2.5 Standar, Regulasi Teknis, dan Risk Assessment
Berdasarkan PP RI nomor 15 tahun 1991 tentang SNI, standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus
semua pihak terkait dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keselamatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan
masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar- besarnya Departemen Perindustrian 1992.
Standar dalam pelayanan publik bermanfaat untuk mengurangi variasi proses, sehingga meningkatkan konsistensi pelayanan publik, mengurangi
terjadinya kesalahan, meningkatkan efisiensi pelayanan, dan memudahkan petugas dalam memberikan pelayanan. Pelaksanaan standar tidak bersifat wajib
World Trade Organisation WTO 2003. Standar Nasional Indonesia SNI adalah
satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh BSN. Agar SNI memperoleh
keberterimaan yang luas antara para stakeholder, maka SNI dirumuskan dengan memenuhi WTO Code of good practice, yaitu: terbuka, transparan, konsensus dan
tidak memihak, efektif dan relevan, koheren, dan berdimensi pembangunan BSN 2011.
Berdasarkan Annex I perjanjian Technical Barrier to Trade TBT, regulasi teknis merupakan suatu dokumen yang ditetapkan berdasarkan
karakteristik produk atau proses yang terkait dan cara produksi, termasuk ketentuan administrasi aplikatif yang pemberlakuannya bersifat wajib. Regulasi
teknis juga berisi tentang terminologi, simbol atau label yang dibutuhkan untuk produk, proses atau cara produksi WTO 2003. Oleh karena suatu regulasi teknis
mencakup persyaratan yang mengikat, maka penetapannya harus memenuhi sejumlah kaidah sebagai berikut BSN 2003.
a. tujuan dari regulasi tersebut dapat dimengerti oleh pihak-pihak yang
terikat; b.
regulasi teknis tersebut dapat diberlakukan kepada semua pihak yang terikat tanpa diskriminasi sehingga tidak menimbulkan dampak negatif
bagi perkembangan iklim usaha yang kompetitif dan persaingan yang sehat;
c. semua ketentuan yang dipersyaratkan dapat dipenuhi oleh pihak yang
terikat olehnya dalam kurun waktu yang wajar; d.
penetapan regulasi teknis memberi tenggang waktu yang cukup sebelum diberlakukan secara efektif, agar pihak yang terikat olehnya dapat
mempersiapkan penerapannya; e.
regulasi teknis yang telah berlaku secara efektif dapat ditegakkan, baik melalui penyediaan prasarana yang memadai untuk memfasilitasi pihak-
pihak yang mematuhi semua ketentuan yang diatur maupun melalui pengawasan pasar untuk mengkoreksi danatau menindak pihak-pihak
yang tidak mematuhinya; f.
regulasi teknis ditetapkan oleh pihak yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan koreksi dan penindakan terhadap pihak-pihak yang tidak
mematuhi regulasi tersebut. Risk analysis
merupakan suatu pendekatan berbasis risiko dalam mengendalikan bahaya kesehatan masyarakat terkait dengan pangan WHO 2005.
Risk analysis terdiri dari tiga komponen, yakni risk assessment, risk management,
dan risk communication. Risk assessment adalah karakterisasi potensial risiko bahaya menggunakan pendekatan ilmiah, termasuk perkiraan besarnya risiko dan
efek dari hasil yang ada. Risk management merupakan proses mempertimbangkan alternatif kebijakan yang sesuai dan dapat diterapkan berdasarkan hasil risk
assessment , sehingga dapat mengendalikan potensi bahaya. Risk communication
merupakan proses interaksi berupa diskusi dan pertukaran informasi antara pihak- pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengawasan keamanan pangan untuk
memastikan pelaksanaan kebijakan dan konsep keamanan pangan berjalan dengan baik dan benar.
Aplikasi risk assessment terdiri dari empat komponen, yakni identifikasi bahaya hazard identification, penilaian paparan exposure assessment,
karakterisasi bahaya hazard characterization, dan karakterisasi risiko risk characterization
Sumner et al. 2004. a.
Identifikasi bahaya, merupakan identifikasi agen biologi, kimia, dan fisik yang memiliki efek merugikan terhadap kesehatan bila terdapat dalam
makanan. Proses ini merupakan pencarian pendahuluan untuk mencari sumber bahaya, misalnya: bahaya histamin pada ikan scromboid.
b. Penilaian paparan, merupakan evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif dari
kemungkinan adanya agen biologi, kimia, dan fisik yang masuk melalui makanan. Pada tahap ini diperlukan data konsumsi makanan yang
berpotensi bahaya dan tingkat kontaminasi dari mikroorganisme atau toksin pada saat konsumsi.
c. Karakterisasi bahaya, merupakan evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif
dari efek yang merugikan kesehatan dalam hubungannya dengan agen biologi, kimia, dan fisik yang mungkin terdapat dalam makanan. Dua
faktor penting dalam tahap ini adalah gambaran efek bahaya dan dosis yang dapat diterima.
d. Karakterisasi risiko, merupakan proses penentuan secara kualitatif dan
atau kuantitatif yang mencakup ketidakpastian, kemungkinan kejadian, dan keparahan dari potensi yang merugikan kesehatan yang diketahui
dalam suatu populasi yang ditentukan berdasarkan identifikasi bahaya, penilaian paparan, dan karakterisasi bahaya.
3 M
ETODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat