besar dalam pembentukan sumbu utama 1 sedangkan mangrove dan muara sungai berkontribusi besar dalam membetuk sumbu utama 2 positif dan negatif. Plot
jenis ikan dan habitat per waktu pengamatan menunjukkan bahwa ikan biji nangka, baronang, baronang lingkis, kerong-kerong, barakuda, dan kuwe lebih
berasosiasi dengan habitat lamun. Ikan lencam, kapas-kapas, dan pepetek lebih berasosiasi dengan habitat dekat mangrove sedangkan udang dan rajungan
berasosiasi dengan muara sungai Gambar 16, 17 18. Tabel 13 Hasil analisis factorial correspondence analiss FCA menunjukkan
bahwa terdapat asosiasi antara jenis ikan dengan habitat selama penelitian
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 Eigenvalue 0,076
0,034 0,015
0,009 0,005
0,002 0,001
0,000 0,000
0,000 Inertia
52,922 23,989
10,554 6,626 3,432 1,417 0,678 0,334 0,028 0,019 Cumulative
52,922 76,911 87,465 94,091 97,523 98,940 99,618 99,952 99,981 100,000
Gambar 16 Plot stasiun dan waktu pengamatan pada sumbu FCA 1 dan 2.
Gambar 17 Plot jenis ikan pada sumbu FCA 1 dan 2.
Gambar 18 Konfigurasi tiga komponen utama untuk asosiasi antara jenis hasil tangkapan dan habitat di lokasi pemasangan sero di Kecamatan
Pitumpanua, Kabupaten Wajo selama penelitian.
Asosiasi antara habitat dan jenis ikan yang dihitung berdasarkan biomassa hasil tangkapan Gambar 17 18 hal tersebut terjadi karena setiap jenis ikan
memiliki toleransi dan preverensi terhadap parameter lingkungan tertentu. Kondisi optimal paramater lingkungan bagi ikan dan makanan setiap jenis ikan
yang berbeda antara jenis ikan dan perbedaan parameter lingkungan yang terjadi pada setiap habitat dapat terjadi secara simultan dengan terjadinya perubahan
ukuran ikan. Demikian pula dengan perbedaan kebiasaan makanan dan pengaruh parameter lingkungan terhadap jenis makanan masing-masing spesies dapat
menyebabkan perbedaan dan perubahan preverensi habitat bukan saja antar
spesies tetapi antar ukuran berbeda dalam spesies yang sama.
6.4 PEMBAHASAN
6.4.1 Komposisi Jumlah dan Berat Hasil Tangkapan
Jenis ikan yang tertangkap dengan sero selama penelitian nampak bahwa jenis ikan pepetek, baronang lingkis, kerong-kerong, kuwe, biji nangka, dan
baronang yang banyak tertangkap dan hampir merata di semua habitat Tabel 9. Hal ini disebabkan karena jenis ikan ini memang menghuni habitat muara sungai,
mangrove, dan lamun. Sebagian besar jenis hasil tangkapan tersebut tergolong jenis ikan-ikan demersal kecil yang bernilai ekonomis penting Boer et al. 2001.
Jenis ikan pelagis yang tertangkap hanya ikan barakuda. Kemungkinan jenis ini mengejar mangsanya kemana-mana sehingga ikut tertangkap pada alat
tangkap, karena diketahui bahwa ikan barakuda tergolong ikan omnivor dan karnivor. Ikan barakuda yang tertangkap di perairan pantai Pitumpanua dengan
alat tangkap sero memiliki volume yang tinggi. Berbeda yang ditemukan di perairan Kabupaten Barru Selat Makassar dengan alat tangkap bagan rambo, jenis
ikan ini ditemukan relatif sedikit Hatta 2010. Hal ini diduga karena pada alat tangkap sero waktu tenggang pengangkatan alat tangkap sero hauling cukup
lama dibandingkan bagan rambo, sehingga diduga bahwa ikan barakuda dengan leluasa mencari makan dalam bunuhan, dengan terperangkapnya pada bunuhan
menyulitkan untuk meloloskan diri melalui pintu bunuhan sero.
Jenis krustasea yang dominan tertangkap yaitu kepiting rajungan dan udang putih. Tertangkapnya kedua jenis krustasea tersebut disebabkan karena
rajungan dan udang putih secara ekologis hidup bersama-sama dan berinteraksi dalam satu ruang ekosistem dengan ikan pada daerah pantai. Diketahui bahwa
udang putih dan rajungan sebagian daur hidupnya berada di daerah pesisir pantai seperti estuaria dan sebagian di laut Saputra Subiyanto 2007; Suharyanto
Tjaronge 2009. Lebih lanjut dipertegas Pasquier P ẻrez 2004 bahwa
keberadaan hidupnya pada masa juvenile di pantai atau estuaria dan dewasa bermigrasi ke laut terbuka.
Banyaknya hasil tangkapan ikan demersal pada alat tangkap sero karena pengoperasian sero berada pada perairan dangkal. Hal ini diperkuat oleh
pernyataan oleh Widodo dan Suadi 2008 bahwa perairan dangkal dengan kedalaman kurang dari 100 meter dengan dasar perairan yang berlumpur serta
relatif datar merupakan daerah penangkapan demersal yang baik. Dipertegas Yusof 2002 bahwa pada kedalaman perairan yang kurang dari 80 m didominasi
oleh ikan demersal 95,40 dari total hasil tangkapan, lebih lanjut mengatakan bahwa perairan 5-18 meter di perairan Peninsular Malaysia tertangkap 62-89
jenis ikan demersal. Berat hasil tangkapan yang terbanyak selama penelitian yaitu ikan
barakuda, kerong-kerong, baronang, baronang lingkis, kuwe, dan lencam Tabel 10. Urutan komposisi berat tersebut lebih disebabkan karena faktor
ukuran jenis ikan tersebut, dimana jenis ikan yang mempunyai ukuran lebih besar memiliki komposisi berat yang lebih berat dibanding dengan jenis ikan yang
ukurannya lebih kecil, walaupun jumlah hasil tangkapannya lebih sedikit dibanding ikan-ikan yang berukuran lebih kecil seperti pepetek, biji nangka, dan
kapas-kapas. Penelitian yang di lakukan Pujiyati 2008 justru jenis ikan pepetek
merupakan berat hasil tangkapan yang paling banyak ditemukan di Laut Jawa dengan alat tangkap bottom mini trawl yaitu 90,70 kg pada kedalaman 40 m.
Kemungkinan disebabkan kedalaman daerah penangkapan yang berbeda, karena di perairan pantai Pitumpanua kedalaman daerah penangkapan sero hanya sekitar
8-15 m, sehingga beragam jenis ikan demersal yang tertangkap. Hal ini diperkuat
pernyataan Pujiyati 2008 berdasarkan hasil penelitiannya bahwa densitas ikan demersal menyukai daerah dangkal, semakin dalam perairan densitas ikan
demersal semakin rendah. Begitu pula hasil penelitian Soadiq 2010 menemukan pepetek sebagai hasil tangkapan terbanyak di perairan Selayar dengan alat
tangkap fyke net. Komposisi berat ikan baronang yang tertangkap di perairan pantai
Pitumpanua yaitu rata-rata 14,37. Tingginya persentase ini kemungkinan disebabkan karena ikan baronang di daerah ini secara ekologis lebih mendukung
kelangsungan hidupnya. Hal ini dipertegas oleh Kurnia 2003 dalam penelitian di tempat sama dengan alat tangkap bubu yaitu ternyata ikan baronang memiliki
berat hasil tangkapan yang lebih besar dibanding dengan ikan lainnya. Hasil tangkapan seperti ikan pepetek, biji nangka, kapas-kapas, kepiting
rajungan, dan udang putih memiliki persentase berat hasil tangkapan yang kecil. Kecilnya persentase komposisi berat hasil tangkapan bukan berarti bahwa jenis
hasil tangkapan ini dari segi jumlah hasil tangkapan lebih sedikit dengan lainnya, bahkan jenis hasil tangkapan ini frekuensi kemunculan tertangkap lebih besar. Hal
sama yang diungkapkan oleh Imron 2008 bahwa jenis ikan-ikan demersal yang kontinyu tertangkap di perairan Tegal Jawa Tengah dengan alat tangkap
dogolcantrang dan jaring arad yaitu ditemukan 8 delapan jenis ikan demersal seperti pepetek, biji nangka, dan udang yang juga ditemukan di perairan pantai
Pitumpanua.
6.4.2
Kisaran Panjang Total dan Berat Setiap Jenis Ikan
Kisaran panjang total ikan biji nangka yang tertangkap di perairan pantai Pitumpanua yaitu 5,6-20 cm Tabel 11. Kisaran tersebut lebih besar yang
didapatkan perairan Demak yaitu antara 8-30 cm dengan modus panjang yaitu 16,2 cm Saputra et al. 2009. Begitupula kisaran yang ditemukan di perairan
Terengganu Peninsular, Malaysia juga lebih besar yaitu 22,8-24,3 cm Rahardjo 1997. Kisaran yang ditemukan hampir sama di lokasi penelitian yaitu di perairan
Andhara-Oissa yaitu 9,1-17,7 cm Reuben et al. 1992. Ukuran yang ditemukan di Brondong Jawa Timur dengan alat tangkap danish seine yaitu 13,3 cm. Tidak
berbeda jauh juga yang ditemukan oleh Ernawati dan Sumiono 2006 di perairan