penelantaran agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental, dan sosialnya.
F. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian hukum yang digunakan oleh penulis dalam membuat skripsi ini meliputi :
1. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu penulis melakukan penelitian terhadap perundang-
undangan dan bahan hukum yang berhubungan dengan permasalahan dalam penyusunan skripsi ini dan melakukan analisis terhadap putusan
pengadilan untuk melihat penerapannya dalam praktek. 2.
Jenis dan sumber Data Data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah data
sekunder. Data sekunder adalah data yang meliputi peraturan perundang- undangan, buku-buku, situs internet, putusan pengadilan dan bahan
lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. 3.
Metode Pengumpulan Data Data yang ada dalam penulisan skripsi ini dikumpulkan melalui cara
studi kepustakaan yang berarti mempelajari dan menganalisa buku-buku, peraturan perundang-undangan, serta putusan perkara nomor
1.351pid.B2011PN.MDN, juga sumber-sumber bacaan lain ynag terkait dengan permasalahan dalam penulissan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
4. Analisis Data
Data yang diperoleh, dianalisis dengan metode kualitatif yang berarti dengan menganalisa data-data dan diuraikan melalui kalimat-kalimat yang
merupakan penjelasan atas hal-hal ynag terkait dalam penulisan skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini adalah terbagi dalam beberapa Bab antara lain, sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini terdiri dari sub-sub bagian yang dimulai dari latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan,
tinjauan kepustakaan, metode penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II : Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Terhadap Korban
Tindak Pidana Pemerkosaan di Bawah Umur
Pada bab ini penulis membahas tentang kekutan pembuktian visum et repertum terhadap korban tindak pidana pemerkosaan dibawah umur, yang
terdiri dari sub-sub bagian yaitu : jenis-jenis dan bentuk susunan visum et repertum, kekuatan pembuktian visum et repertum menurut KUHAP,
kedudukan atau nilai visum et repertum pada tindak pidana pemerkosaan, serta tindak pidana perkosaan terhadap wanita yang belum dewasa
merupakan Delik Aduan.
Bab III : Perlindungan Hukum Bagi Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Di Bawah Umur
Universitas Sumatera Utara
Pada bab ini penulis akan membahas tentang perlindungan hukum bagi korban tindak pidana pemerkosaan, yang terdiri dari beberapa bagian
antara lain : perlindungan hukum terhadap anak korban menurut KUHAP dan UU No.13 tahun 2006 tentang perlindungan Saksi dan
Korban, perlindungan hukum terhadap anak korban yang ditinjau dari UU NO. 23 tahun 2002, penerapan sanksi pidana terhadap pelaku ditinjau
dari KUHP dan UU NO.23 Tahun 2002, serta di bab ini secara khusus akan mengalisa kasus yang diperoleh penulis dari Pengadilan Negeri
Medan dengan memberikan uraian singkat tentang kasus pemerkosaan yang terjadi pada anak dibawah umur.
Bab IV : Penutup
Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran, dimana dalam bab ini penulis mengemukakan hal-hal yang dianggap
penting dari pembahasan tentang permasalahan yang ada didalam skripsi ini, kemudian penulis memberikan saran-saran yang dianggap perlu dalam
penulisan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM
TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN DI BAWAH UMUR
Bantuan dokter kepada kalangan hukum yang paling sering dan sangat diperlukan adalah pemeriksaan korban untuk pembuatan visum et repertum .
Masalah visum adalah masalah utama yang menghubungkan dokter dengan kalangan penyidik atau kalangan peradilan, maka pemahaman mengenai masalah
ini harus dikuasai dengan baik, tidak saja untuk kalangan dokter tetapi juga untuk penyidik, penuntut umum, pembela, dan hakim pengadilan. Visum et repertum
adalah istilah asing, namun sudah menyatu dalam bahasa Indonesia sehingga orang awam sekalipun biasanya mengetahui bahwa visum et repertum berkaitam
dengan surat yang dikeluarkan dokter untuk polisi dan pengadilan.
9
Dalam undang-undang ada satu ketentuan hukum yang menuliskan langsung tentang visum et repertum, yaitu pada Staatsblad Lembaran Negara
tahun 1937 No. 350 yang menyatakan : Pasal 1 :
Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda ataupun
di Indonesia, merupakan alat bukti yang syah dalam perkara-perkara pidana, selama visa reperta tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal
yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada benda yang diperiksa.
9
Amri Amir, Op. Cit., Hal. 205.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 2 ayat 1 : Pada Dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik
di Negeri Belanda maupun di Indonesia, sebagai tersebut dalam Pasal 1 diatas, dapat mengucapkan sumpah sebagai berikut :
“Saya bersumpah berjanji , bahwa saya sebagai dokter akan membuat pernyatan-pernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan untuk
kepentingan peradilan dengan sebenar-benarnya menurut pengetahuan saya yang sebaik-baiknya. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang
melimpahkan kekuatan lahir dan batin”.
10
Bila diperinci isi Staatsblad ini mengandung makna : 1.
Setiap dokter yang telah disumpah waktu menyelesaikan pendidikannya di Belanda ataupun di Indonesia, ataupun dokter-dokter lain berdasarkan
sumpah khusus ayat 2 dapat membuat visum et repertum. 2.
Visum et repertum mempunyai daya bukti yang syah alat bukti yang syah dalam perkara pidana.
3. Visum et repertum berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat,
ditemukan pada benda-benda korban yang diperiksa. Ketentuan pada staatsblad ini merupakan terobosan untuk mengatasi
masalah yang dihadapi dokter dalam membuat visum, yaitu mereka tidak perlu disumpah tiap kali sebelum membuat visum. Setiap keterangan yang disampaikan
untuk pengadilan haruslah keterangan dibawah sumpah. Dengan adanya ketentuan ini, maka sumpah yang telah diikrarkan dokter waktu menamatkan
10
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
pendidikannya, dianggap sebagai sumpah yang syah untuk kepentingan membuat visum et repertum. Oleh karena itu sampai sekarang pada bagian akhir visum,
masih dicantumkan ketentuan hukum ini untuk mengingatkan yang membuat maupun yang menggunakan visum et repertum, bahwa dokter waktu membuat
visum akan bertindak jujur dan menyampaikan tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan korban menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.
A. Jenis dan Bentuk Visum Et Repertum 1. Jenis-jenis Visum Et Repertum
Visum et repertum terdiri dari beberapa jenis, antara lain :
11
1. Visum untuk korban hidup
Yang termasuk visum untuk korban hidup adalah visum yang diberikan untuk korban luka-luka karena kekerasan, keracunan, perkosaan,
psikiatri dan lain-lain. Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk korban hidup dapat dibedakan atas :
a. Visum seketika definitive
yaitu visum yang langsung diberikan setelah korban selesai diperiksa. Visum inilah yang paling banyak dibuat oleh dokter.
b. Visum sementara
yaitu visum yang diberikan pada korban yang masih dalam perawatan. Biasanya visum sementara ini diperlukan penyidik untuk
menentukan jenis kekerasan, sehingga dapat menahan tersangka atau
11
Ibid., Hal. 209.
Universitas Sumatera Utara
sebagai petunjuk dalam menginterogasi tersangka. Dalam visum sementara ini, belum ditulis kesimpulan.
Pemberian visum sementara ini hanya merupakan barang bukti untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap terdakwa atas
telah terjadinya suatu peristiwa pidana, misalnya penganiayaan, pemerkosaan, percobaan membunuh dan lain-lain. Penangkapan dan
penahanan tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang dengan hanya dilandasi adanya dugaan. Akan tetapi harus didasarkan atas
bukti-bukti permulaan. Apabila sikorban sudah sembuh atau sudah meninggal, maka
dokter harus mengganti visum sementara yang telah dikeluarkan terdahulu dan berkewajiban untuk membuat visum yang baru. Dalam
visum yang baru sebagai pengganti visum sementara, dokter telah sampai pada kesimpulan tentang apa yang dilihat dan diketahuinya dari
tubuh korban unutk bahan pembuktian dipersidangan. Sedangkan visum sementara tadi tidak dapat diajukan sebagai alat bukti karena dalam
visum sementara dokter belum sampai pada suatu kesimpulan terhadap apa yang dilihat dan didapat dari pemeriksaan korban.
c. Visum lanjutan
yaitu visum yang diberikan setelah korban sembuh atau meninggal dan merupakan lanjutan dari visum sementara yang telah diberikan
sebelumnya. Dalam visum ini harus dicantumkan nomor dan tanggal dari visum sementara yang telah diberikan. Dalam visum ini dokter
Universitas Sumatera Utara
telah membuat kesimpulan. Visum lanjutan tidak perlu dibuat oleh dokter yang membuat visum sementara, tetapi oleh dokter yang terakhir
merawat penderita. 2.
Visum jenazah Visum et repertum jenazah dapat dibedakan atas beberapa, yaitu :
12
a. Visum dengan pemeriksaan luar
Pemeriksaan luar yang dimaksud tidak dapat memberikan kepada umum apakah pemeriksaan pertama bagian luar saja, oleh karena
kurang jelas disebutkan tetapi mungkin pembuat undang-undang hanyalah pemeriksaan luar saja. Pemeriksaan mayat yang hanya
ditujukan pada bagian luar saja pada umumnya kurang dapat memberikan hasil yang diharapkan dalam membuktikan faktor
penyebab kematian sikorban atau dengan kata lain hasil pemeriksaan tersebut kurang sempurna.
b. Visum dengan pemeriksaan luar dan dalam
Visum ini sering menimbulkan permasalahan antara penyidik, dokter dan masyarakat terutama dalam visum pemeriksaan luar dan
dalam autopsy . Masalah disini adalah hambatan dari keluarga korban bila visum harus dibuat melalui bedah mayat. Pemeriksaan
bedah mayat berarti membuka semua rongga tubuh kepala, dada, perut, dan pinggul dan memeriksa semua alat-alat organ unutk
12
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dapat menentukan sebeb kematian maupun penyakit atau kelainan yang mungkin terdapat pada si korban.
Apabila ditinjau dari segi yuridis, pemeriksaan bedah mayat bukanlah sekedar menentukan kematian sikorban saja melainkan
melalui pemeriksaan tersebut akan dapat menjawab apakah perbuatan terdakwa merupakan satu-satunya penyebab kematian korban atau
pada korban terdapat penyakit atau kelainan yang mempermudah atau mempercepat kematiannya sehingga berdasarkan teori yang dianut
oleh hakim pada saat mengadili perkara dapat dijatuhi hukuman seadil- adilnya.
Permintaan bedah mayat ini merupakan otopsi dan harus mendapat izin dan persetujuan dari keluarga korban serta memperlakukan mayat
dengan penuh penghormatan. Hasil dari pemeriksaan bedah mayat tersebut nantinya dituangkan oleh saksi ahli kedalam visum et
repertum. Dokter dalam membuat visum et repertum jenazah dari mayat yang diperiksanya tidak dapat menyebutkan bahwa si korban
mati akibat pembunuhan walaupun dokter mengetahui bahwa kematian sikorban disebabkan karena pembunuhan. Dokter dalam
kesimpulannya hanya membuat keterangan tentang kematian korban, misalnya,kematian akibat keracunan, pendarahan diotak dan
sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2. Bentuk dari Visum Et Repertum
Bentuk visum et repertum yang sekarang dipakai adalah warisan para pakar kedokteran kehakiman yaitu profesor H. Muller, Prof Mas soetedjo
Mertodidjojo dan Prof Sutomo Tjokronegoro sejak puluhan tahun yang lalu. Konsep visum et repertum ini disusun dalam kerangka dasar yang terdiri dari :
13
1. Pro- Yustisia
Menyadari bahwa semua surat baru syah di pengadilan apabila dibuat diatas kertas bermaterai dan hal ini akan menyulitkan bagi dokter bila
setiap visum et repertum yang dibuatnya harus memakai kertas materai. Berpedoman kepada peraturan pos, maka bila dokter menulis Pro-Yustisia
dibagian atas visum, maka itu sudah dianggap sama dengan kertas materai. Penulisan kata Pro-Yustisia pada bagian atas dari visum lebih
diartikan agar pembuat maupun pemakai visum dari semula menyadari bahwa laporan itu adalah demi keadilan pro-yustisia. Hail ini sering
terabaikan oleh pembuat maupun pemakai tentang arti sebenarnya kata pro-yustisia ini. Bila dokter sejak semula memahami bahwa laporan yang
dibuatnya tersebut adalah sebagai partisipasinya secara tidak langsung dalam menegakkan hukum dan keadilan, maka saat mulai memeriksa
korban ia telah menyadari bantuan yang diberikan akan dipakai sebagai salah satu alat bukti yang syah dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Dengan kata lain kata Pro-Yustisia harus dicantumkan dikiri atas, dengan demikian visum et repertum tidak perlu bermaterai.
13
Njowito Hamdani, Op. Cit., Hal. 24.
Universitas Sumatera Utara
2. Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi tentang siapa yang memeriksa dan siapa yang diperiksa, saat pemeriksaan tanggal, hari dan jam, dimana
diperiksa, mengapa diperiksa dan atas permintaan siapa visum itu dibuat. Data diri korban diisi sesuai dengan yang tercantum dalam permintaan
visum. 3.
Pemeriksaan Bagian yang terpenting dari visum sebetulnya terletak pada bagian ini,
karena apa yang dilihat dan ditemukan dokter sebagai terjemahan dari visum et repertum itu terdapat pada bagian ini. Pada bagian ini dokter
melaporkan hasil pemeriksaannya secara obyektif dan pada bagian ini dokter menuliskan luka, cedera dan kelainan pada tubuh korban seperti apa
adanya. Misalnya terdapat suatu luka, dokter menuliskan dalam visum suatu luka berbentuk panjang, dengan panjang 10 cm, dan lebar luka 2 cm
dan dalam luka 4 cm, pinggir luka rata, jaringan dalam luka terputus tanpa menyebutkan jenis luka. Menurut penulis cara penulisan ini lebih baik
langsung disebut sebuah luka sayat dengan rincian seperti diatas. Demikian juga dengan luka robek, luka tembak dal lain-lain.
Pada bagian pemeriksaan ini, bila dokter mendapat kelainan yang banyak atau luas dan akan sulit menjelaskannya dengan kata-kata, maka
sebaiknya penjelasan ini disertai dengan lampiran foto atau sketsa. Tujuannya adalah karena dengan lampiran foto atau sketsa pemakain
Universitas Sumatera Utara
visum akan lebih mudah memahami penjelasan yang ditulis dengan kata- kata dalam visum.
4. Kesimpulan
Bagian ini memuat pendapat pribadi dokter sendiri, bersifat subyektif dan dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman. Untuk pemakain
visum, ini adalah bagian yang penting, karena dokter diharapkan dapat menyimpulkan kelainan yang terjadi pada korban menurut keahliannya.
Pada korban luka perlu penjelasan tentang jenis kekerasan, hubungan sebab akibat dari kelainan, tentang derajat kualifikasi luka, berapa lama
korban dirawat dan bagaimana harapan kesembuhan. Pada korban perkosaan atau pelanggaran kesusilaan perlu penjelasan
tentang tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda kekerasan, kesadaran korban serta bila perlu umur korban terutama pada anak belum cukup
umur atau belum mampu untuk dikawini. Pada kebanyakan visum yang dibuat dokter, bagian kesimpulan ini perlu mendapat perhatian agar visum
lebih berdaya guna dan lebih informatif. 5.
Penutup Pada bagian ini, visum et repertum ditutup dengan : demikian visum et
repertum ini dibuat dengan sesungguhnya mengingat sumpah dokter yang tercantum dalam stb. 1937350 atau sesuai dengan penjelasan KUHAP
pasal 186 : keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam
Universitas Sumatera Utara
suatu bentuk keterangan dan dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.
Ketentuan ini sangat memudahkan dokter dalam membuat visum et repertum, tidak perlu setiap kali disumpah oleh penyidik kalau membuat
visum et repertum. Visum et repertum harus dibuat sejujur-jujurnya dan sengaja dari ketentuan ini dapat dipidana berdasarkan KUHP pasal 242
yaitu sumpah palsu.
14
B. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Menurut KUHAP