I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pisang merupakan tanaman hortikultura yang dapat tumbuh dengan baik di Indonesia karena iklim dan kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhannya Kusumo
Farid 1994. Provinsi Lampung juga merupakan daerah penghasil pisang. Menurut data yang terdaftar dalam Badan Pusat Statistik pada tahun 2006 diperoleh data
produksi pisang di Provinsi Lampung untuk tahun 2002-2005 Tabel 1. Berdasarkan data dari Tabel 1 maka Provinsi Lampung merupakan penghasil pisang yang cukup
tinggi. Tabel 1 Produksi pisang pohon di Propinsi Lampung tahun 2002-2005 menurut
KabupatenKota
KabupatenKota 2002
2003 2004
2005
Lampung Barat 95.830
65.121 101.148
113.714 Tanggamus
247.785 348.081
360.327 390.663
Lampung Selatan 3.085.824
4.084.049 5.267.547
5.654.854 Lampung Timur
338.270 629.970
1.178.843 2.174.149
Lampung Tengah 222.050
246.149 151.864
256.580 Lampung Utara
163.263 142.718
139.079 161.474
Way Kanan 252.730
144.469 191.538
222.678 Tulang Bawang
104.026 96.484
131.103 118.630
Bandar Lampung 26.263
17.600 16.140
15.770 Kota Metro
8.790 2.650
7.183 6.870
Sumber : BPS 2006 Pisang dapat dimakan langsung atau diolah menjadi berbagai macam produk.
Salah satu produk olahan pisang adalah keripik pisang. Keripik pisang merupakan makanan ringan dengan aroma dan citarasa spesifik dengan umur simpan yang relatif
panjang. Produk ini merupakan salah satu produk unggulan yang menjadi peluang bisnis bagi produsen makanan ringan dan sekaligus menjadi ciri oleh-oleh makanan dari
Provinsi Lampung. Proses penggorengan menyebabkan terjadinya perubahan kimia pada komponen
senyawa yang ada dalam pisang sehingga menghasilkan produk yang lebih menarik secara sensori terutama warna dan aroma produk. Reaksi Maillard yang terjadi selama
penggorengan menghasilkan senyawa-senyawa flavor yang harum dan warna produk yang menarik Ames 1998. Reaksi Maillard terjadi pada bahan makanan yang
2 mengandung pati dan protein serta diolah pada suhu tinggi seperti digoreng dan
dipanggang Reineccius 2006. Menurut Grizotto dan Menezes 2002 teknik pemasakan dan pengolahan produk keripik dapat mempengaruhi sensori dari produk.
Untuk itu, perlu sekali pengetahuan dan penguasaan teknik pengolahan makanan seperti keripik pisang agar dihasilkan produk yang lebih disukai konsumen.
Senyawa akrilamid merupakan salah satu senyawa toksik yang ada pada bahan pangan yang digoreng terutama pada bahan yang berbasis pati contohnya kentang,
gandum, jagung dan beras Friedman 2003. Pembentukan senyawa ini pada bahan pangan juga terjadi karena reaksi Maillard yaitu reaksi antara asam amino dengan
senyawa gula pereduksi seperti glukosa dan fruktosa yang terjadi pada suhu tinggi Zhang Ying 2007. Senyawa akrilamid diduga bersifat karsinogenik dan mutagenik
Friedman 2003; Otles Serkan 2004. Senyawa ini berbahaya bagi tubuh makhluk hidup. Adanya akrilamid dalam tubuh manusia dapat berasal dari air yang
terkontaminasi oleh zat ini atau berasal dari kemasan makanan yang terbuat dari plastik. Akrilamid dalam makanan ditemukan oleh ilmuwan Swedia tahun 2002 pada
makanan yang berbahan dasar pati seperti produk olahan kentang. Kentang mengandung pati yang tinggi sehingga jika diolah dengan proses penggorengan maka
dapat membentuk senyawa akrilamid seperti pada keripik kentang Gokmen et al. 2006; Brathen Svein 2005. Kondisi proses pemasakan berpengaruh terhadap kadar
akrilamid dalam produk keripik kentang Williams 2005; Leeratanarak et al. 2006. Friedman 2003 menyatakan bahwa akrilamid dalam makanan merupakan hasil reaksi
antara gugus amina dari asam amino asparagin dan gugus karbonil dari gula pereduksi seperti glukosa selama proses pemasakan seperti pemanggangan dan penggorengan.
Elmore dan Donald 2002 memberikan data bahwa pisang mengandung asam amino asparagin sebesar 14.7 dari total asam amino bebasnya. Asam amino yang
diduga merupakan prekursor pembentuk akrilamid adalah asparagin Grandra et al. 2005; Zyzak et al. 2003. Kandungan asparagin dalam pisang akan bervariasi
tergantung pada varietas pisang. Pisang juga merupakan bahan makanan yang mengandung karbohidrat yang cukup tinggi Poedjiadi 1994. Senyawa karbohidrat dan
asam amino asparagin merupakan prekursor pembentuk akrilamid pada makanan yang diolah dengan suhu tinggi seperti digoreng atau dibakar Friedman 2003; Zyzak et al.
2003.
3 Kusumo dan Farid 1994 memberikan informasi banyaknya varietas tanaman
pisang yang diduga memiliki komposisi kimia yang berbeda-beda. Salah satu produk keripik pisang yang ada di Provinsi Lampung menggunakan pisang ambon sebagai
bahan dasarnya karena relatif lebih disukai konsumen. Pisang ambon juga memiliki rasa yang lebih manis dari jenis pisang lain. Hal ini disebabkan oleh kandungan gula
pereduksi yang lebih tinggi sehingga keripik pisang ambon lebih berpotensi mengandung akrilamid.
Berdasarkan beberapa penemuan adanya akrilamid dalam makanan maka produk makanan yang diolah pada suhu tinggi berpotensi mengandung akrilamid Friedman
2003; OtlesSerkan 2004; Weiss 2002 sehingga berperan juga menambah jumlah akrilamid yang masuk ke dalam tubuh manusia. Pembentukan akrilamid dapat terjadi
dalam kisaran suhu 120
o
C-170
o
C Friedman 2003. Jumlah akrilamid dalam makanan akan bervariasi dan dipengaruhi oleh jenis bahan pangan, komposisi dan matriks bahan
pangan, nilai aw, daerah permukaan kontak panas, variasi kondisi proses pemasakan seperti waktu dan suhu pemasakan serta cara atau metoda pemasakan Zyzak et al.
2003. Ada 2 dua cara untuk mengurangi kadar akrilamid dalam bahan makanan yaitu melalui penurunan jumlah prekursor dan menurunkan suhu saat pemasakan Zhang
Ying 2007; Vorbehalten 2005; Weiss 2002. Food and Environmental Hygiene Department 2003 menyatakan bahwa
kandungan akrilamid dapat mencapai 1000 µgkg dalam dua kelompok makanan yaitu produk biskuit dan makanan kering sementara keripik pisang mengandung akrilamid
sampai 770 µgkg. Beberapa negara di Eropa dan Asia telah melakukan pengujian terhadap akrilamid dalam produk-produk makanan yang diolah pada suhu tinggi. Di
Indonesia, kadar akrilamid pada makanan yang diolah pada suhu tinggi khususnya yang digoreng belum diketahui.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan lama proses penggorengan tidak hanya mempengaruhi citarasa, warna dan tekstur produk tetapi juga
kadar akrilamid dalam produk Romani et al. 2009; Pedreschi et al. 2005; Gokmen et al. 2006. Berdasarkan proses pengolahan yang menggunakan suhu tinggi dan
karakteristik keripik pisang ambon yang kering diduga produk tersebut mengandung akrilamid tinggi. Dengan demikian diperlukan upaya untuk mengurangi kadar akrilamid
pada produk keripik pisang ambon. Upaya penurunan kadar akrilamid dalam keripik
4 pisang ambon diharapkan dapat dilakukan melalui pengurangan suhu dan lama
penggorengan. Perlakuan lain yang dapat menurunkan pembentukan akrilamid adalah blansir
dan perendaman dalam larutan asam amino seperti lisin dan glisin Kim et al. 2005; Kita et al. 2004. Glisin diketahui lebih reaktif untuk bereaksi pada reaksi Maillard
sehingga penambahan glisin akan menyebabkan adanya kompetisi asam amino pada reaksi Maillard dan menyebabkan penghambatan laju reaksi kearah pembentukan
akrilamid Brathen et al. 2005. Namun adanya perlakuan pengurangan suhu dan waktu penggorengan serta
perlakuan perendaman diduga mempengaruhi terbentuknya komponen yang akan memberikan pengaruh terhadap citarasa dan warna produk keripik. Oleh karena itu pada
penelitian ini dilakukan pengurangan pembentukan akrilamid dengan perlakuan pengaturan suhu dan lama penggorengan, suhu dan lama blansir dan perendaman
larutan MSG dengan tetap memperhatikan dampaknya pada penerimaan sensori dari keripik pisang ambon yang diperoleh.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari upaya pengurangan pembentukan senyawa akrilamid pada pengolahan keripik pisang ambon dengan cara pengaturan suhu dan
lama penggorengan, suhu dan lama blansir serta perendaman dalam larutan MSG sehingga diperoleh produk keripik pisang ambon rendah akrilamid dengan sensori yang
baik.
1.3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tentang upaya pengurangan pembentukan senyawa akrilamid pada pengolahan keripik pisang ambon dapat menjadi informasi untuk perbaikan pada
proses pengolahan keripik sehingga dapat menghasilkan produk pangan dengan kadar
akrilamid yang rendah.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pisang Ambon