itu  sendiri.  Sehingga  sistem  penguatan  terhadap  lembaga  adat  sangat  penting untuk  dilakukan  dengan  harapan  dapat  memberikan  perlindungan  terhadap
pengelolaan  sumberdaya  perikanan  di  wilayah  pesisir  Seram  Timur.  Penguatan perlu dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki pengetahuan masyarakat lokal
tentang  pengelolaan  sumberdaya  perikanan  yang  mengendepankan  aspek berkelanjutan  dari  sumberdaya  tersebut.  Untuk  dapat  melakukan  penguatan
tersebut, maka perlu diketahui bagaimana sistem pengelolaan sasi yang ada. Oleh sebab  itu
penelitian  dengan  satuan  kasus  ”Analisis  Kelembagaan  Sasi  dalam Pengelolaan  Perikanan  Tangkap  di  Kecamatan  Seram  Timur
” diharapkan dapat menjadi solusi bagi masyarakat pesisir Seram Timur untuk mengelola sumberdaya
perikanan  secara  tradisional  dengan  pengetahuan  lokal  yang  dimiliki  tanpa campur tangan pihak luar.
Berdasarkan  uraian  permasalahan  diatas,  maka  pertanyaan  penelitian  yang  akan dikaji dalam penelitian ini yaitu:
1  Bagaimana  sejarah  pengelolaan  sasi  di  Kecamatan  Seram  Timur  khususnya Desa Keffing dan Desa Kway;
2  Bagaimana  sistem  kelembagaan  sasi  dalam  pengelolaan  sumberdaya perikanan di wilayah Desa Keffing dan Desa Kway Kecamatan Seram Timur;
dan 3  Bagaimana  sistem  penguatan  terhadap  lembaga  adat  sasi  dalam  pengelolaan
sumberdaya ikan di Desa Keffing dan Desa Kway Kecamatan Seram Timur.
1.3   Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1  Identifikasi  dan  deskripsi  sejarah  pengelolaan  sasi  di  Kecamatan  Seram
Timur khususnya Desa Keffing dan Desa Kway; 2  Menganalisis  sistem  kelembagaan  sasi  dalam  pengelolaan  perikanan  di
Kecamatan Seram Timur khususnya Desa Keffing dan Desa Kway; dan 3  Merumuskan  strategi  penguatan  kelembagaan  sasi  dalam  mewujudkan
pengelolaan  perikanan berkelanjutan di era otonomi daerah.
1.4   Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1    Memberikan  informasi  tentang  sejarah  pengelolaan  sasi,  sistem  pengelolaan
sasi  dan  sistem  penguatan  kelembagaan  sasi  dalam  mengatur  pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kecamatan Seram Timur; dan
2    Masukan  bagi  pihak  terkait  mengenai  pentingnya  kelembagaan  sasi  dalam pengelolaan  sumberdaya  perikanan,  serta  upaya  membangun  peran  serta
masyarakat  dalam  perlindungan  dan  pelestarian  sumberdaya  perikanan  yang berkelanjutan di daerah pesisir.
2  TINJAUAN PUSTAKA
2.1   Definisi Kelembagaan
Kelembagaan  secara  umum  merupakan  aturan  formal  hukum,  kontrak, sistem  politik,  organisasi,  pasar  dan  lain-lain  serta  informal  norma,  tradisi,
sistem  nilai,  agama  dan  tren  sosial  yang  memfasilitasi  kordinasi  dan  hubungan antar  individu  maupun  kelompok  Kherallah  dan  Kirsten  2001.    Kelembagaan
merupakan  aturan  didalam  suatu  kelompok  masyarakat  atau  organisasi. Kelembagaan memfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk membantu mereka
dengan  harapan  setiap  orang  dapat  bekerjasama  atau  berhubungan  satu  dengan yang  lain  untuk  mencapai  tujuan  bersama  yang  diinginkan.  Ostrom  1985,
mengartikan  kelembagaan  sebagai  aturan  dan  rambu –  rambu  sebagai  panduan
yang  dipakai  oleh  para  anggota  suatu  kelompok  masyarakat  untuk  mengatur hubungan  yang  saling  mengikat.  Penataan  kelembagaan  dapat  ditentukan
beberapa  unsur  yaitu:  aturan  operasional  untuk  pengaturan  pemanfaatan sumberdaya,  aturan  kolektif  untuk  menentukan,  menegakkan  hukum  atau  aturan
itu  sendiri  dan  untuk  merubah  aturan  operasional  serta  mengatur  hubungan kewenangan  organisasi.  North  1990,  mengartikan  kelembagaan  sebagai  aturan
main  dalam  suatu  kelompok  sosial  dan  sangat  dipengaruhi  oleh  faktor –  faktor
ekonomi,  sosial  dan  politik.  Menurut  Uphoff  1986,  kelembagaan  merupakan suatu himpunan atau tatanan norma
– norma dan tingkah laku yang berlaku dalam suatu  periode  tertentu  untuk  melayani  tujuan  kolektif  yang  akan  menjadi  nilai
bersama. Menurut  Schmid  dan  Pakpahan  1989,  kelembagaan  adalah  seperangkat
ketentuan  yang  mengatur  hubungan  antar  orang  yang  mendefinisihkan  hak  -hak mereka.  Kelembagaan  berhubungan  dengan  hak
–  hak  orang  lain,  hak  –  hak istimewah  yang  diberikan,  serta  tanggung  jawab  yang  mereka  lakukan.
Kelembagaan  juga  dapat  diartikan  sebagai  instrumen  yang  mengatur  hubungan antar  orang  atau  kelompok  masyarakat  melalui  hak  dan  kewajiban  dalam
kaitannya  dengan  pemanfaatan  sumberdaya.  Kelembagaan  mempunyai  peran penting  dalam  masyarakat  untuk  mengurangi  ketidakpastian  dengan  menyusun
struktur  yang  stabil  bagi  hubungan manusia.  Kelembagaan  merupakan  gugus
kesempatan  bagi  individu  dalam  membuat  keputusan  dan  melaksanakan aktifitasnya.
2.1.1 Ciri – Ciri Kelembagaan
Suatu kelembagaan dicirikan oleh tiga kompenon utama yaitu; 1 hak – hak
kepemilikan property rights berupa hak atas benda, materi maupun non materi; 2 batas yurisdiksi jurisdictional boundary; dan 3 aturan representasi  rules of
representation  Shaffer  dan  Schmid  dalam  Pakpahan  1989.  Dengan  demikian perubahan  kelembagaan  dicirikan  oleh  perubahan  satu  atau  lebih  unsur
–  unsur
kelembagaan.
Hak –  hak  kepemilikan  property  rights  mengandung  pengertian  tentang
hak dan kewajiban yang didefinisikan dan diatur oleh hukum adat dan tradisi atau konsensus  yang  mengatur  hubungan  antara  anggota  masyarakat  dalam  hal
kepentingannya  terhadap  sumberdaya,  situasi  atau  kondisi.  Pernyataan  terhadap hak  milik  memerlukan  pengesahan  dari  masyarakat  dimana  ia  berada.  Implikasi
dari  hal  tersebut  adalah;  i  hak  seseorang  adalah  kewajiban  orang  lain;  ii  hak yang  dicerminkan  oleh  kepemilikan  owner  ship  adalah  sumber  kekuatan  untuk
akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Property rights individu atas suatu asset terdiri  atas  hak  atau  kekuasaan  untuk  mengkonsumsi,  mendapatkan  dan
melakukan hak – haknya atas asset Barzel dalam Basuni 2003.
Batas  yurisdiksi  jurisdictional  boundary  menentukan  siapa  dan  apa  yang tercakup  dalam  suatu  masyarakat.  Konsep  batas  yurisdiksi  berarti  batas  wilayah
kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu lembaga, atau mengandung makna kedua
– duanya sehingga mengandung makna bagaimana batas yurisdiksi berperan  dalam  mengatur  lokasi  sumberdaya.  Perubahan  batas  yurisdiksi  di
pengaruhi oleh empat faktor antara lain: 1  Perasaan  sebagai  suatu  masyarakat  sense  of  community.  Perasaan  sebagai
suatu masyarakat menentukan siapa yang termasuk dalam masyarakat dan yang tidak. Hal ini berkaitan dengan konsep jarak sosial yang menentukan komitmen
yang dimiliki oleh suatu masyarakat terhadap suatu kebijaksanaan; 2 Eksternalitas, merupakan dampak yang diterima pihak tertentu akibat tindakan
pihak lain. Perubahan atas batas yurisdiksi akan merubah struktur eksternalitas yang akhirnya merubah siapa menanggung apa;
3  Homogenitas,  berkaitan  dengan  preferensi  masyarakat  yang  merefleksikan permintaan terhadap barang dan jasa; dan
4  Skala  ekonomi,  menunjukan  situasi  dimana  biaya  per  satuan  terus  menurun apabila output di tingkatkan. Batas yurisdiksi  yang sesuai akan menghasilkan
ongkos per satuan yang lebih rendah di bandingkan dengan alternatif batas yurisdiksi lainnya.
Aturan  representasi  rules  of  representation  merupakan  perangkat  aturan yang  menentukan  mekanisme  pengambilan  keputusan  organisasi.  Proses
pengambilan  keputasan  dalam  organisasi,  terdapat  dua  jenis  ongkos  yang mendasari  keputusan  yaitu;  i  ongkos  membuat  keputusan  sebagai  produk  dari
partisipasi dalam membuat keputusan; dan ii ongkos eksternal  yang ditanggung oleh  seseorang  atau  sebuah  organisasi  sebagai  akibat  keputusan  organisasi
tersebut.  Aturan  representasi  mengatur  siapa  yang  berhak  berpartisipasi  dalam proses  pengambilan  keputusan.  Konsep  ini  menentukan  jenis  keputusan  yang
dibuat,  sehingga  aturan  representasi  menentukan  alokasi  dan  distribusi sumberdaya.
Menurut    Gillin  dan  Gilin  1954    dalam  Sugianto  2002,  ciri-ciri  umum suatu lembaga sosial yaitu:
1  Lembaga sosial merupakan tradisi tertulis dan tidak tertulis yang merumuskan tujuan, tata tertib dan lain-lain;
2  Lembaga sosial merupakan suatu pola- pola pemikiran dan perikelakuan yang terwujud melaui aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya;
3  Lembaga  sosial  merupakan  suatu  tingkatan  kekekalan  tertentu,  umunya  lama dan melalui proses yang panjang;
4  Setiap lembaga sosial memiliki satu atau beberapa tujuan; 5  Setiapa  lembaga  sosial  mempunyai  alat  atau  perlengkapan  yang  digunakan
untuk mencapai tujuan tersebut; dan 6  Setiap  lembaga  sosial  mempunyai  lambang,  simbol  yang  khas  yang
menggambarakan fungsi dan tujuan. Secara empiris lembaga sosial local yang berkembang di masyarakat dapat
bersifat formal dan informal. Ciri-ciri lembaga sosial formal yang bersifat formal yaitu  terbentuk  atas  campur  tangan  pihak  luar  pemerintah,  ada  dasar  hukum
untuk  membentuk  lembaga  secara  legal,  pengurus  dipilih  atas  pertimbangan kebutuhan  dan  masa  kepengurusannya  jelas,  struktur  bersifat  formal  dan  mudah
dipengaruhi  oleh  pihak  luar.  Ciri-ciri  lembaga  yang  bersifat  informal  adalah terbentuk  atas  kehendak  masyarakat  yang  bersangkutan,  manajemennya  lemah,
dinamika  aktifitas  tidak  teratur,  terbentuk  atas  norma  dan  nilai  yang dikembangkan  atas  dasar  trust,  pengurus  dipilih  lembaga  bersifat  monoton,  dan
menolak campur tangan pihak luar Sugianto 2002.
2.1.2 Tugas dan Wewenang Lembaga Adat
Berdasarkan  Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Permendagri  No.  3  Tahun 1997  tentang  Pemberdayaan,  Pelestarian  dan  Pengembangan  Adat  Istiadat  dan
Lembaga Adat,bahwa tugas lembaga adat yaitu: 1   Menampung dan menyalurkan pendapat masyarakat kepada pemerintah serta
menyelesaikan  perselisihan  yang  menyangkut  hukum  adat,  adat  istiadat  dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat;
2  Memberdayakan,  melestarikan  dan  mengembangkan  adat  istiadat  dan kebiasaan  masyarakat  dalam  rangka  memperkaya  budaya  daerah  serta
memberdayakan masyarakat
dalam penyelenggaraan,
pelaksanaan pembagunan dan pembinaan masyarakat; dan
3    Menciptakan  hubungan  yang  demokratis  dan  harmonis  serta  objektif  antara kepala adatpemangku adattetua adat dan pimpinan atau pemuka adat dengan
aparat pemerintah di daerah. Hak dan wewenang lembaga adat tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri  Permendagri  No.3  Tahun  1997,  Pasal  6  angka  1  tentang  hak  dan wewenang lembaga adat yaitu:
1  Mewakili masyarakat adat ke luar yakni dalam hal menyangkut kepentingan dan mempengaruhi adat;
2  Mengelola  hak-hak  adat  danatau  harta  kekayaan  adat  untuk  meningkatkan kemajuan dan taraf hidup masyarakat ke arah hidup yang lebih layak dan lebih
baik; dan 3  Menyelesaikan  perselisihan  menyangkut  perkara  adat  istiadat  dan  kebiasaan-
kebiasaan  masyarakat  sepanjang  penyelesaian  itu  tidak  bertentangan  dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.2   Hukum Adat
Menurut  Wignjodipoero  1967  adat  adalah  pencerminan  daripada kepribadian  suatu  bangsa,  merupakan  salah  satu  penjelmaan  jiwa  bangsa  yang
bersangkutan  dari  abad  ke-abad  dan  adat  adalah  endapan  kesusilaan  dalam masyarakat  bahwa  kaidah-kaidah  adat  berupa  kaidah  kesusilaan  yang
kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu. Sedangkan Soekanto  2001  berpendapat  bahwa  hukum  adat  merupakan  bagian  dari  adat
istiadat,  maka  dapat  dikatakan  bahwa  hukum  adat  merupakan  konkritisasi daripada  kesadaran  hukum,  khusus  pada  masyarakat  dengan  struktur  sosial  dan
kebudayaan sederhanan. Wignjodipoero  1967  mengutip  pengertian  tentang  hukum  adat  dari
beberapa pakar hukum, yaitu: 1 Prof. Dr. Supomo, SH: Hukum adat sebagai hukum yang tidak tertulis di alam
peraturan  legislatif  unstatutory  law  meliputi  peraturan-peraturan  hidup  yang meskipun tidak ditetapkan oleh orang yang berwajib, tapi ditaati dan didukung
oleh  rakyat  berdasarkan  atas  keyakinan  bahwasanya  peraturan  tersebut mempunyai kekuatan hokum;
2  Dr.  Sukanto:  Hukum adat  sebagai  kompleks  adat-adat  yang  kebanyakan  tidak dikitabkan,  tidak  dikodifikasi  dan  bersifat  paksaan,  mempunyai  sangksi,  dan
mempunyai akibat hukum; 3  Mr.  J.H.P.  Bellefroid:  Hukum  adat  sebagai  peraturan  hidup  meskipun  tidak
diundangkan  oleh  penguasa  tetapi  tetapi  masih  dihormati  dan  ditaati  oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peratutan tersebut berlaku sebagai hukum;
4  Mr.  B.  Terhaar  Bzn:  Hukum  adat  sebagai  keseluruhan  peraturan  yang menjelma  dalam  keputusan-keputusan  para  fungsionaris  hukum  dalam  arti
luas  yang  mempunyai  wibawa,  serta  pengaruh  dan  dalam  pelaksanaannya berlaku serta-merta spontan dan dipatuhi dengan sepenuh hati. Fungsionaris
meliputi : Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Hukum adat memiliki dua unsur yaitu; 1 unsur kenyataan, bahwa adat itu
dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh rakyat; dan 2 unsur psikologis, bahwa terdapat adanya keyakinan pada rakyat, artinya adat  mempunyai kekuatan
hukum Wignjodipoero 1967. Oleh karena itu, unsur inilah yang menghubungkan
adanya  kewajiban  hukum  opinioyuris  necessitates.  Wignjodipoero  1967, menjelaskan  bahwa  didalam  kehidupan  masyarakat  hukum  adat,  umumnya
terdapat tiga bentuk hukum adat, yaitu: 1  Hukum  yang  tidak  tertulis  jus  non  scriptum  merupakan  bagian  yang
terbesar; 2  Hukum  yang  tertulis  jus  scriptum  hanya  sebagian  kecil  saja,  misalnya
peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh raja-raja atau sultan; 3  Uraian  dalam  hukum  secara  tertulis  lazimnya  uraian  ini  adalah  suatu  hasil
penelitian yang dibukukan. Menurut Depatemen Kelautan dan Perikanan 2001 mengartikan hak ulayat
sebagai kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat  tertentu  atas  wilayah  tertentu  yang  merupakan  lingkungan  hidup  para
warganya untuk mengambil dari sumberdaya alam, termasuk tanah dalam wilayah tersebut  bagi  kelangsungan hidupnya dan kehidupan  yang timbul dari kehidupan
secara lahiriah dan batiniah, terun-temurun, serta tidak terputus antara masyarakat hukum adat  tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.
Hak  ulayat  laut  HUL  mempunyai  variabel-variabel  pokok  dalam kajiannya, yaitu Wahyono et al 2000:
1 Wilayah Pengaturan di wilayah laut tidak terbatas pada pembatasan luas wilayah, tetapi
juga ekslusivitas wilayah, sumberdaya laut, teknologi yang digunakan, tingkat eksploitasi dan batasan-batasan yang bersifat temporal;
2 Unit sosial pemilik hak right holding unit Unit  pemegang  hak  right  holding  unit  beragam  mulai  dari  sifatnya  yang
individual, kelompok, kekerabatan, komunitas desa hingga negara; dan 3 Legalitas legality beserta pelaksanaannya enforcement
Dasar  hukum  mengenai  berlakunya  hak  ulayat  laut  berupa  aturan  tertulis  dan kebiasaan-kebiasaan  yang  dilakukan  masyarakat  tidak  menurut  hukum
formal, seperti sistem kepercayaan. Sementara sebagai  aturan lokal, hak ulayat  laut  dalam bahasa inggris  yaitu
see  tenure  merupakan  seperangkat  aturan  atau  praktik  pengelolaan  manajemen wilayah  laut  dan  sumberdaya  yang  terkandung  didalamnya.perangkat  aturan  hak
6 main types exist: Secular leader
Religious leader Right holder
Community elders Elected committec
Hilred administrators
ulayat  laut  ini  menyangkut  siapa  yang  memiliki  hak  atas  suatu  wilayah,  jenis sumberdaya  yang  boleh  ditangkap  dan  teknik  mengeksploitasi  sumberdaya  yang
diperbolehkan sesuai dengan sumberdaya yang ada diwilayah laut Wahyono et al 2000. Dengan demikian, hak ulayat laut tidak hanya bermakna “hak bersama”,
melainkan  semua  esensi  pada  “otonomi”  dan  “kedaulatan”  dari  persekutuan
politik  hidup  yang  bersangkutan  atas  suatu  teritorial  wilayah  tertentu  Fauzi 2000.  Prinsip-prinsip  desain  hak  ulayat  menurut  Ruddle  1993,  dapat  dilihat
pada Gambar 1 berikut:
Gambar 1 Prinsip-prinsip desain hak ulayat
Prinsip-prinsip desain hak ulayat menurut Ruddle 1993, yaitu: 1  Otoritas  atau  kepemimpinan  authority  or  leadership;  sistem  manajemen
sumberdaya alam berbasis masyarakat telah ada sebelumnya, memiliki fungsi kontrol  dan  kewenangan  secara  tradisional  yang  bervariasi  sesuai  dengan
organisasi sosial;
Main kinds: Primary or birthright
Secondary Exclusion
Sharing Tranfer and loan
Nested right within rights
Main kinds are those to define: Sea territory of community
Eligibility of entrants Inter-community access
Use behavior 4 main kinds:
Social Economic
Physical Supernatural
Monitors Enforcers
DESIGN PRINCIPLES
Authority Leadership
Rights
Rules Monitoring
Accountability Enforcement
Sanctions
2  Hak rights;  sistem  manajemen pemanfaatan sumberdaya diatur berdasarkan hak  milik  atas  pemanfaatan  sumberda  alam.  Klaim  terhadap  sumberdaya
dilindungi  oleh  praktek  hukum  adat.  Hak-hak  tersebut  mendefinisihkan penggunaan  yang  sah  dipandang  secara  eksklusif  untuk  menentukan  siapa
yang berhak atas wilayah dan sumberdaya tersebut; 3  Aturan rules;  menentukan bagaimana hak kepemilikan diatur dan tindakan
yang diperlukan serta dilarang untuk memanfaatkan sumberdaya alam pada waktu tertentu;
4  Pemantauan  monitoring;  pemantauan  dilakukan  untuk  melihat  tingkat kepatuhan  masyarakat  terhadap  aturan  yang  ditetapkan  dan  menjatuhkan
sanksi pada pelanggar; dan 5  Sanksi sanction; sanksi diberikan kepada yang melanggar atau mengabaikan
aturan lokal yang mengatur tentang pemanfaatan sumberdaya alam.
2.3 Sasi