Fungsi Self-Control Pengendalian Diri

Namun, pada saat yang bersamaan, bila anak pada usia 3½ tahun mampu mengalihkan hal-hal yang menyebabkan perasaan frustrasi yang dialaminya dengan cara passive waiting menuruti instruksi untuk berdiri atau duduk dengan tenang, maka semakin anak pada saat nanti usianya 6 tahun-yaitu usia sekolah mampu bekerja sama dengan orang lain dan mematuhi aturan yang ada. Sementara itu, bila anak pada usia 3½ tahun mengalihkan hal-hal yang menyebabkan perasaan frustrasi yang dialaminya dengan cara membicarakan atau mendiskusikan sumber perasaan frustrasi, memandang sumber perasaan frustrasi, dan menyatakan bahwa ia ingin berusaha mengakhiri sumber frustrasinya, maka semakin anak pada saat nanti usianya 6 tahun-yaitu usia sekolah mampu mengendalikan tingkah laku yang bersifat menyakiti atau merugikan orang lain externalizing. Cara focus on delay objecttask yang dilakukan oleh anak, apda sisi lain, dapat menimbulkan efek negatif pada kemampuan pengendalian diri, khususnya pada aspek cooperation. Artinya, semakin anak pada usia 3½ tahun mengalihkan hal-hal yang menyebabkan perasaan frustrasi yang dialaminya dengan cara focus on delay objecttask misalnya, dengan membicarakan sumber perasaan frustrasi, memandang sumber perasaan frustrasi, dan menyatakan bahwa ia ingin berusaha mengakhiri sumber frustrasinya, maka semakin anak pada saat nanti usianya 6 tahun-yaitu usia sekolah, kurang mau bekerja sama dan kurang menuruti aturan atau instruksi yang diberikan kepadanya. Untuk sub faktor information gathering, Gilliom et al dalam Singgih D. Gunarsa, 2009, menyatakan bahwa semakin anak pada usia 3½ tahun mengalihkan hal-hal yang menyebabkan perasaan frustrasi yang dialaminya dengan cara information gathering mencari tahu dengan menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan sumber perasaan frustrasinya tanpa menyatakan bahwa ia ingin mengakhiri sumber frustrasinya, maka semakin anak pada saat nanti usianya 6 tahun-yaitu usia sekolah mampu menunjukkan assertiveness-nya kepada orang lain. Dengan kata lain, anak semakin mampu mengungkapkan keinginan atau perasaan kepada orang lain tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain tersebut. Di samping kelima faktor tersebut di atas, ada faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi pengendalian diri self-control individu. Oleh karena pengendalian diri merupakan pengembangan self-regulation pada masa kanak-kanak, dapat dikatakan bahwa pengendalian diri juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang membentuk self-regulation. Menurut Papalia et al dalam Singgih D. Gunarsa, 2009, faktor-faktor yang turut mempengaruhi pembentukan self-regulation adalah faktor proses perhatian dan faktor kesadaran terhadap emosi-emosi negatif. Semakin anak mampu menyadari emosi negatif yang muncul dalam dirinya dan semakin anak mampu mengendalikan perhatiannya pada sesuatu attentional process, maka anak semakin mampu menahan dorongan-dorongan dan mengendalikan tingkah lakunya.

2.2.5 Self-Control Pada Remaja

Menurut Rice dalam Singgih D. Gunarsa, 2009, masa remaja adalah masa peralihan, ketika individu tumbuh dari masa anak-anak menjadi individu yang memiliki kematangan. Pada masa tersebut, ada dua hal penting menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri. Dua hal tersebut adalah: 1. Hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya perubahan lingkungan. Menurut Rice 1999, ada enam aspek yang sedang mengalami perubahan yang memiliki pengaruh bagi kehidupan masa remaja. Adapun enam aspek tersebut