II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Reforma Agraria
Menurut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat TAP MPR RI Nomor IXMPR2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya
Alam, reforma agraria pembaruan agraria didefinisikan sebagai suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan
kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain, reforma agraria adalah proses redistribusi kepemilikan lahan diantara kelompok masyarakat guna
mencapai penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat.
Sementara itu, Wiradi 2009 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan reforma agararia adalah penataan kembali atau pembaruan struktur pemilikan,
penguasaan dan penggunaan tanahwilayah, demi kepentingan petani kecil, penyekap dan buruh tani tak bertanah. Selanjutnya Wiradi membedakan antara
konsep reforma agraria dan landreform. Istilah landreform dipakai untuk merujuk pada program-program sekitar redistribusi tanah dalam rangka menata ulang
struktur kepemilikan tanah yang timpang menjadi lebih adil. Adapun istilah reforma agararia mengacu pada pengertian lebih luas dan komprehensif, karena
mencakup juga berbagai program pendukung yang dapat mempengaruhi kinerja sektor pertanian pasca redistribusi tanah.
2.2. Sejarah Reforma Agraria Dunia
Tonggak pertama reforma agraria dimulai dari Yunani Kuno, Romawi Kuno, Inggris, Prancis, hingga Rusia. Pada masa itu kaum bangsawan dengan
fasilitas yang dimilikinya pada umumnya menguasai lahan-lahan pertanian yang luas. Untuk mencegah pemberontakan rakyat terutama petani-petani yang tidak
mempunyai lahan atau mempunyai lahan tetapi sempit maka kaisar mengeluarkan
titah tentang pembagian kembali lahan-lahan pertanian kepada petani. Dalam perkembangannya, reforma agraria mengalami perkembangan dan perubahan
dimana ada negara yang berhasil dan membawa perubahan dalam perkembangan pembangunan di negaranya namun ada pula yang gagal Wiradi 2000.
Gerakan reforma agraria besar-besaran yang terjadi pertama kali pada jaman modern yaitu pada saat terjadinya Revolusi Perancis 1789. Revolusi
Perancis mendasari dua hal yang menjadi tujuan pembaharuan dalam hal reforma agraria, yaitu membebaskan petani dari ikatan “tuan-budak” serfdom dari sistem
feodal dan melembagakan usaha tani keluarga yang kecil-kecil sebagai satuan pertanian yang dianggap ideal.
Gagasan ideal reforma agraria di Perancis ini membawa pengaruh luas keseluruh Eropa, terutama Eropa Barat dan Utara. Bulgaria merupakan contoh
negara yang telah lebih dahulu melakukan pembaharuan agraria yang lebih komprehensif, dimana reforma agraria tidak hanya berupa redistribusi lahan,
tetapi juga mencakup program-program penunjangnya secara terpadu seperti koperasi kredit, tabungan terpusat untuk kepentingan pengolahan, pabrik kalengan
dan juga pembinaan usaha tani intensif. Setelah itu, reforma agraria diadopsi oleh banyak Negara untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial yang terjadi di
negaranya, termasuk Indonesia.
2.3. Kondisi Reforma Agraria di Indonesia
Berdasarkan catatan sejarah pertanahan nasional, pelaksanaan proses reforma agraria di Indonesia telah mengalami pasang surut. Tonggak penting
dalam hukum nasional Indonesia yang menyangkut program reforma agraria adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang: Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria disingkat UUPA yang mengatur mengenai ketentuan-ketentuan landreform, seperti ketentuan-ketentuan mengenai luas maksimum-minimum hak
milik atas tanah pasal 7 dan 17 ayat 1 UUPA dan pembagian tanah kepada petani tak bertanah Pasal 17 ayat 3 UUPA. Pelaksanaan program landreform
tersebut hanya berjalan intensif dari tahun 1961 sampai 1965. Secara akumulatif dari tahun 1960 sampai 2000, tercatat bahwa distribusi lahan telah berhasil
dilakukan dalam konteks landreform seluas 850ribu ha dengan jumlah rumah