abu ikan Skipjack tuna yang dilaporkan oleh Aberoumad dan Pourshafi 2010 dan FAO 2012 yaitu masing-masing 1,50 dan 1,2-1,5, tapi sedikit lebih
rendah dari laporan Intarasirisawat 2011 pada skipjack tuna dan tonggol tuna, yaitu 1,94 dan 2,10. Kandungan karbohidrat daging ikan tuna bahan
penelitian, yaitu sekitar 0,23. Kadar karbohidrat ini sesuai dengan hasil penelitian Vlieg dan Murray 1988 yang melaporkan kadar karbohidrat albacore
tuna sebesar 0,2. Kadar karbohidrat ini juga sesuai dengan laporan FAO 2012, yaitu hanya kurang dari 0,5. Kandungan karbohidrat ikan biasanya berbentuk
glikogen. Perbedaan kandungan kimia dengan hasil penelitian sebelumnya
kemungkinan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain ukuran, jenis kelamin, kematangan gonad, perbedaan lokasi geografis, dan jenis makanan. Intarasirisawat
et al. 2011 melaporkan bahwa jumlah dan komposisi lemak ikan dipengaruhi oleh faktor biologi termasuk tahap matang gonad, pakan, musim, species, panen,
dan kondisi area pengolahan. Burke 2011 menjelaskan bahwa ada keterkaitan antara faktor eksogenus dan endogenus dengan komposisi proksimat ikan. Faktor
eksogenus adalah lingkungan temperatur, pH, dan salinitas air dan pakan frekuensi pemberian pakan dan komposisi kimia pakan. Faktor endogenus
adalah genetik, ukuran, jenis kelamin, siklus hidup, posisi anatomi, dan seks. Nargis 2006 melaporkan adanya keterkaitan antara komposisi proksimat ikan
KOI dengan ukuran dan jenis kelamin. Ikan yang berukuran kecil kandungan airnya lebih tinggi daripada ikan berukuran besar, tapi kandungan proteinnya lebih
rendah dari ikan besar, namun demikian, kandungan protein meningkat pada ikan yang berukuran sedang, tetapi menurun seiring dengan pertambahan umur ikan.
Protein ikan betina lebih tinggi dibandingkan dengan ikan jantan. Kadar lemak ikan jantan berukuran besar lebih tinggi daripada ikan betina. Perbedaan
komposisi proksimat ikan juga disebabkan oleh perbedaan prosedur pengambilan sampel, misalnya cara pengumpulan sampel, bagian sampel yang diambil, dan
kriteria sampel yang diambil. 4.1.2 Kadar histamin daging ikan tuna Thunnus sp
Analisis histamin terhadap daging ikan yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan mengetahui jumlah kandungan histamin ikan. Histamin adalah salah
satu komponen dari group biogenik amin. Biogenik amin adalah komponen biologis aktif yang dihasilkan oleh proses dekarboksilasi asam amino bebas yang
terdapat pada beberapa bahan pangan, misalnya ikan, produk olahan ikan, daging, anggur, keju, dan lain-lain. Keberadaan histamin pada bahan pangan
menunjukkan bahwa bahan pangan tersebut sudah mengalami penurunan mutu. Semakin tinggi kandungan histamin, mutu bahan pangan tersebut semakin rusak.
Pembentukan biogenik amin ini tergantung dari ketersediaan asam amino bebas, keberadaan enzim dekarboksilase yang terkandung dalam mikrooganisme, dan
kondisi yang mendukung pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim. Histamin pada ikan jenis scombridae juga dipengaruhi oleh suhu dan kandungan mikroba
ikan yang mempercepat perubahan histidin menjadi histamin. Hasil analisis kandungan histamin pada bahan baku daging ikan tuna
adalah 27,38 ppm atau 2,74 mg100 g. Hasil analisis ini menujukkan bahwa daging ikan yang digunakan dalam penelitian ini tergolong ikan segar, cocok
untuk diolah lebih lanjut, dan aman dikonsumsi karena berada di bawah ambang batas jumlah cemaran histamin pada produk perikanan yang ditetapkan oleh
United State Food and Drug Administration, yaitu 500 ppm atau 50 mg100 g USFDA 2001, Uni Eropa di bawah 200 ppm atau 20 mg100 g EC 2005, dan
Standar Nasional Indonesia 100 ppm atau 10 mg100 g SNI 01-2693.1-2006.
4.2. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui metode pemasakan ikan, tingkat umur kelapa, dan perlakuan kelapa parut terbaik yang akan
digunakan dalam penelitian lanjutan serta menentukan lama penggorengan untuk mendapatkan produk tumpi pada 3 tingkat kematangan, yaitu sebelum matang
atau setengah matang, matang, dan lewat matang. Penelitian pendahuluan ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu: 1 penentuan metode pemasakan ikan dan tingkat
umur kelapa; dan 2 penentuan perlakuan kelapa parut dan lama penggorengan. 4.2.1. Penentuan pemasakan ikan dan tingkat umur kelapa terbaik
Penentuan pemasakan ikan dan tingkat umur kelapa terbaik yang digunakan untuk membuat tumpi adalah berdasarkan penilaian sensori. Penentuan ini
dilakukan untuk memilih cara pemasakan ikan dan tingkat umur kelapa yang akan digunakan pada penelitian selanjutnya.
Pengujian sensori merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu produk perikanan yang sudah mengalami
proses pengolahan. Alat indera yang digunakan dalam pengujian ini meliputi penglihatan, pencicip, pembau, dan peraba. Penilaian menggunakan alat indera ini
meliputi spesifikasi mutu kenampakan, warna, bau, rasa, dan tekstur. Tingkat penerimaan panelis terhadap suatu produk dapat diketahui dengan penggunaan
metode uji sensori SNI 2006. Pengujian sensori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji hedonik
hedonic test. Uji hedonik adalah metode uji yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap suatu produk pangan dengan menggunakan lembar
penilaian skala 1 sampai 9 SNI 2006. Pengujian dilakukan oleh 30 orang panelis non standar. Parameter yang dinilai meliputi: 1 kenampakan; 2 aroma; 3 rasa;
dan 4 tekstur. Hasil uji sensori dari setiap produk tumpi ikan tuna pada penelitian pendahuluan tahap I disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil penilaian sensori dengan uji hedonik tumpi ikan tuna penelitian pendahuluan tahap I
Produk Tumpi
Parameter penilaian sensori Kenampakan
Rasa Aroma
Tekstur I1K1
5,60±1,66
a
5,92±1,76
a
6,02±1,59
a
5,67±1,67
a
I1K2 7,32±1,30
d
6,78±1,04
b
6,93±0,97
b
6,67±1,42
b
I1K3 6,70±0,96
c
6,25±1,36
a
6,55±1,13
a
6,58±1,33
b
I2K1 5,62±1,51
a
6,03±1,62
a
5,93±1,70
a
5,72±1,72
a
I2K2 5,93±1,44
a
5,09±1,68
a
6,57±1,25
a
5,93±1,55
a
I2K3 6,35±1,61
b
6,90±1,07
c
6,70±1,14
b
6,80±1,39
b
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf superscript berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05.
Simbol I1K1, I1K2, I1K3, I2K1, I2K2 dan I2K3 merujuk keterangan pada Gambar 3.
1 Kenampakan Kenampakan adalah salah satu parameter penting yang mempengaruhi
indera penglihatan seseorang dalam menentukan tingkat kesukaannya terhadap suatu produk pangan. Setyaningsih et al. 2010 menjelaskan bahwa kenampakan
bahan pangan berkaitan erat dengan bentuk, ukuran, kejernihan, kekeruhan, warna, dan sifat-sifat permukaan, misalnya kasar, halus, suram, mengkilap,
homogen, heterogen, datar, dan bergelombang. Jika hal tersebut mampu memberikan kesan dan daya tarik yang tinggi, keinginan konsumen untuk menilai
parameter aroma, rasa, dan tekstur juga tinggi. Tujuan utama penggorengan pada
produk pangan adalah meningkatkan mutu makan eating quality dan kelezatan palatability terhadap produk secara keseluruhan karena pada saat pemasakan
terjadi konversi zat gizi ke dalam bentuk yang lebih sederhana dan dapat dicerna oleh tubuh Pedreschi et al. 2005. Sifat sensori produk, misalnya rasa, aroma,
tekstur, dan kenampakan lebih d isukai konsumen O’Brien 2009.
Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap kenampakan tumpi ikan tuna, yaitu antara 5,60 sampai 7,32 atau agak suka sampai suka Tabel 6. Nilai
kenampakan tertinggi dari tumpi ikan tuna yang diuji dicapai oleh produk I1K2 ikan panggang + kelapa setengah tua, yaitu 7,30 dan terendah dicapai oleh
produk I1K1 ikan panggang + kelapa muda, yaitu 5,60. Hasil uji Kruskal-Wallis Lampiran 2 menunjukkan bahwa metode
pemasakan ikan dan tingkat umur kelapa berpengaruh nyata terhadap kenampakan produk tumpi tuna. Hasil uji lanjut Dunn Lampiran 3a menunjukkan bahwa
produk tumpi I1K2 berbeda nyata dengan produk tumpi lainnya. Hal ini disebabkan produk tumpi I1k2 mempunyai warna lebih menarik, cerah, kelihatan
bersih, permukaan yang merata, dan bentuk beraturan sehingga lebih disukai dan diterima oleh panelis. Kenampakan tumpi tuna yang dihasilkan pada penelitian
pendahuluan tahap I disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Kenampakan produk tumpi tuna pada penelitian pendahuluan tahap I.
Kenampakan tumpi I1K2 yang lebih disukai panelis diduga karena kadar air kelapa setengah tua tidak terlalu tinggi dan tidak mengandung minyak yang
banyak sehingga pembentukan kerak pada permukaan produk terjadi dengan cepat dan kapiler-kapiler yang terbentuk tidak besar menghasilkan produk dengan
permukaan mulus dan merata Moreno et al. 2010. Kenampakan tersebut juga
I1K2
I1K1
I1K3
I2K1 I2K2
I2K3