Tinjauan Pustaka Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Terhadap Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Di Bawah Umur ( Studi Putusan PN No. 609/Pid.B/2011/PN Mdn )

ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini saya buat, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Pustaka

1 Pengertian Pembuktian Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana KUHAP dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk mendapatkan keterangan-keterangan melalui alat-alat bukti dan barang bukti guna memperoleh suatu keyakinan atas benar tidaknya perbuatan pidana yang didakwakan serta dapat mengetahui ada tidaknya kesalahan pada diri terdakwa. 4 Menurut Bambang Poernomo pembuktian adalah : “Suatu pembuktian menurut hukum pada dasarnya merupakan proses untuk menentukan subtansi atau hakekat adanya fakta-fakta yang diperoleh melalui ukuran yang layak dengan pikiran yang logis terhadap fakta-fakta pada masa lalu yang tidak terang menjadi fakta- fakta yang terang dalam hubungannya dengan perkara pidana ”. 5 Berdasarkan praktik peradilan pidana, dalam perkembangannya dikenal empat macam sistem atau teori pembuktian, antara lain : 6 a. Positief wettelijke Bewijs Theorie Sistem ini adalah sistem pembuktian berdasarkan alat bukti menurut undang-undang secara positif. Dikatakan secara positif karena hanya didasarkan kepada undang-undang melulu. Artinya jike telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakinan Hakim tidak diperlukan sama sekali. 4 Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia, Jakarta, 1984, Hal.77. 5 Bambang Poernomo, Orientasi Hukum Acara Pidana Indonesia, Amarta Buku, Yogyakarta, 1990, Hal. 38. 6 Andi Hamzah, op. cit., Hal.259. Universitas Sumatera Utara b. Negatief wettelijke Bewijs Theorie Sistem atau teori pembuktian yang berdasar undang-undang secara negatif adalah pembuktian yang selain menggunakan alat bukti yang dicantumkan didalam undang-undang juga menggunakan keyakinan Hakim. Walaupun menggunakan keyakinan Hakim, namun keyakinan tersebut terbatas pada alat bukti yang tercantum dalam undang-undang. Dengan menggunakan alat bukti yang tercantum dalam undang-undang dan keyakinan Hakim maka teori pembuktian ini sering disebut dengan pembuktian berganda. c. Conviction Intime Teori pembuktian ini dapat diartikan sebagai pembuktian berdasarkan keyakinan Hakim melulu. Pada sistem ini lebih memberikan kebebasan kepada Hakim untuk menjatuhkan suatu putusan. Dengan sistem ini pemidanaan dimungkinkan tanpa didasarkan kepada alat-alat bukti dalam undang-undang. Artinya adalah jika dalam pertimbangan putusan Hakim telah menganggap terbukti suatu perbuatan sesuai dengan keyakinannya, maka terdakwa dapat dijatuhi putusan. Keyakinan Hakim pada sistem ini adalah menentukan dan mengabaikan hal-hal lainnya jika tidak sesuai atau bertentangan dengan keyakinan Hakim tersebut. d. Laconviction Raisonnee Menurut teori ini, Hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan keyakinannya, keyakinan mana didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan yang berlandaskan kepada Universitas Sumatera Utara peraturan-peraturan pembuktian tertentu. Jadi, putusan Hakim dijatuhkan dengan suatu motivasi. Sistem pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena Hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya. 2 Pengertian Visum Et Repertum Pengertian harafiah visum et repertum berasal dari kata “Visual” yaitu melihat dan “Repertum” yaitu melaporkan. Berarti, “apa yang dilihat dan ditemukan”, sehingga visum et repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter ahli forensik yang dibuat berdasarkan sumpah, perihal apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti lain, kemudian dilakukan pemeriksaan berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya. Atas dasar itu selanjutnya diambil kesimpulan, yang juga merupakan pendapat dari seorang ahli ataupun kesaksian ahli secara tertulis, sebagaimana yang tertuang dalam bagian pemberitaan hasil pemeriksaan . 7 Pemakain istilah pada berbagai visum et repertum kadang berlainan, namun maksudya dapat dipahami, seperti : visum et repertum pertama bagi korban hidup, yang terjadi oleh karena atau diakibatkan benda tumpul, benda tajam, bahan kimia atau racun, obat pembasmi cair basah, kering , tembakan senjata api dari jarak dekat atau jauh, tenggelam, mencoba bunuh diri atau lainnya, sehingga perlu diobati ataupun dirawat nginap dirumah sakit. Kemudian dalam hal dibuatkan visum et repertum akhir penghabisan dari suatu hal atau peristiwa dan itu hanya boleh dibuat dokter atau dokter ahli yang mengobati atau menanganinya semula. 7 Soeparmono, op. cit., Hal. 98. Universitas Sumatera Utara 3 Pengertian tindak pidana Pemerkosaan Tindak pidana pemerkosaan di atur dalam Pasal 285 KUHP, Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesopanan. Namun demikian ada Pasal-pasal lain yang dapat digunakan dalam menangkap pelaku tindak pidana pemerkosaan, yaitu Pasal 286 dan 287 KUHP. Pasal 285 KUHP sifatnya adalah pasal pokok untuk kasus pemerkosaan. Ketiga pasal tersebut mengandung unsur yang sama yaitu adanya persetubuhan diluar perkawinan. Adapun bunyi dari pasal-pasal tersebut, antara lain : 1. Pasal 285 KUHP berbunyi : Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya besetubuh dengan dia diluar pernikahan dihukum karena memperkosa dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun. 2. Pasal 286 KUHP berbunyi : Barang siapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya sedang diketahuinya bahwa perempuan itu pingsan atau tidak berdaya, dihukum penjara selama-lamanya 9 tahun. 3. Pasal 287 KUHP ayat 1 berbunyi : Barang siapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya sedang diketahuinya atau harus patut disangkanya, bahwa umur perempuan itu belum cukup 15 tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu untuk kawin dihukum penjara selama- lamanya 9 tahun. Universitas Sumatera Utara Pasal 287 ayat 2 KUHP : penuntutan hanya dilakukan kalau ada pengaduan, kecuali kalau umurnya perempuan itu belum sampai 12 tahun atau jika ada salah satu hal yang tersebut pada Pasal 291 dan Pasal 294 KUHP. Adapun perbedaan Pasal 285, dengan Pasal 286 dan Pasal 287 ayat 1 KUHP adalah bahwa yang menjadi objek atau korban pada Pasal 285 adalah wanita tanpa batas umur, sedangkan pada Pasal 286 yang menjadi objek atau korban adalah seorang wanita dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya dan yang menjadi objek pada Pasal 287 ayat 1 adalah KUHP adalah seorang wanita yang belum berumur 15 tahun atau belum waktunya kawin jika tidak jelas berapa umurnya. Menurut R. Sugandhi, yang dimaksud dengan “perkosaan adalah seorang pria yang memaksa pada seorang wanita yang bukan isterinya untuk melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk kedalam lubang kemaluan seorang wanita kemudian mengeluarkan air mani”. Sedangkan P.A.F. Lamintang dan Djisman samosir berpendapat bahwa “perkosaan adalah perbuatan seseorang yang dengan kekerasan memaksa seorang wanita untuk melakukan persetubuhan diluar ikatan perkawinan dengan dirinya”. 8 8 Abdul wahab dan M. Irfan, Perlindungan terhadap korban kekerasan seksual Advokasi atas hak asasi perempuan , Refika Aditama, Bandung, 2001, Hal. 41. Universitas Sumatera Utara 4 Pengertian Anak menurut UU No. 23 tahun 2002 Pengertian anak dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pada Pasal 1 angka 1 memberikan rumusan bahwa anak adalah seseorang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan jika dilihat dari KUHPerdata memberikan batasan mengenai pengertian anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum berumur 21 tahun, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 330 BW yang berbunyi : “belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu kawin”. Dan jika dilihat dari KUHP kitab undang-undang hukum pidana usia maksimal tentang anak adalah berbeda-beda, antara lain : a. Pasal 45 dan 72 KUHP menegaskan usia maksimal anak adalah 16 tahun. b. Pasal 283 KUHP, usia maksimal anak adalah 17 tahun. c. Pasal 287-293, usia maksimal anak adalah 15 tahun. 5 Pengertian Perlindungan Anak Pengertian perlindungan anak dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pada Pasal 1 angka 2 memberikan rumusan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan matabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan deskriminasi. Perlindungan anak dapat juga diartikan sebagai segala upaya yang ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi, dam memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah, eksploitasi dan Universitas Sumatera Utara penelantaran agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental, dan sosialnya.

F. Metode Penelitian