Sejarah dan Dasar Hukum

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah dan Dasar Hukum

Kawasan hutan Meru Betiri pada awalnya berstatus hutan lindung yang ditetapkan dengan Surat Keputusan SK Pemerintah Hindia Belanda, yaitu melalui Besluit van den Directur van Landbouw Neverheid en Hendel Nomor 7347B tanggal 29 Juli 1931 serta Beslutit Directur van Economiche Zaken Nomor 5751 tanggal 28 April 1938. Kawasan Meru Betiri pada tahun 1967 ditunjuk sebagai calon suaka alam. Kemudian komplek hutan Meru Betiri ditetapkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa dengan luas 50.000 ha berdasarkan SK Menteri Pertanian nomor 276KptsUm61972 dengan tujuan utama untuk melindungi satwa harimau jawa Panthera tigris sondaica. Kawasan Suaka Alam Meru Betiri diperluas menjadi 58.000 ha dengan SK Menteri Pertanian Nomor 529KptsUm71982 tanggal 21 Juli 1982. Perluasan tersebut meliputi Areal Perkebunan PT. Sukamade Baru dan PT. Perkebunan Bandealit seluas 2155 ha serta kawasan hutan lindung sebelah utara dan perairan laut sepanjang pantai selatan seluas 845 ha. Suaka Margasatwa Meru Betiri kemudian dinyatakan sebagai kawasan Calon Taman Nasional melalui Surat Menteri Pertanian Nomor 736MentanX1982 tanggal 14 Oktober 1982. Pernyataan kawasan Meru Betiri sebagai Calon Taman Nasional dikeluarkan bersamaan dengan diselenggarakannya Kongres III Taman Nasional se-Dunia di Denpasar, Bali. Sejak berakhirnya ijin HGU perkebunan PT. Sukamade Baru dan PT. Bandealit tahun 1980, maka status perluasan kawasan Calon Taman Nasional Meru Betiri menjadi 58.000 ha diperkuat dengan SK Menteri Kehutanan Nomor 377Kpts-II1986 tentang pengaturan pengelolaan dalam masa peralihan areal perkebunan. Pada tahun 1997 status kawasan Suaka Margasatwa Meru Betiri diubah fungsinya menjadi taman nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 277Kpts-VI1997 tentang penunjukkan Taman Nasional Meru Betiri TNMB seluas 58.000 ha Gambar 7. Dalam rangka optimalisasi fungsi dan pengelolaan kawasan telah ditetapkan sistem zonasi TNMB berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Perlindungan dan Konservasi Alam No. 185KptsDJ-V1999 tanggal 31 Desember 1999 dengan pembagian zonasi sebagai berikut: a. Zona Inti seluas 27.915 ha terdiri atas hutan hujan tropika, hutan pantai, dan hutan bambu. Zona ini hanya dimanfaatkan untuk penelitian dan inventarisasi flora dan fauna yang bermanfaat. b. Zona Rimba seluas 22.622 ha terdiri atas mangrove, hutan pantai, hutan rawa, hutan hujan tropika dan hutan bambu. Zona ini umumnya digunakan untuk menunjang pendidikan dan penelitian seperti pengamatan satwa dan habitatnya serta ekosistem yang menunjang pendidikan dan rekreasi. c. Zona Pemanfaatan Khusus seluas 1.285 ha merupakan formasi hutan hujan tropika dan hutan bambu. Kawasan ini secara khusus telah dimanfaatkan penduduk setempat untuk menanam palawija dan tanaman endemik, dan dipergunakan juga oleh peneliti untuk merehabilitasi kawasan yang telah rusak atau gundul. d. Zona Rehabilitasi seluas 4.023 ha tersusun atas hutan pantai dan hutan bambu yang secara khusus dimanfaatkan untuk pendidikan, pelatihan, paket wisata.

e. Zona PenyanggaRehabilitasi seluas 2.155 ha yang hanya merupakan hutan