Dasar Hukum .1 Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
berbasis pada masyarakat yang berada di luar kelompok masyarakat yang terlibat dan beranggotakan wakil dari masyarakat lokal dan wakil
pemerintah merupakan hal yang penting pula dibentuk dalam rangka memonitor penyusunan pengelolaan lokal dan pemecahan konflik.
Tujuan utama Ko-manajemen adalah pengelolaan perikanan yang lebih tepat, efisien, adil dan merata. Tujuan sekundernya adalah 1 mewujudkan
pembangunan berbasis masyarakat; 2 mewujudkan proses pengambilan keputusan secara desentralisasi, sehingga dapat memberikan hasil yang lebih
efektif, dan 3 sebagai mekanisme untuk mencapai visi dan tujuan nelayan lokal serta mengurangi konflik antar nelayan melalui proses demokrasi partisipatif.
2.5 Dasar Hukum 2.5.1 Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
Aturan mengenai pengelolaan perikanan secara umum maupun pengelolaan perikanan berbasis kearifan lokal diatur dalam Bab IV, Pasal 6 ayat 1 Undang
– undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan menyebutkan bahwa “pengelolaan perikanan
dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dilakukan untuk tercapainya manfaat hasil yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya
kelestarian sumberdaya ikan ”. Dalam Pasal 6 ayat 2, ditambahkan bahwa
pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat atau kearifan lokal serta
memperhatikan peran masyara
kat dalam pengelolaan perikanan”.
Kegiatan perikanan yang bertanggung jawab merupakan bentuk pengelolaan perikanan yang mengendepankan aspek lingkungan dan kelestarian sumberdaya
alam serta memberi ruang kepada hukum adatkearifan lokal untuk mengelola sumberdaya alam secara tradisional sehingga dapat meminimalisir kerusakan
sumberdaya perikanan dan ekologi di wilayah pesisir. Selain itu, membagun peran serta masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam pengelolaan perikanan serta
perlindungan terhadap sumberdaya alam di wilayah pesisir sesuai dengan amanat Pasal 6 ayat 2 Undang-undang No. 31 Tahun 2004.
2.5.2 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Berdasarkan Pasal 1 angka 18 Undang-undang No. 27 Tahun 2007 bahwa hak pengusahaan perairan pesisir, selanjutnya disebut HP-3, adalah hak atas
bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-
pulau kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu. Sedangkan dalam Pasal 18
Undang-undang No. 27 Tahun 2007 bahwa HP-3 dapat diberikan kepada; a orang perseorangan warga negara Indonesia; b badan hukum yang didirikan
berdasarkan hokum Indonesia; atau c masyarakat adat. Hal ini dimaksud agar dihargainya hak masyarakat adatlokal dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil seperti Sasi, Mane’e, Panglima laot dan Awig-awig, serta
memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.
Berdasarkan Pasal 21 angka 4 Undang-undang No 27 Tahun 2007 bahwa pemegang HP-3 mempunyai kewajiban untuk; a memberdayakan masyarakat
sekitar lokasi kegiatan; b mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak adatmasyarakat lokal; c memperhatikan hak masyarakat untuk mendapat akses
ke sempadan pantai dan muara sungai; dan d melakukan rehabilitasi terhadap sumberdaya yang mengalami kerusakan di lokasi HP-3.
3 METODOLOGI PENELITIAN