perkara pidana merupakan suatu benda seperti senjata tajam, barang-barang hasil curian, dan lain-lain pada umumnya selalu dapat diajukan dimuka persidangan
sebagai alat bukti. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan corpus delicti yang berupa tubuh manusia, misalnya luka-luka pada tubuh seseorang selalu berubah-
berubah yaitu mungkin akan sembuh, membusuk atau akhirnya menimbulkan kematian dan mayatnya akan menjadi busuk dan dikubur. Jadi kesimpulannya
keadaan itu tidak pernah tetap seperti pada waktu pemeriksaan dilakukan, maka oleh karenanya corpus delicti yang demikian itu tidak mungkin diajukan ketengah
sidang pengadilan dan secara mutlak harus diganti dengan visum et repertum.
17
Dengan berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, maka kedudukan keterangan ahli yang dituangkan dalam bentuk visum et repertum telah
diterima dan diakui pleh Undang-undang sebagai alat bukti yang syah disamping visum digunakan sebagai keterang ahli juga digolongkan sebagai alat bukti surat,
sebab merupakan keterangan ahli yang tertulis, diluar sidang pengadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 187 KUHAP butir c yang berbunyi “surat
keterangan dari seorang ahli memuat pendapat berdasarkan keadilan mengenai hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
C. Kedudukan atau Nilai Visum Et Repertum Pada Tindak Pidana Pemerkosaan
Di dalam KUHAP kedudukan atau nilai visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang syah. Visum et repertum turut berperan dalam proses
pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik
17
R. Atang Ranoemiharja, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Bandung; Tarsito, 1980, Hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
yang tertuang didalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.
18
Pada tindak pidana perkosaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah merupakan kasus kesusilaan yang mana dalam proses pemeriksaannya
disidang pengadilan oleh hakim harus dengan pintu tertutup, tetapi pada saat perkara diputus harus dinyatakan terbuka untuk umum. Seperti yang telah
diketahui bahwa objek daripada perkosaan adalah perempuan tanpa menghiraukan apakah perempuan tersebut masih gadis perawan atau bukan gadis lagi. Apabila
korban pemerkosaan tersebut adalah gadis yang masih perawan, maka pada prinsipnya yang memeriksa kasus perkosaan selalu menitikberatkan
pemeriksaannya berdasarkan selaput darahymen apakah masih utuh atau tidak. Hakim dalam hal ini sama sekali tidak memiliki pengetahuan atau keahlian
tentang utuh atau tidaknya selaput dara hymen dari seorang perempuan. Untuk mendapatkan kepastian apakah selaput dara korban robek utuh atau tidak utuh,
maka hakim meminta bantuan seorang ahli, dalam hal ini seorang dokter yang juga didengar keterangannya sebagai saksi ahli dipersidangan dan memberikan
penjelasan secara lisan tentang keadaan selaput dara si korban.
19
18
Soeparmono, Op. Cit., Hal. 1.
Namun dalam praktek seorang dokter tidak perlu hadir dipersidangan, cukup mengeluarkan surat
keterangan yang menjelaskan keadaan selaput dara korban yang mana hal-hal yang ditemukan dokter pada si korban akan dituangkan dalam visum et repertum.
19
Rita mawarni, Dikutip dari Makalah yang berjudul “Kejahatan Seksual Pemerkosaan, Departemen Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran USU.
Universitas Sumatera Utara
Dalam praktek dipersidangan, pada tindak pidana pemerkosaan ada kalanya visum et repertum tidak terlampir dalam berkas perkara sehingga Hakim
dalam memeriksa tindak pidana pemerkosaan tersebut mengalami kesulitan karena alat bukti tidak lengakap. Oleh karena itu ada baiknya setiap tindak pidana
pekosaan sebelum dilimpahkan kepengadilan harus benar-benar teliti lebih dahulu terutama dalam hal alat bukti seperti visum et repertum sangat penting bagi hakim
dalam memeriksa dan mengadili terutama dalam hal pembuktiannya. Pada tindak pidana perkosaan apabila dilengakapi dengan visum et
repertum maka akan memperlancar jalannya pemeriksaan, sehingga Hakim dalam memeriksa perkara tersebut cukup mempedomani visum et repertum yang
dikeluarkan oleh dokter. Soerang Hakim bila merasa ragu atas kebenaran ini atau kurang jelasnya visum et repertum, maka Hakim dapat mengahadirkan dokter
yang mengeluarkan visum et repertum tersebut dipersidangan untuk didengar keterangannya sebagai saksi ahli. Seorang dokter dalam memeriksa korban tindak
pidana perkosaan tidak selamanya menitikberatkan pemeriksaannya pada keadaan selaput dara hymen si korban. Perkosaan dapat dibuktikan melalui pemeriksaan
sperma laki-laki yang ditemukan dalam vagina sikorban, selama 72 jam atau 3 hari, tanda-tinda kekerasan yang ditemukan pada tubuh sikorban seperti luka,
bekas pukulan atau dinyatakan secara sungguh-sungguh dan soebyektif mungkin dalam visum et repertum. Dalam persidangan pada tindak pidana perkosaan,
Hakim selalu mengaharapkan keterangan saksi ahli demi tercapainya kepastian Hukum.
Universitas Sumatera Utara
D. Tindak Pidana Perkosaan Terhadap Wanita yang Belum Dewasa Merupakan Delik Aduan