Aksi Terorisme di Indonesia 2000-2005

dan menyusul kemudian MMI Majelis Mujahidin Indonesia. Gerakan ormas Islam tersebut muncul dengan karakteristik yang khas, yaitu menunjukkan sikap dan pandangan keberagamaan yang eksklusif, literalis, simbolik dan radikal. 86

2. Aksi Terorisme di Indonesia 2000-2005

Rentetan panjang aksi terorisme di Indonesia sebenarnya telah dimulai dari zaman sebelum kemerdekaan. Namun dalam penulisan tesis ini, penulis memulainya dari masa periode kepemimpinan NU oleh KH. Hasyim Muzadi pada tahun 1999 sampai dengan sekarang. Sebelum KH. Hasyim Muzadi terpilih sebagai Ketua Umum PBNU periode 1999—2004 menggantikan KH. Abdurrahman Wahid, perlu penulis ketengahkan situasi sosial politik di Indonesia kala itu. Perubahan situasi politik secara signifikan dimulai sejak terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia di tahun 1997. Akibat ini, kondisi perekonomian Indonesia ambruk, harga-harga melambung, dan pengangguran di mana-mana. Situasi ini kemudian berdampak kepada aksi protes mahasiswa kepada pemerintah karena dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut. Dalam perkembangannya, berbagai protes tersebut berubah menjadi gelombang aksi mahasiswa menuntut pergantian kepemimpinan nasional yang selama 32 tahun tak pernah ada perubahan. Gelombang demonstrasi tersebut mengalami puncaknya pada medio Mei 1998, yaitu ketika puluhan ribu menduduki gedung DPRMPR menuntut mundurnya Soeharto selaku Presiden RI kala itu. Sebelum itu, terjadi huru-hara di Jakarta di mana ratusan gedung perbelanjaan dijarah dan dibakar, berbagai fasilitas publik dirusak, dan ratusan nyawa melayang. Terlepas apakah situasi chaos tersebut didesain atau tidak, yang jelas saat itu Indonesia seperti tanpa penguasa, tanpa aturan hukum dan masyarakatnya menampakkan keberingasan yang luar biasa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purdue University, Amerika Serikat, kekerasan yang terjadi di Indonesia sebenarnya memiliki akar sejarah yang panjang sehingga mengkristal menjadi bagian dari budaya masyarakatnya. Jadi beragam aksi kekerasan dan teror yang muncul saat itu hingga sekarang merupakan warisan budaya masa lampau. 87 Pascagerakan reformasi tersebut, di Indonesia terjadi berkali-kali aksi pengeboman dalam berbagai skala. Aksi kekerasan dalam bentuk pengeboman target-target tertentu tersebut merupakan modus baru yang pada masa pemerintahan 86 Khamami Zada, Islam Radikal, h. 3-4 87 Kompas, 18 Maret 2000 Soeharto sangat jarang terjadi. Modus tersebut cukup memberikan dampak psikologis yang luar biasa bagi masyarakat Indonesia. Selain menghancurkan sasaran dan menimbulkan ketakutan massal, aksi tersebut juga berdampak luas bagi perkembangan sosial-politik-ekonomi bangsa ini, baik langsung maupun tidak langsung. Beragam teror tersebut dilakukan dengan berbagai motivasi, seperti motif agama, ideologi, perjuangan, kepentingan ekonomi, politik, kekuasaan maupun dendam pribadi atau kelompok. Umumnya alasan paling dominan dari aksi teror tersebut adalah berlatar belakang politik. Aksi terorisme yang terjadi Indonesia antara tahun 1999 sampai dengan sekarang akan penulis batasi pada serangan terorisme dalam bentuk peledakan bom dan sejenisnya yang bertujuan untuk membuat ketakutan massal dan memancing perhatian publik nasional maupun internasional. Selanjutnya, aksi-aksi terorisme dengan modus pengeboman meningkat sangat tajam pascatumbangnya rezim orde baru. Di zaman pemerintahan Soeharto, aksi pengeboman nyaris tidak pernah terjadi. Hal ini karena kontrol negara terlampau kuat dan ruang kebebasan maupun demokrasi ditutup rapat sehingga sama sekali tidak memberikan ruang gerak bagi kelompok radikal untuk melancarkan aksinya. Mereka umumnya bersembunyi karena takut oleh tindakan represif rezim orde baru. Mereka membangun gerakan-gerakan bawah tanah sambil menunggu momentum yang tepat untuk muncul. Ketika kran kebebasan dibuka pada masa pemerintahan Habibie, serta-merta mereka menampakkan diri dan mengekspresikan perjuangannya secara terang-terangan. Sayangnya, kran kebebasan tersebut dibuka tanpa dibarengi dengan penegakan hukum law enforcement oleh pemerintah. Situasi yang terjadi kemudian adalah tindakan semena-mena dan pembangkangan sipil di mana-mana. Aksi terorisme dalam bentuk pengeboman muncul tidak terkendali. Wilayah Indonesia tiba-tiba menjadi lumbung bom yang terus meledak di sana-sini, terutama kurun waktu antara tahun 2000 sampai 2002. 88 Namun sejak tewasnya gembong teroris nomor satu di Indonesia, Dr Azahari, dalam penggerebekan terhadap sebuah rumah di Batu, Jawa Timur, pada 9 November 2005, aksi terorisme di Indonesia terus menurun. 89 Menurut catatan Litbang Kompas, beberapa kasus peledakan bom yang terjadi sejak 1999 adalah sebagai berikut: 88 Menurut catatan Mabes Polri, selama kurun waktu 2000-2002 telah terjadi aksi terorisme di seluruh wilayah Indonesia sebanyak 181 kasus. Angka ini mencakup aksi dalam skala besar dan kecil. Sumber: http:www.polri.go.idserseserse1.php 89 Penulis mengamati adanya penurunan aksi teror yang cukup signifikan sejak tewasnya DR. Azahari, seiring gencarnya aparat keamanan membongkar jaringan kelompok ini di Indonesia. Tanggal Peristiwa Deskripsi 1 Agustus 2000 Terjadi peledakan bom di rumah kedubes Filipina. Bom meledak dari sebuah mobil yang diparkir di depan rumah Duta Besar Filipina , Menteng, Jakarta Pusat. Pada peristiwa ini 2 orang tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina Leonides T Caday. 27 Agustus 2000 Sebuah granat meledak di kompleks Kedutaan Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta. Tidak ada korban jiwa. 13 September 2000 Terjadi ledakan bom berkekuatan tinggi di lantai parkir gedung Bursa Efek Jakarta BEJ. Dalam peristiwa ini korban tewas 10 orang, 90 orang luka-luka, 161 mobil rusak berat dan ringan, dan sarana gedung rusak berat. 24 Desember 2000 Terjadi ledakan bom pada malam Natal yang dilakukan secara serentak di 22 gereja di beberapa kota di Indonesia, yaitu: Jakarta, Bandung, Ciamis, Sukabumi, Medan, Pekanbaru, Pematang Siantar, Batam, Mojokerto, dan Mataram. Aksi pengeboman ini terjadi bersamaan dengan memanasnya konflik horizontal bernuansa agama di Maluku dan sekitarnya. Serangan ledakan bom pada malam Natal ini merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak. 22 Juli 2001 Terjadi ledakan bom di dua gereja, yaitu gereja HKBP dan gereja Santa Ana di Jakarta. 23 September 2001 Terjadi ledakan bom di Plaza Atrium Senen Jakarta. Pada peristiwa ini 6 orang mengalami cedera. 12 Oktober 2001 Sebuah bom ledakan di KFC Makasar yang mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign pecah. Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya juga dipasang di kantor MLC Life cabang Makassar namun tidak meledak. 6 November 2001 Sebuah bom rakitan meledak di halaman Australian International School AIS, Pejaten, Jakarta. 9 November 2001 Gereja Petra di Jakarta dibom namun tidak menimbulkan korban jiwa. Ledakan hanya merusakkan sebagian bangunan gereja. 1 Januari 2002 Granat manggis meledak di depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang lainnya luka-luka. 1 Januari 2002 Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja. Tidak ada korban jiwa. 23 September 2002 Terjadi peledakan granat di dekat kedubes AS di Jakarta. 12 Oktober 2002 Tiga ledakan besar mengguncang Bali . Peristiwa ini terjadi pada pukul 23.05 WIT dan mengakibatkan korban tewas sebanyak 200 orang mayoritas warga asing, 250 orang luka-luka berat dan ringan, 47 bangunan hancur, dan ratusan mobil rusak berat. Pengeboman ini memberikan dampak yang luar biasa bagi Indonesia di dunia internasional. Peristiwa dikenal dengan bom Bali I. 12 Oktober 2002 Di Manado , Sulawesi Utara , bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina , tidak ada korban jiwa. 15 November 2002 Terjadi peledakan bom di restoran cepat saji Kentucky Fried Chicken KFC dan gereja Eklesia di Manado. 5 Desember 2002 Terjadi peledakan bom di restoran cepat saji McDonald dan Showroom mobil di Makasar. 3 orang tewas dan 11 luka-luka. 3 Februari 2003 Bom rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. Tidak ada korban jiwa. 27 April 2003 Bom meledak di area publik di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. 2 orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan. 5 Agustus 2003 Bom berkekuatan tinggi meledak dan menghancurkan sebagian hotel JW Marriott, Jakarta. Sebanyak 11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka. 10 Januari 2004 Sebuah b om meledak di sebuah cafe di Palopo , Sulawesi , dan menewaskan empat orang. 9 September 2004 Ledakan bom berkekuatan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia di Jakarta. 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI. 12 Desember 2004 Ledakan bom di Gereja Immanuel , Palu , Sulawesi Tengah . 21 Maret 2005 Dua bom meledak di Ambon 8 Juni 2005 Bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M. Iqbal di Pamulang Barat, Tangerang, Banten. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. 1 Oktober 2005 Sebuah bom kembali meledak di Bali. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka. Ledakan persisnya terjadi di RAJAs Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran. Kasus ini dikenal dengan bom Bali II. 31 Desember 2005 Bom meledak di sebuah pasar di Palu , Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang. Sumber: Litbang Kompas Umumnya, para pelaku serangan terorisme di atas adalah kelompok-kelompok militan yang memiliki jaringan dan sumber pendanaan yang kuat. Dalam kasus bom Bali misalnya, polisi menangkap beberapa pelakunya antara lain Amrozi, Ali Gufron alias Muklas, Abdul Aziz alias Imam Samudra, dan Abdul Rauf. Sedangkan pengeboman di kedutaan Filipina di Jakarta melibatkan Edi Stiono alias Abas alias Usman, Abdul Jabbar, Dulmatin alias Joko Pitono alias Ahmad Noval, Fathurrahman al-Ghazi alias Saad, Sarjiyo alias Sawad, Hambali, Utomo Pamungkas alias Mubarok, Farihin alias Yasir dan Ali Imron. Dalam laporannya, International Crisis Group ICG mensinyalir bahwa banyak di antara nama-nama tersebut yang terlibat dalam berbagai aksi pengeboman lainnya di Indonesia. 90 Adapun mengenai target serangan, data di atas menunjukkan tidak ada serangan dengan karakter khusus. Artinya serangan bom dilakukan secara sporadis, dan tanpa memperhitungkan apakah tempat sasaran bom strategis atau tidak, bersinggungan dengan politik atau tidak. Beberapa di antaranya meledak di tempat yang sangat strategis secara politik dan ekonomi, seperti fasilitas transaksi bisnis, rumah ibadah, dan kedutaan asing. 90 Lihat dalam laporan ICG, Suara Pembaharuan, 27 Agustus, h.3. Nama-nama tersebut juga ditetapkan oleh pihak kepolisian Indonesia sebagai pelaku atas berbagai aksi pengeboman.

3. Upaya Pemerintah dalam Menangani Masalah Terorisme