b. Hasil testing HIV harus dierifikasi oleh dokter patologi klinis
atau dokter terlatih atau dokter penanggung jawab laboraturium.
c. Hasil diberikan kepada konselor dalam amplop tertutup.
d. Dalam laporan pemeriksaan hanya ditulis nomor atau kode
pengenal. e.
Jangan memberi tanda berbeda yang mencolok terhadap hasil yang psotif dan negatif.
f. Meskipun spesimen berasal dari sarana kesehatan lainnya
yang berbeda, tetap harus dipastikan bahwa klien telah menerima
konseling dan menandatangani
informed consent.
2.3.9.4. Konseling Pasca Testing
Konseling pasca testing membantu klien memahami dan menyesuaikan diri dengan hasil testing. Konselor mempersiapkan klien
untuk menerima hasil testing, memberikan hasil testing. Konselor
mempersiapkan klien untuk menerima hasil testing, memberikan hasil testing, dan menyediakan informasi selanjutnya. Konselor mengajak
klien mendiskusikan startegi untuk menurunkan penuluran HIV. Kunci utama dalam menyampaikan hasil testing adalah sebagai berikut :
a. Periksa ulang seluruh hasil klien catatan medik. Lakukan hal ini
sebelum bertemu klien, untuk memastikan kebenarannya. b.
Sampaikan hasil hanya kepada klien secara tatap muka. c.
Berhati – hatilah dalam memanggil klien dari ruang tunggu.
d. Seorang konselor tak diperkenankan memberikan hasil pada
klien atau lainnya secara verbal dan non verbal selagi berada di ruang tunggu.
e. Hasil testing tertulis.
2.4. TEORI PERILAKU BERENCANA Theory Of Planned Behavior
Theory of Planned Behaviour TPB ini adalah pengembangan dari Theory of Reasoned Action 1975 dan keduanya dikemukakan oleh Icek
Ajzen. Menurut Theory of Reasoned Action TRA, seseorang akan berperilaku tertentu yang didasari oleh niat melakukan perilaku tersebut.
Niat perilaku ini dipengaruhi oleh norma subyektif dan sikap terhadap perilaku tersebut. Sikap individu terhadap suatu perilaku ini berasal dari
keyakinan individu terhadap perilaku tersebut, sedangkan norma subyektif berasal dari keyakinan normatif.
Theory Of Planned Behaviour memiliki 3 variabel independen. Pertama adalah sikap terhadap perilaku dimana seseorang melakukan
penilaian atas sesuatu yang menguntungkan dan tidak menguntungkan. Kedua adalah faktor sosial disebut norma subyektif, hal tersebut
mengacu pada tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan. Ketiga anteseden niat adalah tingkat persepsi
pengendalian perilaku yang, seperti yang kita lihat sebelumnya, mengacu pada persepsi kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku, dan
diasumsikan untuk mencerminkan pengalaman masa lalu sebagai antisipasi hambatan dan rintangan Ajzen, 1991.