4.1.2 Pasang Surut
Pengamatan terhadap nilai pasang surut pada kegiatan survei hidrografi sangat diperlukan untuk menentukan bidang acuan kedalaman serta akan
menentukan koreksi nilai kedalaman pada saat pemeruman. Data pasang surut yang digunakan adalah data milik Badan Informasi Geospasial BIG yang
dahulunya bernama Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional BAKOSURTANAL pada stasiun pasang surut Seblat di daerah Bengkulu Utara
tepatnya pada koordinat 3 13’26,6” LS dan 101 35’58,4” BT Lampiran 7.
Nilai pasang surut akan mempengaruhi nilai suatu kedalaman yang akan kita dapatkan. Data hasil pengukuran dikoreksi menggunakan datum Mean Sea
Level MSL. Datum ini digunakan karena hasil pengukuran akan menghasilkan
data kedalaman yang akurat Sasmita, 2008. Pengolahan data pasang surut pada software
CARIS HIPS and SIPS 6.1 dilakukan melalui menu CARIS HIPS Tide Editor. Visualisasi kondisi pasang surut di lokasi penelitian dapat dilihat pada
gambar 21.
Gambar 21. Grafik pasang surut di perairan bengkulu
Pengukuran pasang surut ini menggunakan satelit altimetry milik NOAA. Berdasarkan gambar diatas, permukaan air laut mengalami naik turun secara
fluktuatif, hal ini menunjukkan adanya perbedaan ketinggian permukaan air laut. Tipe pasang surut suatu perairan bergantung pada kondisi perubahan kedalaman
perairan atau geomorfologi pantai setempat. Nilai kisaran pasang surut dilokasi peneltian berkisar antara -0,8 meter
– 0,8 meter. Tipe pasang surut perairan Bengkulu termasuk kedalam tipe pasang surut diurnal, artinya pasang surut akan
dua kali dalam sehari dengan ketinggian yang berbeda. Data pasang surut selama kegiatan survei terlampir pada lampiran 8.
4.1.3 Topografi Dasar Laut
Data multibeam yang diperoleh melalui kegiatan survei yang dilakukan oleh Kapal Baruna Jaya 3 dan Kapal Baruna Jaya 4 milik BPPT dapat diekstrak
untuk mendapatkan topografi dasar laut. Lokasi penelitian merupakan perairan yang digolongkan sebagai perairan laut dalam. Hal ini dapat dilihat dari nilai
kedalaman yang lebih dari 200 meter. Selain itu lokasi ditemukannya gunung bawah laut ini juga merupakan kawasan perairan terbuka yang langsung
berhubungan dengan Samudera Hindia. Proses akuisisi data dengan menggunkan perangkat akustik ini
memerlukan sejumlah koreksi agar diperoleh data yang akurat. Koreksi terhadap pergerakan kapal selama di laut atau yang lebih dikenal dengan istilah Degree of
Freedom DoF seperti pitch, roll, heave, dan time delay sangat diperlukan.
Koreksi secara realtime dapat langsung dilakukan dengan menggunakan CodaOctopus F180. Sudut pitch dan roll dijaga agar menghasilkan nilai 0,025
o
. Koreksi mengenai posisi kapal dapat dilakukan menggunakan Differential Global
Positioning System DGPS SeaStar 8200 VB yang memiliki nilai akurasi sebesar
1 meter. Tingkat keakuratan dari kegiatan survei harus selalu dijaga agar data yang
dihasilkan mampu memberikan informasi yang mendekati akurat. Lokasi penelitian berada pada orde 3 berdasarkan IHO tahun 1998. Orde 3
diperuntukkan bagi wilayah perairan yang berada di laut lepas offshore. Spasi lajur pemeruman pada orde ini berada pada 4 kali kedalaman rata-rata. Special
Publication No. 44 S.44 -IHO Tahun 1998 menjelaskan bahwa skala
pemeruman menentukan resolusi dari peta batimetri yang dihasilkan. Profil batimetri dapat diperoleh dengan cara memplotkan nilai-nilai
kedalaman selama melakukan kegiatan pemeruman. Informasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan peta batimetri terdiri dari posisi dan nilai kedalaman yang
terukur. Batimetri dari beberapa line survei dengan menggunakan instrumen Simrad EM 12D dan ELAC SeaBeam 1050D ditampilkan secara 3 dimensi.
Proses visualisasi batimetri dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Surfer 9.
Kedalaman perairan yang berhasil di deteksi pada line survei Simrad EM 12D ini memiliki rentang kedalaman dari 3.750 meter hingga mencapai 5.000
meter di bawah permukaan laut. Setiap instrumen akustik memiliki cakupan yang berbeda-beda dalam melakukan pemeruman. Semakin baik kualitas alat yang
digunakan, maka akan menghasilkan gambar yang lebih jelas. Beberapa line survei, tepatanya line survei 0061_140810_180546_raw dan line
0062_140810_210106_raw diproses agar diperoleh tampilan atau profil
batimetrinya seperti gambar 22.
Gambar 22. Profil batimetri beberapa line survei menggunakan Simrad EM 12D
Tampilan yang hampir serupa juga diperoleh pada gambar 23 yang merupakan tampilan 3 dimensi beberapa line survei, tepatnya pada line
Seamount_002. xse hingga Seamount_006.xse dengan menggunakan perangkat
akustik ELAC SeaBeam 1050D. Bentuk dasar laut yang berhasil divisualisasikan melalui alat ini masih berbentuk topografi dasar laut yang tidak rata. Nilai
kedalaman perairan pada gambar ini berada pada rentang 1.300 meter hingga 3.000 meter di bawah permukaan laut.
Gambar 23. Profile batimetri beberapa line survei menggunakan ELAC SeaBeam 1050D
Tampilan batimetri yang dihasilkan melalui pengolahan data batimetri pada CARIS HIPS and SIPS 6.1 merupakan visualisasi gambar topografi dasar
laut secara 2 dimensi. Perbedaan masing-masing kedalaman ditunjukkan oleh gradasi warna. Gambar 24 merupakan visualisasi dari batimetri lokasi penelitian
dengan menggunkan instrumen akustik Simrad EM 12D pada CARIS HIPS and SIPS 6.1. Kedalaman perairan yang terbesar digambarkan dengan warna biru.
Gambar yang dihasilkan relatif lebih smooth. Berdasarkan gradasi warna yang ada, terilihat bahwa warna-warna tersebut akan mengerucut dengan ditandai
berkurangnya instensitas warna, mulai dari warna hijau, kuning dan warna merah. Warna merah diilustrasikan sebagai puncak gunung laut yang berhasil dideteksi
melalui kegiatan pemeruman. Gelombang suara yang dihasilkan oleh instrumen Simrad EM 12D mampu untuk melakukan pemeruman hingga kedalaman 10.000
meter sehingga daerah disekitar kaki gunung bawah laut tersebut dapat ikut divisualisasikan. Data batimetri Simrad EM 12D terlampir Lampiran 4.
Gambar 24. Tampilan 2D gunung bawah laut seamount di perairan bengkulu dengan menggunakan Simrad EM 12D
Tampilan gunung bawah laut seamount juga dapat terlihat dari hasil pemeruman dengan menggunakan SeaBeam 1050D. Berdasarkan gambar 25,
terdapat dua buah objek yang terpisah satu sama lain yang ditunjukkan oleh warna kemerahan. Objek ini diindikasikan adalah sebuah puncak gunung bawah laut.
Perolehan image yang hanya berupa puncak gunung bawah laut ini dikarenakan instrumen SeaBeam 1050D hanya memiliki kemampuan untuk melakukan
pemeruman maksimum pada kedalaman 3000 meter. Bila dibandingkan dengan instrumen Simrad EM 12D, jenis alat ini memiliki keterbatasan dalam melakukan
kegiatan pemeruman pada kedalaman lebih dari 3000 meter dan akan dianggap sebagai noise berdasarkan spesifikasi alat.
Berdasarkan gambar tersebut, dapat telihat bahwa puncak gunung bawah laut tersebut memiliki lebih dari satu puncak yang dipisahkan oleh sebuah celah.
Hasil yang diperoleh melalui gambar ini cukup memberikan informasi mengenai jumlah puncak dari gunung bawah laut tersebut. Namun untuk mendapatkan
informasi lain seperti dimensi gunung secara keseluruhan, tampilan ini belum dapat memberikan informasi secara lengkap.
Gambar 25. Tampilan 2D gunung bawah laut seamount di perairan Bengkulu dengan menggunkan ELAC SeaBeam 1050D
4.1.4 Gunung Bawah Laut