Ikan Tuna TINJAUAN PUSTAKA

Komposisi kimia ikan tuna bervariasi antara spesies yang satu dengan spesies lainnya. Ikan tuna merupakan jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan lemak yang rendah. Daging ikan tuna kaya oleh protein dan nutrisi penting lainnya, misalnya asam lemak omega-3, vitamin, dan mineral. Bagian ikan yang dapat dimakan edible portion secara umum berkisar antara 45 –50 dari tubuh ikan Suzuki 1981, namun kelompok ikan tuna memiliki edible portion berkisar antara 50 –60 Stansby 1963. Kadar protein daging putih ikan tuna lebih tinggi dibandingkan dengan protein daging merahnya. Kadar lemak daging putih ikan tuna lebih rendah dibandingkan dengan lemak daging merahnya. Daging merah ikan tuna mengandung mioglobin, suplai oksigen, dan hemoglobin yang bersifat prooksidan serta kaya akan lemak. Komposisi proksimat beberapa jenis ikan tuna disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Proksimat beberapa jenis ikan tuna Thunnus sp per 100 g daging Proksimat Jenis ikan tuna Albacore Skipjack Tonggol Air Protein Lemak Abu karbohidrat 67,5 26,4 4,7 1,2 0,2 68,83 a 25,20 a 3,85 a 1,50 a 0,65 a 72,17 b 20,15 b 3,39 b 1,94 b 2,35 b 74,45 c 23,11 c 0,69 c 0,75 c 1,1 c 72,23 d 18,44 d 5,68 d 2,10 d 1,55 d Albacore, Thunnus alalunga Vlieg dan Murray 1988. Skipjack, Katsuwonous a Aberoumad dan Pourshafi 2010; b Intarasirisawat et al. 2011. Tonggol, Thunnus tonggol c Aberoumad dan Pourshafi 2010; d Intarasirisawat et al. 2011.

2.5. Deef Fat Frying

Penggorengan adalah suatu proses pemanasan bahan pangan menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas. Tujuan penggorengan adalah untuk melakukan: 1 pemanasan pada bahan pangan; 2 pemasakan; dan 3 pengeringan pada bahan pangan yang digoreng. Proses pemanasan suhu tinggi akan memberikan efek destruksi panas yang mampu membunuh mikroba dan menginaktifkan enzim yang terdapat pada bahan pangan. Selain itu, penggorengan juga akan menurunkan nilai aktivitas air a w . Proses penggorengan akan meningkatkan mutu makan eating quality karena pada saat pemasakan terjadi konversi zat gizi ke dalam bentuk yang sederhana dan dapat dicerna. Sifat sensori produk pangan hasil gorengan lebih disukai oleh konsumen Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010. Deef fat frying merupakan salah satu metode memasak tertua yang populer dipergunakan. Metode ini sering dijadikan sebagai metode pilihan untuk menghasilkan rasa, warna, dan tekstur yang unik pada gorengan. Pemanasan minyak dan dekomposisi secara oksidatif selama proses penggorengan menghasilkan komponen volatil dan nonvolatil yang akan mengubah sifat fungsional, sensori, dan gizi minyak. Perubahan fisik dan kimia juga terjadi pada produk selama penggorengan Warner 2002. Deef fat frying didefinisikan sebagai perendaman suatu produk makanan di dalam minyak goreng yang telah dipanaskan di atas titik didih air, yaitu antara 150-200 o C Hubbard dan Farkas 1999. Metode penggorengan ini juga biasa disebut sebagai proses dehidrasi. Panas dan transfer massa terjadi secara bersamaan selama penggorengan. Panas ditransfer dari media penggorengan ke permukaan produk dengan cara konveksi dan dari permukaan bahan ke dalam bahan dengan cara konduksi. Air diuapkan dari produk dan produk menyerap minyak Budzaki dan Seruga 2005 . Struktur produk gorengan terdiri atas 3 bagian, yaitu “inner zone = lapisan dalam ” atau core, “outer zone = lapisan luar” atau crust atau kerak, dan “outer zone surface” atau permukaan luar. Inner zone adalah bagian makanan gorengan yang masih mengandung air. Outer zone atau kerak adalah bagian luar makanan yang merupakan hasil dehidrasi pada waktu penggorengan, makin tebal kerak, makin banyak minyak yang diserap. Outer zone surface adalah bagian paling luar makanan yang berwarna coklat kekuningan. Warna ini merupakan hasil reaksi millard Ketaren 1986. Struktur produk gorengan disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Struktur produk gorengan Ketaren 1986. Inner zone core Outer zone lapisan luar Outer zone surface permukaan luar

3. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Nopember 2012 di Laboratorium Diversifikasi dan Formulasi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium PAU Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Uji Keamanan Pangan PT. Saraswanti Indo Genetech Bogor dan Laboratorium Balai Besar Industri Agro BBIA Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

3.2.1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan-bahan untuk pembuatan dan analisis tumpi. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan tumpi adalah daging ikan tuna Thunnus sp. yang diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan Muara Baru Jakarta dan kelapa Cocos nucifera L yang diperoleh dari Pasar Dramaga Bogor. Bahan pengikat yang digunakan adalah tapioka yang dibeli dari swalayan-swalayan di Kota Bogor. Bahan-bahan tambahan yang digunakan meliputi bumbu-bumbu serei, lengkuas, merica bubuk, garam, jeruk nipis, bawang merah dan cabai rawit dan minyak goreng diperoleh swalayan-swalayan di Bogor. Bahan-bahan yang diperlukan untuk analisis tumpi meliputi bahan-bahan untuk analisis kimia, oksidasi lemak, sensori, dan mikrobiologi. 3.2.2. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi: peralatan yang digunakan untuk pembuatan dan peralatan yang digunakan untuk analisis sensori, kimia, dan mikrobiologi tumpi. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan tumpi, meliputi: blender GMC-BL-001, food processor HK 7997, alat pengasapanpembakar, alat cetakan, wajan, dan timbangan digital tanita KD-160. Peralatan yang digunakan untuk analisis tumpi, meliputi timbangan analitik kepekaan 0,01 g, desikator, destruksi kjeldahl ukuran 250 mL, colom C-18, Inkubator 35°C±1°C, cawan petri 15 mm x 90 mm, dan botol pengencer 20 mL.