Munculnya Fenomena Radikalisme Agama

c. Terorisme yang disponsori Negara State Sponsored Terrorism

Terorisme yang disponsori negara adalah kelompok yang melakukan aksi kekerasan dan teror di suatu negara di mana ia didukung penuh oleh suatu negara, baik masalah pendanaan, peralatan, taktik, strategi, dan pelatihan. Negara mengontrol dan mengarahkan operasi-operasi tersebut dengan tujuan dan target tertentu. Gerilyawan Mujahidin adalah salah satu contohnya. Saat pendudukan Uni Sovyet, AS memberikan bantuan penuh kepada mereka untuk melakukan perlawanan dengan tujuan komunisme tidak berkembang dan kepentingan Sovyet sebagai musuh besarnya tidak dapat terlaksana.

D. Terorisme di Indonesia

1. Munculnya Fenomena Radikalisme Agama

Radikalisme adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan gejala pemahaman terhadap agama secara keras dan militan. Ada beberapa istilah serupa untuk menggambarkan aktivitas kelompok yang melakukan kekerasan dengan motif agama, seperti fundamentalisme, ekstremisme, militanisme, dan sebagainya. Semua term ini memiliki kedekatan pengertian meskipun sedikit berbeda. Tarmidzi Taher, Edy Kristianto, dan Frans Magnis Suseno menggunakan kata radikalisme untuk menggambarkan fenomena beragama secara keras dalam agama Islam dan Katholik. 70 Kendati mereka sama-sama menggunakan kata radikalisme, tetapi makna dan pengertiannya berbeda-beda. Tarmidzi memaknai radikalisme dengan gerakan yang memiliki model keberagamaan konservatif serta menolak sistem sosial politik sekuler. Gerakan tersebut menurutnya, dicirikan oleh keinginan untuk menerapkan ajaran Islam secara menyeluruh kaffah dalam kehidupan keluarga, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Sementara Eddy-Magnis tidak menemukan gerakan yang muncul di Katolik untuk menciptakan tatanan sosial- politik tersendiri. Tetapi gerakan itu lebih bersifat internal, yaitu berkaitan dengan masalah keagamaan dan institusi agama. 70 Qamaruddin SF, Bertuhan Secara Radikal, Jakarta: Serambi, 2000 hal. 30 Menurut Kamus Bahasa Indonesia, istilah radikal mengacu kepada keinginan adanya perubahan sosial dan politik secara mendasar. Sedangkan radikalisme berarti paham yang menginginkan perubahan sosial dan politik secara cepat dan dengan cara-cara kekerasan tanpa kompromi. 71 Jelasnya, radikalisme adalah kenyataan global yang muncul pada semua keyakinan, tak terkecuali dalam Islam. Paham ini memang tidak muncul begitu saja sebagai reaksi spontan terhadap tatanan timpang dunia saat ini, tetapi terlahir dengan kompleksitas persoalan yang mengepung umat Islam itu sendiri. Penyebab keberadaannya pun tidak berdiri secara tunggal, tapi berjalin kelindan dengan beragam persoalan lainnya. Jadi radikalisme di sini lebih merupakan bentuk reaksi atas kompleksitas persoalan yang melingkupi umat Islam. Dengan demikian, radikalisme Islam merupakan salah satu fenomena global. Dalam pandangan Bassam Tibi, radikalisme merupakan gejala ideologis dari tesis benturan peradaban clash of civilizations. Gejala ini bukan disebabkan krisis yang melanda dunia saat ini, tetapi lebih merupakan bentuk respons atasnya. 72 Dalam kajian ilmu sosial, Horace M. Kallen mencirikan tiga kecenderungan umum dari fenomena radikalisme. Pertama, Radikalisme merupakan respons penolakan atas situasi yang sedang berlangsung. Permasalahan yang ditolak dapat berupa gagasan, lembaga, pemerintahan, hukum yang dinilai bertanggung jawab atas situasi yang ditolak tersebut. Kedua, radikalisme tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berusaha mengubah situasi tersebut dengan tatanan yang baru yang bisa diterima. Ketiga, kuatnya keyakinan kaum radikal akan kebenaran gagasan atau keyakinan yang mereka anut. 73 Adapun mengenai fenomena kekerasan agama yang terjadi di Indonesia, untuk menjelaskannya, penulis lebih memilih istilah radikalisme karena terminologinya lebih dekat dengan situasi yang terjadi pada tahun-tahun pertama sejak tumbangnya rezim Soeharto di tahun 1998, di mana rakyat Indonesia seperti mengalami euforia kebebasan setelah sekian lama dibungkam bersuara. Munculnya fenomena radikalisme Islam pasca tahun 1998 tersebut adalah titik awal dimulainya berbagai aksi terorisme di Indonesia dalam satu dekade terakhir. Pasca gerakan reformasi, setiap orang seperti bebas melakukan apa saja. Kelompok 71 Kamus Besar Bahasa Indonesia, ... h. 919. 72 Lihat: Bassam Tibi, The Challenge of Fundamentalism: Political Islam and the New World Disorder, University of California Press, 1998, h.2. 73 Bahtiar Effendy dan Hendro Prasetyo ed, Radikalisme Agama, Jakarta: PPIM IAIN, 1998, h. xvii-xviii atau organisasi yang sebelumnya menutup diri tiba-tiba muncul. Sebagian mereka adalah kelompok Islam garis keras yang secara demonstratif mengusung simbol-simbol keislaman yang diyakininya sebagai yang paling benar sehingga harus ditegakkan, sekalipun dengan cara kekerasan dan melanggar hukum. Dari situasi yang demikian, tidak berselang lama terjadi peristiwa serangan teroris ke AS pada 11 September 2001. Isu terorisme kemudian berhembus kencang ke seluruh dunia. Indonesia bahkan menjadi salah satu negara yang oleh Barat diyakini sebagai sarang teroris. Apalagi kemudian terbukti dengan adanya beberapa kasus pengeboman di tanah air, seperti bom Bali, Bursa Efek Jakarta, JW. Marriot, kedubes Australia, dan pengeboman lainnya. Banyak di antara kasus tersebut disinyalir terkait dengan jaringan terorisme internasional pelaku teror 11 September 2001 di New York, AS. 74 Akibat aksi terorisme tersebut bangsa ini mengalami kerugian yang luar biasa, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada peristiwa bom Bali I misalnya, tercatat ratusan nyawa melayang. Sebagian besar merupakan turis asing yang sedang berlibur di Bali. Di samping itu, puluhan bangunan, mobil, dan fasilitas publik hancur. Trauma dan kepedihan lebih berat lagi dirasakan oleh masyarakat Bali akibat sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung perekonomian mereka runtuh dalam sekejap. Masyarakat internasional trauma dengan peristiwa tersebut dan memilih tidak berlibur ke Bali. Hal ini berlangsung cukup lama dan membuat perekonomian rakyat mengalami kelesuan yang luar biasa. Berdasarkan berbagai barang bukti yang ditemukan oleh polisi, belakangan terekspos bahwa pelaku pengeboman tersebut adalah sekelompok muslim radikal yang berambisi untuk mengubah tatanan masyarakat yang dianggap telah banyak menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan dalam kitab suci Al-Quran. 75 Munculnya berbagai peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh kalangan muslim radikal tersebut mengindikasikan bahwa radikalisme beragama di Indonesia meningkat seiring dengan menguatnya isu terorisme global beberapa tahun terakhir. Bagi Barat, radikalisme yang muncul dalam Islam menjadi ancaman tersendiri karena akan berimplikasi luas terhadap berbagai kepentingan Barat di mana-mana. Dalam dunia Islam sendiri, tentu tidak semua pemeluknya memiliki keberagamaan yang radikal. Komunitas Islam sendiri sangat beragam. Ada yang radikal, moderat dan bahkan liberal, tergantung bagaimana masing-masing melakukan pembacaan terhadap teks agamanya serta situasi obyektif yang menyertai mereka. 74 Hal ini dilihat dari jenis bom yang digunakan, jaringan pelaku, latar belakang, pendanaan, dan sebagainya yang tidak mungkin dilakukan hanya oleh kelompok lokal. 75 http:www.polri.go.idserseserse1.php Kelompok Islam radikal umumnya skriptualis, cenderung eksklusif, merasa paling benar, dan melakukan hal yang terkadang bertentangan dengan logika kewajaran. Namun tampaknya, mereka justru merasa bangga karena hal itu mereka anggap sebagai bentuk ketaatan kepada ajaran agama yang paling sempurna. Penilaian ini sebagaimana tergambar dalam komentar oleh Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin Indonesia, Irvan S. Awwas, “Orang boleh menyebut kami apa saja. Fundamentalis, kelompok Islam radikal, garis keras, eksklusif atau apapun. Kami hanya menilai bahwa perubahan sosial dan perilaku masyarakat terutama umat Islam sendiri telah semakin jauh dari apa yang telah digariskan Al-Quran dan Sunah Rasulullah. Sebagai umat yang berkeyakinan atas kebenaran kedua hukum Islam itu, kami berkewajiban untuk mengubah atau mengembalikan tatanan masyarakat seperti yang digariskan Allah melalui Muhammad.” 76 Ciri kelompok Islam radikal tersebut biasanya sangat gandrung menggunakan beragam atribut dan simbol keislaman. Tema-tema perjuangannya pun sektarian dan ideologis, seperti jihad, penegakan syariat Islam, dan khilafah. Dalam aksinya, perjuangan mereka diwujudkan dalam bentuk antara lain: sweeping terhadap orang-orang yang tidak disukai, penyerbuan ke tempat-tempat hiburan, perjudian, lokalisasi Pekerja Seks Komersial PSK, dan bahkan tindakan ekstrem seperti pengeboman. Aksi yang demikian tentu bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan pola perjuangannya, kelompok Islam radikal di Indonesia bisa dikelompokkan dalam dua varian; pertama , kelompok yang lebih berorientasi pada ide dan pemikiran yang fundamental. Kelompok ini memperjuangkan gagasannya dalam bentuk penegakan syariah Islam dalam kehidupan berbangsa melalui cara-cara persuasif tanpa kekerasan. Mereka menggunakan media massa baik cetak maupun elektronik serta media dakwah untuk mensosialisasikan dan memperjuangkan cita-citanya. Kelompok dengan tipikal seperti adalah Ikhwanul Muslimin IM, Hizbut Tahrir HT, Majelis Mujahidin Indonesia MMI dan Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam KISDI. Aksi mereka yang lebih persuasif dilakukan dalam bentuk diplomasi dan membangun wacana publik. Kedua, kelompok yang dalam memperjuangkan cita-citanya menggunakan cara-cara keras, intoleran, anarkis, dan bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Kelompok dengan tipikal ini adalah Jamaah Islamiah JI, Front Pembela Islam FPI, Forum Komunikasi Ahlussunnah Waljamaah FKAWJ dengan Laskar Jihad-nya, Laskar Hisbullah dan sebagainya. Untuk memperoleh gambaran lebih jelas mengenai kelompok yang kedua di atas, perlu penulis ketengahkan di sini bagaimana kelompok-kelompok tersebut bisa muncul dan meramaikan radikalisme agama di Indonesia. 76 Jurnal Perempuan, No.31 2003 Forum Komunikasi Ahlussunnah Waljamaah FKAWJ didirikan pada 12 Februari 1998 di Solo. 77 Organisasi ini terlahir dari sebuah gerakan dakwah di Indonesia yang dirintis oleh Ja’far Umar Thalib. Pandangan keagamaan yang dianut kelompok ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab, tokoh gerakan Wahabi di semenanjung Arab. Organisasi ini dibentuk sebagai wujud dari keprihatinan akan lemahnya pemahaman Islam dan menguatnya gejala sekularisme di kalangan muslim Indonesia. Kelahiran FKAWJ juga dipicu oleh situasi carut-marutnya keadaan ekonomi, sosial, politik, dan keamanan di Indonesia pasca reformasi 1998. Organisasi ini memiliki beberapa badan independen yang berpayung di bawah FKAWJ, salah satunya adalah Laskar Jihad LJ. Badan ini berfungsi sebagai sayap militer dari FKAWJ yang bertugas melakukan jihâd fî sabîlillâh yaitu penggunaan kekuatan fisik untuk tujuan-tujuan agama dalam bentuk pengiriman pasukan bantuan ke daerah konflik yang melibatkan umat Islam. Pembentukan LJ oleh FKAWJ dilatarbelakangi oleh lambannya pemerintah dalam menangani konflik SARA di Ambon, Ternate, Poso dan lain-lain. Kondisi umat Islam saat itu menjadi korban dari situasi konflik kekerasan yang tidak berimbang, mengingat jumlah muslim di wilayah konflik adalah minoritas. LJ ini—dengan semangat jihad—kemudian berbondong-bondong ke wilayah konflik untuk membantu umat Islam di sana melakukan perlawanan fisik. Namun demikian, dalam konteks kebangsaan, keterlibatan LJ ke tengah konflik ini justru menuai masalah baru. Konflik bukannya selesai tetapi lebih melebar dan menyeret konflik ke arah pertarungan agama. Di pihak lawan pun demikian, mereka mengusung tema perang suci membela agama sehingga terbentuk pula Laskar Kristrus LK. Karena sarat dengan nuansa pertarungan agama, konflik ini kemudian menarik simpati dari masing-masing pemeluk agama dari seluruh tanah air, bahkan dari dunia internasional. LJ juga memiliki keterlibatan serupa dengan konflik yang terjadi di Poso, Sulawesi Utara. Juga pada insiden Ramadhan di Ngawi, 19 November 2001, LJ melakukan kekerasan dengan dalih memberantas kemungkaran yang terjadi di wilayah Ngawi Jawa Timur. 78 Pada tanggal 17 Agustus 1998, di kawasan Ciputat Jakarta selatan, berdiri pula sebuah organisasi massa ormas sektarian yang berasaskan Islam, yaitu Front Pembela Islam FPI. 79 Organisasi ini didirikan untuk menunjukkan keberadaan umat Islam yang pantas dihargai, mengingat negeri ini dihuni oleh mayoritas muslim. Ormas ini berorientasi 77 Sulaiman Rasyid, Islam Radikal Pasca Reformasi,Yogyakarta, Geliat makna, 2004 h. 34. Tentang LJ juga bisa dilihat di http:id.wikipedia.orgwikiLasykar_Jihad 78 http:id.wikipedia.orgwikiLasykar_Jihad 79 Sulaiman Rasyid, Islam Radikal, h. 45 kepada paham ahlussunnah waljamaah dengan mengedepankan prinsip amar makruf nahi munkar. Mereka selalu mengusung tema jihad dalam menjalankan prinsip tersebut sehingga moto yang mereka miliki adalah hidup mulia atau mati syahid. Dalam aksinya, ormas ini lebih sering menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, penyerangan terhadap tempat hiburan malam, lokalisasi perjudian dan prostitusi, sumber-sumber pornografi, dan aksi sweeping terhadap warga negara asing yang negaranya dianggap memusuhi Islam, terutama AS dan sekutunya. 80 FPI juga terlibat secara politik dengan mendukung penerapan syariah di Indonesia. Karena sering kali melakukan aksi kekerasan dan pelanggaran hukum, aparat keamanan kemudian membekukan ormas ini dan menahan Habib Riziq dengan tuduhan melakukan tindak pidana kekerasan dan mengganggu ketertiban umum. Namun demikian, melihat cara-cara kekerasan dan dampak yang ditimbulkannya, maka tindakan yang dilakukan oleh Laskar Jihad dan FPI di atas masih dalam kategori kriminalitas biasa. Di samping kedua ormas radikal di atas, terdapat pula organisasi lain yang menggunakan aksi-aksi yang lebih radikal, yaitu Jamaah Islamiyah JI. Mereka melakukan aksi kekerasan bahkan teror untuk mencapai tujuannya. Sebagian orang meyakini bahwa organisasi ini benar-benar ada di Indonesia namun sebagian lagi menyangsikannya. Bahkan sebagian orang beranggapan bahwa organisasi ini fiktif dan keberadaannya sengaja diopinikan oleh AS untuk melegitimasi tindakan AS menyerang lawan-lawannya. Beberapa analis Barat seperti Sidney Jones menilai bahwa JI memang ada di Indonesia namun belum teridentifikasi. Pada seminar internasional, Sidney Jones menjelaskan bahwa JI adalah organisasi underground yang didirikan pada 1994-1995 oleh Abdullah Sungkar dengan tujuan untuk mendirikan negara Islam di Indonesia dan membangun khilafah Islam di dunia dengan melancarkan serangan jihad terhadap musuh-musuh Islam. 81 Ia menyebut bahwa Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir adalah tokoh kunci JI. Namun, Abu Bakar Ba’asyir di berbagai kesempatan selalu menampik tuduhan sebagai ketua JI. Bahkan dengan tegas ia tidak mengetahui keberadaan organisasi tersebut dan menganggap JI hanyalah rekayasa opini yang dilakukan AS untuk menyerang dirinya. Beberapa literatur memang menyebutkan bahwa keberadaan JI memang ada dan secara ideologis bersinggungan dengan jaringan Al-Qaedah yang bertujuan mewujudkan misi Pan-Islamisme dengan mengusung tema jihad. Di tingkat regional, organisasi ini memiliki jaringan di beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Mereka memiliki misi mewujudkan Negara Islam Raya di kawasan Asia Tenggara. Disinyalir bahwa pemimpin dan anggota sel 80 Daftar kekerasan FPI, http:id.wikipedia.orgwikiDaftar_Aksi_Front_Pembela_Islam 81 Sidney Jones, Jamaah Islamiyah: a Short Description, makalah seminar internasional 22-23 Juli 2003 di Hotel Mulia, Jakarta. dari organisasi JI merupakan sukarelawan yang pernah mendapatkan pelatihan militer di kamp-kamp militer yang didirikan oleh Osamah bin Laden dan AS untuk membantu gerilyawan Mujahidin melawan Uni Sovyet di Afghanistan pada awal dekade 1980-an. 82 Di Indonesia, karena aktivitasnya yang demikian radikal, dan telah diketahui memiliki jaringan dan kemampuan yang cukup untuk melakukan aksi teror, maka oleh pemerintah Indonesia JI kemudian dituduh sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas kasus peledakan bom di beberapa kota di Indonesia pada malam Natal 2002, Hotel JW. Marriot, bom Bali I dan II dan lainnya. 83 Secara historis, perkembangan kelompok muslim radikal dapat dilacak dari sejarah gerakan politik Islam di masa lalu yang memiliki kesamaan tujuan, yaitu gerakan Darul Islam DI dan Tentara Islam Indonesia TII yang lahir kemudian. Keduanya muncul di era pemerintahan Soekarno dengan tujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Pada 7 Agustus 1948, DI yang berada di bawah kepemimpinan RM. Kartosuwiryo memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia di daerah Jawa Barat. 84 Latar belakang peristiwa ini adalah akibat kegagalan umat Islam memperjuangkan Islam sebagai dasar negara sehingga menimbulkan kekecewaan yang begitu mendalam bagi kelompok-kelompok fundamentalis Islam. Keputusan untuk menetapkan Pancasila sebagai dasar negara dan mengukuhkan kebhinekaan sebagai sesuatu yang harus dihargai menjadi pemicu ketidakpuasan dan menganggap bahwa kaum sekuler telah mengalahkan kepentingan umat Islam. Kesimpulannya, pemerintahan RI berdiri di atas hukum kafir yang boleh diperangi. Dalam perkembangannya, dalam tubuh DITII sendiri muncul konflik internal serta berkurangnya dukungan dari masyarakat Jawa Barat. Di tahun 1960-an, gerakan ini ditumpas oleh TNI dan Kartosuwiryo berhasil ditangkap. Akan tetapi, para pengikutnya yang lolos kemudian mengembangkan misi gerakan ini di beberapa daerah seperti di Aceh, Lampung dan Tanjung Priok Jakarta. 85 Secara umum, gerakan Islam yang muncul tersebut bisa dibedakan dalam dua kategori, yaitu gerakan struktural dan kultural. Gerakan struktural mengambil peran secara politis seiring dengan adanya perubahan undang-undang sistem kepartaian. Mereka mendirikan partai-partai Islam sebagaimana yang seperti sekarang ini. Sementara dalam gerakan kulturalnya, bermunculan organisasi massa semacam FPI, FKAWJ atau Laskar Jihad, Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir 82 Adriana Elisabeth, Jemaah Islamiyah JI: A Challenge to Regional Security of Southest Asia, makalah seminar internasional 22-23 Juli 2003 di Hotel Mulia, Jakarta. Pendapat ini banyak dibenarkan oleh banyak kalangan, termasuk NU. 83 “Negara Islam Nusantara” dalam Koran Tempo, 21 September 2002 84 http:id.wikipedia.orgwikiNegara_Islam_Indonesia 85 http:id.wikipedia.orgwikiNegara_Islam_Indonesia dan menyusul kemudian MMI Majelis Mujahidin Indonesia. Gerakan ormas Islam tersebut muncul dengan karakteristik yang khas, yaitu menunjukkan sikap dan pandangan keberagamaan yang eksklusif, literalis, simbolik dan radikal. 86

2. Aksi Terorisme di Indonesia 2000-2005