Terbentuknya EU3 dan P5+1

36 tersebut adalah Amerika Serikat, China, dan Rusia. Keenam negara yang kemudian dikenal dengan P5+1 pertamakali mengadakan pertemuan pada 30 Januari 2006 untuk membahas perkembangan permasalahan nuklir Iran. Dalam pertemuan tersebut, mereka sepakat bahwa permasalahan nuklir Iran harus diserahkan ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa DK PBB Linzer 2006. Peran nyata P5+1 dalam proses diplomasi dengan Iran dimulai pada juni 2006, ketika keenam negara yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, China, Rusia, Prancis, dan Jerman tersebut mengajukan proposal kepada Iran terkait permasalahan nuklirnya. Dalam proposal tersebut, P5+1 meminta Iran untuk menghentikan aktifitas pengayaan uraniumnya dengan tawaran beberapa insentif yang menguntungkan bagi Iran Davenport 2014.Namun, Iran tidak memberikan jawaban yang pasti atas proposal yang diajukan tersebut.Iran tidak memberikan jawaban yang jelas apakah menerima atau menolak, hingga P5+1 menyimpulkan bahwa Iran menolak proposal tersebut. Selanjutnya, P5+1 melaporkan permasalahan nuklir Iran tersebut ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa DK PBB pada 12 Juli 2006.Meskipun begitu, upaya diplomasi yang dilakukan terus berlangsung. Diantaranya, pada 2008 P5+1 kembali mengajukan draft perjanjian yang merupakan revisi dari draft perjanjian yang pernah diajukan sebelumnya pada 2006. Namun, Iran memberikan balasan dengan draft perjanjian yang sama sekali tidak menyinggung perihal pengayaan uranium di negaranya Sciolino 2008. Hingga akhirnya kedua belah pihak belum menemukan kata sepakat. 37 Proses diplomasi lain yang dilakukan P5+1 sebelum Resolusi DK PBB 1929 dikeluarkan adalah penawaran kerjasama fuel swap antara Iran, Rusia, dan Prancis. Dalam proposal yang diajukan, Iran diharuskan mengirimkan 1200 kg LEU Low Enriched Uranium atau uranium yang telah diperkaya antara 3,5- 5 yang dimilikinya ke Rusia untuk kemudian diproses hingga menjadi HEU High Enriched Uranium atau uranium yang diperkaya hingga 20. Setelah itu HEU tersebut dikirim lagi ke Prancis untuk diproses hingga menjadi bahan bakar yang bisa digunakan untuk Tehran Research Reactor.Kemudian bahan bakar yang sudah jadi tersebut dikirim ke Iran sejumlah 120 kg Rajiv 2010. Pada proposal perjanjian yang diajukan kali ini Iran menolak dan menyatakan bahwa mereka tidak mendapat jaminan seratus persen bahwa mereka akan mendapatkan bahan bakar yang mereka butuhkan setelah mengirimkan LEU yang mereka miliki keluar dari wilayah Iran.

2. Respon PBB Terhadap Program Nuklir Iran

Opsi untuk menyerahkan permasalahan nuklir Iran ke Dewan keamanan PBB sudah mencuat sejak tahun 2005, terutama setelah Iran melanjutkan pengayaan uranium dan melanggar kesepakatan Paris Agreement dengan EU3. Namun, realisasinya baru terjadi pada 12 Juli 2006, ketika menteri luar negeri dari P5+1 yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Rusia, China, Prancis, dan Jerman secara resmi menyerahkan permasalahan nuklir Iran ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa DK PBB. 38 Maka, pada 31 Juli 2006 DK PBB mengeluarkan Resolusi 1969 yang disetujui oleh 14 negara anggota tetap dan tidak tetap DK PBB, dan hanya satu negara yang menolak, yaitu Qatar. Dalam resolusi tersebut Iran diharuskan untuk menghentikan pengayaan Uraniumnya, serta bekerjasama secara kooperatif dengan IAEA terkait pengembangan teknologi nuklir yang sedang dilakukannya.DK PBB memberikan waktu hingga 31 Agustus 2006 kepada Iran untuk melaksanakan resolusi tersebut. Resolusi tersebut juga memperingatkan Iran kalau sampai batas waktu tersebut Iran tidak mematuhinya, maka DK PBB akan mengeluarkan sanksi seperti sanksi ekonomi Security Council 2006. Menanggapi hal itu presiden Iran menyatakan bahwa Iran tidak akan tunduk dan patuh terhadap paksaan dan ancaman BBC 2006. Menanggapi Resolusi 1969 yang tidak dipatuhi oleh Iran, maka DK PBB pada 23 Desember 2006 mengeluarkan resolusi lanjutan, yaitu Resolusi 1737. Dalam Resolusi 1737 ini, DK PBB menekankan kepada Iran untuk mematuhi resolusi yang sebelumnya telah dikeluarkan yang mengharuskan Iran untuk menghentikan pengayaan uraniumnya. Selain itu, dalam Resolusi 1737 DK PBB juga menjatuhkan sanksi berupa larangan perdagangan dengan Iran untuk berbagai hal, baik itu barang, teknologi, pelatihan, serta hal lainnya yang berkaitan dengan pengayaan Uranium. DK PBB juga menjatuhkan sanksi kepada sejumlah individu dan kelompok yang berhubungan dengan pengayaan uranium Iran. Sanksi tersebut berupa pembekuan aset dan sumber ekonomi yang terlibat dengan proses pengayaan uranium Security Council 2006. Lagi-lagi Iran tidak 39 mematuhi resolusi yang dikeluarkan oleh DK PBB dan tetap melanjutkan proyek pengayaan uraniumnya. Selanjutnya DK PBB juga mengeluarkan Resolusi 1747 pada tanggal 24 Maret 2007 setelah Iran tidak melaksanakan resolusi sebelumnya sampai batas waktu yang ditentukan. Dalam Resolusi 1747 tersebut DK PBB menekankan kembali resolusi yang sudah dikeluarkan sebelumnya serta memperluas sanksi yang diberikan. Diantaranya penambahan sejumlah 28 individu dan entitas yang diberikan sanski karena berhubungan dengan program pengayaan uranium Iran.Memperluas daftar item yang dilarang untuk diekspor maupun diimpor dari Iran, serta menghimbau agar seluruh negara waspada terhadap kemungkinan adanya pengiriman berbagai material senjata utama dan militer ke Iran. Selain itu menghimbau seluruh negara untuk tidak membuat komitmen baru dengan Iran dalam hal bantuan dana, maupun pinjaman lunak Davenport 2012. Sama seperti resolusi-resolusi sebelumnya, dalam resolusi ini juga Iran tidak melaksanakan apa yang diperintahkan. Setahun kemudian DK PBB kembali mengeluarkan resolusi untuk permasalahan nuklir Iran.Pada tanggal 3 Maret 2008 Resolusi 1803 resmi dikeluarkan.Dalam Resolusi 1803 DK PBB menekankan Iran untuk mematuhi 3 resolusi yang telah dikeluarkan sebelumnya.Selain itu dalam resolusi ini juga terdapat sanki baru berupa himbauan kepada seluruh negara untuk mencegah 40 masuk atau transitnya sejumlah individu yang telah disebutkan dalam resolusi terlibat dalam pengayaan uranium Iran kedalam wilayah negara mereka. Selain itu, DK PBB juga mendorong seluruh negara untuk memeriksa kargo yang berasal dan akan ke Iran yang menggunakan berbagai moda transportasi baik udara, darat, maupun laut yang menggunakan persahaan transportasi milik Iran. Pemeriksaan tersebut boleh dilakukan apabila ada indikasi dan bukti bahwa kargo tersebut dicurigai berhubungan dengan program pengayaan uranium Iran.Selain itu dalam resolusi ini juga menambah daftar individu yang dikenakan sanksi pembekuan aset dan larangan perjalanan Davenport 2012. Masih di tahun yang sama, tepatnya pada 27 September 2008 DK PBB mengeluarkan Resolusi 1835. Tidak seperti tiga resolusi sebelumnya yang menerapkan sanksi baru terhadap Iran, pada Resolusi 1835 ini DK PBB hanya menegaskan kembali kepada Iran agar mematuhi semua resolusi yang telah dikeluarkan sebelumnya, yaitu Resolusi 1969, Resolusi 1737, Resolusi 1747, serta Resolusi 1803 Security Council 2008:1. Dari semua resolusi yang telah dikeluarkan tersebut, tidak ada satupun yang dipatuhi oleh Iran, hingga kemudian hal ini memicu DK PBB untuk mengeluarkan Resolusi 1929 pada 9 Juni 2010. Resolusi ini resmi dikeluarkan setelah melalui proses voting dengan 12 jumlah negara pendukung, 2 negara menolak, dan satu negara Abstain. Turki dan Brazil merupakan negara yang menolak, dan Lebanon sebagai negara yang Abstain.