30
h. Analisis asam amino dalam pisang ambon AOAC 1995
Analisis jenis asam amino dalam pisang ambon dilakukan dengan HPLC. Sebelum sampel diinjeksikan ke dalam alat, dilakukan hidrolisis sampel. Sampel
sebanyak 0.100 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi 25 ml dan ditambahkan HCl 6 N sebanyak 5 ml kemudian dipanaskan selama 24 jam pada suhu 100
o
C. Setelah itu, sampel didinginkan dan disaring. Larutan sampel diambil 30 ml dan ditambahkan 30 µl
larutan pengering trimetilamin dan pikotiosianat dalam metanol dan divakumkan. Larutan sampel ditambahkan larutan derivatisasi yaitu trimetilamin dan natrium asetat
dalam metanol sebanyak 30 µl kemudian didiamkan selama 30 menit dan ditambahkan 2 ml natrium asetat 1 M, didiamkan selama 5 menit. Larutan sampel siap diinjeksikan
ke dalam peralatan HPLC. Kondisi HPLC yang digunakan adalah HPLC dengan detektor UV pada λ 254
nm, kolom pico tag 3.9 x 150 nm pada suhu ruang, fase gerak yang digunakan adalah asetonitril 60 dalam buffer natrium asetat 1 M dengan kecepatan alir 1.2 mlmenit dan
tekanan 3000 Psi dengan sistem elusi gradien. Larutan standar asam amino digunakan sebagai pembanding untuk menentukan jumlah asam amino dalam pisang ambon.
Kromatogram asam amino dapat dilihat pada Lampiran 1 dan cara perhitungan kadar asam amino pada Lampiran 2. Perhitungan kadar asam amino dilakukan menggunakan
rumus :
Luas area spektrum asam amino sampel x konsentrasi standar x BM x Vol. x 100 Luas area spektrum asam amino standar berat sampel
i. Kadar asam amino asparagin dengan HPLC Bai et al. 2007
Asam amino asparagin ditentukan dengan HPLC sistem Reversed-Phase, kolom C18 dengan fase gerak asetonitril : kalium fosfat 0.03 M 20:80 dengan sistem elusi
gradien. Kecepatan alir yang digunakan adalah 0.5 mlmenit dengan suhu kolom 30
o
C. Sampel hasil hidrolisis diinjeksikan sebanyak 20 µl ke dalam kolom. Detektor yang
digunakan adalah detektor UV pada panjang gelombang 190 nm. Larutan asam amino asparagin p.a. digunakan sebagai larutan standar. Asparagin
standar dilarutkan dalam pelarut asetonitril : kalium posfat 20:80. Konsentrasi larutan standar yang dibuat adalah 20 – 100 ppb. Kondisi saat injeksi larutan standar ke dalam
alat sama dengan kondisi injeksi larutan sampel. Kurva kalibrasi larutan standar dan
31 regresi linier digunakan untuk menentukan konsentrasi asam amino asparagin di dalam
sampel pisang ambon. Perhitungan kadar asparagin dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tahap 2. Pengolahan Keripik Pisang Ambon
2.1. Pengaruh suhu dan lama penggorengan Pisang ambon mentah yang telah dikupas diiris tipis 2-3 mm dengan pisau.
Sebanyak 500 g irisan pisang diolah dengan proses penggorengan pada variasi suhu 140, 160 dan 180
o
C selama 10, 15 dan 20 menit. Analisis kadar akrilamid dilakukan terhadap seluruh produk yang dihasilkan dan diperoleh keripik pisang dengan kadar
akrilamid terendah. Perlakuan penggorengan yang menghasilkan keripik pisang ambon dengan kadar akrilamid yang lebih rendah digunakan untuk penggorengan pada tahap
perlakuan berikutnya. 2.2. Perlakuan blansir
Irisan pisang sebanyak 500 g direndam dalam air dengan suhu 70, 80 dan 100
o
C. Waktu perendaman divariasikan selama 1, 2, 3, 4 dan 5 menit. Irisan pisang yang telah mendapat perlakuan kemudian digoreng pada suhu dan lama penggorengan
yang menyebabkan pembentukan akrilamid paling rendah perlakuan Tahap 2 bagian 2.1. Irisan pisang yang tidak diblansir juga digoreng pada suhu yang sama sebagai
kontrol. Seluruh produk keripik pisang ambon dianalisis kadar akrilamidnya. 2.3. Perlakuan perendaman dalam larutan MSG
Irisan pisang sebanyak 500 g direndam dalam larutan MSG 0.1; 0.2 dan 0.3 selama variasi waktu 1, 2 dan 3 menit pada suhu 20
o
C dan dilakukan juga untuk kontrol tanpa perendaman MSG. Irisan pisang yang telah mendapat perlakuan
perendaman larutan MSG digoreng pada suhu dan lama penggorengan yang menyebabkan pembentukan akrilamid paling rendah perlakuan Tahap 2 bagian 2.1.
Keripik pisang ambon hasil perendaman MSG dianalisis kadar akrilamidnya.
32
Analisis akrilamid dengan HPLC Harahap et al. 2005
Sampel keripik pisang yang sudah mengalami perlakuan proses pengolahan dianalisis kandungan akrilamidnya dengan alat HPLC. Sebelumnya, senyawa akrilamid
dalam keripik pisang ambon hasil perlakuan diisolasi dengan cara : 20 gram sampel dilarutkan dalam 25 ml diklorometan, dihomogenkan selama 30 menit. Larutan disaring
dan filtrat ditambahkan dengan 10 ml H
3
PO
4
10. Diklorometan diuapkan di atas penangas air pada suhu 70
o
C dan cairan yang tersisa dipindahkan ke dalam labu 10 ml kemudian ditambahkan H
3
PO
4
10 sampai tanda batas dan disaring. Filtrat diambil 1.0 ml dan dimasukkan dalam labu 25.0 ml kemudian ditambahkan dengan H
3
PO
4
10 sampai tanda batas. Kemudian sampel disaring dengan kertas Whatman 40. Sampel
diinjeksikan sebanyak 20 µl ke dalam kolom HPLC dan dicatat luas puncaknya pada kromatogram. HPLC yang digunakan adalah HPLC dengan kolom C18 25 cm x 4.6
mm x 5 mm, Supelco, sistem Reversed Phase RP-HPLC yang menggunakan fase diam non polar dan fase bergeraknya adalah campuran pelarut yaitu asetonitril :
akuabides : asam fosfat 10 5 : 94 : 1. Detektor yang digunakan adalah UV-Vis SPD- 6AP Shimadzu panjang gelombang 230 nm, pompa LC-6A Shimadzu. Kecepatan
alir 1.2 mlmenit dengan volume injeksi 20 µl. Penentuan kadar akrilamid dilakukan dengan regresi linier Lampiran 4 dan contoh kromatogram akrilamid pada Lampiran 5.
Tahap 3. Pengujian sensori produk
Pengujian sensori terhadap produk dilakukan dengan 2 dua cara yaitu uji hedonik dan analisis deskriptif. Ada 2 dua kelompok panelis yang digunakan untuk
analisis sensori yaitu panelis tidak terlatih untuk uji hedonik dan panelis semi terlatih untuk uji QDA. Keripik pisang ambon yang memiliki kadar akrilamid relatif lebih
rendah diuji secara organoleptis oleh 70 panelis tidak terlatih. Uji hedonik dilakukan terhadap warna, aroma dan penerimaan secara keseluruhan. Blanko pengujian hedonik
pada Lampiran 6. Skor penilaian setiap panelis dihitung nilai rata-ratanya dan dilakukan analisis data uji organoleptisnya secara uji ANOVA pada tahap kepercayaan 0.05.
Panelis tidak terlatih diambil dari lingkungan sekitar laboratorium pengujian terutama mahasiswa semester 3 dan semester 5 di Program Studi Teknologi Pangan dan
karyawan di lingkungan Politeknik Negeri Lampung. Pengujian dilakukan terhadap produk hasil perlakuan dan produk pembanding dalam hal atribut warna, aroma dan
33 penerimaan keseluruhan yang diisikan dalam blanko kuisioner yang disediakan. Blanko
seleksi panelis dapat dilihat pada Lampiran 7 – 9. Analisis deskriptif dilakukan dengan metoda Quantitative Descriptive Analysis QDA menurut Stone dan Sidel 1998. Pada
tahap seleksi awal diperoleh calon panelis sebanyak 15 orang calon panelis usia 18-35 tahun, laki-laki dan perempuan yang mengikuti tahap pelatihan panelis. Panelis-panelis
ini telah diseleksi melalui beberapa tahap yaitu tahap uji segitiga, uji duo trio, uji kemampuan skala, uji aroma dasar dan kemampuan dalam mendeskripsi aroma produk.
Blanko pengujian dalam pelatihan deskripsi dapat dilihat pada Lampiran 10 - 13. Pelatihan untuk pengujian deskriptif atribut aroma diikuti oleh 9 orang panelis.
Panelis ini terseleksi berdasarkan kemampuanya dalam menilai jenis dan intensitas aroma secara konsisten. Blanko pengujian dapat dilihat pada Lampiran 14. Kemampuan
panelis untuk mengidentifikasi suatu atribut sensori dalam produk keripik bersifat relatif sehingga masing-masing panelis mempunyai jenis dan jumlah atribut yang berbeda.
Untuk itu, diperlukan suatu kesepakatan atau konsensus dalam menentukan atribut yang teridentifikasi oleh seluruh panelis. Setiap panelis memiliki deskripsi aroma yang
hampir sama namun intensitasnya berbeda. Untuk itulah diperlukan aroma pembanding Tabel 6 sehingga panelis memiliki acuan dalam menentukan intensitas aroma yang
terdeteksi oleh indra penciumannya. Tabel 6 Aroma standar untuk keripik pisang ambon
Deskripsi aroma Senyawa
Sumber acuan
Manis Furaneol
Mejcher et al. 2005 Rancid
Butanal Taylor 2002
Ester like, pisang ambon Isoamil asetat
Tressl dan Jenning 1972 Karamel, gula
Caramel Mejcher et al. 2005
Getahpisang mudadaun Hexenal
Taylor 2002
34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Baku