dengan variabel discretionary accruals. Variabel leverage memiliki koefisien korelasi sebesar -1,129 dengan variabel ukuran penerbitan. Variabel ukuran penerbitan memiliki koefisien korelasi sebesar -0,002, dengan variabel discretionary accruals. Hasil koefisien korelasi tersebut menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki korelasi tinggi karena semua koefisien korelasi di bawah 0,90, jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil ini konsisten dengan hasil uji multikolinearitas yang menggunakan nilai tolerance dan nilai VIF.
2) Uji Autokorelasi
Autokorelasi menunjukkan bahwa variabel pengganggu pada suatu observasi berkorelasi dengan variabel pengganggu pada observasi lainnya. Tabel 7 meringkas hasil pengujian autokorelasi dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW test).
(58)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 7
Hasil Uji Autokorelasi
Variabel du 4-du Durbin- Watson
Dep: RATING
Indep: DAt_1 1,703 2,297 1,718
LEVt_1 ISSUE
Bila nilai DW terletak antara batas upper bound (du) dan (4-du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi (Ghozali, 2009). Berdasarkan hasil uji autokorelasi pada tabel 7 di atas, nilai DW sebesar 1,718 terletak di antara batas upper bound (du) dan (4-du), hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi autokorelasi dalam penelitian ini, sehingga model regresi layak untuk digunakan.
3) Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu ke pegamatan lain (Ghazali 2009). Pengujian ini dilakukan dengan melihat grafik scatterplot, adapun hasil pengujian heteroskedastisitas dengan grafik scatterplot diperlihatkan pada gambar 2 di bawah ini.
(59)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Gambar 2
Dari grafik scatterplot pada gambar 2 di atas menunjukkan bahwa titik-titik pada gambar menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi yang ada terbebas dari asumsi heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas juga dapat dideteksi dengan menggunakan uji Glejser (Ghozali, 2009). Hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan uji Glejser dapat dilihat pada tabel 8.
(60)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 8
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Model t Sig.
DAt_1 -1,171 0,246
LEVt_1 -1,175 0,244
ISSUE 1,292 0,201
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan uji Glejser menunjukkan bahwa koefisien parameter untuk variabel independen tidak ada
yang signifikan, jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas dalam model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil ini konsisten dengan hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik scatterplot.
4) Uji Normalitas
Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah variabel pengganggu atau residual dalam model regresi memiliki distribusi normal (Ghozali, 2005). Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan analisis grafik histogram, normal probability plot dan analisis statistik One-Sample Kolmogorov-Smirnov (Uji K-S).
(61)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Gambar 3
Grafik histogram pada gambar 3 di atas menunjukkan pola distribusi normal sebab memperlihatkan grafik mengikuti sebaran kurva normal (ditunjukkan dengan kurva berbentuk lonceng).
Sumber: Hasil Pengolahan Data
(1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id menunjukkan kinerja yang terbaik. Sebagai pembanding, nilai estimasi akrual kelolaan pada periode saat emisi obligasi menunjukkan nilai estimasi akrual kelolalan yang mengindikasikan pada tahun penerbitan obligasi perusahaan melakukan income decreasing accruals. Perubahan estimasi akrual kelolaan tersebut menunjukkan bahwa perusahaan menarik laba pada periode yang akan datang untuk melaporkan pola laba yang menguntungkan pada saat penerbitan peringkat pada saat emisi.
Hasil penelitian ini mendukung beberapa penelitian sebelumnya, antara lain Demirtas et al. (2006) yang menunjukkan bukti empiris bahwa issuer melakukan kebijakan akuntansi dan keputusan pelaporan dengan tingkat akrual yang meningkat pada periode emisi. Peningkatan akrual tersebut terjadi namun berubah terbalik pada periode pemeringakatan berikutnya. Caton et al. (2008) mengkonfirmasi bukti empiris bahwa issuer melakukan window dressing pada kinerja sebelum sampai saat penerbitan. Penelitian ini menemukan proporsi yang rendah dari penurunan periode berikutnya untuk perusahaan dengan aktivitas manajemen laba yang agresif. Hasil regresi mengindikasikan upaya manajemen laba yang agresif berasosiasi dengan rendahnya peringkatan pada saat emisi. Yasa (2010) menunjukkan perusahaan penerbit obligasi melakukan manajemen laba dengan cara menaikkan jumlah akrual diskresioner saat publikasi laporan keuangan auditan sebelum perioda penerbitan obligasi. Manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan penerbit obligasi lebih besar daripada perusahaan non penerbit obligasi pada saat perioda yang sama.
Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa pada periode satu tahun sebelum emisi obligasi terdapat pengaruh yang signifikan antara manajemen laba terhadap peringkat obligasi. Bukti ini menunjukkan adanya upaya manajer untuk mengelola
(2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id laba pada periode laporan keuangan yang digunakan sebagai penilaian oleh lembaga pemeringkat. Discretionary accruals memiliki beta koefisien negatif menunjukkan adanya pengaruh yang berlawanan antara discretionary accruals terhadap peringkat emisi obligasi.
Berdasarkan ketentuan Bapepam, emiten yang akan melakukan pencatatan efek bersifat utang di bursa wajib memenuhi ketentuan menghasilkan laba usaha untuk satu tahun terakhir, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa issuer mengelola laba secara agresif terkait informasi yang disoroti.
Temuan ini menunjukkan bahwa perusahaan penerbit obligasi bermaksud menyesatkan lembaga pemeringkat dengan melakukan manajemen laba sebagai upaya yang dilakukan manajer untuk melakukan manajemen informasi akuntansi jangka pendek. Namun pada praktiknya, lembaga pemeringkat ternyata memberikan peringkat obligasi yang rendah untuk emiten yang melakukan manajemen laba. Penilaian yang digunakan oleh lembaga pemeringkat adalah penilaian kinerja keuangan mencakup analisis ukuran finansial secara keseluruhan untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh mengenai kesehatan keuangan perusahaan tidak hanya meliputi informasi akuntansi jangka pendek, tetapi juga meliputi informasi historis, sekarang serta proyeksi perusahaan pada masa yang akan datang. Hasil penelitian ini mendukung beberapa penelitian sebelumnya, antara lain Demirtas et al. (2006); Caton et al. (2008) dan Gu da Zhao (2006) yang mengkonfirmasi bukti empiris bahwa manajemen akrual memberikan kecenderungan tren peringkat obligasi yang menurun.
(3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pada 0,05. Leverage merupakan salah satu indikator solvabilitas perusahaan. Perusahaan dengan tingkat leverage tinggi mengindikasikan porsi utangnya lebih besar daripada aktiva. Kemungkinan risiko gagal bayar (default risk) pada
perusahaan yang mempunyai leverage tinggi lebih besar, sehingga dapat
menurunkan peringkat surat utang. Hasil penelitian ini mendukung beberapa penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Demirtas et al. (2006) dan Caton et al.
(2008).
Variabel ukuran penerbitan mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap peringkat emisi obligasi. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi nilai pokok dari suatu obligasi yang akan diterima oleh bondholder pada saat obligasi tersebut jatuh tempo maka semakin tinggi pula peringkat obligasi perusahaan tersebut. Pada saat emisi obligasi, perusahaan mendapatkan arus kas masuk yang cukup besar dari penjualan obligasi. Dengan adanya suntikan dana tersebut, maka masyarakat dan lembaga pemeringkat meyakini bahwa untuk likuiditas perusahaan jangka menengah berada pada tingkat yang aman. Semakin baik tingkat likuiditas perusahaan maka semakin tinggi peringkat obligasi tersebut.
(4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris apakah perusahaan emiten melakukan praktik manajemen laba terkait dengan emisi obligasi serta pengaruhnya terhadap peringkat obligasi. Penelitian ini menggunakan sampel 69 unit obligasi perusahaan yang terbit pada tahun 2004 sampai dengan 2009. Analisis data dilakukan menggunakan cross-sectional regressions dengan bantuan komputer program Statistical Package for Social Science (SPSS). Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa.
1. Perusahaan melakukan manajemen laba yang menaikkan laba sebelum
ditetapkan peringkat obligasinya. Hasil rata-rata estimasi akrual kelolaan menunjukkan pada periode satu tahun sebelum penerbitan obligasi bernilai
positif mengindikasikan bahwa perusahan emiten melakukan income increasing
accruals. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Demirtas et al. (2006),
Caton et al. (2008) dan Yasa (2010).
2. Praktik manajemen laba berpengaruh negatif terhadap perolehan peringkat emisi obligasi. Hasil analisis regresi menunjukkan tingkat signifikansi discretionary
accruals berada pada angka 0,000 dengan beta koefisien negatif sebesar 0,441.
Variabel kontrol leverage berpengaruh negatif terhadap peringkat emisi obligasi yang dibuktikan dengan koefisien beta sebesar -0,172 dan tingkat signifikansi sebesar 0,037; dan ukuran penerbitan berpengaruh positif terhadap peringkat
(5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id signifikansi sebesar 0,000. Bukti ini menunjukkan adanya upaya manajer untuk mengelola laba pada periode laporan keuangan yang digunakan sebagai penilaian oleh lembaga pemeringkat. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Caton et al. (2008).
B. Keterbatasan
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut.
1. Ketersediaan data yang terbatas sehingga sulit untuk memisahkan sampel yang ada baik berdasarkan jenis industri maupun berdasarkan kategori obligasi.
2. Penelitian ini mengabaikan peristiwa-peristiwa yang mungkin berpengaruh terhadap munculnya praktik manajemen laba misalnya Initial Public Offering
(IPO), Seasoned Equity Offerings (SEO) serta peristiwa lain yang membuktikan ada indikasi manajemen melakukan manajemen laba.
3. Penelitian ini menggunakan manajemen laba sebagai proksi kinerja keuangan dalam mempengaruhi peringkat obligasi. Peringkat obligasi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kinerja keuangan perusahaan, tetapi juga dipengaruhi oleh kinerja non keuangan perusahaan.
C. Saran
Saran untuk peneliti di masa mendatang antara lain sebagai berikut.
1. Dilakukan pada jenis industri tertentu dan dipisahkan pada kategori obligasi tertentu sehingga dapat diamati perbedaan perilaku manajemen laba.
(6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. Memasukkan peristiwa-peristiwa yang mungkin berpengaruh terhadap
munculnya praktik manajemen laba sebagai kriteria sampel sehingga apabila terdeteksi adanya praktik manajemen laba benar-benar merupakan efek dari adanya emisi obligasi.
3. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambahkan kinerja non keuangan perusahaan sebagai variabel independen yang mempengaruhi peringkat obligasi dengan model penelitian yang memadai.