Dampak Simulasi Kebijakan Redistribusi Lahan Terhadap Sektoral dan Makroekonomi

golongan atas perkotaan kepada kelompok rumah tangga buruh pertanian dan pengusaha pertanian kecil pertama-tama mengakibatkan adanya perubahan kepemilkan lahan diantara kelima kelompok rumah tangga tersebut. Dengan asumsi bahwa modal dalam hal ini lahan bersifat specific industry maka perubahan kepemilikan ini pada awalnya tidak akan mempengaruhi struktur produksi karena masing-masing rumah tangga tidak bisa mengalihkan peruntukan penggunaan lahan dari suatu sektor ke sektor yang lainnya. Sebagai contoh: lahan yang digunakan untuk memproduksi padi tidak bisa dialihkan untuk menanam karet atau tanaman pertanian lainnya. Adapun dampak yang diakibatkan dari perubahan struktur kepemilikan lahan ini adalah terjadinya perubahan distribusi pendapatan dari sewa lahan yang awalnya dinikmati oleh tiga kelompok rumah tangga golongan atas dan kini dinikmati oleh kelompok buruh tani dan pengusaha pertanian kecil. Perubahan distribusi pendapatan sebagai akibat adanya kegiatan redistribusi lahan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perubahan pendapatan per kelompok rumah tangga sebagai akibat simulasi kebijakan redistribusi lahan di Indonesia Kelompok rumah tangga Pendapatan Kondisi awal dalam milyar Rp. Pendapatan Hasil Simulasi dalam milyar Rp. Perubahan Buruh pertanian 176 433 198 691 12.62 Pengusaha pertanian kecil 344 579 375 898 9.09 Pengusaha pertanian menengah 194 684 196 576 0.97 Pengusaha pertanian atas 190 948 189 918 -0.54 Golongan bawah perdesaan 493 413 493 551 0.03 Bukan angkatan kerja perdesaan 172 862 173 650 0.46 Golongan atas perdesaan 467 649 448 270 -4.14 Golongan bawah perkotaan 709 284 712 467 0.45 Bukan angkatan kerja perkotaan 243 502 247 380 1.59 Golongan atas perkotaan 826 478 812 255 -1.72 Sumber: Olahan penulis menggunakan model CGE Tabel 5 menunjukkan bahwa kelompok rumah tangga yang mengalami penurunan tingkat pendapatan adalah kelompok rumah tangga pengusaha pertanian atas, golongan atas perdesaan serta golongan atas perkotaan. Hal ini diakibatkan karena kepemilikan lahan kelompok masyarakat tersebut berkurang dan disitribusikan kepada kelompok rumah tangga yang lain. Berkurangnya kepemilikan lahan yang mereka kuasai berdampak pada penerimaan dari sewa lahan berkurang dan pada akhirnya mengakibatkan pendapatan kelompok rumah tangga tersebut berkurang. Adapun untuk kelompok rumah tangga yang mengalami kenaikan pendapatan bisa diakibatkan oleh dua hal, pertama karena kenaikan kepemilikan lahan dan kedua diakibatkan karena kenaikan tingkat upah dan sewa kapital. Rumah tangga buruh pertanian dan pengusaha pertanian kecil mengalami kenaikan pendapatan sebagai akibat dari bertambahnya jumlah lahan yang dimiliki. Dalam hal ini kedua kelompok masyarakat tersebut merupakan “objek reforma agraria” yang memperoleh manfaat secara langsung dari kebijakan reforma agraria. Adapun pengusaha pertanian menengah golongan bawah perdesaan bukan angkatan kerja perdesaan golongan bawah perkotaan serta bukan angkatan kerja perkotaan mengalami kenaikan pendapatan sebagai dampak dari peningkatan upah dan sewa kapital. Hasil simulasi menunjukkan bahwa tingkat upah harga sewa modal dan harga sewa lahan mengalami perubahan yang sangat beragam. Dengan asumsi bahwa semua faktor produksi bersifat specific industry maka perubahan upah harga sewa modal dan lahan akan memiliki tingkat harga yang berbeda di setiap sektor. Perubahan harga setiap faktor produksi secara lengkap ditunjukkan pada Tabel 6. Adanya perbedaan perubahan harga dari setiap faktor produksi diakibatkan oleh adanya perbedaan intensitas penggunaan dari masing-masing faktor dalam setiap sektor perekonomian. Dalam hal ini seiring dengan adanya perubahan jumlah barang yang diproduksi oleh setiap sektor seperti yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya. Tabel 6 Perubahan harga sewa modal, sewa lahan dan upah sebagai dampak dilaksanakannya redistribusi lahan di Indonesia dalam Sektor Produksi Perubahan harga sewa modal Perubahan harga sewa lahan Perubahan upah komposit tenaga kerja Pertanian Tanaman Pangan 2.31 1.9 2.20 Pertanian Tanaman Lainnya 2.60 3.32 2.10 Peternakan dan Hasil- hasilnya 2.21 1.06 2.00 Kehutanan dan Perburuan 5.61 4.74 1.60 Perikanan 3.21 2.63 2.10 Pertambangan 0.20 - - 0.60 Industri Makanan Minuman dan Tembakau 0.90 - - 0.60 Industri Lainnya - - 0.60 Jasa Swasta - 0.30 - - 0.60 Sektor Lainnya - 3.53 - - 0.60 Sumber: Olahan penulis menggunakan model CGE Perubahan dinamika pendapatan dari masing-masing kelompok rumah tangga selanjutnya mengakibatkan perubahan komposisi konsumsi dari berbagai komoditas. Perubahan ini terjadi karena setiap kelompok rumah tangga memiliki pola konsumsi yang berbeda. Misalnya kelompok rumah tangga yang berpendapatan rendah proporsi pengeluaran terbesar mereka adalah untuk barang- barang berupa kebutuhan pokok sehingga ketika pendapatan kelompok rumah tangga ini mengalami perubahan maka konsumsi dari barang-barang kebutuhan pokok akan mengalami perubahan yang sangat besar. Perubahan pola konsumsi masyarakat ini selanjutnya akan mengakibatkan perubahan permintaan pada setiap komoditas yang ada. Perubahan komposisi permintaan barang dari setiap sektor yang terjadi sebagai akibat adanya kebijakan reforma agraria ditunjukkan secara lengkap pada Tabel 7. Tabel 7 Perubahan komposisi permintaan barang setiap sektor sebagai akibat kebijakan redistribusi lahan di Indonesia Sektor Permintaan Kondisi awal dalam milyar Rp. Permintaan Hasil Simulasi dalam milyar Rp. Perubahan Pertanian Tanaman Pangan 504 389 505 283 0.177 Pertanian Tanaman Lainnya 190 255 191 285 0.542 Peternakan dan Hasil-hasilnya 268 949 270 035 0.404 Kehutanan dan Perburuan 52 284 52 713 0.822 Perikanan 178 722 179 338 0.345 Pertambangan 583 942 584 777 0.143 Industri Makanan Minuman dan Tembakau 806 011 812 713 0.832 Industri Lainnya 2 803 083 2 805 020 0.069 Jasa Swasta 4 161 800 4 165 754 0.095 Sektor Lainnya 483 316 466 573 - 3.464 Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE Tabel 7 menunjukkan bahwa hampir semua sektor yang mengalami kenaikan permintaan dan disisi lain terdapat pula beberapa sektor yang mengalami penurunan permintaan yaitu sektor lainnya. Kenaikan dan penurunan permintaan dari masing-masing sektor bisa dijelaskan dengan melihat proporsi tingkat konsumsi dari masing-masing kelompok rumah tangga yang ada. Sektor-sektor yang mengalami kenaikan permintaan merupakan barang kebutuhan pokok yang merupakan kelompok barang yang banyak dikonsumsi oleh kelompok masyarakat golongan rendah. Dalam penelitian ini kelompok masyarakat tersebut mengalami kenaikan tingkat pendapatan sebagai akibat adanya kebijakan redistribusi lahan. Adapun sektor yang mengalami penurunan output merupakan sektor dengan karakteristik barang mewah yang banyak dikonsumsi oleh kelompok rumah tangga golongan atas yang pada penelitian ini mengalami penurunan tingkat pendapatan. Perubahan permintaan yang terjadi pada barang di setiap sektor selanjutnya akan mempengaruhi harga keseimbangan di pasar. Perubahan harga barang yang terjadi di setiap sektor ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8 Perubahan harga beli barang di tingkat konsumen sebagai akibat kebijakan redistribusi lahan di Indonesia Sektor Perubahan harga beli barang di tingkat konsumen Pertanian Tanaman Pangan 1.46 Pertanian Tanaman Lainnya 1.43 Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.05 Kehutanan dan Perburuan 2.70 Perikanan 1.62 Pertambangan - Industri Makanan Minuman dan Tembakau 0.67 Industri Lainnya - 0.16 Jasa Swasta - 0.20 Sektor Lainnya - 0.60 Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE Perubahan yang terjadi pada tingkat harga dipasar selanjutnya akan direspon oleh perusahaan untuk merubah kombinasi output yang dihasilkan-nya guna memenuhi permintaan yang ada. Perubahan tingkat output yang dihasilkan oleh masing-masing sektor produksi dapat ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9 Perubahan tingkat output masing-masing sektor produksi sebagai akibat kebijakan redistribusi lahan di Indonesia Sektor Produksi Total Produksi Kondisi awal dalam milyar Rp. Total Produksi Hasil Simulasi dalam milyar Rp. Perubahan Pertanian Tanaman Pangan 467 277 467 981 0.15 Pertanian Tanaman Lainnya 202 314 203 226 0.45 Peternakan dan Hasil-hasilnya 265 012 265 905 0.34 Kehutanan dan Perburuan 52 215 52 592 0.72 Perikanan 182 344 182 923 0.32 Pertambangan 692 273 692 560 0.04 Industri Makanan Minuman dan Tembakau 952 848 956 808 0.42 Industri Lainnya 2 764 649 2 769 478 0.17 Jasa Swasta 4 106 180 4 111 050 0.12 Sektor Lainnya 490 638 473 950 -3.40 Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE Tabel 9 menunjukan bahwa hampir semua sektor kecuali sektor lainnya mengalami kenaikan total output. Hal ini seiring dengan terjadinya perubahan permintaan seperti halnya yang telah dibahas pada bagian sebelumnya serta sebagai respon dari adanya perubahan harga. Namun demikian dengan membandingkan antara Tabel 7 dan Tabel 9 maka perubahan yang terjadi pada permintaan tidak sama dengan perubahan pada total produksi barang dan jasa yang terjadi. Adanya perbedaan ini dapat dijelaskan dengan memperhatikan perubahan dari nilai ekspor dan impor yang terjadi. Dengan mengasumsikan bahwa Indoensia sebagai Negara kecil terbuka maka Indonesia bertindak sebagai penerima harga sehingga dalam model ini tingkat harga ekspor dan impor diasumsikan tetap. Adanya perubahan harga di tingkat domestik akan mengakibatkan perubahan harga relatif antara di dalam negeri dengan harga internasional dan selanjutnya akan mengakibatkan perubahan daya saing barang yang bersangkutan di pasar internasional. Barang-barang yang mengalami kenaikan tingkat harga secara relatif mengalami penurunan daya saing dibanding barang-barang di luar negeri sehingga nilai ekspor dari barang-barang kelompok ini akan mengalami penurunan dan sebaliknya nilai impornya akan mengalami kenaikan. Adapun perubahan nilai ekspor dan impor barang setiap sektor yang dianalisis dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Perubahan nilai ekspor dan impor setiap sektor akibat kebijakan redistribusi lahan di Indonesia dalam Sektor Produksi Perubahan Nilai Ekspor Perubahan Nilai Impor Pertanian Tanaman Pangan -0.38 0.47 Pertanian Tanaman Lainnya -0.03 0.94 Peternakan dan Hasil-hasilnya -0.42 4.03 Kehutanan dan Perburuan -0.98 7.84 Perikanan -0.85 2.51 Pertambangan 0.02 0.42 Industri Makanan Minuman dan Tembakau -0.42 2.98 Industri Lainnya 0.19 -0.12 Jasa Swasta 0.19 -0.40 Sektor Lainnya -2.78 -4.58 Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE Perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur perekonomian Indonesia seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada akhirnya mempengaruhi kondisi makro ekonomi. Indikator utama yang sering menjadi tolak ukur kondisi makro ekonomi adalah produk domestik bruto PDB. Berdasarkan hasil simulasi diperoleh bahwa dengan adanya kebijakan reforma agraria maka PDB Indonesia dapat meningkat dengan kisaran 0.45. Selain PDB indikator makro yang seringkali menjadi pusat perhatian adalah indeks harga konsumen. Hasil simulasi menunjukan bahwa reforma agraria dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan tingkat harga konsumen yang ditunjukkan dengan adanya inflasi sebesar 0.30.

4.2. Dampak Simulasi Kebijakan Redistribusi Lahan Plus Terhadap

Sektoral dan Makroekonomi Perbedaan mendasar antara simulasi pertama dengan kedua adalah adanya tambahan simulasi berupa kenaikan teknonologi produksi untuk sektor pertanian. Dalam model CGE keterkaitan antara perubahan yang satu dengan yang lainnya dihubungkan melalui mekanisme penyesuaian harga baik harga input ataupun output sehingga jalur perubahan antara permintaan dan penawaran pada bagian ini mengikuti alur yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Pada bagian ini pembahasan akan difokuskan untuk membandingkan antara hasil simulasi pertama dengan kedua untuk variabel-variabel yang yang bersifat volume dan nilai value saja. Perubahan tingkat harga merupakan sebuah jembatan antara perubahan yang satu dengan yang lainnya. Dampak yang diakibatkan kebijakan landreform plus memiliki hasil yang berbeda dengan kebijakan reforma agraria yang hanya melakukan redistribusi kepemilikan lahan. Perubahan tingkat pendapatan masing masing kelompok rumah tangga sebagi akibat kebijakan landreform plus dapat ditunjukkan pada Tabel 11. Tabel 11 Perubahan Pendapatan per kelompok Rumah Tangga di Indonesia sebagai akibat kebijakan redistribusi lahan plus Kelompok rumah tangga Pendapatan Kondisi awal dalam milyar Rp. Pendapatan Hasil Simulasi dalam milyar Rp. Perubahan Buruh pertanian 176 433 214583.63 21.62 Pengusaha pertanian kecil 344 579 409069.86 18.72 Pengusaha pertanian menengah 194 684 213036.17 9.43 Pengusaha pertanian atas 190 948 205919.84 7.84 Golongan bawah perdesaan 493 413 499062.42 1.14 Bukan angkatan kerja perdesaan 172 862 181224.94 4.84 Golongan atas perdesaan 467 649 466983.21 - 0.14 Golongan bawah perkotaan 709 284 702662.95 - 0.93 Bukan angkatan kerja perkotaan 243 502 245024.64 0.63 Golongan atas perkotaan 826 478 799408.13 - 3.28 Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE Tabel 11 menunjukkan perubahan tingkat pendapatan masing-masing kelompok rumah tangga di Indonesia sebagai akibat kebijakan redistribusi lahan plus. Dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh pada Tabel 11 dengan Tabel 5 maka perubahan tingkat pendapatan masing masing kelompok rumah tangga mengalami perbedaan. Untuk kelompok rumah tangga buruh tani dan pengusaha pertanian kecil mengalami perubahan pendapatan dengan amplitudo yang lebih besar. Perubahan yang lebih besar ini didorong oleh kenaikan produktivitas sektor pertanian yang notabene menjadi sumber penghasilan utama dari kedua kelompok rumah tangga tersebut. Perubahan produktivitas sektor pertanian akan mengakibatkan keuntungan dari sektor pertanian akan meningkat, konsekwensinya tingkat pengembalian modal bagi para pemilik faktor yang digunakan di sektor pertanian akan meningkat pula. Hal ini dapat juga menjelaskan fenomena perubahan pendapatan