Zona PenyanggaRehabilitasi seluas 2.155 ha yang hanya merupakan hutan Potensi Wisata Alam Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat

Jendral Perlindungan dan Konservasi Alam No. 185KptsDJ-V1999 tanggal 31 Desember 1999 dengan pembagian zonasi sebagai berikut: a. Zona Inti seluas 27.915 ha terdiri atas hutan hujan tropika, hutan pantai, dan hutan bambu. Zona ini hanya dimanfaatkan untuk penelitian dan inventarisasi flora dan fauna yang bermanfaat. b. Zona Rimba seluas 22.622 ha terdiri atas mangrove, hutan pantai, hutan rawa, hutan hujan tropika dan hutan bambu. Zona ini umumnya digunakan untuk menunjang pendidikan dan penelitian seperti pengamatan satwa dan habitatnya serta ekosistem yang menunjang pendidikan dan rekreasi. c. Zona Pemanfaatan Khusus seluas 1.285 ha merupakan formasi hutan hujan tropika dan hutan bambu. Kawasan ini secara khusus telah dimanfaatkan penduduk setempat untuk menanam palawija dan tanaman endemik, dan dipergunakan juga oleh peneliti untuk merehabilitasi kawasan yang telah rusak atau gundul. d. Zona Rehabilitasi seluas 4.023 ha tersusun atas hutan pantai dan hutan bambu yang secara khusus dimanfaatkan untuk pendidikan, pelatihan, paket wisata.

e. Zona PenyanggaRehabilitasi seluas 2.155 ha yang hanya merupakan hutan

hujan tropika ini dikembangkan untuk ekoagroturisme dan budidaya tanaman obat serta penangkaran satwa jenis tertentu. Sumber: BTNMB 2010. Gambar 7 Peta zonasi kawasan TNMB. 4.2 Keadaan fisik Kawasan 4.2.1 Letak dan Luas Kawasan TNMB terletak di dua wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Provinsi Jawa Timur yaitu bagian barat berada di kabupaten Daerah Tingkat II Jember dengan luas 37.626 ha dan bagian timur berada di kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi dengan luas 20.374 ha. Kawasan TNMB secara geografis terletak antara 113º5848’’ - 113º5830’’ BT dan 8º2048’’ - 8º3348’’ LS, sedangkan secara administrasi pemerintahan terletak di Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi. Batas-batas wilayah kawasan TNMB meliputi: a. Sebelah Utara, berbatasan dengan kawasan PT. Perkebunan Treblasala dan Perum Perhutani RPH Curahtakir. b. Sebelah Timur, berbatasan dengan Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi dan kawasan PTPN XII Sumberjambe. c. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudera Indonesia. d. Sebelah Barat, berbatasan dengan Desa Curahnongko, Desa Andongrejo, Desa Sanenrejo Kecamatan Tempurejo Kabupaten Dati II Jember, kawasan PTPN XII Kalisanen, PTPN XII Kota Blater dan RPH Sabrang.

4.2.2 Topografi

Kawasan TNMB berupa perbukitan yang berbatasan dengan kawasan pantai bagian selatan. Kawasan ini berada pada ketinggian antara 900 - 1223 mdpl. Kondisi kelerangan tanah sangat beragam, mulai dari keadan datar, landai hingga memiliki kelerangan dengan tingkat yang curam. Kawasan Meru Betiri didominasi dengan bukit-bukit yang relatif tersebar secara merata. Keadaan umum topografi di sepanjang pantai berbukit-bukit sampai bergunung-gunung dengan tebing yang curam. Pantai datar yang berpasir hanya sebagian kecil, dari Timur ke Barat adalah Pantai Rajegwesi, Pantai Sukamade, Pantai Permisan, Pantai Meru dan Pantai Bandealit. Sungai-sungai yang berada di kawasan antara lain Sungai Sukamade, Sungai Permisan, Sungai Meru dan Sungai Sekar Pisang yang mengalir dan bermuara di Pantai Selatan Jawa Gunung yang terdapat di SPTN I Sarongan antara lain: G. Betiri 1223 m dpl yang merupakan gunung tertinggi, G. Gendong 840 m dpl, G. Sukamade 806 m dpl, G. Sumberpacet 706 m dpl, G. Permisan 568 m dpl, G. Sumberdadung 520 m dpl, dan G. Rajegwesi 160 m dpl. Gunung yang terdapat di SPTN II di Ambulu antara lain: G. Rika 535 m dpl, G. Guci 329 m dpl, G. Alit 534 m dpl, G. Gamping 538 m dpl, G. Sanen 437 m dpl, G. Butak 609 m dpl, G. Mandilis 844 m dpl, dan G. Meru 344 m dpl.

4.2.3 Geologi dan Tanah

Jenis tanah di kawasan TNMB secara umum merupakan asosiasi dari jenis aluvial, regosol dan latosol. Tanah alluvial umumnya terdapat di daerah lembah dan tempat rendah sampai pantai, sedangkan regosol dan latosol umumnya terdapat di lereng dan punggung gunung. Suganda dkk 1992 dalam BTNMB 2010 menyebutkan bahwa geologi kawasan TNMB terdiri atas Aluvium, Formasi Sukamade, Formasi Puger, Formasi Batu Ampar, Anggota Batu Gamping Formasi Meru Betiri, Formasi Meru Betiri, Formasi Mandiku, dan Batu Terobosan. Aluvium, Formasi Sukamade, Formasi Puger, Formasi Batu Ampar dan anggota batu gamping Formasi Meru Betiri berasal dari batuan endapan permukaan dan batuan sedimen. Formasi Meru Betiri dan Formasi Mandiku berasal dari batuan gunung api. Batuan terobosan berasal dari batuan terobosan. Aluvium terbentuk pada zaman Holosen Kuartier, Formasi Batu Ampar terbentuk pada Zaman Oligosen, Formasi Mandiku dan Formasi Puger terbentuk pada Zaman Akhir Miosen Tersier, Batuan terobosan terbentuk pada Zaman Tengah Miosen Tersier sedangkan Formasi Meru Betiri, Formasi Sukamade, anggota batu gamping Formasi Meru Betiri terbentuk pada Zaman Awal Miosen Tersier.

4.2.4 Iklim

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, tipe iklim kawasan TNMB bagian utara dan tengah termasuk iklim B dan C, dengan curah hujan rata- rata berkisar antara 2.544 – 3.478 mm per tahun dengan rata-rata bulan kering selama empat sampai lima bulan dan bulan basah selama tujuh sampai sampai delapan bulan. Kawasan TNMB bagian barat mempunyai tipe iklim C dengan curah hujan rata-rata 2.300 mm per tahun, dan kawasan bagian timur mempunyai curah hujan rata-rata 1.300 mm per tahun sehingga kondisinya lebih kering. Kawasan TNMB merupakan wilayah yang dipenuhi oleh angin musim. Musim penghujan terjadi akibat bertiupnya angin barat laut pada Bulan November sampai dengan Maret, sedangkan pada akhir Bulan April sampai dengan Oktober terjadi musim kemarau. Curah hujan di kawasan ini bervariasi antara 1252 - 2818 mm per tahun dengan bulan basah antara bulan November - Maret, dan kering antara April - Oktober. Perkebunan Bandealit tercatat bahwa di Bandealit memiliki rata-rata curah hujan antara 1438 - 2818 mm dengan curah hujan tertinggi pada bulan Desember – Maret. Perkebunan Sukamade tercatat bahwa di Sukamade memiliki rata-rata curah hujan tahunan antara 1307 – 1856 mm dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari - Maret. 4.3 Potensi Biotik 4.3.1 Flora dan Tipe Habitat Kawasan TNMB mempunyai flora sebanyak 518 jenis, terdiri atas 15 jenis yang dilindungi dan 503 jenis yang tidak dilindungi. Kawasan TNMB memiliki formasi vegetasi yang lengkap dan juga beberapa jenis flora langka antara lain bunga Rafflesia Rafflesia zollingeriana, juga terdapat Balanophora fungosa yaitu tumbuhan parasit yang hidup pada jenis pohon Ficus spp. Selain itu, terdapat pula jenis flora yang digunakan sebagai bahan baku obatjamu tradisional sebanyak 239 jenis. Berikut ini merupakan jenis flora yang diprioritaskan untuk dikembangkan sebagai bahan baku obat adalah Cabe Jawa Piper retrofractum, Kemukus Piper cubeba, Kedawung Parkia roxburghii, KluwekPakem Pangium edule, Kemiri Aleuritus moluccana, Pule Pandak Rauwolfia serpentina, Kemaitan Lunasia amara, Anyang-anyang Elaeocarpus grandiflora, Sintok Cinnamomum sintok, dan kemuning Murray paniculata. Kawasan hutan TNMB didominasi oleh hutan hujan tropika dengan 5 tipe vegetasi. Lima tipe vegetasi tersebut terdiri atas hutan pantai, mangrove, hutan rawa, padang rumput dan alang-alang, serta hutan hujan tropika. Kondisi setiap tipe vegetasi di kawasan TNMB dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Hutan Pantai Formasi vegetasi hutan pantai terdiri dari 2 tipe utama yaitu formasi Ubi pantai Ipomea pescaprae dan formasi Barringtonia 25 - 50 m. Formasi Pescaprae terdiri dari tumbuhan yang tumbuh rendah dan kebanyakan terdiri atas jenis herba, sebagian tumbuh menjalar. Jenis yang paling banyak adalah Ubi pantai Ipomoea pescaprae dan Rumput lari Spinifex squarosus. Formasi Barringtonia terdiri atas Keben Baringtonia asiatica, Nyamplung Calophyllum inophyllum, Waru laut Hibiscus tiliaceus, Ketapang Terminalia catappa, Pandan Pandanus tectorius dan lain-lain. Tipe vegetasi ini tersebar di sepanjang garis pantai selatan dalam kelompok hutan yang memiliki luasan sedikit, umumnya menempati daerah sekitar teluk yang bertopografi datar, misalnya di Teluk Permisan, Teluk Meru, Teluk Bandealit, dan Teluk Rajegwesi. b. Mangrove Vegetasi ini dapat dijumpai di bagian timur Teluk Rajegwesi yang merupakan muara Sungai Lembu dan Karang Tambak, Teluk Meru dan Sukamade merupakan vegetasi hutan yang tumbuh di garis pasang surut. Jenis- jenis yang mendominasi adalah Bakau-bakauan Rhizophora sp, Api-api Avicenia sp dan Tancang Bruguiera sp. Di muara Sungai Sukamade terdapat formasi Nipah Nypa fruticans. c. Hutan Rawa Jenis vegetasi yang banyak dijumpai diantaranya Mangga hutan Mangifera sp, Sawo kecik Manilkara kauki, IngasRengas Gluta renghas, Pulai Alstonia scholaris, Kepuh Sterculia foetida, dan Barringtonia spicota. Vegetasi ini dapat dijumpai di belakang Hutan Payau Sukamade. d. Padang Rumput dan Alang-alang Tipe vegetasi ini terdapat pada daerah-daerah yang dibanjiri oleh aliran sungai dan jenis vegetasi yang tumbuh diduga dipengaruhi oleh derasnya arus sungai, seperti lembah Sungai Sukamade, Sungai Sanen, dan Sungai Bandealit. Jenis yang tumbuh antara lain Glagah Saccharum spontanum, Rumput gajah Panisetum curcurium dan herba pendek serta rumput-rumputan. e. Hutan Hujan Tropika Tipe vegetasi ini terdiri atas hutan hujan bawah dan hutan hujan tengah. Sebagian besar kawasan hutan TNMB merupakan tipe vegetasi hutan hujan tropika. Pada tipe vegetasi ini juga terdapat jenis-jenis epifit, seperti anggrek dan paku-pakuan serta liana. Jenis tumbuhan yang banyak dijumpai diantaranya jenis Walangan Pterospermum diversifolium, Winong Tetrameles nudiflora, Gondang Ficus variegata, Budengan Diospyros cauliflora, Pancal kidang Aglaia variegata, Rau Dracontomelon mangiferum, Glintungan Bischoffia javanica, Ledoyo Dysoxylum amoroides, Randu agung Gossampinus heptaphylla, Nyampuh Litsea sp, Bayur Pterospermum javanicum, Bungur Lagerstromia speciosa, Segawe Adenanthera microsperma, Aren Arenga pinnata, Langsat Langsium domesticum, Bendo Artocarpus elasticus, Suren Toona sureni, dan Durian Durio zibethinus. Terdapat pula vegetasi bambu seperti: Bambu bubat Bambusa sp, Bambu wuluh Schizastychyum blumei, dan Bambu lamper Schizastychyum branchyladium. Terdapat juga beberapa jenis rotan, diantaranya yaitu Rotan manis Daemonorops melanocaetes, Rotan slatung Plectomocomia longistigma, Rotan warak Plectomocomia elongata dan lain-lain.

4.3.2 Fauna

Fauna yang telah teridentifikasi di kawasan TNMB sebanyak 217 jenis, terdiri dari 92 jenis yang dilindungi dan 115 jenis yang tidak dilindungi, meliputi 25 jenis mamalia 18 diantaranya dilindungi, 8 reptilia 6 jenis diantaranya dilindungi, dan 184 jenis burung 68 jenis diantaranya dilindungi. Keragaman jenis fauna tersebut dapat dibagi menjadi beberapa kelas antara lain aves, mamalia, herpetofauna amphibi dan reptilia dan perairan. Kelompok besar yang berada dalam kawasan TNMB adalah jenis aves, mamalia herbivora, primata dan karnivora besar dan reptilia besar penyu laut, biawak dan ular phyton. Fauna yang terdapat di kawasan TNMB diantaranya adalah Banteng Bos javanicus, Monyet ekor panjang Macaca fascicularis, Macan tutul Panthera pardus melas, Ajag Cuon alpinus javanicus, Kucing hutan Prionailurus bengalensis javanensis, Rusa Cervus timorensis, Bajing terbang ekor merah Iomys horsfieldii, Merak Pavo muticus, Penyu belimbing Dermochelys coriacea, Penyu sisik Eretmochelys imbricata, Penyu hijau Chelonia mydas, dan Penyu ridellekang Lepidochelys olivacea.

4.4 Potensi Wisata Alam

Kawasan TNMB terdapat beberapa obyek wisata yang telah dikembangkan menjadi tujuan wisata alam yaitu pantai Bandealit SPTN II Ambulu dan pantai Sukamade SPTN I Sarongan, serta padang rumput Sumbersari. Pantai Bandealit yang terletak di Jember memiliki daya tarik wisata khususnya kegiatan selancar angin ataupun berkano. Pantai Sukamade sebagai tujuan wisata utama karena keberadaaan penyu di tempat ini sehingga di pantai tersebut dibangun beberapa fasilitas sederhana untuk menunjang pelestarian penyu. Pantai Rajegwesi memiliki potensi wisata bahari yaitu menyelam dan snorkeling serta wisata budaya khususnya kegiatan para nelayan tradisional dalam keseharian mereka. Teluk Hijau memiliki potensi untuk penjelajahan hutan dan wisata bahari.

4.5 Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat

Penduduk desa-desa di sekitar kawasan Meru Betiri sebagian besar adalah suku Madura dan Jawa. Pola hidupnya masih sangat dipengaruhi dengan kondisi alamnya, misalnya desa Curahnongko dan desa Sanenrejo serta desa Curahtakir Kabupaten Jember dan desa Sarongan Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat desa-desa sekitar kawasan taman nasional umumnya berpendidikan rendah. Proporsi pendidikan yang dienyam masyarakat berkisar pada masih tidak tamat Sekolah Dasar 54,4, tamat SD 31,1, tamat SLTP 10, tamat SLTA 3,3, serta 1,1 menyelesaikan Perguruan Tinggi. Sebagian besar penduduk sekitar kawasan TNMB bermata pencaharian sebagai petani di sawah atau di ladang dan kebun masing-masing. Masyarakat yang tinggal di daerah pedesaaan dan kampung-kampung di suatu daerah terpencil dan masih bergantung pada alam memiliki kearifan tradisional yang khas. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan masyarakatnya yang masih tampak menjunjung tinggi kerukunan dan kebersamaan, serta toleransi sesama anggota masyarakat. Seiring dengan adanya pergeseran budaya dan makin sulitnya masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya hanya dari bertani, maka masyarakat mencari alternatif sumber mata pencaharian lain sebagai sumber pendapatan seperti mengambil hasil hutan, berternak, buruh tani, berkerja di kota, dan menjadi tukang atau pengrajin. Selain itu, masyarakat tersebut sebagian besar kebutuhan hidupnya masih tergantung dari hasil sumberdaya alam, baik berupa kayu bakar, jenis tumbuhan obat-obatan, rotan dan lain-lain. Masyarakat mengambil hasil hutan tidak hanya untuk dikonsumsi sendiri, namun juga untuk dijual. Kegiatan pengambilan hasil hutan secara terus-menerus tanpa menerapkan kearifan tradisional menyebabkan perambahan hutan secara ekspansif dan dapat menimbulkan kerusakan dan kepunahan pada keanekargaman hayati dan ekosistem di dalam kawasan.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Vegetasi di Plot Sampling Permanen PSP 5.1.1 Vegetasi di PSP Penggolongan tipe vegetasi pada masing-masing tipe penutupan lahan yang dijumpai di setiap PSP diacu dalam penggolongan formasi hutan oleh Soerianegara dan Indrawan 1983. Tipe vegetasi di hutan primer adalah hutan hujan tropika yang dibedakan menurut ketinggian yaitu hutan hujan bawah 2 - 1000 m dpl dan hutan hujan tengah 1000 - 1200 m dpl. Komposisi vegetasi hutan primer didominasi oleh spesies Sentul Sandorium koetjape, Berasan Gomphia serrata, Besole Chydenanthes excelsus, dan Baderan Barringtonia gigantostachya. Kondisi penutupan tajuk di hutan primer lebih rapat dibandingkan di hutan sekunder karena adanya pohon dominan dan pohon kodominan yang tumbuh cukup rapat, dengan strata tajuk berkisar antara A – E Gambar 8. Cahaya matahari hanya sedikit yang masuk menembus hingga lantai hutan melalui jarak gap yang ditimbulkan oleh robohnya pohon mati atau yang telah membusuk. Rendahnya intensitas cahaya matahari menyebabkan lantai hutan jarang ditumbuhi oleh tumbuhan bawah karena tertutup oleh serasah yang lamban terdekomposisi. Lambannya laju dekomposisi menyebabkan timbunan serasah dalam periode waktu yang cukup lama dan didukung dengan iklim mikro hutan primer maka terjadi siklus hara tertutup. Spesies Pisang kiki Musa sp. dan Jerukan Citrus sp. ditemui pada area terbuka dan terkena sinar matahari. Gambar 8 Vegetasi di hutan primer kiri dan hutan sekunder kanan di TNMB. Tipe vegetasi yang ada di hutan sekunder terdiri atas hutan hujan bawah dan hutan pantai. Komposisi vegetasi hutan hujan bawah pada hutan sekunder didominasi oleh spesies Bendo Artocarpus elasticus, Glintungan Bischofia