analisis Angka Lempeng Total ALT SNI 01-2332.3-2006 dan analisis jumlah bakteri pembentuk histamin BPH modifikasi Niven et al. 1981. Analisis
tersebut dilakukan dengan pengulangan sebanyak tiga kali dan duplo. Model tabel analisis penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Model tabel data analisis
Lama penyimpanan
Lokasi daging Perut
Ekor Suhu penyimpanan °C
4-5 -2-1
4-5 -2-1
0 hari 2 hari
7 hari
3.3.4 Isolasi, karakterisasi, dan identifikasi bakteri
Jenis bakteri yang berperan dalam memproduksi histamin diketahui dengan isolasi bakteri Hwang et al. 2010, karakterisasi bakteri yang terdiri dari
uji morfologi koloni, morfologi sel, yakni bentuk sel, pewarnaan Gram, uji motilitas, uji oksidase, uji katalase Tiwari et al. 2009, dan identifikasi bakteri
bioMérieux 2006
a
; bioMérieux 2006
b
.
3.4 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok RAK faktorial. Penggunaan RAK faktorial disebabkan karena sampel yang
digunakan pada setiap ulangan berasal dari ikan tuna dari hasil tangkapan yang berbeda. RAK faktorial sangat baik digunakan jika keheterogenan unit percobaan
berasal dari satu sumber keragaman Mattjik Sumertajaya 2002, dalam hal ini adalah tuna pada masing-masing ulangan. Faktor yang digunakan meliputi lokasi
daging, suhu penyimpanan dan lama penyimpanan. Lokasi daging terdiri dari ekor dan perut. Suhu penyimpanan adalah -2-1 ºC dan 4-5 ºC, serta lama penyimpanan
adalah 0, 2, dan 7 hari. Pengujian dilakukan dengan ulangan sebanyak tiga kali. Model untuk RAK faktorial adalah Steel Torrie 1983
Yijk = μ + αi + βj + αβij + þk + εijk
Keterangan: Y jk
: hasil pengamatan untuk faktor A taraf ke- i, faktor B taraf ke- j pada kelompok ke- k
μ : nilai tengah populasi
αi : pengaruh faktor A pada taraf ke- i
βj : pengaruh faktor B pada taraf ke- j
αβij : pengaruh interaksi AB pada taraf ke-i dari faktor A, dan taraf ke-j dari faktor B
þ
k : pengaruh taraf ke k dari faktor kelompok
εijk : pengaruh acak galat percobaan pada taraf ke-i faktor A, taraf ke-j
faktor B, interaksi AB yang ke- i dan ke- j
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis ragam dengan bantuan program SAS 9.1. Bila hasil perlakuan menunjukkan
pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perlakuan yang memberikan perbedaan yang
nyata terhadap respon yang dianalisis. Model uji Duncan adalah sebagai berikut. Se = √KTGn
Keterangan: Se
: uji Duncan KTG
: KT galat n
: jumlah sampel
3.5 Prosedur Pengujian Sampel
Prosedur kerja analisis dalam pengujian sampel pada penelitian ini, terdiri dari analisis kadar histamin, kadar Total Volatile Base TVB, Angka Lempeng
Total ALT, analisis jumlah bakteri pembentuk histamin, isolasi, karakterisasi, dan identifikasi bakteri.
3.5.1 Analisis kadar histamin SNI 2354.10:2009
Analisis kadar
histamin dilakukan
dengan menggunakan
spektroflorometri, yang didasarkan pada pengukuran fluorosensi. Prinsip metode tersebut adalah histamin diekstrak dari jaringan daging sampel BSN 2009
a
. Prosedur analisis kadar histamin, yakni sampel diblender hingga homogen,
kemudian ditimbang sebanyak 10±0,1 gram dalam beaker glass 250 ml dan ditambahkan 50 ml metanol. Sampel dalam keadaan tertutup dipanaskan di dalam
waterbath selama 15 menit pada suhu 60 ºC dan didinginkan dalam suhu kamar.
Sampel tersebut dituang ke dalam labu takar 100 ml dan tepatkan hingga tanda tera dengan metanol. Setelah itu dilakukan penyaringan menggunakan kertas
saring dan filtrat ditampung dalam botol contoh. Filtrat dapat disimpan dalam refrigerator.
Glass wool yang telah diberi aquades dimasukkan ke dalam kolom resin
setinggi 1,5 cm. Resin netral dalam medium air dimasukkan ke kolom resin setinggi 8 cm dengan volume air di atas resin setinggi 1 cm. Labu takar 50 ml
yang berisi 5 ml HCl 1 N diletakkan di bawah kolom resin untuk menampung elusi contoh yang dilewatkan pada kolom resin.
Filtrat contoh sebanyak 1 ml dipipet ke dalam kolom resin, kran kolom resin dalam posisi terbuka dan hasil elusi dibiarkan menetes lalu ditampung dalam
labu takar 50 ml. Aquades ditambahkan pada saat tinggi cairan 1 cm di atas resin dan cairan dibiarkan terelusi. Prosedur tersebut diulangi hingga hasil elusi dalam
labu takar tepat 50 ml. Hasil elusi dapat disimpan dalam refrigerator. Tiga tabung reaksi 50 ml disiapkan untuk sampel, standar, dan blanko.
Filtrat sampel, larutan standar kerja, dan blanko HCl 0,1 N dipipet masing- masing sebanyak 5 ml. Ke dalam tabung reaksi tersebut berturut-turut
ditambahkan 10 ml HCl 0,1 N dan diaduk; 3 ml NaOH 1 N dan diaduk, kemudian didiamkan selama 5 menit; 1 ml OPT 0,1 lalu diaduk dan didiamkan selama 4
menit; 3 ml H
3
PO
4
3,57 N dan diaduk. Pengukuran flourescene dilakukan terhadap sampel, standar, dan blanko sesegera mungkin dengan alat
spektroflorometri pada panjang gelombang eksitasi 350 nm dan emisi 444 nm dalam waktu 90 menit.
y = a + bx
Keterangan: y
: fluoresensi contoh a
: intersep b
: kemiringan x
: konsentrasi contoh
Konsentrasi histamin µgg = x . volume akhir ml. faktor pengenceran gram sampel
3.5.2 Analisis kadar Total Volatile Base TVB SNI 2354.8:2009
Total volatile base TVB merupakan jumlah basa nitrogen yang mudah
menguap. Analisis ini bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan senyawa basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein. Prinsip analisis TVB adalah
sampel diekstraksi menggunakan larutan asam perklorat HClO
4
6. Ekstrak dibasakan dengan penambahan larutan NaOH 20 kemudian didestilasi uap,
destilat ditampung dalam larutan H
3
BO
3
3. Konsentrasi TVB-N dalam destilat ditentukan dengan cara titrasi menggunakan larutan HCl 0,02 N BSN 2009
b
.
Analisis kadar TVB dilakukan dengan tahapan ekstraksi, destilasi, titrasi, dan perhitungan kadar TVB. Sampel ditimbang sebanyak 10 gram ± 0,1 gram
dengan menggunakan beaker glass. Ke dalam sampel ditambahkan 90 ml asam perklorat PCA 6, kemudian dihomogenkan dengan homogenizer selama 2
menit dan disaring dengan kertas saring kasar. Ekstrak dapat disimpan paling lama satu minggu pada suhu 2 ºC
– 6 ºC. Ekstrak sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam tabung destilasi dan
ditambahkan dengan 3 tetes indikator fenolftalein. Tabung destilasi dipasang pada peralatan destilasi uap dan ditambahkan 10 ml NaOH 20 pada tahap ini
campuran berwarna merah. Penampung erlenmeyer berisi 100 ml H
3
BO
4
3 dan 3-5 tetes indikator tashiro disiapkan larutan berwarna ungu. Destilasi uap
dilakukan selama 10 menit hingga mempeoleh destilat 100 ml, sehingga terdapat volume akhir sebanyak 200 ml larutan berwarna hijau. Destilasi larutan blanko
sama dengan sampel, tetapi mengganti ekstrak contoh dengan 50 ml PCA 6. Titrasi destilat contoh dan blanko dilakukan dengan menggunakan larutan
HCl 0,02 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya kembali warna ungu pada cairan yang sama dengan warna blanko yang telah didestilasi.
Kadar TVB-N mg100g =
Keterangan: Ar N
: 14.007 Faktor pengenceran : 2
3.5.3 Analisis Angka Lempeng Total ALT SNI 01-2332.3-2006
Angka lempeng total merupakan jumlah mikroorganisme hidup yang membutuhkan oksigen yang terdapat dalam suatu produk yang diuji. Pengujian ini
bertujuan untuk mengetahui jumlah total bakteri aerob pada sampel. Prinsip kerja analisis ALT adalah pertumbuhan mikroorganisme setelah contoh diinkubasi
dalam media agar pada suhu 35 ºC selama 48 jam, maka mikroorganisme tersebut akan tumbuh berkembang biak dengan membentuk koloni yang dapat langsung
dihitung BSN 2006
c
. Sampel ditimbang secara aseptik sebanyak 25 gram dan ditambahkan
225 ml larutan b utterfield’s phospate buffered, kemudian dihomogenkan selama 2
menit. Homogenat ini merupakan larutan pengenceran 10
-1
. Dengan menggunakan pipet steril, diambil 1 ml homogenat dan dimasukkan ke dalam botol berisi 9 ml
larutan b utterfield’s phospate buffered sehingga diperoleh contoh dengan
pengenceran 10
-2
. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan minimal 25 kali, kemudian dilakukan hal yang sama untuk pengenceran 10
-3
, 10
-4
,
10
-5
,
dan seterusnya sesuai kondisi sampel. Selanjutnya untuk metode cawan tuang pour
plate method , dipipet sebanyak 1 ml dari setiap pengenceran dan dimasukkan ke
dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet steril. Ke dalam masing- masing cawan yang sudah berisi sampel, ditambahkan 12-15 ml media Plate
Count Agar PCA yang sudah didinginkan hingga mencapai suhu 45 ºC. Setelah
agar menjadi padat, cawan petri yang telah berisi agar dan larutan sampel tersebut dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik selama 48 jam pada suhu
35 ºC. Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni bakteri yang ada di dalam cawan petri menggunakan alat penghitung koloni.
Jumlah koloni yang dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 25-250 koloni.
3.5.4 Analisis jumlah bakteri pembentuk histamin modifikasi Niven et al. 1981
Analisis bakteri pembentuk histamin dilakukan untuk mengetahui jenis bakteri yang berperan dalam pembentukan histamin. Prinsip dari analisis bakteri
pembentuk histamin adalah Enterobactericeae akan mengubah histidin menjadi histamin melalui proses dekarboksilasi yang akan menaikkan pH dan mengubah
warna pada media Niven et al. 1981. Media modifikasi Niven agar dipersiapkan dengan cara mencampurkan
0,1 trypton, 0,2 yeast extract, 1,8 L-histidin, 0,1 CaCO
3
, 0,5 NaCl, 2,5 agar, dan 0,003 phenol red, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer
dan diencerkan menggunakan aquades hingga 1000 ml. Selanjutnya dipanaskan
hingga mendidih dan diatur pH 6 kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 ºC selama 15 menit.
Sampel sebanyak 25 gram dimasukkan ke dalam botol yang berisi 225 ml larutan b
utterfield’s phospate buffered steril, kemudian diblender hingga larutan homogen. Homogenat ini merupakan larutan pengenceran 10
-1
. Dari campuran tersebut kemudian diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam botol berisi 9 ml
larutan b utterfield’s phospate buffered sehingga diperoleh contoh dengan
pengenceran 10
-2
, kemudian dikocok hingga homogen. Pengenceran dilakukan hingga 10
-4
. Satu ml larutan sampel di setiap pengenceran dimasukkan ke dalam cawan petri, lalu 12-15 ml media Niven bersuhu 45 ºC dituangkan ke dalam
cawan berisi sampel. Setelah media Niven memadat, cawan petri dimasukkan dalam inkubator dengan posisi terbalik selama 48 jam pada suhu 35 ºC.
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah koloni dengan pink halo hingga purpe halo yang merupakan koloni bakteri pembentuk histamin.
3.5.5 Isolasi bakteri modifikasi Niven et al. 1981; Kung et al. 2009; Hwang et al
. 2010
Isolasi dan pemurnian bakteri bertujuan memperoleh isolat bakteri murni dari sampel, sehingga dapat dilakukan karakterisasi dan identifikasi bakteri yang
diperoleh. Isolasi bakteri yang dilakukan menggunakan metode gores kuadran, yaitu menggoreskan larutan sampel beberapa kali menggunakan lup inokulasi di
permukaan media kultur. Larutan sampel dari setiap pengenceran untuk analisis jumlah bakteri
pembentuk histamin atau ALT dipipet sebanyak 0,1 ml dan dituang ke media Niven lalu diinkubasi selama 4 hari pada suhu 35 ºC. Koloni berwarna biru atau
ungu digoreskan pada media trypticase soy agar TSA untuk memperoleh kultur murni. Penggoresan yang sempurna akan menghasilkan koloni yang terpisah.
Isolat bakteri dikatakan murni jika diperoleh bentuk sel dan morfologi koloni
yang seragam. 3.5.6 Karakterisasi bakteri Tiwari et al. 2009
Karakterisasi bakteri meliputi pengujian terhadap morfologi koloni dan sel bakteri serta sifat fisiologis isolat murni yang diperoleh. Sebelum karakterisasi
bakteri dilakukan, penting dilakukan pengujian kemampuan bakteri menghasilkan
histamin. Pengujian tersebut bertujuan untuk meyakinkan bahwa isolat bakteri yang dimiliki merupakan BPH.
Kultur murni ditumbuhkan dalam 10 ml trypticase soy broth TSB yang ditambahkan 1 L-histidin atau disebut sebagai media trypticase soy broth
histidine TSBH, kemudian diinkubasi pada suhu 35 ºC selama 24 jam. Biakan
tersebut digunakan untuk pengujian kadar histamin yang dihasilkan bakteri sesuai BSN 2009
a
.
3.5.6.1 Morfologi koloni
Pengamatan morfologi koloni bertujuan mengetahui bentuk koloni dari atas, bentuk tepi, bentuk elevasi, dan warna koloni secara visual Lampiran 2.
3.5.6.2 Morfologi sel Tiwari et al. 2009
Pengamatan morfologi sel meliputi pewarnaan gram dan uji motilitas. Pewarnaan gram merupakan metode yang sangat bermanfaat untuk
mengidentifikasi bakteri berdasarkan perbedaan warna karena perbedaan komposisi kimia dan fisika dinding sel bakteri.
Pewarnaan gram diawali dengan mengolesi inokulum yang berumur 24 jam pada kaca objek dan difiksasi di atas api hingga kering. Kaca objek ditetesi
larutan kristal violet dan didiamkan selama 1 menit. Larutan kristal violet dibuang dengan memiringkan kaca objek dan dibilas dengan aquades lalu dikeringkan
dengan tisu. Selanjutnya kaca objek digenangi dengan larutan iodin selama 1 menit dan dibilas dengan alkohol 95 selama 15 detik, kemudian ditetesi dengan
safranin selama 45 detik dan dibilas dengan aquades serta dikeringkan dengan tisu. Saat pengamatan dengan mikroskop, kaca objek ditetesi minyak imersi.
Mikroskop di-setting memiliki perbesaran lensa objek 100 kali dan perbesaran lensa okuler 10 kali. Bila terbentuk warna merah muda, menandakan bakteri
Gram negatif, sedangkan bila terbentuk warna ungu, menandakan bakteri Gram positif.
Bentuk sel dari preparat bakteri juga dapat diamati melalui pewarnaan gram. Sel bakteri yang berbentuk seperti bola atau elips dinamakan kokus. Sel
bakteri yang berbentuk silindris atau batang dinamakan basilus. Bakteri berbentuk spiral atau spirilum terurtama dijumpai sebagai individu sel yang tidak saling
melekat Pelczar dan Chan 1986 Lampiran 3.
Uji motilitas dilakukan dengan cara menusukkan isolat bakteri ke dalam media semisolid agar dengan jarum ose tusuk steril, kemudian diinkubasi selama
semalam pada suhu 37 ºC. Bila pertumbuhan bakteri menyebar, maka bakteri tersebut motil dan bila pertumbuhan bakteri tidak menyebar atau hanya berupa
segaris mengikuti arah tusukan, maka bakteri non motil.
3.5.6.3 Uji sifat fisiologis Tiwari et al. 2009
Uji sifat fisiologis meliputi uji oksidase dan uji katalase. Sebanyak satu ose koloni bakteri digoreskan pada kertas Oxidase Test Strip untuk pengujian
oksidase. Perubahan warna yang terjadi pada tes strip diamati setelah 10-15 detik. Bila terjadi perubahan warna menjadi biru violet menandakan oksidase positif dan
bakteri termasuk bakteri non enterik, sedangkan bila tidak terjadi perubahan warna menandakan oksidase negatif dan bakteri termasuk bakteri enterik.
Uji katalase dilakukan dengan cara satu ose koloni bakteri dioleskan pada kaca objek kering dan diteteskan 2-3 tetes 3 H
2
O
2
. Bila terbentuk gelembung udara, maka bakteri dinyatakan katalase positif. Bakteri aerob memberikan reaksi
positif, sebaliknya pada bakteri anaerob.
3.5.7 Identifikasi bakteri bioMérieux 2006
Identifikasi bakteri dilakukan dengan menggunakan analytical profile index
API. API terdiri dari beberapa jenis dan bersifat spesifik terhadap karakteristik bakteri yang akan diidentifikasi. Skema pemilihan API untuk bakteri
Gram negatif, berbentuk batang dan tidak rewel non fastidious dapat dilihat pada Gambar 4.
Identifikasi bakteri yang bersifat Gram negatif, tidak rewel, dan oksidase positif dilakukan menggunakan API kit 20 NE dengan tahapan sebagai berikut
bioMérieux 2006
a
. 1.
Bakteri dengan koloni murni yang akan diuji disegarkan terlebih dahulu selama 18-24 jam.
2. Bakteri kemudian dilarutkan dalam garam fisiologis 0,85 sebanyak
6 ml dan dihomogenisasi, kemudian kekeruhan larutan diukur menggunakan nephelometer. Kekeruhan larutan sebesar 0,5 Mc Farland.
3. Sebanyak 0,2 ml larutan bakteri murni dihomogenkan dengan media API
AUX. 4.
Larutan media tersebut dipipet ke dalam cupules sumur API 20 NE menggunakan jarum suntik.
5. Cupules yangbertanda dipipet hingga penuh, yakni cupules GLU, ARA,
MNE, MAN, NAG, MAL,GNT, CAP, ADI, MLT, CIT, dan PAC. 6.
Cupules NO3, TRP, GLU, ADH, URE, ESC, GEL, dan PNPG dipipet hanya sampai setengah bagian cupules.
7. Cupules GLU, ADH, dan URE ditambahkan dengan minyak mineral.
8. Hasil dibaca setelah inkubasi selama 24±2 jam pada suhu 29±2 ºC.
9. Setelah inkubasi 24 jam, reagen James ditambahkan sebanyak 1 tetes pada
cupules TRP dan hasil dapat dibaca langsung. Reagen Nit 1 dan Nit 2
ditambahkan pada cupules NO
3
. 10.
Hasil perubahan warna dituliskan pada kertas hasil, kemudian kode angka yang diperoleh berdasarkan pembacaan hasil dimasukkan ke dalam
software API web. Spesies isolat akan ditampilkan sebagai hasil.
Identifikasi bakteri yang bersifat Gram negatif, tidak rewel, dan oksidase negatif dilakukan menggunakan API kit 20 E dengan tahapan sebagai berikut
bioMérieux 2006
b
. 1.
Bakteri dengan koloni murni yang akan diuji disegarkan terlebih dahulu selama 18-24 jam.
2. Bakteri kemudian dilarutkan dalam garam fisiologis 0,85 sebanyak
6 ml dan dihomogenisasi, kemudian kekeruhan larutan diukur menggunakan nephelometer. Kekeruhan larutan sebesar 0,5 Mc Farland.
3. Suspensi bakteri tersebut kemudian dipipet ke dalam cupules API 20 E
menggunakan pipet sekali pakai. 4.
Cupules yang bertanda dipipet hingga penuh, yakni cupules Cit, VP, dan Gel.
5. Cupules lainnya dipipet hanya sampai setengah bagian cupules.
6. Cupules ADH, LDC, ODC, H
2
S, dan URE ditambahkan dengan minyak mineral.
7. Hasil dibaca setelah inkubasi selama 18-24 jam pada suhu 36±2 ºC.
8. Setelah inkubasi 24 jam, reagen James ditambahkan sebanyak 1 tetes pada
cupules IND dan hasil dapat dibaca langsung. Reagen VP 1 dan VP 2
ditambahkan pada cupules VP, tunggu selama 10 menit untuk melihat perubahan warna. Reagen TDA ditambahkan pada cupules TDA.
9. Hasil perubahan warna dituliskan pada kertas hasil, kemudian kode angka
yang diperoleh berdasarkan pembacaan hasil dimasukkan ke dalam software
API web. Spesies isolat akan ditampilkan sebagai hasil.
Gambar 4 Skema pemilihan API bioMérieux 2006
ab
. Oksidase positif
Fermenter positif Bakteri Gram negatif bentuk batang
Oksidase positif Oksidase negatif
Oksidase positif Fermenter negatif
Oksidase positif Fermenter negatif
Oksidase negatif Fermenter positif
Non fermenter: API 20 NE
Fermenter: API 10 S
API 20 E Rapid 20 E
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kadar Histamin Tuna Thunnus sp
Tuna merupakan ikan yang mengandung sejumlah asam amino histidin. Asam amino ini merupakan substrat bagi enzim histidine decarboxylase hdc,
baik yang dihasilkan oleh bakteri dalam daging maupun oleh ikan itu sendiri, untuk kemudian diubah menjadi histamin Frank et al. 1981; Hungerford 2010.
Hasil analisis histamin memperlihatkan bahwa kadar histamin daging tuna bagian ekor yang disimpan pada suhu 4-5 °C dan -2-1 °C serta daging tuna
bagian perut yang disimpan pada -2-1 °C selama 7 hari tidak melebihi 50 ppm, namun daging tuna bagian perut yang disimpan pada suhu 4-5 °C selama 7 hari
telah melebihi 50 ppm. FDA mengatur tentang kadar maksimum histamin untuk ikan yang dapat dikonsumsi, yakni tidak melebihi 50 ppm. Hal tersebut
disebabkan ketika terdeteksi histamin sebesar 50 ppm pada satu bagian tubuh, kemungkinan akan terdeteksi 500 ppm histamin pada bagian tubuh lainnya FDA
2001. Kadar histamin ikan tuna pada berbagai perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Kadar histamin daging ikan tuna dalam satuan ppm pada berbagai kondisi perlakuan
Lama penyimpanan
Lokasi daging Perut
Ekor Suhu penyimpanan °C
4-5 -2-1
4-5 -2-1
0 hari 0,9732±0,1970
de
0,5479±0,4233
de
0,7961±1413
de
0,4483±0,1298
de
2 hari 7,3427±0,5483
c
1,2843±0,3847
de
1,2909±0,4461
de
1,1748±0,4719
de
7 hari 71,3474±0,8901
a
0,3445±0,1683
e
45,6645±0,6204
b
1,4266±0,9584
d
Keterangan: Huruf superscript yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Analisis ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan bahwa interaksi antara ketiga perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar
histamin pada daging ikan tuna. Lebih lanjut, hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pada daging ikan tuna yang diambil di bagian ekor dengan suhu -2-1 °C
selama penyimpanan 0 dan 2 hari tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan perlakuan suhu 4-5 °C selama penyimpanan yang sama. Demikian
pula dengan daging ikan tuna yang diambil pada perut dengan suhu -2-1 °C
selama penyimpanan 0 hari dan 2 hari tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan perlakuan suhu 4-5 °C dengan penyimpanan yang sama. Akan tetapi,
kombinasi perlakuan dengan menggunakan daging ekor dan perut pada suhu penyimpanan 4-5 °C dengan lama penyimpanan 7 hari memberikan perbedaan
yang nyata dengan kombinasi perlakuan pada suhu penyimpanan -2-1 °C dengan lama penyimpanan 7 hari.
Tingginya kadar histamin tuna pada bagian perut dibandingkan bagian ekor pada suhu 4-5 ºC selama penyimpanan 7 hari diduga dikarenakan isi perut
merupakan sumber terbesar dari mikroorganisme. Hal ini sejalan dengan Du et al. 2002 dan FDA 2004 yang menyatakan bahwa kandungan histamin pada bagian
anterior ikan umumnya lebih tinggi dibandingkan posterior. Lebih lengkap disampaikan oleh Lerke 1978, tercatat bahwa pada daging bagian dorsal dari
ikan tuna jenis madidihang terdeteksi histamin 52±15 mgkg, sedangkan daging bagian perut pada kondisi penyimpanan yang sama terdeteksi 4400±2700 mgkg
histamin. Adanya kandungan histamin hingga hari ke-7 diduga disebabkan oleh
telah terjadinya autolisis yang menyebabkan degradasi protein, sehingga membebaskan histidin terikat. Selama histidin masih tersedia pada daging, enzim
hdc bakteri akan terus bekerja membentuk histamin. Secara umum, Alasalvar et al.
2011 menyampaikan bahwa kandungan asam amino histidin pada ikan tuna adalah sebesar 82-90 mgg protein. Lebih lanjut Silva et al. 1998 menyampaikan
bahwa hingga penyimpanan hari ke-12, kadar histidin pada ikan tuna masih tersedia, yaitu sebesar 300 mg100 g daging pada cakalang dan 400 mg100 g
daging pada ikan tuna sirip biru. Adanya perbedaan suhu penyimpanan dan lama penyimpanan terutama
hari ke-7 terhadap peningkatan kadar histamin diduga disebabkan oleh aktivitas yang intensif dari bakteri-bakteri pembentuk histamin. Walaupun menurut Du et
al. 2002 bahwa pada suhu 4 ºC dengan lama penyimpanan 9 hari tercatat telah
terbentuk histamin sebanyak 68,8 ppm dengan log ALT mendekati 7,5 CFUg dan log BPH mendekati 5,2 CFUg, namun jika melihat data hasil analisis log ALT
Tabel 7 dan BPH Tabel 8 menunjukkan bahwa tidak terlihat adanya peningkatan yang signifikan akan jumlah bakteri selama berlangsungnya
penyimpanan hingga pada hari ke-7. Akan tetapi, jika melihat dari jenis bakteri yang ada cenderung terlihat adanya bakteri-bakteri pembentuk histamin yang
kuat, seperti Raoultella ornithinolytica. Menurut Kung et al. 2009, Raoultella ornithinolytica
dapat menghasilkan histamin hingga lebih dari 500 ppm, bahkan menurut Butler et al. 2010 dapat melebihi 1000 ppm pada kondisi yang optimal.
4. 2 Kadar TVB Tuna Thunnus sp
Total Volatile Base TVB atau Total Volatile Basic Nitrogen TVB-N
atau Total Volatile Nitrogen TVN merupakan jumlah dari amonia, dimetilamin DMA, trimetilamin TMA, dan komponen basa lainnya berbasis nitrogen yang
bersifat volatil Etienne et al. 2005
b
. DMA dan TMA dihasilkan dari degradasi trimetilamin oksida TMAO, sedangkan amonia berasal dari adenosine
monophospate AMP Huss 1995. TVB dapat digunakan sebagai parameter
kimia sebagai uji tambahan untuk meyakinkan hasil uji organoleptik dalam menentukan kebusukan ikan, namun TVB bukan merupakan indikator kebusukan
yang tepat pada ikan tertentu, seperti tuna mata besar Thunnus alalunga dan cakalang Katsuwonus pelamis karena merupakan ikan pelagis dengan kadar
TMAO yang rendah Etienne et al. 2005
b
. Analisis kadar TVB pada daging ikan tuna memperlihatkan bahwa hanya
daging tuna bagian ekor dan perut yang disimpan pada suhu 4-5 °C selama penyimpanan 7 hari yang tidak termasuk dalam kelompok kondisi segar, yaitu
melebihi 30 mg N100 g Farber 1965. Kadar TVB daging ikan tuna pada berbagai perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kadar TVB daging ikan tuna dalam satuan mg N100 g pada berbagai kondisi perlakuan
Lama penyimpanan
Lokasi daging Perut
Ekor Suhu penyimpanan °C
4-5 -2-1
4-5 -2-1
0 hari 9,1436±0,8028
9,1536±0,0609 10,0587±0,4677 9,6887±0,3544 2 hari
13,3622±0,9684 10,4960±0,3624 13,2587±0,9531 12,8803±0,8783 7 hari
38,6908±0,8867 14,3313±0,7589 36,9076±0,8352 18,5937±0,3923
Hasil analisis ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan bahwa semua kombinasi perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap kadar TVB. Tidak adanya pengaruh ini diduga disebabkan aktivitas mikrorganisme dalam menghasilkan perubahan komponen volatil
cenderung belum terlihat nyata. Secara mekanisme, perubahan volatil oleh bakteri melibatkan kerja enzim
yang meliputi enzim dehidrogenase yang menguraikan asam amino dan TMAO- ase yang mereduksi TMAO. Suhu merupakan penghambat aktivitas bakteri
tersebut. Banyak bakteri yang tidak dapat tumbuh pada suhu di bawah 10 ºC, bahkan bakteri psikotropik hanya dapat tumbuh dengan lambat. Pada suhu
mendekati 0 ºC, pertumbuhan bakteri berada pada fase lag karena suhu tersebut memperpanjang fase lag bakteri Huss 1995. Oleh sebab itu, tidak banyak bakteri
bekerja untuk menghasilkan TVB. Menurut Özoğul Özoğul 2000, ikan rainbow trout yang disimpan pada
suhu 4-6 ºC mengalami peningkatan TVB dengan cepat setelah penyimpanan hari ke 7-9. Hal tersebut disebabkan karena kadar TVB tidak meningkat pada tahap
awal kemunduran mutu. TVB hanya akan meningkat karena aktivitas bakteri selama tahap kemunduran mutu lanjut Huss 1995; Silva et al. 1998; Etienne et al.
2005
b
, sehingga TVB bukanlah indikator kesegaran yang tepat pada tahap awal kemunduran mutu ikan. Oleh karena kemungkinan sampel tuna belum mengalami
kemunduran mutu lanjut hingga penyimpanan hari ke-2, maka kadar TVB tidak mengalami peningkatan yang besar.
4.3 Nilai ALT Tuna Thunnus sp