d. Seorang  konselor  tak  diperkenankan  memberikan  hasil  pada
klien atau lainnya secara verbal dan non verbal selagi berada di ruang tunggu.
e. Hasil testing tertulis.
2.4. TEORI PERILAKU BERENCANA Theory  Of  Planned  Behavior
Theory of Planned Behaviour TPB ini adalah pengembangan dari Theory  of  Reasoned  Action  1975  dan  keduanya  dikemukakan  oleh  Icek
Ajzen.  Menurut  Theory  of  Reasoned  Action  TRA,  seseorang  akan berperilaku  tertentu  yang  didasari  oleh  niat  melakukan  perilaku  tersebut.
Niat  perilaku  ini  dipengaruhi  oleh  norma  subyektif  dan  sikap  terhadap perilaku  tersebut.  Sikap  individu  terhadap  suatu  perilaku  ini  berasal  dari
keyakinan individu terhadap perilaku tersebut, sedangkan norma subyektif berasal dari keyakinan normatif.
Theory  Of  Planned  Behaviour  memiliki  3  variabel  independen. Pertama    adalah  sikap  terhadap  perilaku  dimana  seseorang  melakukan
penilaian atas sesuatu  yang  menguntungkan  dan   tidak   menguntungkan. Kedua    adalah    faktor  sosial  disebut  norma  subyektif,  hal    tersebut
mengacu pada  tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan  suatu  tindakan.  Ketiga  anteseden niat adalah tingkat persepsi
pengendalian  perilaku  yang, seperti  yang kita  lihat  sebelumnya,  mengacu pada    persepsi    kemudahan    atau    kesulitan    melakukan    perilaku,    dan
diasumsikan    untuk    mencerminkan    pengalaman    masa    lalu    sebagai antisipasi hambatan dan rintangan Ajzen, 1991.
Sama dengan TRA, Theory Of Planned Behaviour ini berasal dari asumsi  bahwa  manusia  akan  berperilaku  berdasarkan  akal  sehat  mereka,
manusia  menyerap  informasi  dan  baik  secara  implisit  ataupun  eksplisit, manusia akan mempertimbangkan implikasi dari perbuatan mereka. Dalam
TPB,  niat  dan  perilaku  memiliki  3  determinan,  yaitu  faktor  personal, faktor pengaruh sosial dan faktor isu kontrol Ajzen, 2005.
Faktor  personal  adalah  sikap  individu  terhadap  perilaku  tertentu. Sikap ini dipengaruhi oleh pandangan individu baik secara negatif maupun
positif  terkait  melakukan  atau  tidak  melakukan  perilaku  tertentu.  Faktor pengaruh  sosial  yang  mempengaruhi  niat  seseorang  adalah  pertimbangan
dan  persepsi  individu  tersebut  terhadap  tekanan  sosial  untuk  melakukan perilaku  tertentu.  Hal  ini  disebutkan  sebagai  norma  subyektif.  Faktor
terakhir  yang  mempengaruhi  niat  seseorang  adalah  kemampuan  individu untuk  melakukan  perilaku  tersebut.  Oleh  karena  itu,  faktor  ini  disebut
sebagai  persepsi  kemampuan  mengontrol.  Secara  general,  seseorang berniat  melakukan  suatu  perilaku  apabila  mereka  memiliki  pandangan
positif terkait perilaku tersebut, menerima tekanan sosial untuk melakukan perilaku  tersebut  dan  mempercayai  mereka  mempunyai  kesempatan  dan
bisa melakukan perilaku tersebut Ajzen, 1991. Ketiga faktor yang telah disebutkan berasal dari beberapa faktor
– faktor lain yang melatarbelakangi. Faktor latar belakang ini dibagi menjadi
3  katagori  yaitu  personal,  sosial,  dan  informasi.  Banyak  variabel  yang berhubungan atau mempengaruhi seseorang yaitu dari usia, jenis kelamin,
etnik,  status  sosioekonomi,  tingkat  pendidikan,  kewarganegaraan,  agama,
afiliasi,  kepribadian,  suasana  hati,  emosi,  sikap,  keyakinan,  tingkat kecerdasan, pengalaman masa lalu, paparan terhadap informasi, dukungan
sosial, cara mengatasi masalah dan lain – lain.
Pada dasarnya orang membesar di lingkungan sosial yang berbeda akan  memperoleh  informasi  yang  berbeda  mengenai  berbagai  isu,
informasi  berbeda  yang  menjadi  dasar  keyakinan  individu  terhadap dampak  dari  suatu  perilaku,  harapan  normatif  atau  tekanan  sosial  yang
berbeda  terhadap  suatu  perilaku  dan  hambatan  yang  berbeda  untuk melakukan  perilaku  tertentu.  Sama  halnya  dengan  pria  yang  memiliki
pengalaman  berbeda  dengan  wanita,  orang  tua  yang  memperoleh informasi dengan cara yang berbeda dengan anak muda, dan suasana hati
dan  pikiran  sementara  yang  bisa  memengaruhi  persepsi  kita  terhadap sesuatu.  Seluruh  faktor
–  faktor  tersebut  dapat  memengaruhi  perilaku, normatif,  dan  keyakinan  mengontrol  diri  sehingga  memengaruhi  niat  dan
perbuatan kita. Menurut  Ajzen  1991  dalam  Putri  2009  Model  teoritik  dari
Theory of Planned Behavior mengandung berbagai variabel  yaitu :
1. Latar belakang background factors, seperti usia jenis kelamin, suku, status
sosial  ekonomi,  suasana  hati,  sifat  kepribadian,  dan  pengetahuan mempengaruhi  sikap  dan  perilaku  individu  terhadap  sesuatu  hal.  Faktor
latar  belakang  pada  dasarnya  adalah  sifat  yang  hadir  di  dalam  diri seseorang,  yang  dalam  model  Kurt  Lewin  dikatagorikan  ke  dalam  aspek
organism.  Di  dalam  katagori  ini  Ajzen  memasukkan  tiga  faktor  latar
belakang, yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor personal adalah sikap umum  seseorang  terhadap  sesuatu,  sifat  kepribadian  personality  traits,
nilai  hidup  values,  emosi,  dan  kecerdasan  yang  dimilikinya.  Faktor  sosial antara lain adalah usia dan jenis kelamin gender.
2. Keyakinan  perilaku  atau  behavioral belief  yaitu  hal
– hal yang diyakini oleh individu  mengenai  sebuah  perilaku  dari  segi  positif  dan  negatif,  sikap
terhadap  perilaku  atau  kecenderungan  untuk  bereaksi  secara  afektif terhadap  suatu  perilaku,  dalam  bentuk  suka  atau  tidak  suka  pada  perilaku
tersebut. 3.
Keyakinan Normatif  yang berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan yang  secara  tegas  dikemukakan  oleh  Lewin  dalam  Field  Theory.  Pendapat
Lewin ini digaris bawahi juga oleh Ajzen melalui PBT. Menurut Ajzen, faktor lingkungan  sosial  khususnya  orang
–  orang  yang  berpengaruh  bagi kehidupan  individu  significant  others  dapat  mempengaruhi  keputusan
individu. 4.
Normatif  subjektif  atau  Subjective  Norm  adalah  sejauh  mana  seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang
akan dilakukannya normative beliefs. Kalau individu merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan
oleh  orang  lain  disekitarnya,  maka  dia  akan  mengabikan  pandangan  orang tentang  perilaku  yang  akan  dilakukannya.  Fishben  dan  Ajzen  1975
menggunakan  istilah  motivation  to  comply  untuk  menggambarkan fenomena  ini,  yaitu  apakah  individu  mematuhi  pandangan  orang  lain  yang
berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.
5. Keyakinan  bahwa  suatu  perilaku  dapat  dilaksanakan  control  beliefs
diperoleh  dari  berbagai  hal,  pertama  adalah  pengalaman  melakukan perilaku  yang  sama  sebelumnya  atau  pengalaman  yang  diperoleh  karena
melihat orang lain misalnya teman, keluarga dekat melaksanakan perilaku itu  sehingga  ia  memiliki  keyakinan  bahwa  ia  pun  akan  dapat
melaksanakannya.  Selain  pengetahuan,  keterampilan,  dan  pengalaman, keyakinan  individu  mengenai  suatu  perilaku  akan  dapat  dilaksanakan
ditentukan  juga  oleh  ketersediaan  waktu  untuk  melaksanakan  perilaku tersebut,  tersedianya  fasilitas  untuk  melaksanakannya,  dan  memiliki
kemampuan  untuk  mengatasi  setiap  kesulitan  yang  menghambat pelaksanaan perilaku.
6. Persepsi  kemampuan  mengontrol  perceived  behavioral  control,  yaitu
keyakinan beliefs bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk
melakukan  perilaku  itu,  kemudian  individu  melakukan  estimasi  atas kemampuan  untuk  melaksanakan  perilaku  itu.  Ajzen  menanamkan  kondisi
i i  de ga   persepsi  ke a pua e go trol   perceived  behavioral
control. 7.
Niat untuk melakukan perilaku intention adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini
ditentukan  oleh  sejauh  mana  individu  memiliki  sikap  positif  pada  perilaku tertentu,  dan  sejauh  mana  kalu  dia  memilih  untuk  melakukan  perilaku
tertentu  itu  dia  mendapat  dukungan  dari  orang –  orang  lain  yang
berpengaruh dalam kehidupanya.
2.4.1. Niat
Niat dalam kamus  Bahasa Indonesia diartikan  maksud atau tujuan perbuatan, atau kehendak keinginan dalam hati akan melakukan sesuatu.
Niat  merupakan  naluri  yang  timbul  dalam  diri,  untuk  melakukan  suatu tindakan  Putri,  2009.  Niat  juga  bisa  dikatakan  sebagai  kecenderungan
seseorang untuk memilih, melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Menurut  Fishbein  dan  Azjen  1991  niat  berperilaku  dapat  memprediksi
tentang  bagaimana  seseorang  bertingkah  laku  dalam  situasi  tertentu.  Niat untuk melaksanakan sesuatu atau berperilaku tertentu akan muncul apabila
adanya sikap yang positif, dukungan norma subyektif dan kemampuan diri untuk melakukan hal tersebut. Sebuah perilaku cenderung akan dilakukan
apabila  individu  mempunyai  dasar  pengetahuan  dan  secara  emosional berkomitmen  untuk  melakukan  perilaku  tersebut.  Niat  adalah  prediktor
kuat untuk menunjukkan seberapa jauh seseorang akan mencoba membuat keinginannya terwujud.
Menurut  Azjen  1991,  setiap  individu  memiliki  pilihan  untuk mengambil  keputusan  untuk  berperilaku  tertentu  atau  tidak,  tergantung
seberapa  jauh  individu  akan  menampilkan  perilaku,  yang  mana  perilaku tersebut  juga  dipengaruhi  kesempatan,  waktu,  uang,  dan  bantuan  dari
pihak lain. Faktor  utama  dari  terbentuknya  suatu  perilaku  yang  ditampilkan
individu adalah pada  niat seseorang untuk  menampilkan perilaku tertentu Putri,  2009.  Menurut  Ajzen  1991,  niat  diasumsikan  juga  faktor
motivasional  yang  mempengaruhi  perilaku  dimana  niat  menjadi  indikasi kuat yang menentukan seberapa keras usaha individu untuk menampilkan
suatu  perilaku  tertentu.  Semakin  keras  niat  seseorang  untuk  berperilaku, maka  akan  semakin  besar  pula  kecenderungannya  untuk  benar
–  benar melakukan perilaku tersebut.
Niat  seseorang  untuk  berperilaku  merupakan  kecenderungan seseorang  untuk  memilih  melakukan  atau  tidak  suatu  perilaku  yang
ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku tersebut, dan sejauh  mana dia  mendapatkan dukungan dari orang
– orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.
Menurut  Ajzen  1991,  semakin  menyenangkan  suatu  sikap  dan norma  subyektif  terhadap  perilaku,  serta  semakin  besar  control  terhadap
perilaku yang diterima, maka akan semakin besar pula niat individu untuk menampilkan  suatu  perilaku  tertentu    pentingnya  sikap,  norma  subyektif
dan  control  pribadi  dalam  memprediksi  niat  seseorang  tergantung  pada situasi  yang  dihadapi  seseorang.  Hal  ini  sejalan  dengan  penelitian  yang
dilakukan  Saptari  2013  yaitu  dari  hasil  penelitian  seseorang  yang memiliki  dorongan  norma  subyektif  yang  kuat  diikuti  dengan  kontrol
persepsi  diri  yang  kuat  akan  memiliki  sikap  yang  positif  sehingga menimbulkan niat untuk berperilaku tertentu.
2.4.2. Sikap Attitude
Sikap  dalam  bahasa  ingg ris  disebut  „attitude‟  pertama  kali
digunakan oleh Herber Spencer 1862, yang menggunakan kata ini untuk menunjukkan  suatu  status  mental  seseorang  putri,  2009.  Sikap  menurut
Thustone 1946 dalam putri, 2009 adalah tingkatan kecenderungan yang
bersifat  positif  atau  negatif  yang  berhubungan  dengan  obyek  psikologi. Obyek  psikologi  disini  meliputi  simbol,  kata
–  kata,  slogan,  orang, lembaga, ide dan sebaginya.
Sikap  secara  nyata  menunjukkan  konotasi  adanya  kesesuaian reaksi  terhadap  stimulus  tertentu  yang  dalam  kehidupan  sehari
–  hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap
belum  merupakan  suatu  tindakan  atau  aktivitas,  akan  tetapi  merupakan predisposisi  tindakan  suatu  perilaku.  Sikap  merupakan  reaksi  tertutup,
bukan  merupakan  reaksi  terbuka  atau  tingkah  laku  terbuka.  Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap objek Notoatmodjo, 2003. Sikap  dapat  menggambarkan  suka  atau  tidak  suka  seseorang
terhadap  objek.  Biasanya  sikap  diperoleh  dari  pengalaman  sendiri  atau orang  lain  yang  paling  dekat.  Sikap  juga  membuat  seseorang  mendekati
atau menjauhi orang lain. Sikap tidak dapat langsung dilihat, namun belum merupakan  suatu  tindakan  atau  aktivitas.  Selain  itu,  sikap  dikatakan
sebagai suatu penghayatan terhadap objek Jilia, 2013. Sikap  yang  utuh  dibentuk  oleh  ketiga  komponen  ini  sehingga
pengetahuan,  pikiran,  keyakinan  dan  emosi  berperan  penting  dalam penentuan  sikap  yang  utuh.  Sikap  juga  terbagi  dalam  tingkatan
– tingkatan,  yaitu  :  menerima,  merespon,  menghargai  dan  bertanggung
jawab. Pengukuran sikap dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsug dan  tidak  langsung.  Secara  langsung  dapat  dilakukan  dengan  ditanyakan
pendapat  atau  pernyataan  responden  mengenai  suatu  objek.  Sedangkan untuk  secara  tidak  langsung,  responden  ditanyakan  dengan  pertanyaan
– pertanyaan hipotesis Jilia, 2013.
2.4.3. Norma Subjektif Subjective norm
Norma    subjektif    juga  diasumsikan    sebagai    suatu    fungsi  dari beliefs yang secara  spesifik  seseorang  setuju  atau  tidak  setuju  untuk
menampilkan    suatu  perilaku.  Kepercayaan-kepercayaan  yang    termasuk dalam  norma-norma  subjektif  disebut    juga    kepercayaan    normatif
normative  beliefs.  Seorang  individu  akan berniat menampilkan  suatu perilaku    tertentu    jika    ia  mempersepsi    bahwa    orang-orang    lain    yang
penting    berfikir    bahwa    ia    seharusnya  melakukan    hal    itu.  Orang  lain yang  penting    tersebut  bisa  pasangan,    sahabat,  dokter,  dsb.  Hal    ini
diketahui  dengan    cara    menanyai    responden    untuk    menilai    apakah orang-orang    lain    yang  penting  tadi  cenderung  akan  setuju  atau  tidak
setuju jika ia menampilkan perilaku yang dimaksud Saptari, 2013. Norma    subjektif    subjective    norm    adalah    persepsi    atau
pandangan  seseorang  terhadap  kepercayaan-kepercayaan  orang  lain  yang akan  mempengaruhi  minat    untuk    melakukan    atau    tidak    melakukan
suatu  perilaku  Ajzen,  1991. Norma  subjektif  merupakan  fungsi  dari harapan  yang  dipersepsikan  individu dimana  satu  atau  lebih   orang  di
sekitarnya    misalnya,    saudara,    teman    sejawat  menyetujui    perilaku tertentu    dan  memotivasi    individu    tersebut    untuk  mematuhi  mereka
Ajzen, 1991.
Dari  penelitian  yang  dilakukan  Saptari  2013,  yang  menyatakan bahwa  proporsi  seseorang  yang  berada  di  lingkungan  yang  memiliki
dorongan kuat untuk mengambil keputusan. Selain itu, dalam menentukan keputusan  seseorang  yang  memiliki  dorongan  dari  pandangan  keluarga,
teman,  tenaga  kesehatan,  dan  paparan  informasi  dari  media  massa  dapat mempengaruhi  mengambil  keputusan.  Semakin  seseorang  percaya  bahwa
orang –  orang  terdekatnya  berpendapat  ia  harus  melakukan  perilaku
tersebut, namun sebaliknya jika orang – orang terdekatnya berpendapat ia
tidak perlu berperilaku tertentu, maka individu cenderung tidak melakukan perilaku tersebut Ludin, 2010.
2.4.4. Persepsi Kontrol Diri
Theory    of    planned    behavior    TPB    mengasumsikan    bahwa persepsi  kontrol  diri  memiliki    implikasi    motivasional    terhadap    niat
Achmat,  2010.  Orang-orang    yang    percaya    bahwa  mereka    tidak memiliki  sumber  daya  yang  ada  dan  kesempatan  untuk  melakukan
perilaku  tertentu  mungkin  tidak  akan  membentuk  niat-niat  perilaku  yang kuat  untuk  melakukannya  meskipun  mereka  memiliki  sikap  yang  positif
terhadap  perilakunya  dan  percaya  bahwa  orang    lain  akan    menyetujui seandainya  mereka  melakukan    perilaku  tersebut.  Kontrol  perilaku
persepsian    yang    telah    berubah    akan  memengaruhi  perilaku    yang ditampilkan sehingga tidak sama lagi dengan yang diniatkan.
Persepsi  kontrol  diri  perceived  behavioral  control  didefinisikan oleh  Ajzen  1991  sebagai  kemudahan  atau  kesulitan  persepsi untuk
melakukan  perilaku.  Kontrol  perilaku  persepsi  ini  merefleksikan pengalaman  masa  lalu  dan  mengantisipasi  halangan-halangan  yang  ada
sehingga  semakin  menarik    sikap    dan    norma    subjektif    terhadap perilaku,  semakin  besar  kontrol perilaku persepsi, semakin kuat pula niat
seseorang  untuk  melakukan  perilaku  yang    sedang    dipertimbangkan. Kontrol    perilaku  persepsian  yang  telah  berubah  akan  memengaruhi
perilaku  yang  ditampilkan  sehingga  tidak  sama    lagi  dengan  yang diniatkan. Persepsi pengendalian perilaku memainkan peran penting dalam
teori direncanakan perilaku. Bahkan, teori perilaku terencana berbeda dari teori tindakan beralasan selain atas persepsi pengendalian perilaku.
Menurut  Saptari  2013  persepsi  kontrol  diri  seseorang dikatagorikan  menjadi  persepsi  kontrol  diri  lemah  dan  kuat.  Hasil  dari
penelitian  yang  dilakukan  menunjukkan  bahwa  seseorang  yang  memiliki persepsi kontrol diri yang kuat akan lebih bersikap positif. Persepsi kontrol
diri berhubungan signifikan dengan niat seseorang dalam melakukan suatu tindakan tertentu.
2.5. Pendidikan