A. Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan sudah menjadi semacam ‘mantra ajaib’ yang dijumpai di hampir semua buku bidang pemasaran dan perilaku konsumen.
Dalam visi dan misi, slogan maupun iklan sebagian besar organisasi bisnis dan non bisnis, kata “kepuasan pelanggan” seringkali dijumpai.
1. Konsep kepuasan pelanggan
Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktek pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan esensial bagi
aktivitas bisnis. Kepuasan pelanggan memberikan kontribusi pada sejumlah aspek krusial, seperti terciptanya loyalitas pelanggan,
meningkatnya reputasi perusahaan, berkurangnya elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan, dan meningkatnya efisiensi
dan produktivitas karyawan Anderson, et al., 1994; Anderson, et al.,
1997; Edvardsson, et al., 2000 dalam Tjiptono, 2006:349. Disamping itu
kepuasan pelanggan juga dipandang sebagai salah satu indikator terbaik untuk laba masa depan Fornell, 1992; Kotler, 2000 dalam Tjiptono,
2006:349. Fakta bahwa menarik pelanggan jauh lebih mahal daripada mempertahankan pelanggan saat ini juga salah satu pemicu meningkatnya
perhatian pada kepuasan pelanggan Fornell dan Wenerfelt, 1987 dalam Fandy Tjiptono, 2006:349.
Kata ‘kepuasan atau satisfaction’ berasal dari bahasa latin “satis”
artinya cukup baik, memadai dan “ facio” melakukan atau membuat.
Secara sederhana kepuasan dapat dapat diartikan sebagai ‘upaya
pemenuhan sesuatu’ atau ‘membuat sesuatu memadai’. Namun, ditinjau dari perspektif perilaku konsumen, istilah ‘kepuasan pelanggan’ lantas
menjadi sesuatu yang kompleks. Menurut Djaslim Saladin 2003:9, mengemukakan bahwa
kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja atau hasil
suatu produk atau harapan-harapannya. Selanjutnya menurut Hoffman dan
Bateson dalam
Reni 2009:27,
mengemukakan bahwa
kepuasanketidakpuasan pelanggan sebagai perbandingan antara harapan pelanggan dengan persepsinya berkenaan dengan pelayanan aktual yang
diperoleh. Selanjutnya menurut Hutabarat dalam Reni 2009:27, mengungkapkan bahwa kepuasan dan kebahagiaan merupakan
perbandingan antara layanan yang diterima perceived service dengan
layanan yang diharapkan expected service.
Menurut Howard dan Steth 1969 dalam Tjiptono 2006:349,
mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan adalah situasi kognitif pembeli berkenaan dengan kesepadanan atau ketidaksepadanan antara
haasil yang didapatkan dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan. Swan,
et.al., 1980 dalam Tjiptono 2006:349 mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai evaluasi secara sadar atau penilaian kognitif
menyangkut apakah kinerja produk relatif bagus atau jelek atau apakah produk
bersangkutan cocok
atau tidak
cocok dengan
tujuanpemakaiannya. Oliver 1981 dalam Tjiptono 2006:349
mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi terhadap surprise yang inheren atau melekat pada pemerolehan produk danatau
pengalaman konsumsi. Churchill dan Suprenant 1982 dalam Tjiptono
2006:349 juga merumuskan kepuasan pelanggan sebagai hasil
pembelian dan pemakaian yang didapatkan dari perbandingan antara reward dan biaya pembelian dengan konsekuensi yang diantisipasi
sebelumnya.
Westbrook dan Reilly 1983 dalam Tjiptono 2006:349 juga
berpendapat bahwa kepuasan pelanggan merupakan respons emosional terhadap pengalaman-pengalaman berkaitan dengan produk atau jasa
tertentu yang dibeli, gerai ritel, atau bahkan pola perilaku seperti perilaku berbelanja dan perilaku pembeli, serta pasar secara
keseluruhan. Respons emosional dipicu oleh proses evaluasi kognitif yang membandingakan persepsi atau keyakinan terhadap objek, tindakan atau
kondisi tertentu dengan nilai-nilai atau kebutuhan, keinginan, dan hasrat individual.
Day 1984 dalam Tjiptono 2006:349 mendefinisikan kepuasan
pelanggan sebagai penilaian evaluatif pembeli menyangkut pilihan pembelian spesifik. Cadotte,
et. al., 1987 dalam Tjiptono 2006:349
mengkonseptualisasikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan yang timbul sebagai hasil evaluasi terhadap pengalaman pemakaian produk
atau jasa. Westbrook 1987 dalam Tjiptono 2006:349 menyatakan
bahwa kepuasan pelanggan adalah penilaian evaluasi global terhadap
pemakaiankonsumsi produk. Tse dan Wilton 1988 dalam Tjiptono 2006:349 mendefinisikan kepuasanketidakpuasan pelanggan sebagai
respons pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian disconfirmation
yang dipersepsikan antara harapan awal sebelum pembelian atau norma kinerja lainnya dan kinerja aktual produk yang dipersepsikan setelah
pemakaian atau konsumsi produk bersangkutan.
Wilkie 1990 dalam Tjiptono 2006:349 mendefinisikan kepuasan
pelanggan sebagai tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Sementara itu, Engel,
et al.
1990 dalam Tjiptono 2006:349 menyatakan bahwa kepuasan
pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya
sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil
outcome tidak memenuhi
harapan. Menurut Fornell 1992 dalam Tjiptono 2006:349, kepuasan
merupakan evaluasi purnabeli keseluruhan yang membandingkan persepsi terhadap kinerja produk dengan ekspektasi pra pembelian.
Mowen 1995 dalam Tjiptono 2006:349 merumuskan kepuasan
pelanggan sebagai sikap keseluruhan terhadap suatu barang atau jasa setelah perolehan
acquisition dan pemakaiannya. Dengan kata lain, kepuasan pelanggan merupakan penilaian evaluatif purnabeli yang
dihasilkan dari seleksi pembelian spesifik. Dalam buku
Manajemen Pemasaran yang ditulis Kotler 2004:42, dinyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Berbagai studi literatur menunjukkan
bahwa salah satu definisi yang banyak diacu dalam literatur pemasaran adalah definisi berdasarkan
disconfirmation paradigm Oliver, 1997
dalam Tjiptono, 2006:350. Berdasarkan paradigma tersebut, kepuasan
pelanggan dirumuskan sebagai evaluasi purnabeli, dimana persepsi terhadap kinerja alternatif produk atau jasa yang dipilih memenuhi atau
melebihi harapan sebelum pembelian. Apabila persepsi terhadap kinerja tidak bisa memenuhi harapan, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan.
Dengan demikian, ketidakpuasan dinilai sebagai bipolar opposite dari
kepuasan Spreng, et al., 1996 dalam Tjiptono, 2006:350.
Menurut Husein Umar 2003:51, kepuasan terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Kepuasan Fungsional
Kepuasan fungsional merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi suatu produk yang dimanfaatkan.
b. Kepuasan Psikologikal
Kepuasan psikologikal merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut yang bersifat tidak berwujud dari produk.
Konsep kepuasan
pelanggan terdiri
dari lima
dimensi Parasuraman Zeithaml dan Berry, 1985:64 yaitu antara lain :
a. Kepercayaan Reliability
Dimensi ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan secara akurat dan andal, dapat dipercaya,
bertanggung jawab atas apa yang dijanjikan. Secara umum, dimensi reliability merefleksikan konsistensi dan keandalan dari kinerja
perusahaan. b.
Penampilan Tangibles Dimensi ini mencakup kondisi fisik fasilitas, peralatan serta
penampilan pekerja karyawan. Karena jasa tidak dapat diamati secara langsung, maka pelanggan sering kali berpedoman pada
kondisi yang terlihat mengenai jasa dalam melakukan evaluasi. Kenyataan yang berkaitan dengan perusahaan itu mencakup objek
yang sangat bervariasi seperti: sistem antri, karpet, loket, pintu masuk, lighting, penampilan karyawan, dll.
c. Tanggapan Responsiveness
Dimensi ini mencakup keinginan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat. Dimensi
ketanggapan ini
merefleksikan komitmen
perusahaan untuk
memberikan pelayanannya tepat pada waktunya. d.
Perhatian Empathy Adalah perhatian individu dari perusahaan kepada pelanggan.
Dimensi ini terdiri dari tiga hal sebagai berikut: 1
Kemudahan Accessibility 2
Hal ini mencakup kemudahan untuk mendekati dan menghubungi.
3 Keahlian komunikasi Communication Skill
Hal ini mencakup pemberian informasi kepada pelanggan dan bahasa yang dapat dimengerti dan mendengarkan tanggapan dan
pertanyaan pelanggan. 4
Pemahaman konsumen Understanding the customer Hal ini mencakup tentang perlunya usaha untuk mengetahui
pelanggan dan kebutuhan khususnya. e.
Jaminan Assurance Adalah pengetahuan dan perilaku karyawan serta kemampuan
untuk menginspirasikan kepercayaan dan keyakinan. Dimensi ini terdiri dari empat hal berikut ini:
1 Keunggulan Competency
Hal ini mencakup kepemilikan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan.
2 Sopan-santun Courtesy
Hal ini mencakup kesopanan, rasa hormat, perhatian dan keramahan pelayan.
3 Kepercayaan Credibility
Hal ini mencakup kepercayaan dan kejujuran dari si pemberi jasa. 4
Keamanan Security Hal ini mencakup kebebasan dari bahaya, resiko atau keragu-
raguan.
Hingga saat ini belum dicapai kesepakatan atau konsensus
mengenai konsep kepuasan pelanggan, yakni apakah kepuasan merupakan respon emosional ataukah evaluasi kognitif Edwardson, 1998; Giese dan
Cote, 2000; Peterson dan Wilson, 1992; Yi, 1990 dalam Tjiptono,
2006:350. Pada prinsipnya, definisi kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori pokok, yakni perspektif defisit
normatif, ekuitaskeadilan, standar normatif, keadilan prosedural, dan
atribusional Hunt, 1991 dalam Tjiptono, 2006:350. Menurut Giese dan Cote 2000 dalam Tjiptono, 2006:350, ketiadaan konsensus mengenai
definisi kepuasan pelanggan bisa membatasi kontribusi riset kepuasan pelangan, terutama dalam hal penentuan definisi yang sesuai untuk
konteks spesifik, pengembangan ukuran kepuasan yang sahih danatau perbandingan dan penginterpretasian hasil riset empiris.
Berdasarkan kajian literatur dan hasil wawancara kelompok dan personal, kedua pakar dari Washington State University ini mengajukan
kerangka defisional untuk menyusun definisi kepuasan pelanggan yang sifatnya spesifik kontekstual. Kerangka tersebut mengidentifikasi tiga
komponen utama dalam definisi kepuasan pelanggan sebagai berikut : a.
Tipe respons baik respons emosionalafektif maupun kognitif dan intensitas respons kuat hingga lemah, biasanya dicerminkan lewat
istilah-istilah seperti
“sangat puas”,
“netral”, “sangat
senang”,”frustasi”, dan sebagainya. b.
Fokus respons, berupa produk, konsumsi, keputusan pembelian, wiraniaga, toko, dan sebagainya.
c. Timing respons, yaitu setelah konsumsi, setelah pilihan pembelian,
berdasarkan pengalaman akumulatif, dan seterusnya.
Sementara itu, menurut Craig-Lees 1998 dalam Tjiptono
2006:351, pemahaman mengenai perilaku konsumen dalam konteks ketidakpuasan jauh lebih mendalam daripada dalam konteks kepuasan
pelanggan. Pemahaman ini berasal dari dua bidang penelitian utama yaitu, riset disonansi dan perilaku komplain. Disonansi kognitif dan
ketidakpuasan pelanggan merupakan dua konsep yang berbeda, namun saling berkaitan. Dalam konsep disonansi kognitif dinyatakan bahwa
setiap orang membutuhkan kesimbanganharmoni antara pikiran dan tindakannya
Leon Festinger dalam Tjiptono, 2006:351. Bila
keseimbangan tidak tercapai, akan terjadi disonansi atau rasa tidak tenang.
2. Metode Mengukur Kepuasan Pelanggan