Muara sungai Mangrove Lamun
Keterangan : E = Biji nangka
H = Kapas kapas F = Baronang lingkis
I = Barakuda G = Kerong kerong
Gambar 22 Kurva selektivitas mata jaring 4 cm untuk jenis ikan lencam, pepetek, kuwe, baronang, dan barakuda pada daerah penangkapan yang
berbeda.
Nilai L
50
pada kurva selektivitas setiap jenis ikan di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone selama penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang
jauh bila dibandingkan L
50
setiap jenis ikan berdasarkan habitat Gambar 19.
Keterangan : A = Biji nangka
D = Kapas kapas G = Kuwe
B = Baronang lingkis E = Lencam
H = Baronang C = Kerong kerong
F = Pepetek
Keterangan : I = Barakuda
Gambar 23 Kurva selektivitas setiap jenis ikan selama penelitian di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone.
7.4 PEMBAHASAN
7.4.1 Komposisi dan Proporsi Layak Tangkap pada Experimental Crib
Jenis ikan yang dominan tertahan pada experimental sero di perairan pantai Pitumpanua, Teluk Bone umumnya adalah ikan demersal, yaitu: 1 biji
nangka Upeneaus sulphureus, 2 baronang lingkis Siganus canaliculatus, 3 kerong-kerong Therapon jarbua, 4 kapas-kapas Gerres kapas, 5 lencam
Lethrinus lentjam, 6 pepetek Leiognathus splendens, 7 kuwe Caranx sexfaciatus, 8 baronang Siganus guttatus, dan 9 barakuda Sphyraena
sphyraena Tabel 16. Spesies nomor 9 adalah jenis ikan pelagis. Dominasi ikan demersal tersebut berkaitan dengan daerah pengoperasian sero, yaitu perairan
dangkal. Hal ini diperkuat oleh pernyataan oleh Widodo dan Suadi 2008 bahwa perairan dangkal dengan kedalaman kurang dari 100 meter dengan dasar perairan
yang berlumpur serta relatif datar merupakan daerah penangkapan demersal yang baik. Dipertegas Yusof 2002 bahwa hasil tangkapan dari perairan berkedalaman
5-18 meter di perairan Peninsular Malaysia berupa 62-89 jenis ikan demersal. Jenis ikan yang tertangkap sero ini pada umumnya memiliki aktivitas
relatif rendah, gerak ruaya tidak terlalu jauh dan membentuk gerombolan yang tidak terlalu besar, sehingga sebarannya relatif lebih terkonsentrasi jika
dibandingkan dengan ikan-ikan pelagis Boer et al. 2001. Ikan barakuda yang merupakan ikan pelagis satu-satunya dominan tertangkap di perairan pantai
Pitumpanua, kemungkinan jenis ikan ini merupakan ikan predator yang mengejar mangsanya sehingga ikut tertangkap.
Jumlah ikan yang tertahan pada experimental crib jaring dipengaruhi oleh berbagai faktor; salah satunya adalah bentuk tubuh ikan. Ikan yang berukuran
besar cenderung tertangkap oleh alat penangkapan ikan yang dioperasikan dengan metode menyaring air filtering sehingga jika ukuran mata jaring relatif kecil
maka ragam ukuran ikan dapat menjadi lebih tinggi, yaitu mulai dari yang berukuran kecil hingga besar. Hal ini berbeda dari alat penangkapan ikan yang
dirancang untuk menangkap ikan secara menjerat tubuh ikan gilling, seperti pada jaring insang. Jika ukuran ikan lebih kecil atau lebih besar dari ukuran
optimum maka peluang tertangkapnya menjadi lebih rendah sehingga ragam ukuran menjadi lebih rendah Nielsen dan Lampton 1983. Selain ukuran tubuh,
bentuk badan dan tingkah laku ikan juga merupakan faktor yang menentukan ikan tertangkap Pope 1975.
Tingginya proporsi hasil tangkapan yang tertahan di experimental crib Tabel 15 bukan berarti ikan-ikan tersebut secara biologi layak tangkap. Hal ini
lebih cenderung disebabkan oleh jenis spesies ikan yang tertangkap. Dalam penelitian ini ada 5 spesies ikan dengan proporsi layak tangkap di atas 50,0,
yaitu pepetek, kapas-kapas, barakuda, kerong-kerong, dan biji nangka Tabel 16 Gambar 20.
Tingginya proprosi pepetek yang layak tangkap disebabkan ikan ini cepat mencapai dewasa pada ukuran yang relatif kecil Saadah 2000 dalam Novitriana
et al. 2004. Sebaliknya, semua ikan kuwe yang tertangkap berstatus tidak layak tangkap. Hal ini kemungkinan disebabkan habitat ikan kuwe dewasa adalah
perairan terumbu karang atau yang lebih dalam dan perairan pantai tempat penelitian adalah habitat untuk ikan-ikan muda, seperti dilaporkan Rudi et al.
2011 dari penelitiannya di perairan Sabang. Ikan kuwe yang tertangkap di perairan pantai Pitumpanua tidak berbeda jauh didapatkan oleh Mardjudo 2002
di perairan pantai Palu yang didapatkan berukuran sangat kecil, sehingga diduga bahwa jenis ikan ini pada masa juvenil lebih banyak menghuni daerah pantai.
7.4.2
Nilai L
50
Setiap Jenis Ikan yang Tertangkap pada Experimental Crib
Nilai L
50
dari experimental crib bermata-jaring 4 cm untuk setiap jenis ikan dominan tidak selalu sama pada setiap habitat Tabel 17. Seharusnya nilai
L
50
untuk suatu jenis ikan adalah sama karena spesifikasi bahan jaring pembentuk crib. Perbedaan-perbedaan nilai tersebut kemungkinan besar
ditentukan oleh nilai-nilai proporsi ikan pada setiap kelas ukuran ikan yang tertahan pada crib. Nilai-nilai L
50
dari sembilan jenis ikan dominan umumnya lebih kecil dari panjang TL ikan ketika matang gonad pertama kali L
mat
. Tujuh dari sembilan jenis ikan tersebut memiliki L
mat
kurang dari 20 cm TL; ikan kwe adalah ikan dengan L
mat
terbesar 30 cm. Hanya dua jenis ikan yang memiliki L
mat
lebih kecil dari L
50
, yaitu pepetek dan barakuda. Hal ini berarti sero dengan crib bermata-jaring 4 cm cocok
untuk kedua jenis ikan ini karena menangkap ukuran yang layak tangkap secara