BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada
2015. Guna penanggulangan rabies pemerintah telah mengalokasikan dana mencapai 15 Miliar rupiah untuk tahun 2012. Namun penanggulangan Rabies di lapangan kini
masih mengalami kendala dengan keterbatasan dokter hewan yang tersedia. Mengingat akan bahaya Rabies terhadap kesehatan dan ketentraman
masyarakat karena dampak buruknya selalu diakhiri kematian, serta dapat mempengaruhi dampak perekonomian khususnya bagi pengembangan daerah-daerah
pariwisata di Indonesia yang tertular Rabies, maka usaha pengendalian penyakit berupa pencegahan dan pemberantasan perlu dilaksanakan seintensif mungkin bahkan
menuju pada program pembebasan Depkes RI, 2011. Penyakit anjing gila atau dikenal dengan nama Rabies merupakan penyakit
infeksi akut bersifat zoonosa pada susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh virus terutama anjing, kucing dan kera. Penyakit ini bila sudah menunjukkan gejala klinis
pada hewan atau manusia selalu diakhiri dengan kematian, angka kematian Case Fatality Rate CFR mencapai 100 dengan menyerang pada semua umur dan jenis
kelamin. Kekebalan alamiah pada manusia sampai saat ini belum diketahui Depkes RI, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Bilamana ditemukan satu kasus gigitan hewan, maka perlu diadakan pelacakan terhadap hewan yang bersangkutan melalui Dinas Pertanian cq Kesehatan
Hewan setempat, serta waspada adanya kemungkinan kasus-kasus gigitan tambahan yang memerlukan tindakan pengamanan segera. Meskipun telah diketahui bahwa
kasus Rabies pada manusia hampir selalu diakhiri dengan kematian, namun sebagai petugas kesehatan harus memberikan perawatan semaksimal mungkin kepada
penderita Rabies dengan tujuan untuk meringankan penderitaan yang bersangkutan. Penanganan kasus Rabies ini hendaknya dilakukan secara cermat, berhati-hati
serta teliti sesuai dengan petunjuk yang bersumber dari Departemen Kesehatan. Penyakit anjing gila atau dikenal dengan nama rabies merupakan suatu penyakit
infeksi akut bersifat zoonosis pada susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh virus Rabies dan ditularkan melalui gigitan hewan peliharaan penular Rabies terutama
anjing, kucing dan kera. Serangan penyakit ini dapat mengancam jiwa penderitanya apabila tidak mendapatkan pertolongan yang cepat dan tepat. Salah satu cara
penularannya adalah melalui gigitan anjing yang tertular Rabies, karena penyakit ini dapat menular dari hewan ke manusia. Selain anjing, kucing, kera dan kelelawar juga
merupakan hewan yang berpotensi menularkan Rabies ke manusia. Maka lebih baik mencegah daripada mengobati penyakit Rabies. Salah satu cara untuk mencegah
terjangkitnya Rabies adalah dengan melakukan vaksinasi secara teratur. Dari hal diatas penyakit menular yang potensial menimbulkan wabah di dalam
pasal 14 Permenkes Nomor 1501MenteriPerX2010 disebutkan bahwa upaya penanggulangan wabah dilakukan secara dini kurang dari 24 dua puluh empat jam
Universitas Sumatera Utara
terhitung sejak terjadinya wabah. Oleh karena itu disusun Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa KLB Penyakit Menular dan Keracunan
Pangan sebagai pedoman pelaksanaan baik di pusat maupun di daerah. Diperlukan program yang terarah dan sistematis, yang mengatur secara jelas peran dan tanggung
jawab disemua tingkat administrasi, baik di daerah maupun di tingkat nasional dalam penanggulangan wabah di lapangan, sehingga dalam pelaksanannya dapat mencapai
hasil yang optimal Depkes RI, 2011. Adapun landasan hukum yang dipergunakan di Indonesia diantaranya UU No
4 Thn 1984 tentang wabah dan penyakit menular. Keputusan bersama Dirjen P2 dan PL, Dirjen Peternakan dan Dirjen PUOD No
KS.00-1.1554, No.99TN.560KPTSDJPDeptan1999, No 443.2-270 tentang Pelaksanaan
Pembebasan dan Mempertahankan Daerah Bebas Rabies di Wilayah Republik Indonesia Depkes RI, 2011.
Kesiapsiagaan petugas Dinas Pertanian cq Kesehatan Hewan adalah menangani dan mengeliminasi anjing liar harus ditingkatkan, dengan tujuan agar
tidak saling terkontaminasi anjing yang sehat dengan anjing yang mengidap Rabies. Disamping itu juga kegiatan petugas dari Dinas Pertanian Kesehatan Hewan
memberikan penyuluhan kepada masyarakat yg memiliki hewan anjing peliharaan agar selalu mengikat dengan rantai anjing dan memberangus moncong anjing jika
membawa keluar rumah, menganjurkan agar anjing tersebut divaksinasi 1 sampai 2 kali dalam setahun.
Universitas Sumatera Utara
Kesiapsiagaan dari petugas Dinas Kesehatan juga tidak kalah pentingnya dalam menanggulangi Rabies yakni dengan memberikan Vaksin Anti Rabies VAR
jika seseorang digigit oleh anjing yang diketahui mati sebelum 2 dua minggu, tapi jika tidak mati setelah 2 dua minggu maka tidak diperlukan pemberian Vaksin Anti
Rabies VAR dan diobati hanya luka yang digigit dengan tekhnik perawatan luka sesuai dengan prosedur.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sitti Ganefa, 2000 pada masyarakat Cimahi Bandung, dimana didapat hubungan bermakna antara sikap dan
ketidakpatuhan pemilik anjing dalam memberikan vaksin dengan nilai p=0,005 dan OR=2,84, anjuran petugas OR=15,76, p=0,000. Demikian juga penelitian yang
dilakukan oleh Damayanti tahun 2003 di Kecamatan Seputih Mataram, dimana juga hasil yang signifikan antara sikap dan perilaku pemilik anjing dengan upaya
pencegahan Rabies dengan nilai p=0,001 dan OR=20,118. Menurut WHO, meskipun saat ini telah tersedia vaksin untuk mencegah
penyakit Rabies, tetapi penyakit Rabies tersebut masih menimbulkan masalah kesehatan yang cukup banyak di berbagai negara Asia dan Afrika, dimana tingkat
kematiannya mencapai 95 Bekti-medicastore. Kasus Rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Esser pada tahun 1884 pada seekor kerbau, kemudian oleh
Penning tahun 1889 pada seekor anjing dan oleh Eilerls de Zhaan tahun 1894 pada manusia. Semua kasus ini terjadi di Provinsi Jawa Barat dan setelah itu Rabies terus
menyebar ke daerah Indonesia lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Situasi Rabies di Indonesia tahun 2010 dilaporkan 78.288 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies GHPR, dengan Lyssa kematian Rabies sebanyak 206
orang 0,03 dan telah dilakukan pemberian VAR Vaksin Anti Rabies 62.920 orang 80,36. Sampai September 2011 dilaporkan sebanyak kasus Gigitan Hewan
Penular Rabies GHPR sebanyak 52.503 , dengan Lyssa kematian Rabies sebanyak 104 orang 0,19 dan telah dilakukan pemberian VAR Vaksin Anti Rabies 46.051
87,71. Rabies pada manusia pada tahun 2010 terbanyak dilaporkan dari provinsi Bali dengan kematian 82 orang 39,80. Adapun provinsi yang menekan jumlah
Lyssa menjadi 0 kasus pada tahun 2010 ada 8 provinsi yaitu NAD, Bengkulu, Banten, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Barat. Situasi Rabies di Indonesia sampai 19 September 2011 dilaporkan 52.503 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies GHPR, dengan Lyssa kematian
Rabies sebanyak 104 orang dan telah dilakukan pemberian VAR Vaksin Anti Rabies sebanyak 46.051 87,71 Depkes RI, 2011.
Di Sumatera Utara kasus Gigitan Hewan Penular Rabies GHPR tergolong tinggi yakni, pada tahun 2011 sebanyak 4.262 dengan Lyssa kasus kematian Rabies
sebanyak 31 0,73 dan status positip sebanyak 19 0,45 kasus. Dan pada akhir Maret 2012 sebanyak 705 kasus gigitan dengan Lyssa sebanyak 4 0,57 Dinas
Kesehatan Provinsi, 2012. Kasus Rabies di Pulau Nias terjadi sejak November 2009 mengakibatkan 43
orang terkena Gigitan Hewan Penular Rabies GHPR. Pada 12 Februari 2010 berdasarkan pemeriksaan terhadap hewan, diketahui positif Rabies pada anjing. Pada
Universitas Sumatera Utara
tanggal 21 Februari 2010, Ditjen Peternakan Kementerian Pertanian telah mengirimkan tim dengan membawa 50.000 dosis vaksin untuk hewan ke Medan.
Dari jumlah itu, sebanyak 10.000 vaksin telah digunakan untuk vaksinasi hewan di Pulau Nias. Seperti diketahui saat ini, Pulau Nias terdiri 5 kabupatenKota yaitu
Kabupaten Nias, Kab. Nias Barat, Kab. Nias Selatan, Kab. Nias Utara dan Kota Gunung Sitoli.
Kota Medan termasuk salah satu daerah dengan kasus Gigitan Hewan Penular Rabies GHPR paling tinggi. Berdasarkan data tahun 2011 sebanyak 369 kasus
gigitan dengan Lyssa sebanyak 2 0,54 kasus, dengan sttus positip 7 1,89. Dan pada bulan Maret 2012 sebanyak 89 kasus kejadian gigitan dan tidak ada Lyssa
Dinas Kesehatan Provinsi, 2012. Kecamatan Medan Tuntungan yang mempunyai kasus gigitan anjing yang
tertinggi pada tahun 2011 dibandingkan dengan kecamatan lainnya yaitu 54 kasus 14,63 gigitan anjing Dinkes Kota Medan, 2012.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan
masyarakat dalam menghadapi bencana wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Permasalahan