Penolakan Turki Terhadap Resolusi 1929 DK PBB

44

BAB IV ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN

TURKI MENOLAK RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB 1929 TERKAIT NUKLIR IRAN Ada empat faktor yang menjadi penyebab Turki menolak Resolusi 1929 yang dikeluarkan PBB terkait nuklir Iran pada tahun 2010. Keempat faktor tersebut adalah: Kebijakan luar negeri zero problem policy yang dianut Turki dalam masa pemerintahan AKP; Kerjasama Nuclear Fuel Swap yang dilakukan oleh Iran, Turki, dan Brazil tiga minggu sebelum Resolusi 1929 dikeluarkan; Kebutuhan energi Turki yang besar; Serta kedekatan hubungan bilateral antara Turki dan Iran.

A. Kebijakan Luar Negeri Zero Problem Policy Pada Masa AKP

Kebijakan luar negeri Turki pada masa kepemimpinan AKP merupakan buah pemikiran dari salah seorang akademisi Turki, Ahmet Davutoglu, yang kemudian diangkat menjadi Menteri Luar Negeri saat AKP mulai berkuasa. Konsep Strategic Depth yang kemudian dianut oleh pemerintahan AKP mengacu pada pemikiran Ahmet Davutoglu dalam karyanya yang berjudul Stratejik Derinlik, Türkiye’nin Uluslararasý Konumu Strategic Depth, Turkey’s International Position, yang pertama kali diterbitkan dalam bahasa Turki pada tahun 2001 Dzakirin 2012: 154-159. 45 Ide utama dari konsep strategic depth ini menekankan kepada posisi geostrategis dan akar sejarah Turki sebagai nilai lebih Turki dalam kancah politik Internasional. Secara geostrategis, posisi Turki cukup potensial karena memiliki selat Bhosporus yang menghubungan Eropa dan Asia. Dari sisi sejarah, Turki dianugerahi warisan kekaisaran Ottoman yang sangat gemilang pada masanya dan pernah menyatukan dunia muslim. Sehingga Dvutoglu berpendapat bahwa Turki sangat potensial untuk menjadi muslim regional power Walker 2007:33. Melalui konsep strategic depth, Turki yang selama ini dikenal sebagai jembatan serta halangan antara Timur Tengah dan Eropa, kini berubah menjadi katalis yang dapat menghubungkan kedua belah pihak Walker 2007:37. Konsep strategic depth menganjurkan untuk mencari penyeimbang dari ketergantungan Turki ke pihak Barat. Caranya adalah dengan memaksimalkan hubungan yang baik dengan negara-negara lain, sehinga bisa terbentuk aliansi yang akan menjadi penyeimbang kekuatan Walker 2007:34. Yang menjadi dasar pemikiran dari pendapat ini adalah sebuah negara akan semakin tidak independen apabila negara tersebut hanya bergantung kepada satu pihak ataupun beberapa pihak saja. Oleh karena itu, semakin banyak hubungan baik dan relasi yang terbentuk dengan negara lain, sebuah negara akan semakin besar untuk mengoptimalkan independensinya, dan akan memiliki keuntungkan lebih dalam ranah politik Internasional. Oleh karena itu, Turki tidak boleh hanya bergantung kepada satu atau segelintir negara saja, dan harus terus secara aktif mencari hubungan baik dengan sebanyak-banyaknya negara. Hal ini dimaksudkan untuk menjadi penyeimbang 46 hubungan yang pada akhirnya Turki akan bisa mempertahankan independensinya secara maksimal Walker 2007:34. Untuk mendapatkan peran yang lebih besar dan strategis dalam dunia Internasional melalui prinsip strategic depth, Davutoglu berpendapat setidaknya ada 2 kondisi yang sangat berpengaruh terhadap berhasil tidaknya tujuan tersebut tercapai. Pertama, kondisi politik domestik yang stabil. Kedua, Turki harus menyelesaikan semua persoalan dengan negara-negara tetangganya, oleh karena itu Davutoglu memperkenalkan zero problem policy atau kebijakan nol masalah dengan negara-negara tetangga Turki Dzakirin 2012: 161-162. Oleh sebab itu, orientasi kebijakan luar negeri Turki terhadap negara-negara tetangganya pada masa pemerintahan AKP adalah membina hubungan baik, mempererat hubungan, dan menyelesaikan segala permasalahan yang ada. Maka dari itu, hubungan Turki dengan Iran yang merupakan negara tetangga yang berbatasan langsung, menjadi salah satu perhatian utama pemerintahan AKP. Turki berusaha untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi serta berusaha untuk semakin mempererat hubungan bilateral keduanya. Turki juga terus memelihara hubungan baik yang senantiasa mengalami peningkatan sejak AKP menjabat. Permasalahan nuklir Iran merupakan permasalahan yang sangat sensitif bagi Iran. Turki menyadari hal itu, oleh karena itu dengan basis zero problem policy Turki memiliki kebijakan yang berbeda dengan sekutu baiknya, yaitu Amerika 47 Serikat. Turki mengakui hak Iran selaku negara yang sudah menandatangani perjanjian NPT untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk keperluan damai. Dalam proses penyelesaian permasalahan nuklir Iran yang terus memanas, Turki memandang bahwa penyelesaian dengan kekerasan dan pemberian sanksi bukanlah solusi. Turki lebih mengutamakan penyelesaian dengan jalan diplomasi dan kerjasama. Oleh karena itu, dengan tensi yang terus memanas antara Iran dengan Amerika Serikat dan Eropa, Turki memposisikan diri sebagai negara yang menjadi penghubung dialog serta fasilitator antara Iran dan P5+1. Ketika Resolusi 1929 dikeluarkan DK PBB pada 9 Juni 2010 yang berisi tambahan sanksi yang akan diberikan ke Iran, Turki yang saat itu sebagai anggota tidak tetap dewan keamanan PBB memiliki kesempatan untuk menunjukan sikapnya di hadapan dunia Internasional terkait permasalahan nuklir Iran. Secara resmi Iran menolak resolusi tersebut. Penolakan Turki terhadap Resolusi 1929 DK PBB tersebut secara umum merupakan implikasi dari konsep strategic depth yang terletak pada keleluasaan dan independensi Turki dalam merealisasikan kepentingan dan kebijakan luar negerinya Dzakirin 2012: 165. Karena kebijakan luar negeri Turki terkait nuklir Iran sudah jelas, yaitu mendukung pengembangan nuklir Iran untuk kepentingan damai, serta mengutamakan penyelesaian masalahnya dengan jalan diplomasi dan kerjasama. Oleh karena itu, Turki menunjukan sikapnya tersebut dengan menolak Resolusi 1929 yang dikeluarkan DK PBB untuk memberikan sanksi tambahan terhadap Iran.