b.2.3. Stadium Eksitasi Tonus otot-otot dan aktivasi simpatik semakin meninggi dengan gejala
hiperhydrosis, hypesalivasi, hyperlakrimasi, dan pupil dilatasi. Bersama dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya. Keadaan yang khas pada stadium
ini adalah adanya macam-macam fobia, yang sangat sering adalah hydrophobia ketakutan pada air. Kontraksi otot faring dan otot-otot pernafasan dapat pula
ditimbulkan oleh rangsangan sensorik seperti meniupkan udara ke wajah penderita atau menjatuhkan sinar ke mata atau menepuk dengan tangan di dekat telinga
penderita. b.2.4. Stadium Paralysis
Predisposisi terjadi ragam gejala klinis Rabies pada manusia dipengaruhi antara lain perbedaan alur virus yang menginfeksi, jenis hewan penular, dan letak
gigitan pada anggota badan Budi T.A, 2007. Ditinjau dari segi jumlahnya, stadium paralisis rabies pada manusia dijumpai kurang lebih hanya sekitar seperlima dari
kasus yang terjadi, tetapi untuk hewan merupakan gejala yang paling sering dijumpai sebelum terjadi kematian. Hal ini terjadi karena ada gangguan sumsum tulang
belakang yang memperlihatkan gejala paralisis yang bersifat asenden, yang selanjutnya meninggal karena kelumpuhan otot pernafasan Depkes RI, 2000.
2.5.7. Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Kasus Rabies
Menurut Levi, 2004, tindakan pencegahan dan pemberantasan kasus rabies yang dapat dilakukan adalah :
Universitas Sumatera Utara
a. Anjing peliharaan tidak boleh dilepas berkeliaran, harus didaftarkan ke kantor
kepala desakelurahan atau ke petugas Dinas Peternakan setempat. b.
Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak lebih dari 2 meter. c.
Anjing yang hendak dibawa ke luar halaman harus diikat dengan rantai yang panjang tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya di berangus berongsong.
d. Pemilik anjing harus memvaksinasi anjingnya.
e. Anjing liar atau diliarkan harus melapor kepada petugas Dinas Peternakan atau
pos kesehatan hewan untuk diberantas atau dimusnahkan. f.
Kurangi sumber makanan di tempat terbuka untuk mengurangi anjing liar atau sengaja diliarkan.
g. Daerah yang terbebas dari penyakit Rabies, harus mencegah masukya anjing,
kucing, kera, dan hewan sejenis yang tertular virus Rabies. h.
Masyarakat harus waspada terhadap anjing yang diliarkan dan segera melapor ke petugas Dinas Peternakan atau posko Rabies.
2.5.8. Program Pencegahan Rabies yang Dilakukan oleh Direktorat Jenderal PPM dan PL Departemen Kesehatan
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan adalah : a.
Vaksinasi Anti Rabies VAR pada manusia korban gigitan hewan tersangka Rabies atau kombinasi Virus Anti Rabies dan Serum Anti Rabies harus segera
dibawa ke Puskesmas, Rumah Sakit atau Dinas Kesehatan. b.
Melaksanakan penyuluhan atau follow up pengobatan melalui kunjungan petugas Puskesmas ke tempat penderita.
Universitas Sumatera Utara
c. Melakukan pelacakan kasus gigitan tambahan melalui Penyelidikan Epidemiologi
PE, dan melakukan rujukan penderita ke Rumah Sakit agar mendapatkan perawatan intensif Depkes RI, 2011.
Universitas Sumatera Utara
2.5.9. Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies
Gambar 2.2. Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies Depkes RI, 2011
Kasus gigitan anjing, kucing dan
kera
Hewan penggigit lari, hilang, tidak dapat
ditangkap,matidibunuh Hewan penggigit dapat
ditangkap dan diobservasi selam 14 hari
Luka risiko rendah
Luka risiko tinggi
Luka risiko rendah
Luka risiko tinggi
Stop VAR VAR
Dilanjutkan Negatif
Positif Jika tidak
dapat diperiksa di
lab lanjutkan VAR
Spesimen hewan dapat
diperiksa di lab
Tidak segera diberi VAR
,
tunggu hasil observasi
Segera diberi VAR
dan SAR Segera di
beri VAR Segera diberi
VAR dan
SAR Hewan
sehat Hewan
mati Hewan
mati Hewan
sehat
Tida
k
diberi VAR Beri lanjutan
VAR Stop
VAR
Spesimen otak hewan di bawa ke laboratorium
Positif Negati
f
VAR dilanjutkan
Stop VAR
Universitas Sumatera Utara
2.5.10. Pemberian Vaksin Rabies