39 Brathen dan Svein 2005 menunjukkan adanya titik maksimal yang dapat
menyebabkan pembentukan akrilamid paling banyak. Menurunnya akrilamid dikarenakan terjadinya reaksi lanjut dan degradasi senyawa akrilamid yang diikuti
dengan pembentukan melanoidin yang memberikan warna kehitaman pada produk. Pembentukan warna selama pemanasan makanan dapat meningkat dengan adanya
pemanasan yang lebih tinggi karena terjadi juga reaksi karamelisasi terhadap komponen gula dalam bahan pangan tersebut. Pedreschi et al. 2005 menyatakan mekanisme
reaksi pembentukan akrilamid cukup komplek namun dapat diamati dari pembentukan senyawa melanoidin yang mengakibatkan terjadinya perubahan warna kuning sampai
coklat dan memberikan rasa pahit serta citarasa yang khas pada bahan makanan. Fenomena yang serupa terlihat pada hasil penelitian. Jika dibandingkan dengan kadar
akrilamid pada beberapa rata-rata produk keripik pisang ambon komersial maka penggunaan suhu 140
o
C selama 10 menit ternyata membentuk akrilamid yang relatif lebih rendah dari produk komersial yang diuji pada penelitian ini.
Faktor suhu penggorengan ternyata memberikan pengaruh yang lebih besar pada pembentukan akrilamid. Gambar 12 juga nampak bahwa pemberian suhu 180
o
C selama 10 menit akan membentuk akrilamid lebih banyak daripada perlakuan suhu 140
o
C selama 10 menit. Hal ini didukung oleh pernyataan Williams 2005 bahwa suhu
pemasakan memberikan pengaruh yang lebih besar pada pembentukan akrilamid pada keripik kentang. Pedreschi et al. 2006 juga menyatakan bahwa penggunaan suhu yang
rendah selama penggorengan dibawah 160
o
C dapat menurunkan jumlah akrilamid dalam keripik kentang.
4.4. Pengaruh Blansir
Penelitian juga menguji adanya perlakuan pretreatment blansir bahan baku terhadap kandungan akrilamid dalam keripik pisang ambon. Blansir dilakukan dengan
variasi kondisi suhu dan lama blansir terhadap irisan pisang ambon. Fellows 1997 menjelaskan bahwa selama blansir terjadi osmosis komponen dari dalam sel terutama
senyawa yang bersifat larut air termasuk senyawa karbohidrat seperti pati dan gula pereduksi. Senyawa pati dan gula pereduksi merupakan prekursor pembentuk senyawa
akrilamid sehingga tahap blansir dapat menurunkan kadar akrilamid dalam keripik pisang ambon seperti pada Gambar 14.
40
25 50
75 100
1 2
3 4
5
Lam a blans ir m enit
K a
d a
r a
k ri
la m
id p
p b
100ºC 80ºC
70ºC
Gambar 14 Pengaruh blansir pada pembentukan akrilamid dalam keripik pisang ambon
Kita et al. 2004 melaporkan bahwa perlakuan blansir dapat menurunkan jumlah akrilamid dalam keripik kentang. Blansir pada kentang dengan suhu 70
o
C selama 3 menit menurunkan akrilamid sebanyak 25 dan teknik ini memberikan hasil
yang hampir sama dengan perendaman dalam air 20
o
C selama 60 menit. Pedreschi et al. 2004 juga mendapatkan hasil bahwa penurunan kadar akrilamid sekitar 70 jika
irisan kentang diblansir sebelum digoreng. Blansir dalam waktu yang lama tidak dapat dilakukan untuk irisan pisang ambon
karena berdasarkan hasil pengamatan secara visual menyimpulkan bahwa irisan pisang ambon yang lebih lama mengalami blansir menjadi lunak karena mengalami kerusakan
jaringan sel dan mengandung air. Suhu blansir yang makin tinggi juga menyebabkan pori-pori sel bahan makin terbuka lebar dan proses osmosis makin banyak. Kondisi ini
menghasilkan keripik pisang ambon yang tidak kering lagi. Suhu blansir yang lebih tinggi makin mempercepat pengeluaran molekul-molekul dari dalam sel sehingga
prekursor pembentuk akrilamid makin banyak hilang juga. Namun setelah dilakukan penggorengan maka nampak bahwa perlakuan ini tidak menghasilkan produk keripik
41 dengan karakteristik yang baik. Untuk itu, dipilih proses blansir pada 80
o
C selama 3 menit. Pada kondisi ini membentuk akrilamid sebanyak 46.25 ± 6.61 ppb dan berarti
perlakuan blansir dapat mereduksi pembentukan akrilamid sampai 60 jika dibandingkan dengan produk tanpa blansir produk kontrol.
Gambar 15 Keripik pisang ambon hasil perlakuan blansir Terlarutnya komponen sel bahan pangan mempengaruhi produk hasil
penggorengan seperti warna produk menjadi lebih pucat Pedreschi et al. 2005. Hal ini juga terlihat pada produk keripik pisang ambon hasil perlakuan blansir. Keripik pisang
ambon hasil perlakuan blansir dapat dilihat pada Gambar 15. Suhu dan lama blansir mempengaruhi jumlah molekul yang terlarut dan keluar dari irisan pisang ambon
termasuk berkurangnya komponen yang membentuk warna keripik.
4.5.Pengaruh perendaman MSG
Brathen et al. 2005 dan Kim et al. 2005 menyatakan bahwa jumlah akrilamid dapat diturunkan dengan perendaman dalam larutan asam amino seperti glisin dan lisin.
MSG merupakan garam dari asam amino glutamat. Selama perendaman irisan pisang ambon dalam larutan MSG akan terjadi osmosis asam glutamat ke dalam sel irisan
pisang. Adanya perlakuan perendaman dengan larutan MSG diharapkan dapat juga mereduksi pembentukan akrilamid. Pada penelitian ini dilakukan perendaman dalam
kontr Perlakuan blansir
42 larutan MSG sebagai salah satu variabel pengamatan. Kondisi perendaman mengambil
variasi konsentrasi MSG dan lama perendaman yang dilakukan pada suhu 20
o
C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman dalam larutan MSG
menyebabkan kenaikan jumlah akrilamid. Kandungan akrilamid dalam keripik pisang ambon akibat perlakuan perendaman dengan larutan MSG terlihat pada Gambar 16.
Pada Gambar 16 nampak bahwa perendaman dalam larutan MSG 0.1 bv selama 1 menit menghasilkan akrilamid lebih dari 200 ppb. Perlakuan perendaman dengan MSG
memberikan pengaruh pada peningkatan jumlah akrilamid dalam keripik pisang ambon. Asam glutamat diduga dapat menjadi prekursor pembentuk akrilamid karena
berdasarkan strukturnya maka asam glutamat dapat mengalami perubahan menjadi glutamin. Menurut Poedjiadi 1994, glutamin dapat berubah struktur menjadi asam
glutamat dengan reaksi hidrolisis dalam asam atau basa.
100 200
300 400
500 600
700 800
900
1 2
3
Lama perendaman menit K
a d
a r
a k
ri la
m id
p p
b
0,1bv 0,2bv
0,3bv
Gambar 16 Pembentukan akrilamid setelah perendaman MSG Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Brathen et al. 2005 yang
menjelaskan bahwa perendaman irisan kentang dalam larutan glisin pada suhu 20
o
C selama 1 jam dapat mereduksi pembentukan akrilamid dalam keripik kentang sampai
45. Selain itu, Kim et al. mempelajari penurunan akrilamid karena pengaruh perendaman dengan asam amino dan ternyata perendaman dalam larutan lisin lebih
43 efektif untuk menurunkan kadar akrilamid dalam keripik kentang. Namun hal ini tidak
terjadi untuk perendaman dalam larutan asam glutamat karena senyawa ini justru meningkatkan pembentukan akrilamid.
Zyzak et al. 2003 menjelaskan bahwa asparagin dan glutamin merupakan asam amino yang potensial membentuk akrilamid jika dipanaskan dengan gula pereduksi. Hal
inilah yang menyebabkan mengapa perendaman dalam larutan MSG dapat menyebabkan kenaikan jumlah akrilamid dalam keripik pisang ambon. Vorbehalten
2002 menjelaskan bahwa asam glutamat dapat berfungsi untuk mempercepat pembentukan warna. Namun adanya penambahan asam amino ini tidak dapat
digunakan untuk menurunkan kandungan akrilamid dalam produk keripik pisang ambon. Penurunan akrilamid dengan cara perendaman dalam larutan asam amino
nampaknya sangat dipengaruhi oleh jenis asam amino yang digunakan dalam penurunan jumlah akrilamid.
Gambar 17 Produk hasil perlakuan perendaman dengan MSG yang digoreng pada suhu 140
o
C selama 10 menit Reaksi Maillard menghasilkan banyak senyawa dan dapat mempengaruhi warna
suatu produk Reineccius 2006. Hasil pengamatan secara visual terhadap warna produk keripik pisang ambon hasil perendaman dengan MSG Gambar 17 menunjukkan
adanya warna yang lebih gelap pada produk. Vorbehalten 2002 menyatakan adanya penambahan asam amino seperti glutamin dan asam glutamat untuk pembentukan warna
kontr
Produk perendaman dengan MSG
44 produk. Reaksi Maillard terhadap pembentukan warna oleh penambahan MSG diduga
sama dengan pembentukan warna oleh glutamin. Fenomena ini dapat menjelaskan bahwa reaksi Maillard juga dipengaruhi oleh jenis asam amino yang bereaksi dengan
gula pereduksi.
4.6. Pengujian Mutu Sensori Produk 4.6.1. Uji Hedonik