Kedekatan Hubungan Turki-Iran ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN

60

BAB V PENUTUP

Kesimpulan Permasalahan nuklir Iran sudah mulai menjadi sorotan dunia internasional sejak tahun 2002, ketika terungkapnya fasilitas proyek rahasia pengembangan teknologi nuklir yang dilakukan oleh Iran di Natanz dan Arak. Sejak saat itu, berbagai upaya telah dilakukan oleh IAEA selaku badan atom dunia untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Setelah usaha yang dilakukan oleh IAEA tersebut tidak membuahkan hasil hingga pertengahan 2003, kemudian muncul tiga negara yang terdiri dari Jerman, Prancis, dan Inggris yang berinisiatif untuk melakukan perundingan dengan Iran. Ketiga negara tersebut kemudian dikenal dengan EU3, dan berhasil mencapai beberapa kesepakatan dengan Iran, hingga Iran menghentikan proses pengayaan uranium dan juga pembuatan mesin centrifuge. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama, pada Agustus 2005 pasca Mahmoud Ahmadinejad terpilih sebagai presiden, Iran kembali melanjutkan proses pengayaan uranium yang sebelumnya sempat dihentikan. Menanggapi hal ini, maka tiga negara yang terdiri dari Amerika Serikat, China, dan Rusia bergabung dengan EU3 yang kemudian dikenal dengan P5+1 untuk melakukan proses diplomasi dengan Iran. Proses diplomasi yang dilakukan tidak juga menemukan titik temu, hingga akhirnya pada 12 Juli 2006 P5+1 menyerahkan 61 permasalahan nuklir Iran ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa DK PBB. Pada 31 Juli 2006 DK PBB mengeluarkan resolusi pertama untuk permasalahan nuklir Iran. Resolusi tersebut bernama Resolusi 1969. Karena Iran tidak mau untuk menerapkan resolusi yang dikeluarkan oleh DK PBB, maka DK PBB pun mengeluarkan resolusi-resolusi selanjutnya yang mayoritas berisi tekanan dan sanksi terhadap Iran. Resolusi yang dikeluarkan setelah Resolusi 1969 antara lain Resolusi 1737 2006, Resolusi 1747 2007, Resolusi 1803 2008, Resolusi 1835 2008, dan yang terakhir Resolusi 1929 2010. Pada saat Resolusi 1929 dikeluarkan Turki merupakan salah satu anggota tidak tetap DK PBB dan memilih untuk menolak resolusi tersebut. Keputusan Turki ini tidak sejalan dengan Amerika Serikat yang merupakan sekutu dekat Turki, hingga menimbulkan berbagai pendapat terutama di kalangan pejabat dan politisi Amerika Serikat yang menyebutkan bahwa Turki mulai berpaling dari dunia Barat dan mulai memperkuat hubungannnya dengan dunia muslim. Setelah melalui penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kerangka teori kepentingan nasional dan kebijakan luar negeri, akhirnya skripsi ini dapat menjawab pertanyaan tentang keputusan yang diambil oleh Turki tersebut. Setidaknya ada empat alasan kenapa Turki menolak Resolusi 1929 yang dikeluarkan oleh DK PBB tersebut. Alasan pertama adalah karena kebijakan luar negeri zero problem policy pada masa pemerintahan AKP yang menjadi landasan utama kebijakan luar negeri 62 Turki dengan negara-negara tetangganya. Dalam kebijakan ini, Turki berusaha untuk menjalin dan menjaga hubungan yang baik dengan negara tetangga, termasuk juga Iran, serta menghindari segala macam kemungkinan konflik dan ketegangan. Dengan mengambil keputusan menolak terhadap Resolusi 1929, Turki ingin Iran menganggap Turki sebagai partner yang dapat diandalkan dalam penyelesaian permasalahan nuklir yang merupakan permasalahan yang sangat sensitif bagi Iran. Selain itum, Turki juga ingin Iran menganggap Turki bukan sebagai musuh yang dapat membahayakan kepentingan Iran. Hal ini dilakukan Turki untuk menjaga hubungan baik sebagaimana tujuan utama dari kebijakan luar negeri zero problem policy yang dianutnya. Alasan kedua adalah karena adanya kerjasama nuclear fuel swap sebelum Resolusi 1929 dikeluarkan oleh DK PBB. Nuclear fuel swap yang disepakati Turki, Iran, dan Brazil ini merupakan salah satu solusi damai yang ditawarkan Turki dalam upaya menyelesaikan permasalahan nuklir Iran yang berkepanjangan. Maka dengan dikeluarkanya Resolusi 1929 yang berupa pemberian tambahan sanksi terhadap Iran, hal itu dapat memberikan efek yang negatif terhadap seluruh proses diplomasi yang sedang dilakukan. Alasan ketiga adalah kebutuhan energi Turki yang besar. Turki sebagai negara yang tingkat konsumsi energinya terus meningkat membutuhkan sumber energi yang aman dan berkelanjutan. Hal itu bisa didapatkan Turki dari Iran. Sebagai negara dengan cadangan minyak terbesar ketigak di dunia, dan cadangan gas terbesar kedua di dunia, peran Iran sangat strategis dalam memenuhi kebutuhan energi Turki. Iran merupakan penyuplai minyak terbesar Turki dan 63 penyuplai gas terbesar kedua bagi Turki. Dengan posisi Iran yang sangat strategis tersebut, maka Turki tidak akan mengambil keputusan yang dapat mengganggu hubungannya dengan Iran. Alasan keempat adalah karena kedekatan hubungan Turki dengan Iran. Setelah AKP menjabat, hubungan bilateral Turki dan Iran terus mengalami peningkatan. Kerjasama di berbagai bidang seperti keamanan, politik, dan ekonomi terus mengalami perbaikan dan peningkatan. Permasalahan yang selama ini menjadi penghambat hubungan kedua negara seperti perselisihan terkait PKK mulai bisa diatasi dan dicari jalan keluarnya. Dalam bidang ekonomi pun kedua negara semakin tahun volume perdagangannya semakin meningkat. Yang tadinya hanya USD 1 Miliar pada tahun 2000 meningkat 1000 menjadi USD 10 Miliar pada tahun 2010. Keempat alasan itulah yang menjadi faktor penyebab keputusan Turki menolak Resolusi 1929 yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2010.