Sasi Desa Keffing Sistem Kelembagaan Sasi

Berlakunya Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang pemberlakukan sistem pemerintahan desa, menyebabkan hirarki sistem pemerintahan adat tidak dipakai dalam sistem pemerintahan negeri. Namun dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan desa, perangkat aparatur yang ada dalam sistem pemerintahan adat sebagian diakomodir dalam sistem pemerintahan desa. Misalnya, posisi kepala dusun diisi oleh kepala soa dan struktur pemerintahan negeri. Marinyo dalam sistem pemerintahan adat dirangkap oleh juru tulissekretaris. Hirarki sistem pemerintahan adat tidak terpakai secara keseluruhan dalam sistem pemerintahan desa, namun dalam penyelenggaraan yang berkaitan dengan tradisi adat di dalam negeri, sistem pemerintahan adat masih menjadi rujukan bagi sistem pemerintahan desa. Berdasarkan uraian tersebut, maka sistem kelembagaan sasi di Desa Keffing dan Desa Kway meliputi sejarah sasi, sistem aturan, sistem sanksi, legalitas, hak pengelolaan wilayah serta otoritas sasi. Secara lebih rinci, unsur-unsur kelembagaan sasi tersebut akan diuraikan dibawah ini:

5.1.1 Sasi Desa Keffing

Sasi merupakan bentuk aturan pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat adat yang telah diterapkan di Maluku. Menurut Pattinama dan Pattipelony 2003, sasi merupakan tradisi masyarakat yang telah ada sejak abad XVII memiliki nilai hukum substantif yaitu larangan untuk tidak mengambil hasil laut maupun hasil hutan sampai waktu tertentu. Sejarah sasi di Desa Keffing telah ada sejak zaman dahulu sebagai komitmen bersama para nenek moyang mereka untuk menjaga lingkungan dimana mereka tinggal. Hal ini dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa tanpa lingkungan mereka tidak akan hidup dengan tentram. Namun tradisi sasi yang menjadi aset lokal ini tidak diketahui secara pasti oleh masyarakat setempat kapan diberlakukan. Penerapan sasi di Desa Keffing didasarkan pada petua pesanpentuk yang telah diwariskan secara turun- temurun. Berdasarkan hasil wawancara sasi yang pertama kali digunakan di Desa Keffing yaitu sasi darat dan diterapkan pada dusun kelapa. Sedangkan sasi laut diberlakukan pada saat masyarakat beralih pekerjaan ke wilayah laut. Menurut masyarakat tujuan pemberlakuan sasi laut untuk menjaga sumberdaya disekitar pantai agar dapat memenuhi kebutuhan hidup setiap hari. Pemberlakuan sasi laut telah dipahami oleh masyarakat setempat, namun pelanggaran terhadap aturan sasi masi ada. Sasi laut di Desa Keffing dibuka jika ada permintaan dari pembeli, masyarakat serta perayaan adat istiadat pengangkatan raja. Menurut kepala adat, sistem sasi di Desa Keffing dibentuk sejak munculnya konflik antara soa di negeri tersebut. Pemicu konflik yaitu adanya kecemburuan sosial antara masyarakat dalam pemanfaatan hasil laut. Masyarakat yang memiliki marga yang sama dengan kepala adat mengambil hasil laut tanpa batasan, karena masyarakat tersebut merasa kedudukannya lebih tinggi dibandingkan masyarakat yang lain. Akibat perebutan dalam pengambilan hasil laut menyebabkan kehidupan masyarakat di Desa Keffing menjadi tidak tentram. Demi terwujudnya kehidupan yang tentram di masyarakat, maka perlu dilakukan penyelesain terhadap konflik antar soa tersebut. Langkah ini mendorong kepala adat mengajak semua soa di Desa Keffing bermusyawarah untuk menyelesaikan konflik tersebut. Tujuan musyawarah untuk menghindari terjadinya perpecahan antara soa di Desa Keffing. Dalam musyawarah, kepala adat bertindak sebagai penengah untuk menghindari gesekan antara soa, dan kedua soa sepakat untuk berdamai dengan adanya perjanjian. Hasil musyawarah memuat tiga bentuk perjanjian yaitu; 1 perlu adanya lembaga yang mengatur tentang pemanfaatan hasil laut, agar mencegah terjadinya konflik di masyarakat; 2 jika terjadi konflik di masyarakat, maka setiap soa bertanggungjawab menyelesaikan masalah dalam marga masing-masing; dan 3 pentingnya kehidupan yang harmonis di masyarakat adat. Istilah sasi dalam bahasa negeri Desa Keffing dikenal dengan sebutan ngam yang artinya “larangan”. Larangan tersebut bertujuan untuk mengingatkan kepada masyarakat tentang pengambilan sumberdaya alam.Sumberdaya alam yang dilarang meliputi wilayah laut maupun di darat sampai batas waktu yang ditentukan. Penelitian ini hanya difokuskan pada sumberdaya alam di wilayah laut. Ada dua jenis larangan yang diterapkan yaitu 1 larangan mengambil hasil laut sebelum waktunya; dan 2 larangan melakukan aktivitas di lokasi sasi. Sumberdaya yang diatur pengambilanya yaitu teripang Thyone briarcus , ikan karang Acanthurus sp dan lola Trochus sp. Perlunya pengaturan terhadap pemanfatan hasil laut agar mencegah konflik di masyarakat. Selain itu agar pemanfaatan hasil laut dilakukan secara adil, sehingga dapat menciptakan kehidupan yang tentram di masyarakat. Menurut hasil wawancara dengan kepala adat, implementasi sasi di Desa Keffing pada awalnya dilimpahkan kepada pengurus masjid. Pengurus masjid merupakan suatu persekutuan yang terdiri dari imam, khatib, mojeng dan marabot. Posisi pengurus masjid di masyarakat sebagai pemuka agama. Kewenangan pelimpahan tersebut dilakukan oleh kepala adat melalui musyawarah. Musyawarah dihadiri oleh perwakilan kedua soa dan pengurus masjid. Kedua soa yang hadir dalam musyawarah yaitu soa Keffing dan soa Kasongat. Musyawarah dipimpin dan diprakarsai oleh kepala adat. Setelah kedua soa sepakat, maka pelimpahan kewenangan secara langsung diserahkan oleh kepala adat kepada pengurus masjid. Hasil musyawarah juga disampaikan kepada masyarakat marga melalui marinyo maupun perwakilan kedua soa yang hadir. Menurut kepala adat, tujuan pelimpahan kewenangan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: 1 mengingat adanya konflik yang terjadi di masyarakat; 2 mencegah adanya kecemburuan sosial antara masyarakat; dan 3 pelimpahan kewenangan bersifat sementara, sampai batas waktu yang ditentukan. Pelaksanaan kegiatan sasi oleh pengurus masjid di Desa Keffing tidak memiliki aturan berupa sanksi hukum. Menurut kepala adat, pelimpahan kewenangan pengelolaan kegiatan sasi oleh pengurus masjid hanya bersifat sementara. Tujuan pelimpahan kewenangan tersebut dimaksudkan untuk mencegah konflik yang terjadi di masyarakat. Menurut masyarakat setempat, pelaksanaan kegiatan sasi oleh pengurus masjid tidak berjalan dengan baik, hal ini disebabkan pengurus masjid lebih fokus kepada kegiatan masjid sehingga perhatian terhadap kegiatan sasi menjadi berkurang. Berkurangnya perhatian terhadap kegiatan sasi mengakibatkan ketidakadilan dalam pemanfaatan hasil laut. Demi mewujudkan kehidupan yang tentram di masyarakat, maka diperlukan pengaturan terhadap pemanfaatan hasil laut. Menurut kepala adat, untuk memutuskan hal tersebut diperlukan kordinasi antara pengurus masjid dengan kepala adat . Kordinasi dipimpin dan diprakarsai oleh kepala adat. Tujuan kordinasi tersebut yaitu kepala adat memberikan penjelasan kepada pengurus masjid tentang keluhan masyarakat. Setelah melakukan dialog, pengurus masjid bersedia untuk menyerahkan tugas tersebut kepada kepala adat. Setelah menerima penyerahan tugas dari pengurus masjid, kepala adat memerintahkan marinyo untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Penyampain informasi oleh marinyo dilakukan dengan cara tabaos. Tabaos merupakan penyampaian informasi dimanamarinyoberjalan mengelilingi wilayah Desa Keffing sambil berteriak menyampaikan informasi. Tujuan dilakukan tabaos yaitu untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai waktu dan tempat pelaksanaan musyawarah maupun kegiatan lain. Melalui musyawarah tersebut kedua soa menyarankan untuk membentuk suatu kelembagaan yang dikelola oleh perwakilan dari kedua soa. Menurut masyarakat di Desa Keffing, kelembagaan yang mengatur pengelolaan hasil laut dikenal dengan sebutan kewang. Menurut kepala adat, persyaratan menjadi kepala kewang di Desa Keffing yaitu; 1 masyarakat yang lahir dan tinggal di wilayah setempat; 2 masyarakat yang berasal dari marga pada kedua soayaitu marga Rumonin dan marga Rumakat; dan 3 masyarakat yang mencalonkan diri harus mengetahui sejarah sasi.Dalam pemilihan kepala kewang, posisi kepala adat sebagai penengah diantara kedua soa. Kepala adat berhak memutuskan siapa yang menjadi kepala kewang sesuai kriteria yang disyaratkan. Setelah kepala kewang terpilih, selanjutnya dilakukan perekrutan anggota kewang. Menurut kepala adat, perekrutan anggota kewang diserahkan kepada soa masing-masing. Setiap soa mempunyai hak untuk memutuskan siapa yang akan menjadi anggota kewang dari marga masing-masing. Menurut masyarakat setempat, biasanya yang terpilih menjadi anggota kewang yaitu orang yang lebih tua dalam marga. Maksud orang yang lebih tua sesepuh marga yaitu dilihat dari segi usia maupun pengetahuan tentang sasi. Posisi sesepuh marga sangat dihormati dalam keluarga maupun setiap soa masing-masing. Setelah terbentuknya kewang, harapan dari masyarakat setempat yaitu agar kewang dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Kewang dapat mangatur pemanfatan hasil laut yang adil bagi masyarakat, sehingga mencegah terjadinya konflik. 1 Batas Pengelolaan Wilayah Batas wilayah laut bersifat imajiner dikarenakan daerah yang luas sehingga sulit untuk memberikan batas-batas secara jelas. Menurut Solihin 2010, batas wilayah umumnya dilakukan dengan cara ditarik garis lurus kearah laut dari daratan yang terluar hingga batas tepi terumbu karang. Batas wilayah merupakan bagian penting bagi kewang dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya alam. Penentuan batas wilayah bertujuan untuk memberikan ruang terhadap kewang dalam pengelolaan sumberdaya alam di wilayah laut. Berdasarkan hasil wawancara, penentuan batas wilayah kewang dilakukan melalui musyawarah yang dipimpin dan diprakarsai oleh kepala adat. Musyawarah tersebut dihadiri oleh kedua soa di Desa Keffing yaitu soa Keffing dan soa Kasongat. Kehadiran kedua soa dalam musyawarah merupakan perwakilan dari marga dalam negeri tersebut. Tujuan musyawarah tersebut yaitu, agar hasil yang diperoleh tidak merugikan salah satu soa dalam penentuan batas wilayah sasi. Menurut kepala adat, penentuan batas wilayah pengelolaan kewang berdasarkan lokasi sumberdaya yang dikelola. Penentuan batas wilayah kewang disesuaikan dengan jarak jangkauan masyarakat dalam kegiatan penangkapan ikan. Menurut kedua soa di Desa Keffing, batas wilayah kewang yaitu wilayah pesisir yang berjarak 500 meter diukur dari tepi pantai kearah laut dengan panjang800 meter diukur dari jarak terluar kearah samping. Tujuan penentuan batas wilayah untuk memudahkan kewang dalam pengawasan terhadap sumberdaya pesisir yang dikelola. 2 Sistem Aturan 1 Buka sasi Buka sasi merupakan kegiatan pengambilan sumberdaya perikanan oleh masyarakat di Desa Keffing. Sistem buka sasi di Desa Keffing dimulai dengan upacara adat yang dihadiri oleh kepala kewang dan kedua soa. Setelah upacara adat, para saniri negeri serta masyarakat di Desa Keffing menuju lokasi sasi. Sebelum pengambilan sumberdaya perikanan, kepala kewang melakukan ritual didepan lokasi sasi terlebih dahulu. Menurut kepala kewang, hal ini merupakan bentuk penghormatan terhadap alam yang telah memelihara sumberdaya tersebut. Setelah ritual, masyarakat dipersilahkan untuk mengambil sumberdaya laut di lokasi sasi. Mekanisme dalam pengambilan hasil laut disesuaikan dengan jenis sumberdaya yang diambil. Sumberdaya laut yang diatur pengambilannya oleh kewang yaitu teripang Thyone briarcus , ikan karang Acanthurus sp dan lola Trochus sp. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, kegiatan pengambilan teripang Thyone briarcus dilakukan sesuai dengan musimnya. Waktu munculnya teripang hanya terjadi pada musim timur. Umur sumberdaya teripang yang layak dipanen yaitu berkisar antara lima sampai enam bulan sejak muncul. Pengambilan teripang dilakukan pada malam hari,dikarenakan pada malam hari teripang akan muncul dipermukaan sehingga memudahkan dalam pemanenan. Pada siang hari teripang bersembunyi di terumbu karang sehingga sulit untuk diambil. Alat yang digunakan berupa obor, dan wadah untuk menyimpan teripang. Pengambilan teripang dilakukan secara serentak oleh masyarakat. Menurut kepala kewang, jumlah masyarakat yang ikut mengambil teripang biasanya berkisar antara 30 sampai 40 orang. Jumlah tersebut bersifat tidak tetap, disesuaikan dengan jumlah sumberdaya yang diambil. Jumlah sumberdaya yang diambil disesuaikan dengan kebutuhan pembeli. Setelah diketahui permintaan pembeli,kepala kewang mengatur kuota untuk setiap orang. Pembagian kuota dilakukan secara merata, sehinga setiap orang mendapat bagian yang sama. Menurut kepala kewang, pengambilan teripang tetap dilakukan walaupun tidak ada permintaan dari pembeli. Jika tidak ada permintaan dari pembeli maka hasil panen akan dibagikan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan karena sifat sumberdaya teripang yang muncul hanya pada musim timur. Jika tidak diambil, maka sumberdaya tersebut akan hilang dengan sendirinya. Menurut kepala kewang, pengambilan ikan karang Acanthurus sp dilakukan jika ada permintaan dari pembeli atau kebutuhan masyarakat. Pengambilan ikan karang dilakukan pada siang hari. Peralatan untuk pengambilan ikan karang menggunakan perahu jukung dan jaring insang Gillnets. Waktu pengambilan ikan karang biasanya berkisar antar satu sampai dua tahun sejak pemberlakukan aturan sasi. Pengambilan ikan karang diatur dengan membentuk kelompok. Menurut kepala kewang, kelompok tersebut biasanya terdiri dari lima kelompok. Setiap kelompok terdiri dari enam sampai tujuh orang dengan tugas masing-masing. Biasanya empat orang bertugas melingkari ikan karang, dua orang bertugas mendayung, dua orang menebar jaring serta dua orang lainya memegang ujung jaring pertama ditebar. Setelah jaring mengelilingi ikan karang, secara bersamaan mereka masuk kedalam lingkaran jaring untuk menombak ikan yang tidak tertangkap oleh jaring. Banyaknya ikan karang yang diambil disesuaikan dengan kebutuhan pembeli atau masyarakat. Menurut masyarakat setempat, pengambilan lola Trochus sp dilakukan pada siang hari dengan cara menyelam. Alat yang digunakan untuk menyelam berupa alat tradisional yang berasal dari masyarakat setempat. Umur sumberdaya lola yang layak untuk diambil yaitu minimal dua tahun. Hal ini dilakukan agar hasil lola yang dipanen sesuai dengan permintaan pembeli. Masyarakat yang ikut mengambil lola ditentukan oleh kelembagaan sasi dalam bentuk kelompok. Jumlah kelompok yang ditentukan kewang yaitu 10 kelompok. Jumlah kelompok yang dibentuk tidak tetap, disesuaikan dengan jumlah sumberdaya yang diambil. Setiap kelompok terdiri dari dua orang, dalam pengambilan lola tidak ada pembagian tugas antara dua orang tersebut. Jumlah sumberdaya lola yang diambil berdasarkan permintaan pembeli, karena masyarakat Desa Keffing tidak mengkonsumsi lola. Untuk mencegah agar pengambilan lola tidak melebihi permintaan pembeli, setiap kelompok diberi kuota sehingga mendapat bagian yang sama. 2 Tutup sasi Tutup sasi merupakan kegiatan yang menandakan berakhirnya pengambilan sumberdaya perikanan di lokasi sasi. Kegiatan tersebut dilakukan dengan pemasangan tanda berakhirnya waktu buka sasi. Menurut kepala kewang sebelum tutup sasi, seluruh masyarakat dan anggota kewang membersihkan lokasi sasi. Setelah itu, pemasangan kembali janur kuning sebagai tanda berlakunya aturan sasi dan mengisyaratkan bahwa waktu pengambilan sumberdaya perikanan telah selesai. Selain tanda janur kuning, kepala kewang juga menyampaikan kepada masyarakat tentang waktu tutup sasi melalui marinyo. Selama masa tutup sasi masyarakat dilarang melakukan aktifitas di lokasi sasi karena dapat dikenakan sanksi oleh kewang. 3 Sistem Sanksi Sistem sanksi merupakan suatu ketentuan yang dikenakan kepada setiap masayarakat yang melanggar peraturan kewang dalam pemanfaatan hasil laut. Selain itu,sistem sanksi merupakan suatu rangkaian atas penyelesaian sebagai tindak lanjut dari pelanggaran aturan-aturan yang berlaku. Pemberian sanksi kepada masyarakat berdasarkan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Bagi masyarakat yang melanggar peraturan dalam pemanenan hasil laut, diberikan sanksi berupa bayar denda. Sanksi lain yang dikenakan yaitu membersihkan tempat ibadah masjid selama 1 minggu. Pembayaran denda atas pelanggaran yang dilakukan yaitu berkisar antara Rp 15.000, hingga Rp 500.000. Jika pelanggaran yang dilakukan termasuk dalam kategori ringan maka wajib bayar denda antara Rp 15.000, hingga Rp 250.000. Jika pelanggaran yang dilakukan termasuk dalam kategori berat maka wajib bayar denda antara Rp 300.000, hingga Rp 500.000. Besarnya bayar denda tersebut ditentukan oleh kewang. Bentuk sanksi dan denda yang diberikan kepada masyarakat yang melanggar peraturan kelembagaan sasi kewang di Desa Keffing, dapat dilihat pada tabel 9 berikut: Tabel 9 Sanksi dan denda yang diberikan kepada masyarakat yang melanggar aturan kelembagaan sasi kewang di Desa Keffing No Bentuk pelanggaran Sanksi denda 1 Menggunakan bahan peledak dan potassium di area sasi; Bayar denda Rp 500.000 dan dikucilkan oleh masyarakat; 2 Pengambilan hasil laut di daerah sasi sebelum waktu buka sasi; Bayar denda Rp 300.000, dan alat tangkapnya disita; 3 Membuang kotoran atau sampah di daerah sasi; Bayar denda Rp 50.000 dan membersihkan tempat ibadah Masjid selama 3 hari; 4 Menghilangkan tanda sasi dengan sengaja; Sanksi dari alam sistem kepercayaan berupa, kerasukan, dan lumpuh. selain itu, sanksi dari masyarakat yaitu dipermalukan didepan umum; 5 Menggunakan kendaraan laut yang menimbulkan bunyi diarea sasi; Bayar denda Rp 15.000 dan membersihkan tempat ibadah selama 2 hari; 6 Melakukan aktivitas penangkapan di sekitar area sasi . Denda Rp 30.000 membersihkan tempat ibadah selama 3 hari. Sumber: Data laporan kewang Desa Keffing sampai pada Tahun 2012 Menurut kepala kewang, jika pelanggaran dilakukan sampai tiga kali maka yang bersangkutan harus menyerahkan alat tangkap tersebut kepada kewang. Alat tangkap tersebut dibakar dan disaksikan oleh kewang dan seluruh masyarakat. Bentuk sanksi lain berupa bayar denda atas pelanggaran yang dilakukan juga diberikan oleh kewang. Selain sanksi bayar denda, adapula sanksi yang bersumber dari alam sistem kepercayaan. Masyarakat meyakini bahwa jika melanggar peraturan sasi, maka mereka akan dikenakan sanksi dari alam. Sanksi alam terhadap masyarakat yang melanggar aturan sasi berupa kerasukan, dan lumpuh. Adapula sanksi sosial dari masyarakat yaitu dipermalukan menjadi bahan pembicaraan didepan umum. Menurut kepala adat, konsistensi pemberian denda tidak memiliki aturan tertulis. Penerapan aturan tersebut hanya berdasarkan kesepakatan bersama melalui musyawarah yang dihadiri oleh kepala adat, kepala kewang serta perwakilan kedua soa di Desa Keffing. Musyawarah tersebut dipimpin dan diprakarsai oleh kepala adat. Menurut Fadlun 2006, fungsi dari aturan adat dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak hanya bersifat agar masyarakat patuh terhadap hukum adat, melainkan agar setiap kegiatan manusia harus sesuai dengan daya dukung lingkungan, artinya aturan adat tersebut mempunyai fungsi ekologi, sosial ekonomi dan politik. 4 Legalitas Legalitas hak ulayat laut adalah sesuatu yang menjdi sumber peraturan yang ditetapkan dalam praktek hak ulayat laut atau sumber peraturan dalam pengelolaan wilayah laut Wahyono et al 2000. Berdasarkan hasil wawancara, dasar hukum terbentuknya kewang yaitu adanya kesepakatan bersama antara kedua soa dalam pemanfaatan hasil laut di Desa Keffing. Dasar hukum kewang didasarkan pada kebiasaan leluhur dalam pemanfaatan hasil laut. Kebiasaan tersebut berupa larangan pengambilan hasil laut yang sampai saat ini masih dipraktekkan. Adapula dasar hukum kewang, yaitu. Dasar hukum lainyang dianut oleh kewang di Desa Keffing seperti sistem kepercayaan. Menurut kepala kewang, sistem kepercayaan diyakini mampu mengarahkan masyarakat untuk tidak melanggar aturan sasi karena memiliki sanksi yang tegas dari alam. 5 Otoritas sasi Otoritas merupakan kekuasaan sah yang dimiliki oleh suatu kelembagaan untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Otoritas kewang di Desa Keffing merupakan kewenangan atas pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah pesisir. Hal ini bertujuan agar pemanfaatan sumberdaya pesisir oleh masyarakat dilakukan secara adil. Dalam menjalan fungsinya, kewang memiliki struktur kewenangan dalam pengambilan keputusan, yaitu seorang pemimpin yang mempunyai peran dalam pengelolaan kegiatan kewang. Peran kepala kewang mencakup pengambilan keputusan, serta urusan internal maupun eksternal yang berkaitan dengan tanggungjawab kewang. Menurut kepala adat, pengambilan keputusan dalam kewang yaitu kepala kewang berkordinasi dengan kepala adat. Jika pemimpin kepala kewang berhalangan, maka kewenangan pengambilan keputusan diambil alih oleh kepala adat. Pengambilan keputusan baik yang berkaitan dengan urusan internal maupun eksternal oleh kewang dilakukan melalui bermusyawarah yang dihadiri oleh saniri negeri. Musyawarah tersebut dipimpin dan diprakarsai oleh kepala adat. Pengambilan keputusan terkait pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat disesuaikan dengan norma dan aturan yang berlaku. Menurut masyarakat di Desa Keffing, pembentukan kewang dilakukan berdasarkan keinginan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang tentram. Selain itu, mencegah agar tidak terjadinya konflik di masyarakat akibat pemanfaatan hasil laut.

5.1.2 Sasi Desa Kway