jika tidak segera ada perubahan, maka jika ada perlakuan tidak adil sedikit saja akan memicu kobaran perlawanan dalam bentuk aksi-aksi kekerasan dan teror.
Pelaku teror karena sebab ini adalah kelompok yang merasa sakit hati dan marjinal. Aksi kekerasan dan teror adalah cara yang terbaik untuk menunjukkan
protes atau bahkan melakukan perlawanan atas situasi tersebut. Dalam kasus Indonesia, ada beberapa kelompok masyarakat di daerah yang merasa tidak puas
dengan berbagai kebijakan pemerintah RI. Karena itu, mereka berusaha memisahkan diri dan melakukan perlawanan secara gerilya dan teror.
Gerakan separatisme dipicu oleh rasa ketidakadilan yang diterima oleh mereka dari pemerintah Indonesia karena kekayaan alam yang melimpah tidak banyak
mengubah kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat. Mereka tidak berdaya dengan birokrasi dan kebijakan pemerintah yang mereka anggap sama sekali tidak
berpihak kepada mereka. Karena situasi yang demikian maka timbullah keinginan untuk lepas dari NKRI. Sadar dengan kekuatan yang dimilikinya, mereka melakukan
perlawanan dalam bentuk gerilya dan aksi teror hingga saat ini. Dalam konteks global, ketidakadilan ini di juga dicontohkan oleh AS sebagai
negara adidaya yang memiliki kekuatan super untuk mengatur dunia. Kebijakan luar negeri AS selama ini sangat menyakiti hati umat Islam di dunia. Sebagai contoh,
perlakuan AS yang diskriminatif terhadap Afghanistan atau Irak bertolak belakang dengan sikap mereka terhadap perilaku Israel yang secara kasat mata berbuat semena-
mena terhadap rakyat Palestina.
64
Kekecewaan umat Islam tersebut kemudian melahirkan kelompok-kelompok radikal yang berusaha melawan AS dan sekutunya
atas perlakuan tidak adilnya terhadap dunia Islam.
e. Kemiskinan
64
Untuk lebih jelas melihat bagaimana perilaku diskriminatif AS dalam persoalan di Timur Tengah, selengkapnya baca: Kailani, Al, Haitsam, Al-Irhâb Yuassis Daulah Namûdzaj Isrâîl, Kairo: Dar
al-Syuruq, 1997.
Dalam ilmu sosial, kemiskinan merupakan ladang subur bagi tumbuhnya kekerasan. Kemiskinan sangat rentan menimbulkan efek domino negatif dalam kultur
masyarakat. Apalagi jika mereka dihadapkan pada situasi yang sangat timpang, di mana kemewahan didemonstrasikan secara mencolok di depan mata.
Beratnya beban ekonomi yang mendera mereka inilah yang kemudian membuat mereka mudah sekali bereaksi tanpa kesadaran menalar situasi terlebih dahulu.
Keadaan ini yang kemudian menjadi daya tarik bagi organisasi-organisasi garis keras tertentu untuk merekrut mereka menjadi anggota dengan jaminan perbaikan taraf
hidup. Dengan kondisi kebutuhan mereka yang masih pada taraf fisiologis ini, maka yang terjadi bisa ditebak, yaitu mereka sangat potensial menjadi mesin-mesin pintar
yang bisa dikendalikan untuk kepentingan apapun, termasuk melakukan teror sekalipun.
f. Ambisi Kekuasaan
Faktor ini juga menjadi salah satu penyebab munculnya terorisme. Faktor ini biasanya dilakukan oleh elit politik suatu negara untuk tujuan memperoleh
kekuasaan. Dengan melakukan berbagai aksi teror maka kesempatan untuk meruntuhkan kekuatan lawan politik menjadi besar. Situasi kekacauan bisa menjadi
legitimasi baginya untuk merebut kekuasaan, atau muncul sebagai pahlawan. Faktor ini juga biasanya dilakukan oleh negara. Negara menginginkan situasi
negerinya aman tanpa gangguan dan semua rakyat patuh terhadap semua kebijakan yang ditetapkan, tanpa ada protes atau bahkan perlawanan. Dengan situasi yang
demikian negara akan bisa melanggengkan kekuasaannya dan melaksanakan segala kepentingannya tanpa hambatan.
g. Situasi Sosial Politik
Aksi terorisme banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial politik dalam suatu negara. Lemahnya proses demokratisasi pada suatu negara akan menimbulkan dampak
penyumbatan aspirasi politik warga. Hingga kini belum banyak negara yang memiliki kematangan berdemokrasi. Penyumbatan aspirasi yang terjadi pada akhirnya bisa
menjadi kekuatan tersendiri menjadi gerakan-gerakan yang berorientasi politik yang bertujuan merebut kekuasaan. Biasanya kelompok ini akan secara tegas diberantas
oleh rezim yang berkuasa. Umumnya gerakan-gerakan kelompok teroris ini tersembunyi namun solid.
Mereka terus melakukan aksinya untuk mengganggu situasi sampai bisa mencapai tujuannya, meskipun hal ini harus dilalui selama bertahun-tahun. Dalam konteks ini,
biasanya ada motif yang mereka pelihara dan menjadi orientasi gerakan, seperti;
65
- Memperoleh keuntungan melalui konsesi tertentu, seperti uang tebusan atau pembebasan tahanan.
- Memperoleh publisitas. Kelompok teroris ingin mendapat perhatian dan diakui keberadaannya oleh pihak yang diteror dan masyarakat luas. Karena jumlah
mereka kecil dan tidak memiliki kekuatan pendukung yang mapan dalam menjalankan aksinya maka mereka biasanya menggunakan cara teror yang
dramatis dan menggemparkan sehingga di-blow up oleh media massa. - Menimbulkan suasana chaos dan merusak tatanan sosial yang ada. Namun
strategi ini sering kali gagal sebab gerakan mereka yang membabi buta. Masyarakat biasanya akan balik membantu pemerintah meskipun sebelumnya
bersimpati kepada mereka. - Memancing sikap reaktif dari pemerintah sehingga menimbulkan situasi kontra
teror yang akan menguntungkan bagi kelompok teroris. - Memanfaatkan doktrin tertentu sebagai media menciptakan kepatuhan kepada
anggotanya sehingga tujuan-tujuan kelompok berpeluang untuk direalisasikan. - Menghukum segala sesuatu yang dipandang simbol musuh, kesalahan, atau
kejahatan, atau sesuatu yang tidak setuju dengan perjuangan mereka.
65
Lihat A. Hasnan Habib, “Terorisme Internasional” h. 569
h. Lemahnya Negara