hasil perikanan laut dilakukan pada waktu yang tepat. Bentuk aturan ini bagi masyarakat Maluku dikenal dengan istilah adat sasi Wattimena dan Papilaya
2005. Menurut Novaczek dan Harkes 1998, daerah laut yang diatur oleh sasi memiliki kondisi ekologi yang lebih baik dibandingkan dengan daerah laut yang
tidak di-sasi seperti kondisi terumbu karang yang rusak. Oleh sebab itu, keberadaan kearifan lokal diharapkan mampu mewujudkan pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan.
1.2 Rumusan masalah
Kebijakan perikanan di Seram Timur didasarkan pada doktrin milik bersama seperti tidak adanya batasan siapa, kapan, dimana dan bagaimana kegiatan
penangkapan ikan yang seharusnya dilakukan telah menyebabkan wilayah perairan di Seram Timur, Kabupaten Seram Bagian Timur menjadi ajang bagi
pihak tertentu untuk berloma-lomba memanfaatkan sumberdaya perikanan tanpa adanya batasan sehingga dapat mengancam keberlangsungan ekologi sumberdaya
perikanan di wilayah pesisir Seram Timur. Kurangnya fungsi kontrol Pemerintah Seram Timur terhadap wilayah
pesisir, dimanfaatkan oleh nelayan luar untuk mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara berlebihan sehingga menimbulkan konflik antara nelayan lokal
dan nelayan luar. Konflik tersebut terjadi akibat perebutan zona tangkapan. Hal ini disebabkan oleh ketidakjelasan Pemerintah Daerah Seram BagianTimur dalam
pembagian zona tangkapan baik untuk wilayah adat, nelayan lokal sehingga adanya kecemburuan sosial antara nelayan lokal dan nelayan luar yang berhujung
pada konflik. Konflik di wilayah pesisir terjadi akibat posisi nelayan lokal sangat lemah dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan, karena hanya menggunakan
alat tangkap tradisional. Sedangkan nelayan luar dilengkapi dengan peralatan penangkapan ikan yang lebih moderen dibandingkan masyarakat lokal.
Akibat dari ketidakjelasan tersebut, pengelolaan perikanan tangkap di Kecamatan Seram Timur dinilai gagal memberikan sanksi hukum kepada nelayan
luar asing yang telah melakukan eksploitasi sumberdaya perikanan secara berlebihan tanpa mempertimbangkan aspek keberlanjutan dari sumberdaya itu
sendiri. Selain itu gagal dalam memberikan perlindungan hukum khususnya kepada para nelayan lokal di daerah pesisir maupun bagi sumberdaya perikanan
itu sendiri. Sehingga sistem penguatan terhadap lembaga adat sangat penting untuk dilakukan dengan harapan dapat memberikan perlindungan terhadap
pengelolaan sumberdaya perikanan di wilayah pesisir Seram Timur. Penguatan perlu dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki pengetahuan masyarakat lokal
tentang pengelolaan sumberdaya perikanan yang mengendepankan aspek berkelanjutan dari sumberdaya tersebut. Untuk dapat melakukan penguatan
tersebut, maka perlu diketahui bagaimana sistem pengelolaan sasi yang ada. Oleh sebab itu
penelitian dengan satuan kasus ”Analisis Kelembagaan Sasi dalam Pengelolaan Perikanan Tangkap di Kecamatan Seram Timur
” diharapkan dapat menjadi solusi bagi masyarakat pesisir Seram Timur untuk mengelola sumberdaya
perikanan secara tradisional dengan pengetahuan lokal yang dimiliki tanpa campur tangan pihak luar.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka pertanyaan penelitian yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu:
1 Bagaimana sejarah pengelolaan sasi di Kecamatan Seram Timur khususnya Desa Keffing dan Desa Kway;
2 Bagaimana sistem kelembagaan sasi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di wilayah Desa Keffing dan Desa Kway Kecamatan Seram Timur;
dan 3 Bagaimana sistem penguatan terhadap lembaga adat sasi dalam pengelolaan
sumberdaya ikan di Desa Keffing dan Desa Kway Kecamatan Seram Timur.
1.3 Tujuan Penelitian